Pagi ini dengan suka cita Rayan berangkat ke sekolah, teman-temannya dan beberapa orang dewasa di sana menyaksikan betapa gembiranya anak kecil itu. "Dadah, Ibu, Ayah!" seru Rayan seraya melambaikan tangan pada Arfan dan Rea yang kemarin telah diresmikan menjadi Ayah dan Ibu bagi Rayan."Dah, Ray!" balas Rea dengan senyum sumringah, setelahnya Rayan segera berlari masuk gedung.Rea dan Arfan sama-sama menurunkan tangan, mereka lalu saling pandang. Rea sangat merasa tidak enak tentunya karena melibatkan Arfan ke perihal yang seperti ini. "Maafkan Ray ya, Fan. Karena dia, kamu jadi dipanggil ayah, padahal menikah juga belum." Rea tersenyum.Arfan juga balas tersenyum menanggapinya. "Kalau begitu bagaimana kalau kita menikah saja," celetuk Arfan dengan nada canda, tapi sungguh jauh di lubuk hati paling dalam ucapan itu adalah sebuah keseriusan."Arfan! Apa yang kamu katakan!" sentak Rea, lalu tak lama wanita itu tertawa karena menganggap semua ucapan Arfan hanya candaan. "Itu tidak mungk
Rayan terlihat berlari riang menuju Rea yang juga tersenyum melambaikan tangan, sementara Jeno yang melihat adegan itu seperti membeku layaknya patung es.Seperti ada percikan-percikan api yang menghangatkan hatinya, seperti ada debaran-debaran yang ia rasakan setelah sekian lama jantungnya seolah tak berdenyut. Dia benar-benar tidak tahu harus apa saat ini, harus keluar dari mobil dan menemui mereka atau ....Terlihat Rea membawa Rayan memasuki taksi lantas meninggalkan halaman sekolah, sementara Jeno baru tersadar setelah keduanya berlalu. Pria itu segera tancap gas untuk mengikuti taksi yang membawa Rea dan Rayan dengan jantung yang berdebar-debar, sampai-sampai ia menyeka keringat dari keningnya yang bercucuran.Di dalam taksi Rea memeluk kepala putranya dan membelainya penuh kasih, Rayan sangat senang mendapatkan perlakuan ini dari Rea sehingga anak kecil itu terus saja memberikan senyum. "Bagaimana tadi belajarnya?" tanya Rea lantas mengecup puncak kepala putranya yang baru saja
Rea tidak membiarkan pengasuh membantu dirinya dalam mengurus Rayan, selain hanya membantu seperlunya saja. Saat ini juga dia sedang membantu putranya berganti pakaian, meski pikirannya masih melayang pada nama Arya yang disebutkan."Bu, aku ingin minum jus mangga susu." Permintaan Rayan membuyarkan lamunan Rea.Wanita itu lantas tersenyum dan segera menyelesaikan tahap terakhir yakni menarik ujung kaus ke bawah dan selesai. "Oke, sekarang kita ke dapur. Ibu akan buatkan jus mangga susu yang spesial buat Ray." Rea lalu menurunkan tubuh putranya dari ranjang dan anak kecil itu berseru riang.Mereka lalu berjalan keluar kamar, menuruni anak tangga dan berjalan menuju dapur. "Duduk di sini!" Rea mendudukkan Rayan di kursi, dan anak kecil itu menurut duduk manis dengan patuh.Rea segera menuju lemari pendingin untuk mengambil mangga dan es batu, dia juga mengambil susu dan bahan lain yang dibutuhkan. Dengan cekatan ia mengupas dan memotong mangga lantas memasukkannya ke blender beserta ba
Jam sudah menunjukkan waktu jam pulang kantor, tampak Jeno dan Arya keluar dari pintu lift dan langsung disambut oleh para karyawan yang masih berada di lantai dasar. "Selamat sore, Tuan," sapa mereka semua yang kebanyakan kaum hawa."Sore," jawab Arya, sementara Jeno hanya menanggapi mereka dengan anggukan dan senyuman tipis seraya berlalu dengan meninggalkan sejuta pesona bagi yang dilewatinya.Sudah berapa dekade? Senyum seorang Jeno menghiasi wajah tampannya yang selalu dingin, lantas saat ini seperti mentari yang memecah bola es yang tebal membuat banyak hati wanita berdebar kala melihatnya. "Hati-hati di jalan, Tuan!" seru mereka seraya tersipu malu dan senyum-senyum tak jelas.Namun, apapun respon mereka, Jeno seolah tak melihat dan tak peduli. Karena pada kenyataanya apa yang membuatnya terus tersenyum adalah karena hal yang baru ia dapatkan beberapa waktu ini, seolah memberinya hidup untuk yang kedua kalinya.Arya membukakan pintu mobil mempersilakan Jeno untuk masuk, sejak t
"Bu, apakah aku bisa batal ikut?" Jeno langsung melontarkan protes kala ia membuka pintu membuat Maryam sedikit terkejut."Apa yang kamu katakan? Ibu sudah berjanji akan membawamu malam ini. Kenapa ingin batal?" sungut sang Ibu sedikit kesal."Rasanya aneh jika aku ikut ke pertemuan ibu-ibu, Bu." Jeno menyugar rambutnya frustasi, enam tahun tinggal bersama ibunya setelah dua tahun berpisah karena pernikahannya dengan Rea dulu, sikap Maryam semakin menjadi.Enam tahun belakangan wanita paruh baya itu terus saja melibatkan dirinya di dalam segala urusan, jangankan hal penting sampai hal yang tidak penting seperti ini saja ia harus ikut, menyebalkan sekali bagi Jeno."Kata siapa cuma ibu-ibu yang datang? Sok tahu! Di sana ada para gadis dan ada Arya juga," sahut Maryam. "Mungkin saja nanti kamu bisa bersenang-senang dengan gadis-gadis putri teman ibu," lanjutnya berkata.Jeno membuang napas kasar, dia tidak butuh bersenang-senang dengan gadis. Namun, yang terpenting di sana ada Arya, tap
Jeno terus berjalan cepat mengikuti tiga orang di depan, sementara Maryam juga mengejar Jeno yang ia tidak mengerti kenapa putranya begitu panik. Jeno hanya ingin memastikan kalau wanita yang ia lihat adalah Rea dan anak kecil itu adalah putranya.Tampak Rea, Arfan dan Rayan sampai di area parkir restoran, mereka berjalan menuju mobil. Begitupun dengan Jeno yang sampai juga di sana, pria itu berhenti untuk memperhatikan dari kejauhan. Namun, Maryam datang dengan napas terengah-enggah. "Jeno, ada apa denganmu, hah?!"Suara yang cukup keras membuat Jeno terkejut, pria itu menoleh pada ibunya dengan wajah memucat. Tentu saja apa yang dia takutkan terjadi, Rea yang hendak masuk mobil pun menoleh kala mendengar seseorang memanggil nama pria yang begitu akrab di telinganya.Jeno menoleh ke arah Rea, begitupun wanita itu disusul Arfan dan juga Rayan. Pasang mata mereka bertemu untuk pertama kalinya setelah 6 Tahun perpisahan. Kedua kaki Rea seolah terasa tak bertulang, bertemu Jeno membuatny
Sepasang netra itu terasa panas, memerah dan mengeluarkan air mata bak darah. Sesak terasa dadanya, seiring kelebatan bayangan menyakitkan barusan. Pria itu menyebut dirinya Ayah, lantas mengambil alih anak kecil itu dari gendongannya dan dia tidak bisa mencegah karena merasa tidak punya hak.Apakah benar Rayan putra dari Arfan? Apakah Rea dan Arfan sudah menikah? Jeno gila dibuatnya, pertanyaan-pertanyaan yang membuat hatinya sakit seolah mengucurkan darah yang tak tertahankan."Aaaaaarrgh!" Pria itu berteriak, memukul setir dan mencengkramnya kuat-kuat, air matanya berderai, karena memang sesakit itu perasaannya saat ini.Tidak ada yang mampu membuat seseorang merasakan perih, selain pupusnya sebuah harapan. Kendaraan mewah milik Jeno melesat bak kekuatan angin, entah ke mana diri akan membawa hati yang terluka. Suara decit ban yang bergesekan dengan aspal terdengar tajam, ternyata bar lah yang jadi tujuan.Jeno membuka pintu dan keluar dari mobil, ia membantingnya lantas berjalan
Wanita malam itu benar-benar kaget dengan kedatangan Arya yang tiba-tiba dan menggagalkan rencananya. "Anda siapa? Kenapa tidak sopan sekali!" bentak wanita itu.Namun, Arya tidak menjawabnya, pria itu meraih lengan sang wanita dan menariknya menjauh dari tubuh bosnya. "Menyingkirlah!" ucapnya dingin.Wanita itu menjerit kala tubuh setengah telanjangnya terhempas ke lantai, menimbulkan rasa nyeri di pinggul dan rasa malu yang tak tertahankan. Arya dengan sigap mengancingkan semua kancing kemeja Jeno, lantas meraih lengan bosnya dan membawanya keluar meninggalkan sang wanita di kamar sendirian."Hey!" teriak si wanita sangat kesal, tapi Arya terus berjalan pergi membawa Jeno yang tak sadarkan diri meninggalkan club. "Ck, sial!" decak wanita itu benar-benar kesal, kini ia tidak tahu bagaimana cara mengembalikan uang yang sudah ia terima dari seseorang yang telah menyuruhnya untuk pekerjaan ini.***"Sial!" Seorang pria memadamkan sebatang rokok ke dalam asbak kristal di atas meja dengan