Jeno terus berjalan cepat mengikuti tiga orang di depan, sementara Maryam juga mengejar Jeno yang ia tidak mengerti kenapa putranya begitu panik. Jeno hanya ingin memastikan kalau wanita yang ia lihat adalah Rea dan anak kecil itu adalah putranya.Tampak Rea, Arfan dan Rayan sampai di area parkir restoran, mereka berjalan menuju mobil. Begitupun dengan Jeno yang sampai juga di sana, pria itu berhenti untuk memperhatikan dari kejauhan. Namun, Maryam datang dengan napas terengah-enggah. "Jeno, ada apa denganmu, hah?!"Suara yang cukup keras membuat Jeno terkejut, pria itu menoleh pada ibunya dengan wajah memucat. Tentu saja apa yang dia takutkan terjadi, Rea yang hendak masuk mobil pun menoleh kala mendengar seseorang memanggil nama pria yang begitu akrab di telinganya.Jeno menoleh ke arah Rea, begitupun wanita itu disusul Arfan dan juga Rayan. Pasang mata mereka bertemu untuk pertama kalinya setelah 6 Tahun perpisahan. Kedua kaki Rea seolah terasa tak bertulang, bertemu Jeno membuatny
Sepasang netra itu terasa panas, memerah dan mengeluarkan air mata bak darah. Sesak terasa dadanya, seiring kelebatan bayangan menyakitkan barusan. Pria itu menyebut dirinya Ayah, lantas mengambil alih anak kecil itu dari gendongannya dan dia tidak bisa mencegah karena merasa tidak punya hak.Apakah benar Rayan putra dari Arfan? Apakah Rea dan Arfan sudah menikah? Jeno gila dibuatnya, pertanyaan-pertanyaan yang membuat hatinya sakit seolah mengucurkan darah yang tak tertahankan."Aaaaaarrgh!" Pria itu berteriak, memukul setir dan mencengkramnya kuat-kuat, air matanya berderai, karena memang sesakit itu perasaannya saat ini.Tidak ada yang mampu membuat seseorang merasakan perih, selain pupusnya sebuah harapan. Kendaraan mewah milik Jeno melesat bak kekuatan angin, entah ke mana diri akan membawa hati yang terluka. Suara decit ban yang bergesekan dengan aspal terdengar tajam, ternyata bar lah yang jadi tujuan.Jeno membuka pintu dan keluar dari mobil, ia membantingnya lantas berjalan
Wanita malam itu benar-benar kaget dengan kedatangan Arya yang tiba-tiba dan menggagalkan rencananya. "Anda siapa? Kenapa tidak sopan sekali!" bentak wanita itu.Namun, Arya tidak menjawabnya, pria itu meraih lengan sang wanita dan menariknya menjauh dari tubuh bosnya. "Menyingkirlah!" ucapnya dingin.Wanita itu menjerit kala tubuh setengah telanjangnya terhempas ke lantai, menimbulkan rasa nyeri di pinggul dan rasa malu yang tak tertahankan. Arya dengan sigap mengancingkan semua kancing kemeja Jeno, lantas meraih lengan bosnya dan membawanya keluar meninggalkan sang wanita di kamar sendirian."Hey!" teriak si wanita sangat kesal, tapi Arya terus berjalan pergi membawa Jeno yang tak sadarkan diri meninggalkan club. "Ck, sial!" decak wanita itu benar-benar kesal, kini ia tidak tahu bagaimana cara mengembalikan uang yang sudah ia terima dari seseorang yang telah menyuruhnya untuk pekerjaan ini.***"Sial!" Seorang pria memadamkan sebatang rokok ke dalam asbak kristal di atas meja dengan
Sinar mentari begitu gagahnya menerobos cela-cela jendela yang tak tertutup gorden, menyoroti sesosok wajah tampan yang sedang terlelap. Jeno mengangkat satu tangan untuk menutupi wajahnyanya yang terkena silau lantas membuka matanya perlahan.Pria itu tertegun kala melihat seseorang kini berada di dalam kamarnya, iya dia ingat ini kamarnya. Wanita itu tersenyum memandangnya, ternyata dialah yang membukakan gorden jendela hingga sinar mentari masuk ke dalam ruangan."Re-rea!" panggilnya dengan suara parau, pria itu terduduk lantas mengusap kedua matanya yang masih terasa kantuk.Namun, wanita di hadapannya masih terasa nyata, dia justru tersenyum lebih manis kepadanya. "Selamat pagi, Suamiku. Mandilah, aku sudah buatkan sarapan kesukaanmu. Ray juga sudah menunggu di bawah," ucap sang Wanita."Apakah ini mimpi?" batin Jeno, tapi semua yang terlihat seperti nyata.Jeno memperhatikan wanitanya dari ujung kepala sampai ujung kaki, istrinya menggunakan dress selutut warna pink yang terliha
Di sebuah ruangan kerja seorang dokter, ini jam makan siang. Namun, Arfan belum juga keluar dari ruangannya. Pria itu merogoh saku jas warna putihnya dan mengambil sesuatu di dalamnya.Terlihat kotak kristal di tangannya, pria itu membuka kotak tersebut yang ternyata terdapat sebuah cincin berlian yang sangat indah. Sudah sangat lama ia mempersiapkan cincin itu untuk melamar Rea, tapi pada kenyataannya belum juga ia lakukan.Sejujurnya malam itu ia akan melamar wanita tersebut, tapi entah kenapa hatinya masih ragu. Hingga pada akhirnya rencana tinggallah rencana, sampai pada kejadian yang tidak diinginkan pun terjadi.Arfan sedikitnya menyesali atas semua yang terjadi malam itu, andai ia tidak membawa Rea ke restoran tersebut mungkin pertemuan antara Rea dan Jeno tidak akan terjadi. Pertemuan yang mungkin saja sedikitnya mempengaruhi perasaan Rea, jujur Arfan takut Rea akan kembali pada pria itu, sungguh ia sangat tidak rela.Arfan menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlaha
Di sepanjang perjalanan Rea hanya terus melamun, ada banyak beban pikiran yang ada di kepalanya. Terlebih soal kedekatan Ray dan Jeno, membuat Rea benar-benar khawatir."Nona, sudah sampai," kata Supir taksi, pria paruh baya itu melirik kaca spion di atas kepalanya untuk melihat penumpang di belakang yang tidak kunjung memberikan bayaran ataupun keluar dari taksi.Supir pun mengerutkan kening kala Rea masih saja berdiam diri. "Nona, Anda sudah sampai di tempat tujuan," kata Supir lagi, tentu dengan nada bicara yang tetap ramah.Kali ini sepertinya Rea terasadar, wanita itu segera mengangguk dan mengambil uang dari dompetnya. "Maaf, Pak. Ini," katanya seraya memberikan uang pas.Sang Supir pun menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih, Nona," sahutnya seraya tersenyum.Rea juga hanya membalas dengan senyuman dan anggukan kecil lantas membuka pintu dan keluar dari taksi, mobil pun melaju pergi sementara Rea berjalan memasuki gerbang rumah.***Sore hari yang cerah, senja hari ini ru
"Arya, co-coba kamu jelaskan!" pinta Jeno dengan kalimat sedikit terbata saking kesalnya pada diri sendiri, karena kenapa pikirannya tidak sampai pada apa yang dipikirkan Arya?"Coba Anda pikirkan, saat nona Rea pergi dari Indonesia kala itu 6 Tahun yang lalu. Sementara usia tuan Ray sekarang 5 Tahun memasuki usia 6 Tahun, dan masa mengandung normalnya 9 bulan 10 hari, bisa lebih cepat atau lebih lama. Hanya ada waktu 2 bulan 20 hari jika memang saat nona Rea langsung menikah setelah meninggalkan Anda.Namun, dalam kondisi nona Rea yang sedang sakit, mungkinkah mereka melangsungkan pernikahan kala itu dan melakukan hubungan intim?Dia adalah seorang dokter pasti tahu hal itu tidak bisa dilakukan, setidaknya butuh beberapa bulan untuk pemulihan selepas melakukan operasi besar dan waktu 2 bulan 20 hari tidak akan cukup," jelas Arya, entah Jeno paham atau tidak, pria itu hanya mencoba menjelaskan meski ia tidak yakin kalau Jeno saat ini paham, terlihat dari wajahnya saja sudah tidak meny
"Apa hubungannya denganmu, hal itu tidak harus dilakukan karena aku tidak perlu membuktikan apapun kepadamu!" Rea menunjuk Jeno penuh emosional, hal itu terlihat oleh Jeno untuk menutupi kegugupan yang wanita itu rasakan.Jeno tersenyum miring merasa semakin yakin kalau Rayan adalah putra kandungnya. "Kenapa? Apa kamu takut kalau apa yang aku katakan itu terbukti? Berarti benar, Ray adalah putraku?" desak Jeno."Tidak! Dia bukan--""Baiklah, aku dan Rea setuju. Kamu boleh melakukan tes DNA terhadap Ray," sela Arfan seraya melangkah mendekat kepada Rea.Rea langsung menoleh kepada Arfan yang kini berdiri di sampingnya dengan rasa terkejut, bagaimana bisa Arfan setuju? Semuanya akan terbongkar dan Rea takut Jeno akan merebut Rayan darinya."Arfan! Apa yang kamu katakan?! Aku tidak setuju!" sergah Rea tak terima.Karena Rea terdengar terus-terusan berteriak, Rayan pun akhirnya penasaran dan mengintip di balik dinding. Anak kecil itu melihat Jeno, dia senang melihat pria itu ada di sana.