Plak!!!
"Dasar anak tak tahu di untung! Katakan pada papi, siapa yang telah menghamilimu, Mona?!"
Satu tamparan serta cacian di layangkan kepada seorang gadis, ah, bukan, di sudah bukan gadis lagi, yang tengah berlutut di kaki sepasang paruh baya yang menatapnya dengan penuh amarah.
"Ampuni, Mona, mami, papi!"
"Mami sama papi gak butuh kata ampun, Mona! Kami butuh jawaban kamu, siapa yang menghamili kamu?!"
Perempuan yang bernama Mona itu tetap terduduk dan menangis tergugu tanpa berniat menjawab pertanyaan kedua orang di hadapannya. Tuan Ferdi dan Nyonya Calista
"Apa yang akan mami katakan kepada papa dan mamamu, Mona? Kedua orang tuamu menitipkan kamu kepada mami sama papi untuk di jaga, tapi kamu!"
plak!!
Lagi-lagi tamparan yang begitu keras mendarat di pipi Mona. Perempuan itu hanya pasrah mendapatkan amukan dari mami dan papinya.
Mona Lisa, perempuan yang akrab di panggil Mona itu merupakan keponakan dari Calista, Mona adalah anak dari adik kandung Calista yang saat ini pindah ke luar negeri mengikuti suaminya. Calista meminta agar Mona tinggal bersamanya di Jakarta karena ia yang tak memiliki seorang anak. Dengan senang hati Mona menerima tawaran tantenya itu dengan alasan ia lebih nyaman tinggal di Indonesia dan sudah memiliki banyak teman.
"Cepat katakan, siapa menghamilimu, Mona??!!" teriak Ferdy dengan lantang.
"E_Eza, Pi. Di_dia udah janji mau tanggung jawab kalau Mona hamil, Mi, Pi,"
"Dengan janji yang belum tentu di tepati itu, mau mau saja memberikan mahkotamu kepada lelaki itu?"
"Ma_maafkan, Mona, Mi. Mona sangat mencintai Eza,"
"B*d*h!!!"
"Sekarang kamu telefon si Eza itu dan suruh dia datang kesini!"
"Baik, Mi."
"Begini susahnya punya anak, susah di atur! Untung aku nggak punya anak!" gumam Calista.
Memang Ferdy dan Calista tidak memiliki anak dalam pernikahan mereka, bukan karena mandul, tapi karena rahim Calista diangkat saat ia mengalami keguguran beberapa tahun silam. Mereka tak ingin mengadopsi anak, karena keluarga melarang dengan alasan bibit, bobot dan bebetnya yang nggak jelas. Keluarga mereka hanya memandang soal harta dan kasta, tak peduli nilai moral dan adab sehingga hal itulah yang membuat kedua orang tua kandung Kevin bercerai.
Sedangkan Ferdy hanya diam tak menanggapi ucapan istrinya.
Mona merogoh ponselnya dan mendial nomor Eza, tapi foto profil Eza sudah tidak ada, bahkan pesan yang di kirim Mona tadi pagi masih centang satu. Mona panik, ia takut kalau Ferdi mrngingkari janjinya dan meninggalkan dirinya. Berkali-kali Mona mendial nomor Eza, tapi tetap saja nomor pemuda itu tidak aktif.
"Ah, sial!"
"Bagiamana, Mona?" Tanya Calista di saat mendengar umpatan Mona.
"No_nomor Eza nggak aktif, Mi. Wa Mona di blokir sama Eza, hiks hiks,"
"Oh, astaga, Mona! Makanya jadi cewek jangan tol*l, b*d*h, **n. Cuma di modalin janji udah mau di ajak tidur! Pendidikan tinggi tapi otak nol besar!"
"Ampuni Mona, Mi. Mona menyesal, maafkan Mona!"
"Gak ada pilihan lain, mami harus mengatakan hal ini kepada mama dan papamu, Mona!"
"Berapa usia kandunganmu?"
"Sekitar dua bulan, Pi!"
"Mami akan menelfon orang tuamu!"
Mendengar itu, Mona segera berlari dan bersujud di kaki Calista m mohon agar tak memberitahukan kepada kedua orang tuanya.
"Mona mohon, mi, hiks, tolong jangan beritahu mama dan papa!"
"Mami pusing ngadepin kamu, Mona!"
"Mona akan gugurin kandungan Mona, Mona nggak mau punya anak sialan ini! Mona nggak mau masa depan Mona hancur!" Mona berteriak histeris sambil memukul mukul perutnya yang masih rata.
"MONA LISA, HENTIKAN!" mendengar kemurkaan papinya, Mona menghentikan aksinya dengan tubuh yang gemetar.
"Udah dapat dosa zina, sekarang kamu mau nambah dosa dengan membunuh darah dagingmu sendiri? Memang manusia nggak ada otak kamu Mona!" lanjut ferdy.
"Calista, kamu urus keponakan tersayangmu itu!"
Setelah mengucapkan kalimat itu, Ferdy berlalu dari hadapan mereka dengan menaiki tangga menuju kamarnya. Sebenarnya ia masih ada kerjaan di kantor, tapi karena istrinya menelfon dan memintanya untuk segera pulang, akhirnya Ferdy meninggalkan pekerjaannya.
"Kamu mau kemana, Pi?"
"Aku banyak kerjaan di kantor!"
Setelah Ferdy menghilang dari pandangan mereka, Calista menghampiri keponakannya itu.
"Kamu lihat, Mona! Baru kali ini papimu semarah ini, dan semua gara-gara kamu!"
"Ah, aku pusing! Kembalilah kekamarmu! dan ingat!! jangan melakukan hal yang aneh-aneh! Atau papimu akan menghabisimu!"
Calista keluar dari rumah dengan membawa tasnya, entah ia akan pergi kemana kali ini untuk menenangkan pikirannya. Sedangkan Mona, ia meratapi kesalahannya dan merutuki kebodohannya, tak lupa segala macam umpatan ia lontarkan untuk kekasihnya itu.
***
Malam sudah tiba, Ferdy baru saja pulang dari kantor karena begitu sibuknya mengerjakan tugas yang sempat tertunda karena drama yang di buat oleh Mona. Kepalanya terasa begitu pening memikirkan segala masalah yang menimpanya.
"Pi, mau makan dulu atau mandi dulu?" Tanya Calista menghampiri suaminya yang ada di kamarnya.
"Mandi dulu, gerah!"
"Ya sudah, kalau sudah mandi segera turun kebawah aku menunggu disana!"
"Hm,"
'huh, tetep saja yang seprti itu nggak pernah berubah!' batin Calista yang selalu mendapati sikap dingin suaminya.
Selesai mandi, Ferdy segera turun untuk makan malam karena dari sore perutnya belum terisi makanan sama sekali akibat banyaknya pekerjaan di kantor.
Selesai makan malam,Ferdy menuju ruang keluarga untuk menonton acara berita kesukaannya.
"Pi, mami mau bicara!"
"Bicara saja! soal apa? Mona?"
"Iya, Pi. Mami bingung harus bagaimana menyikapi ini, harus mami apakan Mona, sedangkan Eza ia sudah tak mau bertanggung jawab."
"Carikan saja lelaki lain yang mau nikah dengannya!"
"Siapa Pi? Mana ada lelaki yang mau nikah sama perempuan yang udah hamil kayak dia."
"Bilang saja kepada kedua orang tuanya!"
"Jangan!!" Tiba-tiba terdengar teriakan Mona dari arah belakang mereka yang ternyata perempuan itu sudah menguping pembicaraan Calista dan Ferdy dari tadi.
Kedua orang itu menoleh ke asal suara dengan pandangan sama-sama tajam.
"Maafkan, Mona berani menyela obrolan mami sama papi, tapi Mona mohon jangan aduin kepada papa dan mama, Mona janji akan melakukan hal apa saja asalkan jangan beritahu mama dan papa, Mona mohon papi, mami!"
"Kalau begitu kamu harus mau menikah dengan siapa pun yang menjadi pilihan kami nantinya!"
"Baik, mi. Mona janji akan menerima."
"Ya sudah, kembalilah kekamar dan jangan lagi berani beraninya kamu menguping pembicaraan kami!"
"Baik, mi."
"Siapa yang akan kamu nikahkan f Ngan Mona?" Tanya Ferdy
"Bagaimana kalau Kevin, putrapapi yang ada di desa itu?"
"Apa yang kamu katakan Calista??!" Bentak Ferdy.
"Jangan bawa-bawa anakku dalam masalah keponakanmu itu, aku nggak akan biarkan masa depan anakku hancur gara-gara keponakan jal*ngmu itu!"
"Pi, tenang dulu. Apakah papi nggak ingin tinggal dengan anak papi yang selama ini sangat papi rindukan? Kalau Kevin mau menikah dengan Mona, otomatis dia akan tinggal di sini bersma papi dan papi bisa mengajarinya cara berbisnis agar bisa membantu papi di perusahaan."
"Aku tetap tidak setuju!"
"Pi, ini demi nama baik keluarga kita, pernikahan ini hanya sementara agar nama Mona dan keluarga kita tidak tercemar, baru kalau Mona udah lahiran terserah Kevin kalau mau menceraikan Mona."
"Itu tetap tidak bisa, sebentar lagi Kevin akan menikah dengan gadis pilihannya!"
"Ayolah, Pi. Apa papi mau nama baik papi tercoreng di mata rekan kerja papi? Pernikahannya bisa di tunda dulu, lagian pergi nikahan Kevin dengan Mona hanya sementara, baru setelah cerai dengan Mona, Kevin akan kembali kepada gadis pilihannya itu!"
Mendengar penuturan istrinya, Ferdy mulai di Landa kebimbangan antara setuju dengan ide Calista atau tetap menolak ide gila tersebut.
"Bagaimana cara menyampaikan ini kepada Kevin?"
Mendengar pertanyaan sang suami, Calista tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya ia bisa merayu suaminya itu.
"Soal itu, biar mami yang urus, Pi!"
"Jum, ini kamu kupas bawangnya ya!""Sri, airnya sudah panas?""Sudah, Bu Dewi,""Adonannya sudah nih, tinggal di masukin oven!""Aku ke pasar dulu ya, ada yang kurang!""Itu jahenya di tambah, ya Mpok!""Sekalian, kamu giling kelapanya ya!""ambilkan baskom di rak, dik!""Sendoknya kurang 20.""Bumbunya diblender ajah!""Minta minyak dong, ini kalau di tinggal takut gosong!"Dan masih banyak lagi kegaduhan yang terjadi di rumah Bu Fatma. Rumah yang sederhana itu tampak ramai oleh ibu ibu kompleks yang sedang rewang untuk persiapan pernikahan Izah yang kurang sepuluh hari lagi. Begitulah di desa, kalau mau mengadakan hajatan. Jika di kota, makanan dan minuman, serta kue dan bingkisan untuk tamu tinggal pesan tanpa harus repot-repot membuat sendiri, beda halnya di desa, semua makanan yang akan di sajikan di buat oleh tangan ibu-ibu kompleks dengan resep sendiri."Bu, H
"Assalamualaikum, permisi!" Ucapan salam seseorang di depan pintu rumah Bu Sarah membuat orang-orang yang ada di dalam penasaran siapakah orang yang bertamu sepagi ini. Lihatlah! jam masih menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit. Para ibu-ibu pun yang sedang menyapu halaman rumah turut kepo dengan kedatangan seorang ibu-ibu dengan tampilan glamournya. Di musim kemarau ini, cuaca pada pagi dan malam hari akan terasa begitu dingin. Apalagi tinggal di desa yang tidak begitu padat penduduk, yang di sekelilingnya di penuhi dengan sawah serta ladang sehingga angin semakin kencang bertiup membuat cuaca terasa sangat dingin di dua waktu tersebut. "Waalaikum salam," jawab Bu Sarah sambil membuka pintu. Saat tahu siapa yang bertamu, bu Sarah begitu kaget dengan kehadiran orang di depannya. "Maaf, mbak. Pagi-pagi gini saya sudah bertamu!" "Calista, masuklah!" "Kevin, Keluarlah! ada Calista, istri papamu!" "Bentar, Bun
Izah baru saja tiba di rumah saat adzan Isya' berkumandang lima belas menit yang lalu. gadis yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya itu, terlihat begitu sangat kelelahan. Bagaimana tidak? Waktu ke mall dari sore, budhe Sima tak memberinya waktu istirahat, mereka terus mengelilingi mall mencari baju serta yang lainnya sebagai hadiah untuk Izah di acara pernikahannya nanti. "Sebaiknya budhe istirahat saja dulu di kamar Izah, Izah mau mandi dulu, gerah!" "Budhe juga pengen mandi, ya, sudah, kamu duluan saja mandinya. Kalau sudah selesai kabari budhe!" "Baik, budhe." "Mama, Fitri pengen mandi sama ente Izah, boleh ya?" Tanya Fitri bocah perempuan yang berumur tujuh tahun yang merupakan anak kedua dari budhe Sima. "Kamu cuci muka saja, sudah malam takut masuk angin." "Tapi aku pengen mandi, Ma." "Tete buatin air hangat mau? Ntar Fitri mandinya pake air hangat." "Mau, mau, mau!" Izah pun menuju dapur unt
7. Ferdy Berulah"Ma, tolong jelaskan kepada Kevin! Apa maksud mama membohongi Kevin dan keluarga Kevin?" tanya Kevin saat mereka berkumpul di ruang keluarga. Di sana terdapat Ferdy, Calista serta Mona."Tanyakan saja pada papamu!" jawab Calista."Pa?""Papa akan mengajarkan kamu mengurus perusahaan milik papa, agar kamu bisa menggantikan papa memegang kepemimpinan perusahaan yang saat ini papa kelola.""Kenapa harus Kevin?""Karena anak papa hanya kamu!""Kenapa dadakan begini, pa? Dan kenapa harus berbohong?""Ini sudah papa rencanakan dari jauh hari, tapi, sebelum kamu belajar menjadi pemimpin, kamu harus punya pendamping terlebih dahulu untuk menemanimu.""Untuk itu, papa tenang saja, sembilan hari lagi Kevin akan menikah, Pa. Sebenarnya lusa Kevin mau kesini sama ayah dan bunda untuk memberitahu papa kalau Kevin mau nikah, tapi mama keburu jemput Kevin.""Tak usah menunggu sembilan hari, besok kam
"Kevin, katakan pada ayah apa maksud perkataan papamu di telfon tadi!?"Tanya Hendra saat mereka sudah tiba di rumah."Maafkan kevin yah, kalau kebakaran kebun kita ini adalah Kevin penyebabnya. Kevin kabur dari rumah papa.""Kenapa?""Papa memintaku untuk menikah dengan Mona, yah. Rencananya pernikahan itu akan diselenggarakan hari ini juga.""Kenapa bisa seperti itu?""Entahlah, Bun. Menurut pemikiran Kevin, mungkin Mona sudah hamil duluan.""Kenapa papamu harus menyuruh kamu yang menikahi Mona, kenapa bukan lelaki yang menghamilinya itu?""Kevin juga nggak tahu, Bunda.""Keterlaluan mas Ferdy, demi orang lain dia mau mengorbankan putranya sendiri!""Sudah tak apa, nilai kerugian itu tak sebanding dengan nilai kebahagiaanmu. Fokuslah mengurusi pernikahanmu yang sudah tinggal delapan hari lagi.""Terimakasih, Ayah."****Sore hari, sebuah taksi baru saja terparkir dihalaman rumah Izah. Seoran
1. Lamaran"Eh, Bu Fatma sama si Izah kok banyak banget belanjaannya? Mau ngadain acara ya?" Tanya Bu Dewi tetangga Bu Fatma yang kebetulan mereka bertemu di pasar swalayan."Eh, Bu Dewi, nggak kok, cuma acara keluarga saja," jawab Bu Fatma sambil tersenyum."Halo, Zah!" Sapa Zaki anak Bu Dewi"Ah, iya, halo juga Zaki!" Izah menjawab sapaan Zaki dengan seulas senyum tipis.Bu Dewi yang melihat anaknya menyapa Izah tampak tak suka."Ngapain senyum-senyum gitu, udahlah, yuk balik!" Kata Bu Dewi ketus."Saya pulang dulu, nggak usah ganjen dengan acara senyam senyum gitu sama anak saya, syukur anak saya kamu tolak karena itu anak saya mendapatkan calon istri yang lebih cuantik dan berpendidikan tinggi, jauh sama kamu!"Bu Dewi memang tidak menyukai Izah karena Izah dulu pernah menolak lamaran Zaki, anaknya yang katanya paling ganteng se desa.Izah dan Bu Fatma hanya geleng-geleng kepala melihat Bu D
Setelah saling mengungkapkan kata cinta, kini kedua sejoli itu saling bertatapan dengan pandangan yang menyiratkan cinta yang begitu besar di mata mereka. Kevin mendekatkan wajahnya ke wajah Izah, sepersekian detik bibir mereka sudah bertaut saling melumat menyampaikan rasa tersirat dalam lumatan itu.DegTubuh Izah mematung mendapat perlakuan dari Kevin. Tubuh dan jiwanya seakan tak berkompromi sehingga tak mampu menolak apa yang Kevin lakukan.Entah setan apa yang merasuki Kevin sehingga ia berani mencium bahkan melumat bibir Izah. Padahal sebelumnya, mereka tak pernah melakukan itu. Ini ciuman pertamanya pun begitu dengan Izah, wanita itu tampak kaget dan tak bisa mengontrol dirinya saat Kevin dengan tiba-tiba mencium serta melumat dirinya. Setelah sama sama kehabisan oksigen barulah Kevin melepas ciumannya."Maaf!" seru Kevin sambil merapikan rambut Izah yang sedikit berantakan karena tangannya
"Kevin, katakan pada ayah apa maksud perkataan papamu di telfon tadi!?"Tanya Hendra saat mereka sudah tiba di rumah."Maafkan kevin yah, kalau kebakaran kebun kita ini adalah Kevin penyebabnya. Kevin kabur dari rumah papa.""Kenapa?""Papa memintaku untuk menikah dengan Mona, yah. Rencananya pernikahan itu akan diselenggarakan hari ini juga.""Kenapa bisa seperti itu?""Entahlah, Bun. Menurut pemikiran Kevin, mungkin Mona sudah hamil duluan.""Kenapa papamu harus menyuruh kamu yang menikahi Mona, kenapa bukan lelaki yang menghamilinya itu?""Kevin juga nggak tahu, Bunda.""Keterlaluan mas Ferdy, demi orang lain dia mau mengorbankan putranya sendiri!""Sudah tak apa, nilai kerugian itu tak sebanding dengan nilai kebahagiaanmu. Fokuslah mengurusi pernikahanmu yang sudah tinggal delapan hari lagi.""Terimakasih, Ayah."****Sore hari, sebuah taksi baru saja terparkir dihalaman rumah Izah. Seoran
7. Ferdy Berulah"Ma, tolong jelaskan kepada Kevin! Apa maksud mama membohongi Kevin dan keluarga Kevin?" tanya Kevin saat mereka berkumpul di ruang keluarga. Di sana terdapat Ferdy, Calista serta Mona."Tanyakan saja pada papamu!" jawab Calista."Pa?""Papa akan mengajarkan kamu mengurus perusahaan milik papa, agar kamu bisa menggantikan papa memegang kepemimpinan perusahaan yang saat ini papa kelola.""Kenapa harus Kevin?""Karena anak papa hanya kamu!""Kenapa dadakan begini, pa? Dan kenapa harus berbohong?""Ini sudah papa rencanakan dari jauh hari, tapi, sebelum kamu belajar menjadi pemimpin, kamu harus punya pendamping terlebih dahulu untuk menemanimu.""Untuk itu, papa tenang saja, sembilan hari lagi Kevin akan menikah, Pa. Sebenarnya lusa Kevin mau kesini sama ayah dan bunda untuk memberitahu papa kalau Kevin mau nikah, tapi mama keburu jemput Kevin.""Tak usah menunggu sembilan hari, besok kam
Izah baru saja tiba di rumah saat adzan Isya' berkumandang lima belas menit yang lalu. gadis yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya itu, terlihat begitu sangat kelelahan. Bagaimana tidak? Waktu ke mall dari sore, budhe Sima tak memberinya waktu istirahat, mereka terus mengelilingi mall mencari baju serta yang lainnya sebagai hadiah untuk Izah di acara pernikahannya nanti. "Sebaiknya budhe istirahat saja dulu di kamar Izah, Izah mau mandi dulu, gerah!" "Budhe juga pengen mandi, ya, sudah, kamu duluan saja mandinya. Kalau sudah selesai kabari budhe!" "Baik, budhe." "Mama, Fitri pengen mandi sama ente Izah, boleh ya?" Tanya Fitri bocah perempuan yang berumur tujuh tahun yang merupakan anak kedua dari budhe Sima. "Kamu cuci muka saja, sudah malam takut masuk angin." "Tapi aku pengen mandi, Ma." "Tete buatin air hangat mau? Ntar Fitri mandinya pake air hangat." "Mau, mau, mau!" Izah pun menuju dapur unt
"Assalamualaikum, permisi!" Ucapan salam seseorang di depan pintu rumah Bu Sarah membuat orang-orang yang ada di dalam penasaran siapakah orang yang bertamu sepagi ini. Lihatlah! jam masih menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit. Para ibu-ibu pun yang sedang menyapu halaman rumah turut kepo dengan kedatangan seorang ibu-ibu dengan tampilan glamournya. Di musim kemarau ini, cuaca pada pagi dan malam hari akan terasa begitu dingin. Apalagi tinggal di desa yang tidak begitu padat penduduk, yang di sekelilingnya di penuhi dengan sawah serta ladang sehingga angin semakin kencang bertiup membuat cuaca terasa sangat dingin di dua waktu tersebut. "Waalaikum salam," jawab Bu Sarah sambil membuka pintu. Saat tahu siapa yang bertamu, bu Sarah begitu kaget dengan kehadiran orang di depannya. "Maaf, mbak. Pagi-pagi gini saya sudah bertamu!" "Calista, masuklah!" "Kevin, Keluarlah! ada Calista, istri papamu!" "Bentar, Bun
"Jum, ini kamu kupas bawangnya ya!""Sri, airnya sudah panas?""Sudah, Bu Dewi,""Adonannya sudah nih, tinggal di masukin oven!""Aku ke pasar dulu ya, ada yang kurang!""Itu jahenya di tambah, ya Mpok!""Sekalian, kamu giling kelapanya ya!""ambilkan baskom di rak, dik!""Sendoknya kurang 20.""Bumbunya diblender ajah!""Minta minyak dong, ini kalau di tinggal takut gosong!"Dan masih banyak lagi kegaduhan yang terjadi di rumah Bu Fatma. Rumah yang sederhana itu tampak ramai oleh ibu ibu kompleks yang sedang rewang untuk persiapan pernikahan Izah yang kurang sepuluh hari lagi. Begitulah di desa, kalau mau mengadakan hajatan. Jika di kota, makanan dan minuman, serta kue dan bingkisan untuk tamu tinggal pesan tanpa harus repot-repot membuat sendiri, beda halnya di desa, semua makanan yang akan di sajikan di buat oleh tangan ibu-ibu kompleks dengan resep sendiri."Bu, H
Plak!!!"Dasar anak tak tahu di untung! Katakan pada papi, siapa yang telah menghamilimu, Mona?!"Satu tamparan serta cacian di layangkan kepada seorang gadis, ah, bukan, di sudah bukan gadis lagi, yang tengah berlutut di kaki sepasang paruh baya yang menatapnya dengan penuh amarah."Ampuni, Mona, mami, papi!""Mami sama papi gak butuh kata ampun, Mona! Kami butuh jawaban kamu, siapa yang menghamili kamu?!"Perempuan yang bernama Mona itu tetap terduduk dan menangis tergugu tanpa berniat menjawab pertanyaan kedua orang di hadapannya. Tuan Ferdi dan Nyonya Calista"Apa yang akan mami katakan kepada papa dan mamamu, Mona? Kedua orang tuamu menitipkan kamu kepada mami sama papi untuk di jaga, tapi kamu!"plak!!Lagi-lagi tamparan yang begitu keras mendarat di pipi Mona. Perempuan itu hanya pasrah mendapatkan amukan dari mami dan papinya.Mona Lisa, perempuan yang akrab di panggil Mona itu merupakan keponakan dari Cali
Setelah saling mengungkapkan kata cinta, kini kedua sejoli itu saling bertatapan dengan pandangan yang menyiratkan cinta yang begitu besar di mata mereka. Kevin mendekatkan wajahnya ke wajah Izah, sepersekian detik bibir mereka sudah bertaut saling melumat menyampaikan rasa tersirat dalam lumatan itu.DegTubuh Izah mematung mendapat perlakuan dari Kevin. Tubuh dan jiwanya seakan tak berkompromi sehingga tak mampu menolak apa yang Kevin lakukan.Entah setan apa yang merasuki Kevin sehingga ia berani mencium bahkan melumat bibir Izah. Padahal sebelumnya, mereka tak pernah melakukan itu. Ini ciuman pertamanya pun begitu dengan Izah, wanita itu tampak kaget dan tak bisa mengontrol dirinya saat Kevin dengan tiba-tiba mencium serta melumat dirinya. Setelah sama sama kehabisan oksigen barulah Kevin melepas ciumannya."Maaf!" seru Kevin sambil merapikan rambut Izah yang sedikit berantakan karena tangannya
1. Lamaran"Eh, Bu Fatma sama si Izah kok banyak banget belanjaannya? Mau ngadain acara ya?" Tanya Bu Dewi tetangga Bu Fatma yang kebetulan mereka bertemu di pasar swalayan."Eh, Bu Dewi, nggak kok, cuma acara keluarga saja," jawab Bu Fatma sambil tersenyum."Halo, Zah!" Sapa Zaki anak Bu Dewi"Ah, iya, halo juga Zaki!" Izah menjawab sapaan Zaki dengan seulas senyum tipis.Bu Dewi yang melihat anaknya menyapa Izah tampak tak suka."Ngapain senyum-senyum gitu, udahlah, yuk balik!" Kata Bu Dewi ketus."Saya pulang dulu, nggak usah ganjen dengan acara senyam senyum gitu sama anak saya, syukur anak saya kamu tolak karena itu anak saya mendapatkan calon istri yang lebih cuantik dan berpendidikan tinggi, jauh sama kamu!"Bu Dewi memang tidak menyukai Izah karena Izah dulu pernah menolak lamaran Zaki, anaknya yang katanya paling ganteng se desa.Izah dan Bu Fatma hanya geleng-geleng kepala melihat Bu D