Setelah saling mengungkapkan kata cinta, kini kedua sejoli itu saling bertatapan dengan pandangan yang menyiratkan cinta yang begitu besar di mata mereka. Kevin mendekatkan wajahnya ke wajah Izah, sepersekian detik bibir mereka sudah bertaut saling melumat menyampaikan rasa tersirat dalam lumatan itu.
Deg
Tubuh Izah mematung mendapat perlakuan dari Kevin. Tubuh dan jiwanya seakan tak berkompromi sehingga tak mampu menolak apa yang Kevin lakukan.
Entah setan apa yang merasuki Kevin sehingga ia berani mencium bahkan melumat bibir Izah. Padahal sebelumnya, mereka tak pernah melakukan itu. Ini ciuman pertamanya pun begitu dengan Izah, wanita itu tampak kaget dan tak bisa mengontrol dirinya saat Kevin dengan tiba-tiba mencium serta melumat dirinya.
Setelah sama sama kehabisan oksigen barulah Kevin melepas ciumannya.
"Maaf!" seru Kevin sambil merapikan rambut Izah yang sedikit berantakan karena tangannya yang menekan tengkuk Izah.
Izah tak menjawab permintaan maaf dari Kevin, ia masih terlalu syok atas apa yang terjadi barusan.
'My first kiss' batinnya.
Melihat Iza yang tetap diam, membuat Kevin semakin merasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan. Kevin memegang kedua bahu Iza dah membawanya kedalam pelukannya.
"Sayang, maafkan aku ya, udah kurang ajar sama kamu. Maafkan aku yang udah mengambil ciuman pertamamu, maafkan aku yang begitu lancang menyentuhmu." kalimat Kevin terdengar begitu sangat tulus dan penuh penyesalan.
"Aku maafin, tapi ku mohon jangan seperti ini lagi!" jawab Izah dalam pelukan Kevin.
"Iya, sayang, aku janji. Aku benar-benar minta maaf, aku nggak akan ngulangi lagi!"
"Aku percaya sama kamu, mas."
"Kamu nggak lapar? Kita cari makan yuk!"
"Aku masih kenyang, kita beli camilan ajah gimana?"
"Ya udah, yuk!"
Mereka pun menuju I******t untuk membeli beberapa camilan dan minuman untuk menemani mereka menghabiskan waktu di taman kota.
Setelah merasa cukup lama, mereka memutuskan untuk pulang.
"Terimakasih untuk hari ini, Mas."
"Aku juga terimakasih karena kamu sudah menerima lamaran aku. Sebulan lagi, aku nggak sabar pengen cepet-cepet halalin kamu,"
"Semoga segalanya di lancarkan, aamiin."
"Aamiin, dan doakan aku semoga bisa membahagiakan kamu."
"Aku selalu mendoakan kamu, mas."
****
Pagi menyapa, setelah selesai melaksanakan kewajiban sebagai umat Islam, Izah segera menuju dapur untuk membantu ibunya memasak untuk sarapan pagi ini. Sudah kebiasaan baginya semenjak kecil bahkan sampai sekarang yang sudah lulus sekolah selalu membantu pekerjaan ibunya. Entah itu menyapu, mencuci, ataupun memasak seperti pagi ini. Karena belum ada lauk untuk di masak, Izah memutuskan menyapu terlebih dahulu sambil menunggu pedagang sayur keliling lewat di depan rumahnya seperti biasanya.
"Sayur, sayuuur," suara teriakan dari luar menghentikan aktifitas Izah yang sedang menyapu lantai.
"Bu, ada tukang sayur, mau beli apa?" Tanya Izah kepada ibunya yang saat ini sedang ada di dapur.
"Beli ikan sama bayam ajah, di kulkas masih ada kangkung dan ayam sisa kemaren belum di masak." Jawab Bu Fatma dari arah dapur.
"Ya sudah, Izah ke depan dulu."
Setelahnya, Izah ke depan dengan membawa sejumlah uang untuk membayar belanjaannya. Tukang sayur keliling itu tampak sudah di kelilingi ibu-ibu yang juga ingin membeli lauk maupun hanya sekedar membeli camilan untuk sarapan.
"Eh, Izah, mau belanja juga?" Tanya Bu Tuti tetangga Izah.
"Iya, Bu Tut. Izah cuma mau beli bayam sama ikan," jawab Izah sambil memberikan seulas senyum kepada tetangga yang menyapanya barusan.
"Eh, dengar-dengar si Kevin anaknya juragan tebu itu udah ngelamar kamu ya, Zah?" Tanya Bu Halimah kepada Izah.
"Iya, Bu."
"Ah, pantesan anak saya si Malik ngelamar kamu di tolak ternyata udah ada yang embat toh," kata Bu Halimah dengan sinis.
"Namanya juga jaman sekarang, yang berharta mah kalah sama yang punya cinta!" Timpal Bu Dewi.
"Ya, benar itu! Kemaren saja anak saya juga ngelamar si Izah, tapi juga di tolak oleh bapaknya yang sok itu!" Bu Sri juga turut menimpali omongan mereka karena merasa di rendahkan harga dirinya oleh keluarga Izah.
"Sudah, atuh. Kasihan neng Izah. Namanya juga jodoh, nggak mungkin ketukar. Kita doakan saja semoga Izah selalu bahagia." Kata tukang sayur dengan bijak.
Izah merasa tak enak dengan omongan para ibu ibu barusan, memang beberapa hari yang lalu beberapa anak dari mereka melamar Izah, tapi bukan di terima malah rasa kecewa karena penolakan dari Izah yang mereka dapatkan. Bukan niatan Izah untuk menolak niat baik mereka, tapi hatinya sudah terlanjur jatuh pada pesona Kevin sahabatnya sedari kecil."Ini neng, sayur sama ikannya, totalnya dua belas ribu saja," Kata pak sayur sambil menyerahkan belanjaan Izah.
"Ini, pak uangnya," Izah menyerahkan uang sepuluh ribuan sama lima ribuan.
"Ini, neng kembaliannya,"
"Terimakasih, pak."
"Maaf, bu-ibu, saya duluan, wassalamualaikum!" pamit Izah saat mendapatkan barang belanjaannya."Waalaikumsalam,"
Izah pun masuk kedalam rumahnya dengan menenteng belanjaan. Tampak masih terdengar oleh pendengarannya bahwa ibu-ibu itu masih saja membicarakan dirinya.
"Kok lama, nduk?" Tanya ibu Fatma.
"Iya, Bu. Di luar rame jadi ngantri deh yang mau beli." tak mungkin Izah mengatakan yang sejujurnya kepada ibunya tentang apa yang telah di bicarakan tetangganya perihal dirinya.
"Ya sudah, kamu goreng saja ikannya, ibu masih mau ke belakang mau jemur pakaian,"
"Iya, Bu."
Izah pun menggoreng ikan yang tadi di belinya. Setelah selesai menggoreng ikan, Izah kini memasak sayur bayam yang tadi dibelinya.
Selesai memasak, Izah menyajikan makanan ke atas meja dan sebagian di letakkan ke dalam rantang kecil untuk bapaknya yang sedang mencangkul di sawahnya.
"Sudah selesai, nduk?" Tanya Bu Fatma yang baru tiba di dapur.
"Iya, Bu. Ya sudah yuk, yang mau sarapan dulu."
"Buat bapak udah kamu wadahin?"
"Sudah, ntar Izah tinggal ngantar saja."
Mereka pun sarapan berdua, setelah selesai sarapan, Izah berangkat ke sawah dengan membawa rantang yang telah disi makanan untuk pak Wahyu.
Di perjalan, Izah berpapasan dengan Kevin yang sedang mengendari motor sport nya.
"Mau kemana?" Tanya Kevin menghentikan laju motornya.
"Ini, mau antarin makanan buat bapak di sawah," jawab Izah sambil menunjukkan rantang yang di bawanya.
"Ya udah, yuk naik. Aku akan mengantar tuan putri dengan selamat smapai tujuan." Kata Kevin sambil memperagakan seolah dirinya seorang pengawal.
"Gak ngerepotin?"
"Calon istri nggak akan pernah ngerepotin,"
Izah pun naik keboncengan Kevin, para warga yang tanpa sengaja melihat adegan Kevin dan Izah ada yang memuji ada pula yang mencibir Izah.
Jalan menuju persawahan tak semulus jalan utama di desa, ukuran jalan yang lebih kecil dan jalan yang tak di aspal serta di kanan kiri jalan terdapat selokan membuat siapa saja pengendara yang melewati jalan tersebut harus ekstra hati hati agar tak nyebur ke selokan, ataupun nyebut ke sawah warga yang pada akhirnya akan mendapat Omelan jika di ketahui oleh pemilik sawah karena tanamannnya yang rusak akibat kejatuhan orang tersebut. Kadang pula ada warga yang memanfaatkan kejadian sepeti itu untuk meminta ganti rugi atas tanamannya yang rusak dengan nominal yang tak sebanding dengan rusaknya tanaman yang hanya beberapa pohon.
"Pak, ini Izah bawakan sarapan untuk bapak!"
"Eh, pakai di bawain segala, padahal bapak ini udah mau pulang, loh!"
"Nggak apa-apa, makan dulu!"
Izah pun membuka rantang nya dan menyajikan makanan untuk pak Wahyu.
"Nak Kevin, mari makan sama bapak!"
"Enggak usah pak, Kevin sudah sarapan tadi di rumah."
"Abis ini kalian mau kemana?"
"Nggak kemana-mana pa, tadi kebetulan Izah ketemu sama mas Kevin di jalan, jadinya di antarin deh."
"Ya sudah, bapak makan dulu, ya!"
"Iya, pak, silahkan!"
Plak!!!"Dasar anak tak tahu di untung! Katakan pada papi, siapa yang telah menghamilimu, Mona?!"Satu tamparan serta cacian di layangkan kepada seorang gadis, ah, bukan, di sudah bukan gadis lagi, yang tengah berlutut di kaki sepasang paruh baya yang menatapnya dengan penuh amarah."Ampuni, Mona, mami, papi!""Mami sama papi gak butuh kata ampun, Mona! Kami butuh jawaban kamu, siapa yang menghamili kamu?!"Perempuan yang bernama Mona itu tetap terduduk dan menangis tergugu tanpa berniat menjawab pertanyaan kedua orang di hadapannya. Tuan Ferdi dan Nyonya Calista"Apa yang akan mami katakan kepada papa dan mamamu, Mona? Kedua orang tuamu menitipkan kamu kepada mami sama papi untuk di jaga, tapi kamu!"plak!!Lagi-lagi tamparan yang begitu keras mendarat di pipi Mona. Perempuan itu hanya pasrah mendapatkan amukan dari mami dan papinya.Mona Lisa, perempuan yang akrab di panggil Mona itu merupakan keponakan dari Cali
"Jum, ini kamu kupas bawangnya ya!""Sri, airnya sudah panas?""Sudah, Bu Dewi,""Adonannya sudah nih, tinggal di masukin oven!""Aku ke pasar dulu ya, ada yang kurang!""Itu jahenya di tambah, ya Mpok!""Sekalian, kamu giling kelapanya ya!""ambilkan baskom di rak, dik!""Sendoknya kurang 20.""Bumbunya diblender ajah!""Minta minyak dong, ini kalau di tinggal takut gosong!"Dan masih banyak lagi kegaduhan yang terjadi di rumah Bu Fatma. Rumah yang sederhana itu tampak ramai oleh ibu ibu kompleks yang sedang rewang untuk persiapan pernikahan Izah yang kurang sepuluh hari lagi. Begitulah di desa, kalau mau mengadakan hajatan. Jika di kota, makanan dan minuman, serta kue dan bingkisan untuk tamu tinggal pesan tanpa harus repot-repot membuat sendiri, beda halnya di desa, semua makanan yang akan di sajikan di buat oleh tangan ibu-ibu kompleks dengan resep sendiri."Bu, H
"Assalamualaikum, permisi!" Ucapan salam seseorang di depan pintu rumah Bu Sarah membuat orang-orang yang ada di dalam penasaran siapakah orang yang bertamu sepagi ini. Lihatlah! jam masih menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit. Para ibu-ibu pun yang sedang menyapu halaman rumah turut kepo dengan kedatangan seorang ibu-ibu dengan tampilan glamournya. Di musim kemarau ini, cuaca pada pagi dan malam hari akan terasa begitu dingin. Apalagi tinggal di desa yang tidak begitu padat penduduk, yang di sekelilingnya di penuhi dengan sawah serta ladang sehingga angin semakin kencang bertiup membuat cuaca terasa sangat dingin di dua waktu tersebut. "Waalaikum salam," jawab Bu Sarah sambil membuka pintu. Saat tahu siapa yang bertamu, bu Sarah begitu kaget dengan kehadiran orang di depannya. "Maaf, mbak. Pagi-pagi gini saya sudah bertamu!" "Calista, masuklah!" "Kevin, Keluarlah! ada Calista, istri papamu!" "Bentar, Bun
Izah baru saja tiba di rumah saat adzan Isya' berkumandang lima belas menit yang lalu. gadis yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya itu, terlihat begitu sangat kelelahan. Bagaimana tidak? Waktu ke mall dari sore, budhe Sima tak memberinya waktu istirahat, mereka terus mengelilingi mall mencari baju serta yang lainnya sebagai hadiah untuk Izah di acara pernikahannya nanti. "Sebaiknya budhe istirahat saja dulu di kamar Izah, Izah mau mandi dulu, gerah!" "Budhe juga pengen mandi, ya, sudah, kamu duluan saja mandinya. Kalau sudah selesai kabari budhe!" "Baik, budhe." "Mama, Fitri pengen mandi sama ente Izah, boleh ya?" Tanya Fitri bocah perempuan yang berumur tujuh tahun yang merupakan anak kedua dari budhe Sima. "Kamu cuci muka saja, sudah malam takut masuk angin." "Tapi aku pengen mandi, Ma." "Tete buatin air hangat mau? Ntar Fitri mandinya pake air hangat." "Mau, mau, mau!" Izah pun menuju dapur unt
7. Ferdy Berulah"Ma, tolong jelaskan kepada Kevin! Apa maksud mama membohongi Kevin dan keluarga Kevin?" tanya Kevin saat mereka berkumpul di ruang keluarga. Di sana terdapat Ferdy, Calista serta Mona."Tanyakan saja pada papamu!" jawab Calista."Pa?""Papa akan mengajarkan kamu mengurus perusahaan milik papa, agar kamu bisa menggantikan papa memegang kepemimpinan perusahaan yang saat ini papa kelola.""Kenapa harus Kevin?""Karena anak papa hanya kamu!""Kenapa dadakan begini, pa? Dan kenapa harus berbohong?""Ini sudah papa rencanakan dari jauh hari, tapi, sebelum kamu belajar menjadi pemimpin, kamu harus punya pendamping terlebih dahulu untuk menemanimu.""Untuk itu, papa tenang saja, sembilan hari lagi Kevin akan menikah, Pa. Sebenarnya lusa Kevin mau kesini sama ayah dan bunda untuk memberitahu papa kalau Kevin mau nikah, tapi mama keburu jemput Kevin.""Tak usah menunggu sembilan hari, besok kam
"Kevin, katakan pada ayah apa maksud perkataan papamu di telfon tadi!?"Tanya Hendra saat mereka sudah tiba di rumah."Maafkan kevin yah, kalau kebakaran kebun kita ini adalah Kevin penyebabnya. Kevin kabur dari rumah papa.""Kenapa?""Papa memintaku untuk menikah dengan Mona, yah. Rencananya pernikahan itu akan diselenggarakan hari ini juga.""Kenapa bisa seperti itu?""Entahlah, Bun. Menurut pemikiran Kevin, mungkin Mona sudah hamil duluan.""Kenapa papamu harus menyuruh kamu yang menikahi Mona, kenapa bukan lelaki yang menghamilinya itu?""Kevin juga nggak tahu, Bunda.""Keterlaluan mas Ferdy, demi orang lain dia mau mengorbankan putranya sendiri!""Sudah tak apa, nilai kerugian itu tak sebanding dengan nilai kebahagiaanmu. Fokuslah mengurusi pernikahanmu yang sudah tinggal delapan hari lagi.""Terimakasih, Ayah."****Sore hari, sebuah taksi baru saja terparkir dihalaman rumah Izah. Seoran
1. Lamaran"Eh, Bu Fatma sama si Izah kok banyak banget belanjaannya? Mau ngadain acara ya?" Tanya Bu Dewi tetangga Bu Fatma yang kebetulan mereka bertemu di pasar swalayan."Eh, Bu Dewi, nggak kok, cuma acara keluarga saja," jawab Bu Fatma sambil tersenyum."Halo, Zah!" Sapa Zaki anak Bu Dewi"Ah, iya, halo juga Zaki!" Izah menjawab sapaan Zaki dengan seulas senyum tipis.Bu Dewi yang melihat anaknya menyapa Izah tampak tak suka."Ngapain senyum-senyum gitu, udahlah, yuk balik!" Kata Bu Dewi ketus."Saya pulang dulu, nggak usah ganjen dengan acara senyam senyum gitu sama anak saya, syukur anak saya kamu tolak karena itu anak saya mendapatkan calon istri yang lebih cuantik dan berpendidikan tinggi, jauh sama kamu!"Bu Dewi memang tidak menyukai Izah karena Izah dulu pernah menolak lamaran Zaki, anaknya yang katanya paling ganteng se desa.Izah dan Bu Fatma hanya geleng-geleng kepala melihat Bu D
"Kevin, katakan pada ayah apa maksud perkataan papamu di telfon tadi!?"Tanya Hendra saat mereka sudah tiba di rumah."Maafkan kevin yah, kalau kebakaran kebun kita ini adalah Kevin penyebabnya. Kevin kabur dari rumah papa.""Kenapa?""Papa memintaku untuk menikah dengan Mona, yah. Rencananya pernikahan itu akan diselenggarakan hari ini juga.""Kenapa bisa seperti itu?""Entahlah, Bun. Menurut pemikiran Kevin, mungkin Mona sudah hamil duluan.""Kenapa papamu harus menyuruh kamu yang menikahi Mona, kenapa bukan lelaki yang menghamilinya itu?""Kevin juga nggak tahu, Bunda.""Keterlaluan mas Ferdy, demi orang lain dia mau mengorbankan putranya sendiri!""Sudah tak apa, nilai kerugian itu tak sebanding dengan nilai kebahagiaanmu. Fokuslah mengurusi pernikahanmu yang sudah tinggal delapan hari lagi.""Terimakasih, Ayah."****Sore hari, sebuah taksi baru saja terparkir dihalaman rumah Izah. Seoran
7. Ferdy Berulah"Ma, tolong jelaskan kepada Kevin! Apa maksud mama membohongi Kevin dan keluarga Kevin?" tanya Kevin saat mereka berkumpul di ruang keluarga. Di sana terdapat Ferdy, Calista serta Mona."Tanyakan saja pada papamu!" jawab Calista."Pa?""Papa akan mengajarkan kamu mengurus perusahaan milik papa, agar kamu bisa menggantikan papa memegang kepemimpinan perusahaan yang saat ini papa kelola.""Kenapa harus Kevin?""Karena anak papa hanya kamu!""Kenapa dadakan begini, pa? Dan kenapa harus berbohong?""Ini sudah papa rencanakan dari jauh hari, tapi, sebelum kamu belajar menjadi pemimpin, kamu harus punya pendamping terlebih dahulu untuk menemanimu.""Untuk itu, papa tenang saja, sembilan hari lagi Kevin akan menikah, Pa. Sebenarnya lusa Kevin mau kesini sama ayah dan bunda untuk memberitahu papa kalau Kevin mau nikah, tapi mama keburu jemput Kevin.""Tak usah menunggu sembilan hari, besok kam
Izah baru saja tiba di rumah saat adzan Isya' berkumandang lima belas menit yang lalu. gadis yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya itu, terlihat begitu sangat kelelahan. Bagaimana tidak? Waktu ke mall dari sore, budhe Sima tak memberinya waktu istirahat, mereka terus mengelilingi mall mencari baju serta yang lainnya sebagai hadiah untuk Izah di acara pernikahannya nanti. "Sebaiknya budhe istirahat saja dulu di kamar Izah, Izah mau mandi dulu, gerah!" "Budhe juga pengen mandi, ya, sudah, kamu duluan saja mandinya. Kalau sudah selesai kabari budhe!" "Baik, budhe." "Mama, Fitri pengen mandi sama ente Izah, boleh ya?" Tanya Fitri bocah perempuan yang berumur tujuh tahun yang merupakan anak kedua dari budhe Sima. "Kamu cuci muka saja, sudah malam takut masuk angin." "Tapi aku pengen mandi, Ma." "Tete buatin air hangat mau? Ntar Fitri mandinya pake air hangat." "Mau, mau, mau!" Izah pun menuju dapur unt
"Assalamualaikum, permisi!" Ucapan salam seseorang di depan pintu rumah Bu Sarah membuat orang-orang yang ada di dalam penasaran siapakah orang yang bertamu sepagi ini. Lihatlah! jam masih menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit. Para ibu-ibu pun yang sedang menyapu halaman rumah turut kepo dengan kedatangan seorang ibu-ibu dengan tampilan glamournya. Di musim kemarau ini, cuaca pada pagi dan malam hari akan terasa begitu dingin. Apalagi tinggal di desa yang tidak begitu padat penduduk, yang di sekelilingnya di penuhi dengan sawah serta ladang sehingga angin semakin kencang bertiup membuat cuaca terasa sangat dingin di dua waktu tersebut. "Waalaikum salam," jawab Bu Sarah sambil membuka pintu. Saat tahu siapa yang bertamu, bu Sarah begitu kaget dengan kehadiran orang di depannya. "Maaf, mbak. Pagi-pagi gini saya sudah bertamu!" "Calista, masuklah!" "Kevin, Keluarlah! ada Calista, istri papamu!" "Bentar, Bun
"Jum, ini kamu kupas bawangnya ya!""Sri, airnya sudah panas?""Sudah, Bu Dewi,""Adonannya sudah nih, tinggal di masukin oven!""Aku ke pasar dulu ya, ada yang kurang!""Itu jahenya di tambah, ya Mpok!""Sekalian, kamu giling kelapanya ya!""ambilkan baskom di rak, dik!""Sendoknya kurang 20.""Bumbunya diblender ajah!""Minta minyak dong, ini kalau di tinggal takut gosong!"Dan masih banyak lagi kegaduhan yang terjadi di rumah Bu Fatma. Rumah yang sederhana itu tampak ramai oleh ibu ibu kompleks yang sedang rewang untuk persiapan pernikahan Izah yang kurang sepuluh hari lagi. Begitulah di desa, kalau mau mengadakan hajatan. Jika di kota, makanan dan minuman, serta kue dan bingkisan untuk tamu tinggal pesan tanpa harus repot-repot membuat sendiri, beda halnya di desa, semua makanan yang akan di sajikan di buat oleh tangan ibu-ibu kompleks dengan resep sendiri."Bu, H
Plak!!!"Dasar anak tak tahu di untung! Katakan pada papi, siapa yang telah menghamilimu, Mona?!"Satu tamparan serta cacian di layangkan kepada seorang gadis, ah, bukan, di sudah bukan gadis lagi, yang tengah berlutut di kaki sepasang paruh baya yang menatapnya dengan penuh amarah."Ampuni, Mona, mami, papi!""Mami sama papi gak butuh kata ampun, Mona! Kami butuh jawaban kamu, siapa yang menghamili kamu?!"Perempuan yang bernama Mona itu tetap terduduk dan menangis tergugu tanpa berniat menjawab pertanyaan kedua orang di hadapannya. Tuan Ferdi dan Nyonya Calista"Apa yang akan mami katakan kepada papa dan mamamu, Mona? Kedua orang tuamu menitipkan kamu kepada mami sama papi untuk di jaga, tapi kamu!"plak!!Lagi-lagi tamparan yang begitu keras mendarat di pipi Mona. Perempuan itu hanya pasrah mendapatkan amukan dari mami dan papinya.Mona Lisa, perempuan yang akrab di panggil Mona itu merupakan keponakan dari Cali
Setelah saling mengungkapkan kata cinta, kini kedua sejoli itu saling bertatapan dengan pandangan yang menyiratkan cinta yang begitu besar di mata mereka. Kevin mendekatkan wajahnya ke wajah Izah, sepersekian detik bibir mereka sudah bertaut saling melumat menyampaikan rasa tersirat dalam lumatan itu.DegTubuh Izah mematung mendapat perlakuan dari Kevin. Tubuh dan jiwanya seakan tak berkompromi sehingga tak mampu menolak apa yang Kevin lakukan.Entah setan apa yang merasuki Kevin sehingga ia berani mencium bahkan melumat bibir Izah. Padahal sebelumnya, mereka tak pernah melakukan itu. Ini ciuman pertamanya pun begitu dengan Izah, wanita itu tampak kaget dan tak bisa mengontrol dirinya saat Kevin dengan tiba-tiba mencium serta melumat dirinya. Setelah sama sama kehabisan oksigen barulah Kevin melepas ciumannya."Maaf!" seru Kevin sambil merapikan rambut Izah yang sedikit berantakan karena tangannya
1. Lamaran"Eh, Bu Fatma sama si Izah kok banyak banget belanjaannya? Mau ngadain acara ya?" Tanya Bu Dewi tetangga Bu Fatma yang kebetulan mereka bertemu di pasar swalayan."Eh, Bu Dewi, nggak kok, cuma acara keluarga saja," jawab Bu Fatma sambil tersenyum."Halo, Zah!" Sapa Zaki anak Bu Dewi"Ah, iya, halo juga Zaki!" Izah menjawab sapaan Zaki dengan seulas senyum tipis.Bu Dewi yang melihat anaknya menyapa Izah tampak tak suka."Ngapain senyum-senyum gitu, udahlah, yuk balik!" Kata Bu Dewi ketus."Saya pulang dulu, nggak usah ganjen dengan acara senyam senyum gitu sama anak saya, syukur anak saya kamu tolak karena itu anak saya mendapatkan calon istri yang lebih cuantik dan berpendidikan tinggi, jauh sama kamu!"Bu Dewi memang tidak menyukai Izah karena Izah dulu pernah menolak lamaran Zaki, anaknya yang katanya paling ganteng se desa.Izah dan Bu Fatma hanya geleng-geleng kepala melihat Bu D