"Jum, ini kamu kupas bawangnya ya!"
"Sri, airnya sudah panas?"
"Sudah, Bu Dewi,"
"Adonannya sudah nih, tinggal di masukin oven!"
"Aku ke pasar dulu ya, ada yang kurang!"
"Itu jahenya di tambah, ya Mpok!"
"Sekalian, kamu giling kelapanya ya!"
"ambilkan baskom di rak, dik!"
"Sendoknya kurang 20."
"Bumbunya diblender ajah!"
"Minta minyak dong, ini kalau di tinggal takut gosong!"
Dan masih banyak lagi kegaduhan yang terjadi di rumah Bu Fatma. Rumah yang sederhana itu tampak ramai oleh ibu ibu kompleks yang sedang rewang untuk persiapan pernikahan Izah yang kurang sepuluh hari lagi.
Begitulah di desa, kalau mau mengadakan hajatan. Jika di kota, makanan dan minuman, serta kue dan bingkisan untuk tamu tinggal pesan tanpa harus repot-repot membuat sendiri, beda halnya di desa, semua makanan yang akan di sajikan di buat oleh tangan ibu-ibu kompleks dengan resep sendiri.
"Bu, Hani, ini ikannya di goreng, ya!" Pinta Bu Fatma setibanya ia dari pasar.
"Baik, Bu Fatma. Ibu istirahat saja, pasti lelah belanja sebanyak ini di pasar!"
"Saya mau mandi dulu, sekalian mau sholat Dzuhur. Setelahnya saya pasti bantu."
"Nggak usah, Bu Fatma, tuan rumah nggak usah kerja, cukup pantau ajah!"
"Masak saya cuma mau duduk manis, sedangkan kalian sibuk buat ini dan buat itu."
Setelahnya pun Bu Fatma pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih.
Sedangkan ibu-ibu yang lain melanjutkan kegiatan mereka sambil mengobrol, bahkan tanpa mereka sadari obrolan mereka sudah merambat menggosipkan tetangga kanan kiri dan depan belakang.
****
Hari berganti malam, ibu-ibu yang sedang rewang pun sudah kembali ke rumahnya masing-masing semenjak sore tadi. Suasana rumah tampak sepi, hanya tinggal Izah, Bu Fatma dan pak Wahyu saja di rumah itu. Izah dan Bu Fatma duduk di depan televisi sambil menonton film ikan terbang kesukaan Bu Fatma. Sedangkan pak Wahyu sedang menikmati secangkir kopi di teras rumah bersama pak Osman tetangganya.
Izah membaringkan tubuhnya dengan paha Bu Fatma sebagai bantal, setelah itu Bu Fatma mengusap rambut Izah d Ngan penuh kasih sayang.
"Kamu sudah besar, Nak. Sebentar lagi kamu akan menikah, udah nggak bisa bermanja-manja-an sama ibu. Kamu menurut ibu anak yang baik, jadilah istri yang Sholehah, manut sama perintah suamimu asalkan dalam kebaikan, syurga mu sudah ada padanya. Jangan menjadi istri durhaka, dan bersikaplah dewasa ketika masalah menimpa rumah tangga kalian." Bu Fatma menjeda ucapannya.
"Pertengkaran pasti akan kalian hadapi, tapi itu untuk mengajarkan kalian untuk bersikap dewasa. Kalau ada masalah dibicarakan baik-baik, dan jangan pernah lari dari masalah. Karena lari lari dari masalah, tidak akan bisa menyelesaikan masalah dan justru akan menambah masalah."
"Jangan mudah percaya dengan apa yang kamu dengar, tapi carilah buktinya dengan mata kepalamu sendiri. Dan ingat! Jangan mudah mengadu atas apa yang menjadi beban mu, berusahalah menyelesaikannya sendiri agar kamu menjadi wanita yang tangguh. Ibu dan bapak tidak akan pernah menerima kamu datang kerumah ini jika hanya untuk pelarian dari masalahmu!"
"Semoga kebahagiaan selalu menyertai rumah tanggamu, putriku!"
Air mata Izah mengalir tanpa disadari mendengar nasihat-nasihat dari ibunya.
"Ibu, maafkan Izah yang selama ini selalu berbuat salah kepada ibu, terima kasih sudah merawat Izah dengan teramat sangat baik selama ini."
"Ibu selalu memaafkan kesalahanmu tanpa kamu minta, Nak."
**
Sedangkan di teras rumah, pak Wahyu sedang mengobrol dengan pak Osman di teras rumah.
"Bagaiaman proses pengadaian sawahnya, Pak Wahyu?"
"Alhamdulillah, sudah ada yang mau ambil sewa sawah saya,"
"Disewakan berapa tahun Pak?"
"Sepuluh tahun, Pak Osman."
"Wah, lumaya lama ya!"
"Iya, tapi kalau selesai acara uang dari amplop cukup untuk menebus sawah, ya langsung saya tebus Pak. Soalnya itu sawah satu-satunya milik saya."
Keluarga pak Wahyu yang bisa di katakan keluarga sederhana, harus merelakan sawahnya untuk di gadaikan sebagai biaya pernikahan putri mereka satu-satunya. Walaupun Izah meminta yang sederhana saja, sebagai orang tua, ia sangat ingin menggelar pesta yang mewah untuk anak semata wayang mereka.
Tak ada sapi untuk dijual, pun tak punya uang untuk memenuhi segala biaya yang akan di tanggung, sehingga dengan pasrah pak Wahyu menggadaikan sawah miliknya demi membahagiakan sang anak.
****
"Melvin, kamu bantu sebar undangan ya buat teman-teman abang mu yang dekat sini. Sedangkan abang mu mau ngantarin undangan untuk temannya yang jauh." pinta pak Hendra kepada anaknya.
"Baik, Ayah!" jawab Melvin kepada sang ayah, lalu kepada adiknya dia berkata " Dek, ikut Abang yok, bosen kalau jalan sendiran!"
"Ye, makaya cari cewek, jomblo di pelihara!" ujar Silvin menghina abangnya.
"Abang lagi proses pdkt, jadi nggak usah ngatain Abang jomblo. Dari pada kamu punya pacar kayak berandalan."
Mendengan perkataan terakhir Melvin, pak Hendra menatap sang putri dengan tatapan penuh selidik, karena sebelum usia delapan belas tahun, pak Hendra melarang anak-anak nya untuk berpacaran. Sedangkan Silvin sekarang baru umur lima belas tahun.
"Aabaaaang!!"
Melvin yang diteriaki hanya bisa nyengir kuda melihat ekspresi kesal adiknya tersebut.
"Benarkah yang dikatakan abangmu itu?" Tanya pak Hendra.
"Nggak ayah, Abang tuh yang mengada-ada!"
"Ingat kan peraturan dari ayah?"
"Iya ayah,"
"Apa coba?"
"Nggak boleh pacaran sebelum usia delapan belas tahun,"
"Yeeeyyy, berarti aku udah boleh dong, yey yey yeh, horee!" Teriakan melvin membuat sebagian orang yang ada di dapur keluar karena penasaran akibat saking kerasnya Melvin berteriak.
"Eh, maaf-maaf." Kata Melvin sambil mengangkat dua jarinya membentuk huruf v.
"Sudah-sudah, bikin malu saja. Sana cepat antarin undangannya, banyak yang masih belum di sebar!"
"Asiaap ayaah!" Kata Melvin dan Silvin sambil memberikan hormat kepada pak Hendra.
Sebelum mendapatkan Omelan lagi dari sang ayah, mereka segera ngacir keluar diiringi tawa menggelegar dari Silvin.
"Eh, bang, undangannya mana?"
"Oh, astaga! Ambil gih!"
"Moh, takut ayah marah ntar!"
"Udah nggak kira."
Saat Silvin hendak berbalik, ternyata ayahnya sudah ada di belakang mereka sambil memegang setumpuk undangan yang akan mereka sebarkan hari ini.
"Eh, ayah, makasih, ya."
"Udah sana cepet!"
Silvin pun menerima undangan dari tangan pak Hendra, setelah itu,Silvin segera menaiki jok belakang kemudi dan Melvin segera melajukan motornya.
Setelah kepergian anak-anak nya, pak Hendra kembali masuk dan duduk di ruang tamu beserta saudara lelaki yang lain.
Keramaian tak hanya terjadi di rumah Izah, di dapur rumah pak Hendra pun terdengar begitu ramai suara ibu-ibu yang sedang rewang.
"Bunda, bunda sudah ngajak Izah untuk memilih gaun pengantinnya?" Tanya pak Hendra saat Bu Sarah meletakkan beberapa cangkir kopi serta beberapa piring camilan.
"Belum sempat, Yah. Besok ajah sekalian sambil cari mas kawinnya."
Setelah mengatakan itu, Bu Sarah pun pamit ke dapur karena masih banyak yang harus di kerjakan.
***
"Assalamualaikum, permisi!" Ucapan salam seseorang di depan pintu rumah Bu Sarah membuat orang-orang yang ada di dalam penasaran siapakah orang yang bertamu sepagi ini. Lihatlah! jam masih menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit. Para ibu-ibu pun yang sedang menyapu halaman rumah turut kepo dengan kedatangan seorang ibu-ibu dengan tampilan glamournya. Di musim kemarau ini, cuaca pada pagi dan malam hari akan terasa begitu dingin. Apalagi tinggal di desa yang tidak begitu padat penduduk, yang di sekelilingnya di penuhi dengan sawah serta ladang sehingga angin semakin kencang bertiup membuat cuaca terasa sangat dingin di dua waktu tersebut. "Waalaikum salam," jawab Bu Sarah sambil membuka pintu. Saat tahu siapa yang bertamu, bu Sarah begitu kaget dengan kehadiran orang di depannya. "Maaf, mbak. Pagi-pagi gini saya sudah bertamu!" "Calista, masuklah!" "Kevin, Keluarlah! ada Calista, istri papamu!" "Bentar, Bun
Izah baru saja tiba di rumah saat adzan Isya' berkumandang lima belas menit yang lalu. gadis yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya itu, terlihat begitu sangat kelelahan. Bagaimana tidak? Waktu ke mall dari sore, budhe Sima tak memberinya waktu istirahat, mereka terus mengelilingi mall mencari baju serta yang lainnya sebagai hadiah untuk Izah di acara pernikahannya nanti. "Sebaiknya budhe istirahat saja dulu di kamar Izah, Izah mau mandi dulu, gerah!" "Budhe juga pengen mandi, ya, sudah, kamu duluan saja mandinya. Kalau sudah selesai kabari budhe!" "Baik, budhe." "Mama, Fitri pengen mandi sama ente Izah, boleh ya?" Tanya Fitri bocah perempuan yang berumur tujuh tahun yang merupakan anak kedua dari budhe Sima. "Kamu cuci muka saja, sudah malam takut masuk angin." "Tapi aku pengen mandi, Ma." "Tete buatin air hangat mau? Ntar Fitri mandinya pake air hangat." "Mau, mau, mau!" Izah pun menuju dapur unt
7. Ferdy Berulah"Ma, tolong jelaskan kepada Kevin! Apa maksud mama membohongi Kevin dan keluarga Kevin?" tanya Kevin saat mereka berkumpul di ruang keluarga. Di sana terdapat Ferdy, Calista serta Mona."Tanyakan saja pada papamu!" jawab Calista."Pa?""Papa akan mengajarkan kamu mengurus perusahaan milik papa, agar kamu bisa menggantikan papa memegang kepemimpinan perusahaan yang saat ini papa kelola.""Kenapa harus Kevin?""Karena anak papa hanya kamu!""Kenapa dadakan begini, pa? Dan kenapa harus berbohong?""Ini sudah papa rencanakan dari jauh hari, tapi, sebelum kamu belajar menjadi pemimpin, kamu harus punya pendamping terlebih dahulu untuk menemanimu.""Untuk itu, papa tenang saja, sembilan hari lagi Kevin akan menikah, Pa. Sebenarnya lusa Kevin mau kesini sama ayah dan bunda untuk memberitahu papa kalau Kevin mau nikah, tapi mama keburu jemput Kevin.""Tak usah menunggu sembilan hari, besok kam
"Kevin, katakan pada ayah apa maksud perkataan papamu di telfon tadi!?"Tanya Hendra saat mereka sudah tiba di rumah."Maafkan kevin yah, kalau kebakaran kebun kita ini adalah Kevin penyebabnya. Kevin kabur dari rumah papa.""Kenapa?""Papa memintaku untuk menikah dengan Mona, yah. Rencananya pernikahan itu akan diselenggarakan hari ini juga.""Kenapa bisa seperti itu?""Entahlah, Bun. Menurut pemikiran Kevin, mungkin Mona sudah hamil duluan.""Kenapa papamu harus menyuruh kamu yang menikahi Mona, kenapa bukan lelaki yang menghamilinya itu?""Kevin juga nggak tahu, Bunda.""Keterlaluan mas Ferdy, demi orang lain dia mau mengorbankan putranya sendiri!""Sudah tak apa, nilai kerugian itu tak sebanding dengan nilai kebahagiaanmu. Fokuslah mengurusi pernikahanmu yang sudah tinggal delapan hari lagi.""Terimakasih, Ayah."****Sore hari, sebuah taksi baru saja terparkir dihalaman rumah Izah. Seoran
1. Lamaran"Eh, Bu Fatma sama si Izah kok banyak banget belanjaannya? Mau ngadain acara ya?" Tanya Bu Dewi tetangga Bu Fatma yang kebetulan mereka bertemu di pasar swalayan."Eh, Bu Dewi, nggak kok, cuma acara keluarga saja," jawab Bu Fatma sambil tersenyum."Halo, Zah!" Sapa Zaki anak Bu Dewi"Ah, iya, halo juga Zaki!" Izah menjawab sapaan Zaki dengan seulas senyum tipis.Bu Dewi yang melihat anaknya menyapa Izah tampak tak suka."Ngapain senyum-senyum gitu, udahlah, yuk balik!" Kata Bu Dewi ketus."Saya pulang dulu, nggak usah ganjen dengan acara senyam senyum gitu sama anak saya, syukur anak saya kamu tolak karena itu anak saya mendapatkan calon istri yang lebih cuantik dan berpendidikan tinggi, jauh sama kamu!"Bu Dewi memang tidak menyukai Izah karena Izah dulu pernah menolak lamaran Zaki, anaknya yang katanya paling ganteng se desa.Izah dan Bu Fatma hanya geleng-geleng kepala melihat Bu D
Setelah saling mengungkapkan kata cinta, kini kedua sejoli itu saling bertatapan dengan pandangan yang menyiratkan cinta yang begitu besar di mata mereka. Kevin mendekatkan wajahnya ke wajah Izah, sepersekian detik bibir mereka sudah bertaut saling melumat menyampaikan rasa tersirat dalam lumatan itu.DegTubuh Izah mematung mendapat perlakuan dari Kevin. Tubuh dan jiwanya seakan tak berkompromi sehingga tak mampu menolak apa yang Kevin lakukan.Entah setan apa yang merasuki Kevin sehingga ia berani mencium bahkan melumat bibir Izah. Padahal sebelumnya, mereka tak pernah melakukan itu. Ini ciuman pertamanya pun begitu dengan Izah, wanita itu tampak kaget dan tak bisa mengontrol dirinya saat Kevin dengan tiba-tiba mencium serta melumat dirinya. Setelah sama sama kehabisan oksigen barulah Kevin melepas ciumannya."Maaf!" seru Kevin sambil merapikan rambut Izah yang sedikit berantakan karena tangannya
Plak!!!"Dasar anak tak tahu di untung! Katakan pada papi, siapa yang telah menghamilimu, Mona?!"Satu tamparan serta cacian di layangkan kepada seorang gadis, ah, bukan, di sudah bukan gadis lagi, yang tengah berlutut di kaki sepasang paruh baya yang menatapnya dengan penuh amarah."Ampuni, Mona, mami, papi!""Mami sama papi gak butuh kata ampun, Mona! Kami butuh jawaban kamu, siapa yang menghamili kamu?!"Perempuan yang bernama Mona itu tetap terduduk dan menangis tergugu tanpa berniat menjawab pertanyaan kedua orang di hadapannya. Tuan Ferdi dan Nyonya Calista"Apa yang akan mami katakan kepada papa dan mamamu, Mona? Kedua orang tuamu menitipkan kamu kepada mami sama papi untuk di jaga, tapi kamu!"plak!!Lagi-lagi tamparan yang begitu keras mendarat di pipi Mona. Perempuan itu hanya pasrah mendapatkan amukan dari mami dan papinya.Mona Lisa, perempuan yang akrab di panggil Mona itu merupakan keponakan dari Cali
"Kevin, katakan pada ayah apa maksud perkataan papamu di telfon tadi!?"Tanya Hendra saat mereka sudah tiba di rumah."Maafkan kevin yah, kalau kebakaran kebun kita ini adalah Kevin penyebabnya. Kevin kabur dari rumah papa.""Kenapa?""Papa memintaku untuk menikah dengan Mona, yah. Rencananya pernikahan itu akan diselenggarakan hari ini juga.""Kenapa bisa seperti itu?""Entahlah, Bun. Menurut pemikiran Kevin, mungkin Mona sudah hamil duluan.""Kenapa papamu harus menyuruh kamu yang menikahi Mona, kenapa bukan lelaki yang menghamilinya itu?""Kevin juga nggak tahu, Bunda.""Keterlaluan mas Ferdy, demi orang lain dia mau mengorbankan putranya sendiri!""Sudah tak apa, nilai kerugian itu tak sebanding dengan nilai kebahagiaanmu. Fokuslah mengurusi pernikahanmu yang sudah tinggal delapan hari lagi.""Terimakasih, Ayah."****Sore hari, sebuah taksi baru saja terparkir dihalaman rumah Izah. Seoran
7. Ferdy Berulah"Ma, tolong jelaskan kepada Kevin! Apa maksud mama membohongi Kevin dan keluarga Kevin?" tanya Kevin saat mereka berkumpul di ruang keluarga. Di sana terdapat Ferdy, Calista serta Mona."Tanyakan saja pada papamu!" jawab Calista."Pa?""Papa akan mengajarkan kamu mengurus perusahaan milik papa, agar kamu bisa menggantikan papa memegang kepemimpinan perusahaan yang saat ini papa kelola.""Kenapa harus Kevin?""Karena anak papa hanya kamu!""Kenapa dadakan begini, pa? Dan kenapa harus berbohong?""Ini sudah papa rencanakan dari jauh hari, tapi, sebelum kamu belajar menjadi pemimpin, kamu harus punya pendamping terlebih dahulu untuk menemanimu.""Untuk itu, papa tenang saja, sembilan hari lagi Kevin akan menikah, Pa. Sebenarnya lusa Kevin mau kesini sama ayah dan bunda untuk memberitahu papa kalau Kevin mau nikah, tapi mama keburu jemput Kevin.""Tak usah menunggu sembilan hari, besok kam
Izah baru saja tiba di rumah saat adzan Isya' berkumandang lima belas menit yang lalu. gadis yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya itu, terlihat begitu sangat kelelahan. Bagaimana tidak? Waktu ke mall dari sore, budhe Sima tak memberinya waktu istirahat, mereka terus mengelilingi mall mencari baju serta yang lainnya sebagai hadiah untuk Izah di acara pernikahannya nanti. "Sebaiknya budhe istirahat saja dulu di kamar Izah, Izah mau mandi dulu, gerah!" "Budhe juga pengen mandi, ya, sudah, kamu duluan saja mandinya. Kalau sudah selesai kabari budhe!" "Baik, budhe." "Mama, Fitri pengen mandi sama ente Izah, boleh ya?" Tanya Fitri bocah perempuan yang berumur tujuh tahun yang merupakan anak kedua dari budhe Sima. "Kamu cuci muka saja, sudah malam takut masuk angin." "Tapi aku pengen mandi, Ma." "Tete buatin air hangat mau? Ntar Fitri mandinya pake air hangat." "Mau, mau, mau!" Izah pun menuju dapur unt
"Assalamualaikum, permisi!" Ucapan salam seseorang di depan pintu rumah Bu Sarah membuat orang-orang yang ada di dalam penasaran siapakah orang yang bertamu sepagi ini. Lihatlah! jam masih menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit. Para ibu-ibu pun yang sedang menyapu halaman rumah turut kepo dengan kedatangan seorang ibu-ibu dengan tampilan glamournya. Di musim kemarau ini, cuaca pada pagi dan malam hari akan terasa begitu dingin. Apalagi tinggal di desa yang tidak begitu padat penduduk, yang di sekelilingnya di penuhi dengan sawah serta ladang sehingga angin semakin kencang bertiup membuat cuaca terasa sangat dingin di dua waktu tersebut. "Waalaikum salam," jawab Bu Sarah sambil membuka pintu. Saat tahu siapa yang bertamu, bu Sarah begitu kaget dengan kehadiran orang di depannya. "Maaf, mbak. Pagi-pagi gini saya sudah bertamu!" "Calista, masuklah!" "Kevin, Keluarlah! ada Calista, istri papamu!" "Bentar, Bun
"Jum, ini kamu kupas bawangnya ya!""Sri, airnya sudah panas?""Sudah, Bu Dewi,""Adonannya sudah nih, tinggal di masukin oven!""Aku ke pasar dulu ya, ada yang kurang!""Itu jahenya di tambah, ya Mpok!""Sekalian, kamu giling kelapanya ya!""ambilkan baskom di rak, dik!""Sendoknya kurang 20.""Bumbunya diblender ajah!""Minta minyak dong, ini kalau di tinggal takut gosong!"Dan masih banyak lagi kegaduhan yang terjadi di rumah Bu Fatma. Rumah yang sederhana itu tampak ramai oleh ibu ibu kompleks yang sedang rewang untuk persiapan pernikahan Izah yang kurang sepuluh hari lagi. Begitulah di desa, kalau mau mengadakan hajatan. Jika di kota, makanan dan minuman, serta kue dan bingkisan untuk tamu tinggal pesan tanpa harus repot-repot membuat sendiri, beda halnya di desa, semua makanan yang akan di sajikan di buat oleh tangan ibu-ibu kompleks dengan resep sendiri."Bu, H
Plak!!!"Dasar anak tak tahu di untung! Katakan pada papi, siapa yang telah menghamilimu, Mona?!"Satu tamparan serta cacian di layangkan kepada seorang gadis, ah, bukan, di sudah bukan gadis lagi, yang tengah berlutut di kaki sepasang paruh baya yang menatapnya dengan penuh amarah."Ampuni, Mona, mami, papi!""Mami sama papi gak butuh kata ampun, Mona! Kami butuh jawaban kamu, siapa yang menghamili kamu?!"Perempuan yang bernama Mona itu tetap terduduk dan menangis tergugu tanpa berniat menjawab pertanyaan kedua orang di hadapannya. Tuan Ferdi dan Nyonya Calista"Apa yang akan mami katakan kepada papa dan mamamu, Mona? Kedua orang tuamu menitipkan kamu kepada mami sama papi untuk di jaga, tapi kamu!"plak!!Lagi-lagi tamparan yang begitu keras mendarat di pipi Mona. Perempuan itu hanya pasrah mendapatkan amukan dari mami dan papinya.Mona Lisa, perempuan yang akrab di panggil Mona itu merupakan keponakan dari Cali
Setelah saling mengungkapkan kata cinta, kini kedua sejoli itu saling bertatapan dengan pandangan yang menyiratkan cinta yang begitu besar di mata mereka. Kevin mendekatkan wajahnya ke wajah Izah, sepersekian detik bibir mereka sudah bertaut saling melumat menyampaikan rasa tersirat dalam lumatan itu.DegTubuh Izah mematung mendapat perlakuan dari Kevin. Tubuh dan jiwanya seakan tak berkompromi sehingga tak mampu menolak apa yang Kevin lakukan.Entah setan apa yang merasuki Kevin sehingga ia berani mencium bahkan melumat bibir Izah. Padahal sebelumnya, mereka tak pernah melakukan itu. Ini ciuman pertamanya pun begitu dengan Izah, wanita itu tampak kaget dan tak bisa mengontrol dirinya saat Kevin dengan tiba-tiba mencium serta melumat dirinya. Setelah sama sama kehabisan oksigen barulah Kevin melepas ciumannya."Maaf!" seru Kevin sambil merapikan rambut Izah yang sedikit berantakan karena tangannya
1. Lamaran"Eh, Bu Fatma sama si Izah kok banyak banget belanjaannya? Mau ngadain acara ya?" Tanya Bu Dewi tetangga Bu Fatma yang kebetulan mereka bertemu di pasar swalayan."Eh, Bu Dewi, nggak kok, cuma acara keluarga saja," jawab Bu Fatma sambil tersenyum."Halo, Zah!" Sapa Zaki anak Bu Dewi"Ah, iya, halo juga Zaki!" Izah menjawab sapaan Zaki dengan seulas senyum tipis.Bu Dewi yang melihat anaknya menyapa Izah tampak tak suka."Ngapain senyum-senyum gitu, udahlah, yuk balik!" Kata Bu Dewi ketus."Saya pulang dulu, nggak usah ganjen dengan acara senyam senyum gitu sama anak saya, syukur anak saya kamu tolak karena itu anak saya mendapatkan calon istri yang lebih cuantik dan berpendidikan tinggi, jauh sama kamu!"Bu Dewi memang tidak menyukai Izah karena Izah dulu pernah menolak lamaran Zaki, anaknya yang katanya paling ganteng se desa.Izah dan Bu Fatma hanya geleng-geleng kepala melihat Bu D