Share

Chapter 3. Suami durjana

Author: Al Kahfi
last update Last Updated: 2025-01-11 21:23:35

Malam semakin sunyi dan bersiap untuk mengganti hari. Suara kokok ayam selalu saja lebih dulu menyapa kemudian disusul dengan merdunya suara adzan seiring tabuh yang juga terdengar bersahut-sahutan memecah kesenyian waktu subuh. 

Wanita berhijab itu sudah selesai melaksanakan sholat subuh, kemudian ia pun berniat membangunkan sang sualam semakin sunyi dan bersiap untuk mengganti hari. Suara kokok ayam selalu saja lebih dulu menyapa kemudian disusul dengan merdunya suara adzan seiring tabuh yang juga terdengar bersahut-sahutan memecah kesenyian waktu subuh. 

Wanita berhijab itu sudah selesai melaksanakan sholat subuh, kemudian ia pun berniat membangunkan sang suami yang masih erat memeluk guling dan selimut tebalnya. 

"Mas!” ucapnya begitu pelan tepat di sisi kanan pipi suaminya. Belum juga ada reaksi dari suaminya tersebut, wanita itu pun mengulang kembali usahanya untuk membangunkan sang suami.

“Mas, sholat subuh dulu ya." Wanita itu menepuk pelan lengan suaminya tersebut, namun ia lupa jika terdapat luka di sana. 

"Akkhhh!" rintih pria itu seraya memegangi lengannya. 

"Maaf , Mas, maaf aku lupa," ucap wanita itu pelan. 

"Kamu tuh nggak bisa apa ya, semenit saja nggak ganggu waktu istirahatku? Aku di luar kamu sibuk nelponin, aku di rumah apalagi, nggak ada kerjaan lain apa, heh?!” kata pria bertubuh kekar itu dengan mata yang belum terbuka dengan sempurna dan raut wajah kesal. 

"Maaf, Mas!”

"Maaf, maaf, maaf. Sudah berapa kali kamu bilang maaf pagi ini saja, hah?” 

Pria itu pun beranjak dari ranjangnya, lalu masuk ke dalam kamar mandi, ia pun menyambar handuk yang tersampir di belakang pintu dengan paksa hingga terdengar bunyi, 

Brett! 

Wanita berhijab itu pun memalingkan wajahnya menahan tawa melihat wajah kesal sang suami yang kini menatap tajam padanya. 

"Kamu ini sepertinya punya kebiasaan buruk ya, Aisyah?”

Aisyah kembali mengulum senyumnya, kali pertama sang suami menyebut namanya dengan awalan ‘ya. Meskipun terdengar dan terlihat kesal, namun Aisyah merasa bahagia. 

"Jangan katakan maaf lagi!" Bram segera menyela saat Aisyah hendak bersuara. 

"Kebiasaan yang mana, Mas, Aisyah nggak paham?" 

"Kebiasaan suka senyum-senyum sendiri kalau aku sedang bicara, kenapa, ada yang lucu dengan kata-kataku, iya?" Aisyah menggeleng pelan lalu menunduk menanggapi pertanyaan Bramantyo. 

“Dasar aneh!” ucap Bramantyo tanpa berkata-kata lagi. 

Brak! 

“Astaghfirullah!”

Aisyah terkinja saat Bramantyo menutup pintu kamar mandi dengan kasar. 

Beberapa menit kemudian dia tampak menyembulkan sedikit kepalanya pada pintu kamar mandi tersebut. 

"Aisyah, ambilkan aku handuk, handukmu sobek ternyata, ya?” keluh Bramantyo lalu memanggil Aisyah dengan suara kuat, namun Aisyah tak juga menampakan batang hidungnya. 

"Aisyah!" Kali ini dia berteriak llebih kencang, namun karena kamar Aisyah yang kedap udara maka suara sekencang apapun tidak akan terdengar hingga ke luar ruangan itu. 

Bram pun akhirnya terpaksa keluar dengan mengenakan handuk Aisyah yang robek di bagian ujungnya. 

"Akkhh, merepotkan saja, aku harus segera pergi dari tempat terkutuk ini!” cakap Bramantyo terus saja menggerutu. 

Dia pun melemparkan handuknya asal. 

"Aww, sakit!” Terdengar suara rintihan seorang wanita yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar. 

"Makanya kalau masuk itu permisi, jangan asal nyelonong macam kucing mau nyolong ikan asin saja kamu!” kata Bramantyo saat menyadari siapa pemilik suara rintihan itu. 

"Ikan asin itu enak dan bergizi lho, Mas dan kucing adalah hewan kesayangan Nabi, perumpamaanmu terlalu mulia untuk disamakan dengan diriku," tolak Aisyah sopan. 

"Halah, kamu selalu saja membenarkan ucapanmu dengan berbagai macam dalil-dalilmu itu, aku nggak peduli." Bram mulai mengenakan satu persatu pakaiannya dengan membelakangi Aisyah. 

"Mas, kamu menodai mataku," keluh Aisyah seraya memalingkan wajahnya demi tak melihat sang suami yang tengah mengenakan pakaian dalamnya. 

Bram tersenyum lalu mendekati Aisyah yang menutup wajah dengan kedua tangannya. 

"Jangan memfitnahku, Aisyah, melihat bagian tubuhmu yang masih kau tutupi saja aku belum pernah, lalu bagaimana mungkin aku bisa menodaimu, hemm?" ucapnya dengan suara berat tepat di sisi kanan wajah sang istri. 

Aisyah membalikan tubuhnya dan hampir saja wajah keduanya saling bersentuhan jika Aisyah tidak buru-buru menjauhkan tubuhnya. 

"Ma …maksudmu apa, Mas?" tanya Aisyah terbata, sungguh kalimat Bramantyo tadi mampu membuat bulu romanya merinding bersamaan saat ini. 

Bram menarik ujung bibirnya, lalu tersenyum mengejek. 

"Sepertinya asyik juga kalau aku sedikit memberikan shock terapi untuk wanita ini, pasti nggak bisa tidur dia malam ini, ide bagus, Bram, mari kita buktikan!" ucap Bramantyo di dalam hati. 

Bramantyo meraih satu tangan Aisyah yang terasa dingin dan berkeringat dari arah belakangnya. 

"Kamu gugup ya?" Bramantyo meletakkan dagunya di pundak sang istri. 

Aisyah hanya menggeleng tanpa suara, sungguh Bram telah memporak-porandakan rasa yang lain dari sisi kewanitaannya. 

"Apa kamu mau melayaniku saat ini juga, Ai?"

Aisyah semakin membuncah kini, “ Apa katanya tadi? Melayaniku, maksudnya apa, melayani apa?” Berbagai tanya silih berganti singgah di benak Aisyah. 

Aisyah spontan mengangguk. 

"Kalau begitu, tolong kamu bilang sama Ayah, jika hari ini aku nggak pulang, kantor sedang ada proyek besar yang mengharuskan diriku untuk lembur dan tidur di kantor, apa kamu bisa melakukannya untuk suamimu ini, hem?” ucap Bramantyo bahkan tanpa rasa bersalah sama sekali di wajahnya. 

Aisyah memandang lekat wajah suaminya itu, “Pertanyaan macam apa itu? Lalu di mana perasaannya saat mengatakan hal itu kepadaku? Inikah penjelasan atas kalimat melayaniku yang diucapkannya tadi?” Aisyah terus saja bertanya di dalam hati dengan sakit yang kian terus menjalar. 

Tek! 

Bramantyo menyentil kening Aisyah dengan jarinya. 

"Aww, sakit, Mas!" kata Aisyah seraya mengusap keningnya pelan. 

"Itu artinya kamu masih normal, masih merasakan sakit, kan? Pasti khayalanmu sudah tingkat dewa kini, kasian, pengantin baru rasa istri simpanan, hahaha!” 

Bram tertawa lepas melihat wajah Aisyah yang sudah merah padam. 

Namun tawanya seketika berhenti saat melihat Aisyah tampak menyeka air matanya. 

"Kamu nangis, Ai? Kamu nggak terima aku bilang kayak gitu, tersinggung, ya?" ucap Bramantyo dengan bahu yang masih bergetar akibat gelak tawanya tadi. 

"Menurutmu? Bercandamu nggak lucu, Mas, kalimatmu bukan main-main, kamu sudah dengan sengaja mengolok-olok istrimu sendiri!”

"Kalimat yang mana?" ucap Bramantyo tanpa rasa bersalah sama sekali. 

"Semuanya!”

"Berarti kamu belum paham seperti apa suamimu ini? Bukankah, bukan sebulan dua bulan kamu bekerja di perusahaan Papa, apa iya kamu tidak pernah memperhatikanku selama ini, hmm?"

"Itu bukan termasuk dari pekerjaanku sebagai staff personalia di kantormu, Mas, tapi aku tidak tau jika salah satu tugas sekretaris seksimu itu adalah memperhatikan calon suamiku waktu itu."

"Oh, jadi diam-diam kamu memperhatikan aku dan Sofi ya di kantorkantor? Kerja bagus, Ai, jadi aku tidak perlu repot-repot menjelaskan kepadamu tentang hubungan kami ini seperti apa, dan iya kamu cemburu, kan? Ah, aku suka dicemburui, Ai, teruskan!"

Related chapters

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 4. Diboyong ke apartemen suami

    "Cemburu kamu bilang, Mas?” kata Aisyah dengan raut wajah menatap tajam tak percaya kepada Bramantyo.Namun, suaminya itu tak menjawab, pria itu hanya mengedikkan bahu dengan mata yang melebar.“Tentu saja aku cemburu, di malam pertama kita sebagai suami istri, kamu malah sibuk dengan gundikmu itu, bukannya aku tidak tau, Mas, tapi aku menjaga marwahmu sebagai suamiku di mata Ayah, tapi apa yang kamu lakukan terhadapku? Kamu jahat Mas, jahat!”"Mulai sekarang kamu harus tau jika suamimu ini brengsek dan jahat!" ucap Bramantyo tanpa melihat kepada Aisyah. "Akan tetapi, aku tidak peduli, Mas, selama aku masih punya Allah, maka hatimu pun adalah kepunyaan-Nya, jadi, tak ada yang harus kukhawatirkan, jika takdirku adalah bersamamu, maka aku ingin kita bersama hingga ke jannah-Nya. Sepahit apapun akan aku jalani, karena pelangi tak mungkin muncul tanpa hujan terlebih dulu, tak peduli sehina apa penilaianmu terhadapku, nyatanya di hadapan Allah dan kedua orang tua kita, aku adalah istri s

    Last Updated : 2025-01-12
  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 5. Peringatan untuk Bramantyo

    Melihat wanita itu hanya diam meskipun dengan wajah merah padam menahan amarah, Aisyah pun kembali berucap,“Anda tau tempat yang paling disukai sayton? Yaitu kamar mandi dan segala macam teman-temanya, dan di tempat itulah kalian membicarakan tentang asmara terlarang kalian ini, sungguh sangat rendah sekali tempat kalian di muka bumi, apalagi di akhirat nanti, innalillahi,” ucap Aisyah lagi. "Jaga bicaramu wanita perebut kekasih orang!”"Dan jaga attitude-mu wanita penggoda suami orang!”Wanita itu tidak peduli, lalu mendorong tubuh Aisyah hingga wanita berhijab itu hampir saja jatuh. "Bram, Bram, keluarlah, ini aku Soffi datang, bukankah kamu sudah berjanji untuk bertemu denganku siang ini? Bram!” Soffi terus saja memanggil nama Bramantyo dengan berteriak. Aisyah tersenyum tipis, dia melihat tak ada pergerakan dari dalam kamar sang suami. "Apa perlu saya panggilkan pihak keamanan apartemen ini untuk membantu Anda keluar, Nona?” "Bram!" teriak Soffi dengan langkah setengah berla

    Last Updated : 2025-01-12
  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 1. Sah!

    Saya terima nikahnya, Aisyah Anidia binti Usman Al-hamid dengan mas kawin yang tersebut!”“Sah, alhamdulillah!”Doa-doa pun dilangitkan menandai babak baru dua insan manusia tersebut. Setelah akad nikah tak ada pesta meriah atau pun perayaan spesial yang lainnya, itu adalah syarat mutlak yang diajukan mempelai pria jika kedua orangtuanya menginginkan pernikahan antara dirinya dengan gadis pilihan ayahnya itu segera dilaksanakan. Pernikahan dilaksanakan dikediaman orangtua mempelai wanita. Kedua orangtua mempelai pria sudah pamit pulang beberapa jam setelah akad nikah putranya. "Mas, mau kubuatkan minuman hangat atau dingin?" Wanita berhijab putih itu beringsut dari duduknya mendekati pria yang kini sudah sah menjadi suami dan imam untuk dirinya. "Gantilah dulu pakaianmu itu, Aisyah, aku risih melihatnya, kelihatan sekali kalau dirimu itu sangatlah kampungan, kenapa kamu tidak memilih gaun yang sesuai dengan kastamu saja heh?" hardik sang suami dengan tatapan sinisnya terhadap wani

    Last Updated : 2025-01-11
  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 2. Tak seindah malam pertama

    "Gua duluan ya, kalian puas-puasinlah nongkrong di sini, tunjukin aja kartu nama gua!”Setelah berucap demikian, Bram pun keluar dari Cafe tersebut, ia lajukan Toyota Porsche-nya dengan sedikit lamban, sungguh ia malas sekali pulang ke rumah orangtua Aisyah malam ini. Bram menepikan kendaraannya di halaman sebuah penginapan sederhana. Setelah melakukan reservasi, Bram pun kini sudah berada di kamar penginapannya. Drett! Ponselnya kembali bergetar, namun ia biarkan saja, ia pun memilih memejamkan matanya. Namun, baru beberapa menit dia tertidur, Drett! Bramantyo terjaga saat handphonenya kembali berdering dan kali ini lebih lama. "Siapa sih, malam-malam gini, ganggu orang istirahat aja?" gerutunya dengan mata yang belum terbuka sempurna. "Papa?" ucapnya lirih sebelum mengklik tombol hijau pada layar ponselnya. "Iya, Pa, ada apa?""Pulang ke rumah sekarang juga!""Ru …rumah siapa, Pa?" ucapnya sedikit terbata. "Ya rumah istrimulah, rumah siapa lagi? Jangan berulah jika mas

    Last Updated : 2025-01-11

Latest chapter

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 5. Peringatan untuk Bramantyo

    Melihat wanita itu hanya diam meskipun dengan wajah merah padam menahan amarah, Aisyah pun kembali berucap,“Anda tau tempat yang paling disukai sayton? Yaitu kamar mandi dan segala macam teman-temanya, dan di tempat itulah kalian membicarakan tentang asmara terlarang kalian ini, sungguh sangat rendah sekali tempat kalian di muka bumi, apalagi di akhirat nanti, innalillahi,” ucap Aisyah lagi. "Jaga bicaramu wanita perebut kekasih orang!”"Dan jaga attitude-mu wanita penggoda suami orang!”Wanita itu tidak peduli, lalu mendorong tubuh Aisyah hingga wanita berhijab itu hampir saja jatuh. "Bram, Bram, keluarlah, ini aku Soffi datang, bukankah kamu sudah berjanji untuk bertemu denganku siang ini? Bram!” Soffi terus saja memanggil nama Bramantyo dengan berteriak. Aisyah tersenyum tipis, dia melihat tak ada pergerakan dari dalam kamar sang suami. "Apa perlu saya panggilkan pihak keamanan apartemen ini untuk membantu Anda keluar, Nona?” "Bram!" teriak Soffi dengan langkah setengah berla

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 4. Diboyong ke apartemen suami

    "Cemburu kamu bilang, Mas?” kata Aisyah dengan raut wajah menatap tajam tak percaya kepada Bramantyo.Namun, suaminya itu tak menjawab, pria itu hanya mengedikkan bahu dengan mata yang melebar.“Tentu saja aku cemburu, di malam pertama kita sebagai suami istri, kamu malah sibuk dengan gundikmu itu, bukannya aku tidak tau, Mas, tapi aku menjaga marwahmu sebagai suamiku di mata Ayah, tapi apa yang kamu lakukan terhadapku? Kamu jahat Mas, jahat!”"Mulai sekarang kamu harus tau jika suamimu ini brengsek dan jahat!" ucap Bramantyo tanpa melihat kepada Aisyah. "Akan tetapi, aku tidak peduli, Mas, selama aku masih punya Allah, maka hatimu pun adalah kepunyaan-Nya, jadi, tak ada yang harus kukhawatirkan, jika takdirku adalah bersamamu, maka aku ingin kita bersama hingga ke jannah-Nya. Sepahit apapun akan aku jalani, karena pelangi tak mungkin muncul tanpa hujan terlebih dulu, tak peduli sehina apa penilaianmu terhadapku, nyatanya di hadapan Allah dan kedua orang tua kita, aku adalah istri s

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 3. Suami durjana

    Malam semakin sunyi dan bersiap untuk mengganti hari. Suara kokok ayam selalu saja lebih dulu menyapa kemudian disusul dengan merdunya suara adzan seiring tabuh yang juga terdengar bersahut-sahutan memecah kesenyian waktu subuh. Wanita berhijab itu sudah selesai melaksanakan sholat subuh, kemudian ia pun berniat membangunkan sang sualam semakin sunyi dan bersiap untuk mengganti hari. Suara kokok ayam selalu saja lebih dulu menyapa kemudian disusul dengan merdunya suara adzan seiring tabuh yang juga terdengar bersahut-sahutan memecah kesenyian waktu subuh. Wanita berhijab itu sudah selesai melaksanakan sholat subuh, kemudian ia pun berniat membangunkan sang suami yang masih erat memeluk guling dan selimut tebalnya. "Mas!” ucapnya begitu pelan tepat di sisi kanan pipi suaminya. Belum juga ada reaksi dari suaminya tersebut, wanita itu pun mengulang kembali usahanya untuk membangunkan sang suami.“Mas, sholat subuh dulu ya." Wanita itu menepuk pelan lengan suaminya tersebut, namun ia l

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 2. Tak seindah malam pertama

    "Gua duluan ya, kalian puas-puasinlah nongkrong di sini, tunjukin aja kartu nama gua!”Setelah berucap demikian, Bram pun keluar dari Cafe tersebut, ia lajukan Toyota Porsche-nya dengan sedikit lamban, sungguh ia malas sekali pulang ke rumah orangtua Aisyah malam ini. Bram menepikan kendaraannya di halaman sebuah penginapan sederhana. Setelah melakukan reservasi, Bram pun kini sudah berada di kamar penginapannya. Drett! Ponselnya kembali bergetar, namun ia biarkan saja, ia pun memilih memejamkan matanya. Namun, baru beberapa menit dia tertidur, Drett! Bramantyo terjaga saat handphonenya kembali berdering dan kali ini lebih lama. "Siapa sih, malam-malam gini, ganggu orang istirahat aja?" gerutunya dengan mata yang belum terbuka sempurna. "Papa?" ucapnya lirih sebelum mengklik tombol hijau pada layar ponselnya. "Iya, Pa, ada apa?""Pulang ke rumah sekarang juga!""Ru …rumah siapa, Pa?" ucapnya sedikit terbata. "Ya rumah istrimulah, rumah siapa lagi? Jangan berulah jika mas

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 1. Sah!

    Saya terima nikahnya, Aisyah Anidia binti Usman Al-hamid dengan mas kawin yang tersebut!”“Sah, alhamdulillah!”Doa-doa pun dilangitkan menandai babak baru dua insan manusia tersebut. Setelah akad nikah tak ada pesta meriah atau pun perayaan spesial yang lainnya, itu adalah syarat mutlak yang diajukan mempelai pria jika kedua orangtuanya menginginkan pernikahan antara dirinya dengan gadis pilihan ayahnya itu segera dilaksanakan. Pernikahan dilaksanakan dikediaman orangtua mempelai wanita. Kedua orangtua mempelai pria sudah pamit pulang beberapa jam setelah akad nikah putranya. "Mas, mau kubuatkan minuman hangat atau dingin?" Wanita berhijab putih itu beringsut dari duduknya mendekati pria yang kini sudah sah menjadi suami dan imam untuk dirinya. "Gantilah dulu pakaianmu itu, Aisyah, aku risih melihatnya, kelihatan sekali kalau dirimu itu sangatlah kampungan, kenapa kamu tidak memilih gaun yang sesuai dengan kastamu saja heh?" hardik sang suami dengan tatapan sinisnya terhadap wani

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status