Share

Chapter 26. Sayang?

Penulis: Al Kahfi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-19 21:08:10

"Mas Bram, maafkan aku karena tak mampu melanjutkan amanah yang sudah kamu percayakan ini. Aku tidak memiliki kuasa di perusahaan Papa ini, Mas, maaf!" ucap Aisyah dengan suara lirih.

Satu tangannya sibuk memasukkan benda-benda penting miliknya ke dalam tas, sementara satu tangan yang lainnya sibuk menyeka bulir bening yang terus saja mengalirm tanpa bisa dicegah dan juga dijeda. Mengalir seolah tak peduli dengan sejuta sesak dan sakit di dalam dada yang sibuk mencari perisainya sendiri-sendiri di dalam sepinya hati.

Tak ada sakit yang seperih ini, saat dia menangis dan tangan yang dia harapkan nyatanya tidak akan pernah ada di dekatnya, dia jauh, bahkan terlalu jauh ustat bisa dia sentuh saat ini. Coba untuk membungkam semua asa yang selalu ada, meskipun terasa begitu susah dan seakan malah memberi harapan kosong dan hampa.

Akan tetapi, semakin dia coba, mengapa
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 27. Mas Bram!

    Beberapa jam sebelumnya. "Bram, udah dijemput?" Pak Hasan berjalan mendekati Bramantyo yang sudah siap untuk meninggalkan tempat terkutuk baginya ini. "Pulang sendiri, Pak!" jawab Bram, lalu akhirnya ikut duduk di samping Hasan. "Bram, boleh saya tanya sesuatu ke kamu?" "Tentang apa? Semua hal akan kuberitahu, selain tentang bidadari syurgaku!" "Aisyah?" kata Hasan yang membuat mata elang Bram menukik tajam menatap tak suka. Semua boleh menghinanya, tapi tidak dengan istrinya. Meskipun yang diucapkan oleh Hasan belum tentu seperti yang ia sangkakan, namun tetap saja dia marah dan tak suka. "Anda pikir?" kata Bram menunjukkan sisi dominan yang memang selalu dia tunjukan selama di dalam bilik tahanan ini. "Ya kali, wanita abal-abal sejenis nini kunti ataupun sundel bolong yang dengan butanya kamu jadikan bidadari, syurga lagi! Hahahha, cukup keledai yang jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya, jangan kamu juga ikut-ikutan!" ucap Hasan yang disertai suara t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 28. Di mana mereka?

    Suasana canggung pun tercipta. Tentu saja, mereka bukanlah pasangan romantis sebelum kejadian itu akhirnya membawa Bramantyo mendekam di dalam penjara, mereka bukan dua sejoli yang memang sudah mendambakan indahnya hidup berumah tangga, mereka adalah pasangan dengan segala carut-marut yang tercipta, dengan segala konflik yang pelik yang harus mereka peluk dengan penuh rasa sakit di dalam hati, namun akhirnya yang mereka rawat dengan penuh kesabaran dan juga rasa ikhlas itu pun berbuah manis, semanis kata-kata dan sikap Bramantyo kepada Aisyah. "Kamu gak suka ya kalau Mas cium-cium kayak tadi?Mas memang segaktahudiri itu, Ai, maaf, harusnya Mas tahu keburukan itu bahkan belum seujung kukupun berbanding dengan secuil ucapan cinta dan sayangku untukmu, gak!" ujar Bram. Aisyah belai pipi sang suami yang kini sudah ditumbuhi bulu-bulu halus itu, "Alhamdulillah, terima kasih atas cinta dan sayangmu untukku, Mas, maaf harus membuatmu menjalani hari-hari yang menyakitkan di dalam sa .

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Air Mata di Hari Persandingan   29. Prahara

    "Adrian!" ungkap Aisyah menjelaskan tentang pertanyaan suaminya itu. Lupakah dia, ataukah dia tidak menyadarinya? Bram raih satu tangan wanita itu lalu ia bawa masuk ke dalam rumah besar ayahnya ini. "Kita ke kamar Papa dan Mama!" kata Bram lagi, mereka berjalan dengan cepat menuju kamar Usman Sastro Nugroho. Dan lagi, kejanggalan demi kejanggalan yang belum Aisyah temui titik terangnya. Karena Bramantyo selalu saja mengelak meskipun sudah tertangkap basah dan ketahuan. Akan tetapi Aisyah butuh jawaban pasti dari suaminya, meskipun belum juga dia dapatkan. "Pa, Papa!" Kriek! Bram buka pintu kamar ayahnya itu dengan pelan. "Astaghfirullah, Papa!" Bramantyo pun seketika menghambur memeluk tubuh ayahnya yang terkulai tak berdaya di atas ranjang seorang diri. "Mama mana, Pa?" tanya Bram saat kedua mata ayahnya itu pun terbuka. "Emm, emm!" Hanya itulah yang kini didengar oleh Bramantyo dari bibir ayahnya. Sungguh menyedihkan, saat dulu ayahnya adalah sosok bersahaj

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 30. Membawamu pergi

    Seberat apa pun masalahmu, ingat semua ini pasti ada akhirnya! "Silakan pergi, tapi biarkan Papa tetap di sini! Kamu bisa saja menjadikan nama besar Papa sebagai modal kehidupanmu yang gak jelas itu, tinggalkan Papa tetap di sini!" Bramantyo tak menduga jika Adrian masih memiliki belas asih kepada papanya, meskipun dengan alasan yang sungguh menyakitkan, akan tetapi, siapa yang akan mengurus ayahnya, sementara Aisyah harus ikut serta bersama dia? "Gak, aku gak mau, siapa yang akan merawat Papa?" ucap Bram keberatan. "Ada Bibi, Tuan Muda, percaya, kan sama Bibi?" Bi Onah, asisten rumah tangga di keluarga Bramantyo itu tiba-tiba muncul dari arah dapur. "Bi Onah?" Bram berkata lirih dengan secercah harapan di wajahnya. "Tolong jagain Papa ya, Bi!" Langkah kaki terasa be

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 31. Memulai hidup yang baru

    Aisyah tersenyum, sungguh suaminya benar-benar telah berubah kini, dia tidak hanya menjaga tubuh Aisyah dari segala macam marabahaya, akan tetapi menjaga hatinya juga. Menjaga hati dari retak dan luka, menjaga hati dari semua kecewa yang bisa saja kembali hadir dan singgah. Bramantyo benar-benar berubah, rasa sesalnya ia tebus dengan semua sikap dan cintanya yang tulus untuk Aisyah. "MashaAllah, Mas!" Bram tersenyum, lalu akhirnya mereka memilih menjauh, mencari desa lain untuk tempat tempat tinggal mereka. "Mas, itu desa apa? Kok serem sih?" Sebelumnya Aisyah tidak pernah menjadi pribadi yang penakut seperti ini, namun entah mengapa suasana desa di depannya itu sungguh begitu mencekam. "Mas lebih takut dengan iblis yang berwujud manusia ketimbang mereka dengan wujud sebenarnya, Ai. Karena apa? Karena melawan dan mengusir mereka tidak akan melukai perasaanmu, percaya sama Mas, ya!" ungkap Bram, ia gandeng satu tangan istrinya itu untuk kemudian ia bawa berteduh di sebuah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 32. Selebar Daun Kelor

    Beberapa menit sebelumnya. Kalian tentu tahu dengan perumpamaan dunia tak selebar daun kelor, bukan? Baiklah, mari kita buktikan, apakah ungkapan itu berlaku atau mungkin sebaliknya! Seorang pria berbadan tegap dengan dada dan bahu yang bidang berjalan keluar dari kamar hotelnya. Sebuah kacamata hitam tanpak gagah bertengger di hidung bangirnya, ia singsingkan sedikit lengan jasnya untuk melihat waktu pada jarum jam di pergelangan tangannya. Drett! Langkahnya tak terburu-buru saat tiba-tiba ponselnya bergetar. "Saya akan tiba 15 menit dari sekarang!" ucapnya mengakhiri panggilan suara di ponselnya, dan kini benda pintar itu pun sudah kembali ia masukkan ke dalam saku jasnya. Pria itu pun masuk ke dalam kendaraannya, lalu sesuai dengan perkiraan, 15 menit kemudian

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 33. Kekejaman Adrian 1

    Malam kembali menyapa dengan semua misteri yang kadang tak pernah terpecahkan hingga hari berubah nama menjadi esok, kemarin bahkan esoknya lagi dan lagi. Berganti dengan kisah yang pasti berbeda. "Ai, kenapa belum tidur juga? Besok Mas harus berangkat pagi lho!" ucap Bramantyo berseloroh. Dilihatnya wajah sang istri yang selalu saja meneduhkan itu dengan penuh rasa cinta. "Nungguin kamu, Mas!" Pipi Aisyah bersemu merah saat berucap seperti itu. Dan tentu saja ada makna lain yang tersirat dalam ucapan Aisyah yang ditangkap oleh Bram. "Nungguin Mas? Emangnya apa yang ditungguin, hem?" Bramantyo mendekat, ia tanggalkan kaos oblong berwarna hitam yang dikenakannya tadi, hingga kini yang tersisa hanya selembar boxer press body berwarna hitam di tubuh atletisnya. Aisyah diam, "Aku sudah salah bicara, kan Mas Bram

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 1. Sah!

    Saya terima nikahnya, Aisyah Anidia binti Umar Al-hamid dengan mas kawin yang tersebut!” “Sah, alhamdulillah!” Doa-doa pun dilangitkan menandai babak baru dua insan manusia tersebut. Setelah akad nikah tak ada pesta meriah atau pun perayaan spesial yang lainnya, itu adalah syarat mutlak yang diajukan mempelai pria jika kedua orangtuanya menginginkan pernikahan antara dirinya dengan gadis pilihan ayahnya itu segera dilaksanakan. Pernikahan dilaksanakan dikediaman orangtua mempelai wanita. Kedua orangtua mempelai pria sudah pamit pulang beberapa jam setelah akad nikah putranya. "Mas, mau kubuatkan minuman hangat atau dingin?" Wanita berhijab putih itu beringsut dari duduknya mendekati pria yang kini sudah sah menjadi suami dan imam untuk dirinya. "Gantilah dulu pakaianmu itu, Aisyah, aku risih melihatnya, kelihatan sekali kalau dirimu itu sangatlah kampungan, kenapa kamu tidak memilih gaun yang sesuai dengan kastamu saja heh?" hardik sang suami dengan tatapan sinisnya terhadap

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11

Bab terbaru

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 33. Kekejaman Adrian 1

    Malam kembali menyapa dengan semua misteri yang kadang tak pernah terpecahkan hingga hari berubah nama menjadi esok, kemarin bahkan esoknya lagi dan lagi. Berganti dengan kisah yang pasti berbeda. "Ai, kenapa belum tidur juga? Besok Mas harus berangkat pagi lho!" ucap Bramantyo berseloroh. Dilihatnya wajah sang istri yang selalu saja meneduhkan itu dengan penuh rasa cinta. "Nungguin kamu, Mas!" Pipi Aisyah bersemu merah saat berucap seperti itu. Dan tentu saja ada makna lain yang tersirat dalam ucapan Aisyah yang ditangkap oleh Bram. "Nungguin Mas? Emangnya apa yang ditungguin, hem?" Bramantyo mendekat, ia tanggalkan kaos oblong berwarna hitam yang dikenakannya tadi, hingga kini yang tersisa hanya selembar boxer press body berwarna hitam di tubuh atletisnya. Aisyah diam, "Aku sudah salah bicara, kan Mas Bram

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 32. Selebar Daun Kelor

    Beberapa menit sebelumnya. Kalian tentu tahu dengan perumpamaan dunia tak selebar daun kelor, bukan? Baiklah, mari kita buktikan, apakah ungkapan itu berlaku atau mungkin sebaliknya! Seorang pria berbadan tegap dengan dada dan bahu yang bidang berjalan keluar dari kamar hotelnya. Sebuah kacamata hitam tanpak gagah bertengger di hidung bangirnya, ia singsingkan sedikit lengan jasnya untuk melihat waktu pada jarum jam di pergelangan tangannya. Drett! Langkahnya tak terburu-buru saat tiba-tiba ponselnya bergetar. "Saya akan tiba 15 menit dari sekarang!" ucapnya mengakhiri panggilan suara di ponselnya, dan kini benda pintar itu pun sudah kembali ia masukkan ke dalam saku jasnya. Pria itu pun masuk ke dalam kendaraannya, lalu sesuai dengan perkiraan, 15 menit kemudian

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 31. Memulai hidup yang baru

    Aisyah tersenyum, sungguh suaminya benar-benar telah berubah kini, dia tidak hanya menjaga tubuh Aisyah dari segala macam marabahaya, akan tetapi menjaga hatinya juga. Menjaga hati dari retak dan luka, menjaga hati dari semua kecewa yang bisa saja kembali hadir dan singgah. Bramantyo benar-benar berubah, rasa sesalnya ia tebus dengan semua sikap dan cintanya yang tulus untuk Aisyah. "MashaAllah, Mas!" Bram tersenyum, lalu akhirnya mereka memilih menjauh, mencari desa lain untuk tempat tempat tinggal mereka. "Mas, itu desa apa? Kok serem sih?" Sebelumnya Aisyah tidak pernah menjadi pribadi yang penakut seperti ini, namun entah mengapa suasana desa di depannya itu sungguh begitu mencekam. "Mas lebih takut dengan iblis yang berwujud manusia ketimbang mereka dengan wujud sebenarnya, Ai. Karena apa? Karena melawan dan mengusir mereka tidak akan melukai perasaanmu, percaya sama Mas, ya!" ungkap Bram, ia gandeng satu tangan istrinya itu untuk kemudian ia bawa berteduh di sebuah

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 30. Membawamu pergi

    Seberat apa pun masalahmu, ingat semua ini pasti ada akhirnya! "Silakan pergi, tapi biarkan Papa tetap di sini! Kamu bisa saja menjadikan nama besar Papa sebagai modal kehidupanmu yang gak jelas itu, tinggalkan Papa tetap di sini!" Bramantyo tak menduga jika Adrian masih memiliki belas asih kepada papanya, meskipun dengan alasan yang sungguh menyakitkan, akan tetapi, siapa yang akan mengurus ayahnya, sementara Aisyah harus ikut serta bersama dia? "Gak, aku gak mau, siapa yang akan merawat Papa?" ucap Bram keberatan. "Ada Bibi, Tuan Muda, percaya, kan sama Bibi?" Bi Onah, asisten rumah tangga di keluarga Bramantyo itu tiba-tiba muncul dari arah dapur. "Bi Onah?" Bram berkata lirih dengan secercah harapan di wajahnya. "Tolong jagain Papa ya, Bi!" Langkah kaki terasa be

  • Air Mata di Hari Persandingan   29. Prahara

    "Adrian!" ungkap Aisyah menjelaskan tentang pertanyaan suaminya itu. Lupakah dia, ataukah dia tidak menyadarinya? Bram raih satu tangan wanita itu lalu ia bawa masuk ke dalam rumah besar ayahnya ini. "Kita ke kamar Papa dan Mama!" kata Bram lagi, mereka berjalan dengan cepat menuju kamar Usman Sastro Nugroho. Dan lagi, kejanggalan demi kejanggalan yang belum Aisyah temui titik terangnya. Karena Bramantyo selalu saja mengelak meskipun sudah tertangkap basah dan ketahuan. Akan tetapi Aisyah butuh jawaban pasti dari suaminya, meskipun belum juga dia dapatkan. "Pa, Papa!" Kriek! Bram buka pintu kamar ayahnya itu dengan pelan. "Astaghfirullah, Papa!" Bramantyo pun seketika menghambur memeluk tubuh ayahnya yang terkulai tak berdaya di atas ranjang seorang diri. "Mama mana, Pa?" tanya Bram saat kedua mata ayahnya itu pun terbuka. "Emm, emm!" Hanya itulah yang kini didengar oleh Bramantyo dari bibir ayahnya. Sungguh menyedihkan, saat dulu ayahnya adalah sosok bersahaj

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 28. Di mana mereka?

    Suasana canggung pun tercipta. Tentu saja, mereka bukanlah pasangan romantis sebelum kejadian itu akhirnya membawa Bramantyo mendekam di dalam penjara, mereka bukan dua sejoli yang memang sudah mendambakan indahnya hidup berumah tangga, mereka adalah pasangan dengan segala carut-marut yang tercipta, dengan segala konflik yang pelik yang harus mereka peluk dengan penuh rasa sakit di dalam hati, namun akhirnya yang mereka rawat dengan penuh kesabaran dan juga rasa ikhlas itu pun berbuah manis, semanis kata-kata dan sikap Bramantyo kepada Aisyah. "Kamu gak suka ya kalau Mas cium-cium kayak tadi?Mas memang segaktahudiri itu, Ai, maaf, harusnya Mas tahu keburukan itu bahkan belum seujung kukupun berbanding dengan secuil ucapan cinta dan sayangku untukmu, gak!" ujar Bram. Aisyah belai pipi sang suami yang kini sudah ditumbuhi bulu-bulu halus itu, "Alhamdulillah, terima kasih atas cinta dan sayangmu untukku, Mas, maaf harus membuatmu menjalani hari-hari yang menyakitkan di dalam sa .

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 27. Mas Bram!

    Beberapa jam sebelumnya. "Bram, udah dijemput?" Pak Hasan berjalan mendekati Bramantyo yang sudah siap untuk meninggalkan tempat terkutuk baginya ini. "Pulang sendiri, Pak!" jawab Bram, lalu akhirnya ikut duduk di samping Hasan. "Bram, boleh saya tanya sesuatu ke kamu?" "Tentang apa? Semua hal akan kuberitahu, selain tentang bidadari syurgaku!" "Aisyah?" kata Hasan yang membuat mata elang Bram menukik tajam menatap tak suka. Semua boleh menghinanya, tapi tidak dengan istrinya. Meskipun yang diucapkan oleh Hasan belum tentu seperti yang ia sangkakan, namun tetap saja dia marah dan tak suka. "Anda pikir?" kata Bram menunjukkan sisi dominan yang memang selalu dia tunjukan selama di dalam bilik tahanan ini. "Ya kali, wanita abal-abal sejenis nini kunti ataupun sundel bolong yang dengan butanya kamu jadikan bidadari, syurga lagi! Hahahha, cukup keledai yang jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya, jangan kamu juga ikut-ikutan!" ucap Hasan yang disertai suara t

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 26. Sayang?

    "Mas Bram, maafkan aku karena tak mampu melanjutkan amanah yang sudah kamu percayakan ini. Aku tidak memiliki kuasa di perusahaan Papa ini, Mas, maaf!" ucap Aisyah dengan suara lirih. Satu tangannya sibuk memasukkan benda-benda penting miliknya ke dalam tas, sementara satu tangan yang lainnya sibuk menyeka bulir bening yang terus saja mengalirm tanpa bisa dicegah dan juga dijeda. Mengalir seolah tak peduli dengan sejuta sesak dan sakit di dalam dada yang sibuk mencari perisainya sendiri-sendiri di dalam sepinya hati. Tak ada sakit yang seperih ini, saat dia menangis dan tangan yang dia harapkan nyatanya tidak akan pernah ada di dekatnya, dia jauh, bahkan terlalu jauh ustat bisa dia sentuh saat ini. Coba untuk membungkam semua asa yang selalu ada, meskipun terasa begitu susah dan seakan malah memberi harapan kosong dan hampa. Akan tetapi, semakin dia coba, mengapa

  • Air Mata di Hari Persandingan   Chapter 25. Silakan keluar, Aisyah!

    Malam semakin sunyi, dinginnya memeluk setiap hati dan jiwa yang kesepian dalam himpitan dan timbunan rasa lelah yang terus mengudara. Hanya suara desahan nafas yang teratur naik turun seirama dengan bunyi jarum jam yang terus menderu meninggalkan sang waktu. "Perpisahan adalah upacara menyambut hari-hari penuh kesedihan, Pak Tua!" ucap Bram saat pria di sampingnya itu belum juga memejamkan kedua Indra penglihatannya. Tubuh pria itu sudah ia rebahkan di atas tikar lusuh yang sudah tidak bermotif lagi. Kepalanya ia sandarkan pada pergelangan tangannya yang mulai keriput dimakan usia. "Panggil aku Hasan, Bram!" Bramantyo menoleh, menciutkan pandangan matanya dengan alis mata tersentak bersama-sama. "Hasan?" ucap Bram dengan alis mengernyit heran. "Iya, Hasan, kenapa, apakah kamu pernah mendengar namaku ini sebelumnya?" Bram menggeleng, "Kenapa baru memberitahu setelah kita akan berpisah?" kata Bram. Pria dengan alis mata tebal itu pun menggeser duduknya agar lebih dekat.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status