Suasana kantor terlihat senyap kala kaki Baswara melangkah diantara mereka. Semua pandangan tertuju padanya. Wajah kaget sekaligus takut tergambar jelas. Namun, Baswara mengabaikan begitu saja. Baginya suasana ini bukanlah sesuatu yang asing. Sebagai pemimpin yang keras dan tegas, Baswara kerap ditakuti bukan disegani. Berbeda jauh dengan sikap mereka kepada Sam, terkesan ramah namun tetap dihormati.
“Temui aku di ruangan segera, Sam,” ucap Baswara tegas melalui gawaninya.
Beberapa saat ketukan terdengar, Sam sudah tiba di ruangan Baswara. Melangkah lunglai dengan wajah cemas. Sepertinya ia tahu benar akan apa yang hendak Baswara sampaikan padanya.
“Duduklah!” ucap Baswara tegas.
Meskipun ia tengah berdiri membelakangi pintu, namun ia melihat jelas wajah Sam melalui pantulan dinding kaca.
“Apa saja yang belum kamu sampaikan padaku?” suara gelegar Baswar berhasil membuat Sam tertunduk dengan wajah memucat.
Tidak kunjung mendapatkan jawaban, Baswara berbalik dan mendekati Sam. Menatap tajam dengan napas yang berderu.
“Kamu tahu kan, aku bisa mengetahui semuanya dengan mudah. Tetapi yang aku inginkan saat ini kejujuranmu, Sam,” ucap Baswara yang kini sudah mendaratkan tubuhnya di atas kursi empuk.
Sam terlihat meragu, hingga akhirnya ia pasrah dan berniat mengatakan. Namun, telepon kantor Baswara berbunyi. Resepsionis menyampaikan ada tamu yang hendak menemui dirinya. Membuat Sam menghela napas dan bersiap berdiri untuk pergi meninggalkan ruangan. Detak jantung Sam berdetak tidak berirama. Melangkah lunglai dengan segala beban berat yang dipikulnya.
“Sam, urusan kita belum selesai,” ucap Baswara yang disambut anggukan Sam.
Tepat didepan pintu, terlihat dua orang pria menggunakan baju kemeja berjalan menuju ruangan Baswara. Keduanya mengenakan masker dan flat cap bermotif kotak. Berjalan angkuh dengan map kuning di genggaman.
Sam sempat melirik ke arah mereka, sebagai sahabat dan orang terdekat Baswara, Sam merasa tidak mengenal mereka. Salah satu dari mereka juga menatap ke arah Sam, wajahnya tidak terlihat jelas karena kacamata hitam yang menutupi. Namun, Sam menyadari kalau pria itu tersenyum kepadanya.
Gawai Sam berdering, memaksa Sam segera melangkah cepat menuju parkiran setelah menerima panggilan masuk.
***
“Bagaimana? apa yang ingin kalian laporkan?” tanya Baswara dengan wajah tegas. Tanpa perban, meskipun menyisakan goresan kecil pada dahi kanannya.“Ini, Tuan. Semua ini saya dapatkan dari sumber terakurat. Saya harap Tuan merasa puas akan data yang ada,” ungkap salah satu mereka dengan senyuman penuh percaya diri.
Map kuning diraih, perlahan Baswara mulai membacanya. Sesaat ia tertegun, mengernyitkan dahi dan menatap penuh kebencian.
“Hanya ini? Bagaimana dengan kabar Kanagara?” tanya Baswara dengan nada merendahkan, sepertinya ia begitu berat mengakui kinerja dua pengintainya.
“Segera, kami akan segera menemukannya. Yang pasti dia sudah tidak berada di kota Serdang, namun kami akan segera mengabarkan perkembangannya,” ungkap si pengintai yang kemudian permisi pulang dengan wajah kecewa.
“Ya, saya sudah mengirimkan uang. Saya harap kalian bisa bekerja lebih maksimal kedepannya,” ungkap Baswara setelah mengetik sesuatu di layar gawainya.
Keduanya pergi, masih ada satu tugas yang harus mereka selesaikan, yaitu menemukan keberadaan Kana.
Baswara kembali meraih map kuning yang ada dihadapannya. Menelaah perlahan data yang tertulis. Sesekali ia melirik ke arah lain dengan raut berpikir, terkadang juga terlihat kaget dan tidak menyangka. Rasa penasaran yang ada membuat Baswara segera pergi meninggalkan ruangan menuju rumah, tempat di mana ayahnya berada.
Rumah terlihat sepi, seorang pekerja rumah tangga menghampiri Baswara dengan lembutnya.
“Bi, di mana Momy?” tanya Baswara tegas.
“Anu, Tuan. Nyonya sedang pergi, sudah dari pagi.”
“Dady?”
“Tuan besar ada di teras samping,” jawab si bibi sembari mengarahkan jempol kanannya.
Tanpa banyak kata Baswara melangkah menuju teras. Terlihat Sanjaya tengah duduk menikmati teh dan koran di tangannya. Menatap ke arah taman dan kolam kecil yang berisi ikan dan air pancur di tengahnya.
“Ada apa? Bukankah ini masih jam kerja?” tanya Sanjaya dengan acuhnya, bahkan tanpa melihat ke arah Baswara.
“Apa yang terjadi? Mengapa Suryakanta bisa memiliki aset lebih tinggi tanpa melakukan apapun. Bahkan dia telah wafat dari setahun yang lalu,” ungkap Baswara dengan berapi-api.
“Cari tahu kembali, jangan biasakan hanya menerima informasi kulit luarnya saja,” ucap Sanjaya santai. Sepertinya ia tahu benar sikap Baswara yang akan bergerak cepat demi memenuhi semua hasratnya.
“Dad!” bentak Baswara yang dengan segera dipatahkan Sanjaya.
“Bas, bukannya sudah Dady katakan untuk segera menemukan istri? Hanya tersisa lima bulan. Jika kamu tidak juga menikah, Dady tidak tahu hal buruk apa lagi yang mungkin terjadi.”
Baswara terdiam, semua ungkapan kesal terhenti dibibirnya. Mengatup rapat dengan tangan mengepal. Napasnya berhembus kasar, kemudian pergi begitu saja tanpa kata. Sedangkan Sanjaya terlihat tenang dan kembali meraih koran dan membacanya. Sudut bibirnya melengkung tinggi, tatapan sayup penuh ambisi itu menggambarkan kelicikan Sanjaya.
Baswara kembali mengendarai mobilnya, ia terlihat mengabaikan sapaan dari beberapa pekerja rumah. Melaju kencang menuju salah satu apartemen milik keluarga Sanjaya.
Mobil terhenti dan kini sudah terparkir di lantai dasar. Baswara terlihat menaiki lift menuju lantai tiga. Perlahan langkahnya terhenti dan mulai berbincang dengan salah satu pekerja gedung.
“Apakah kamu yakin ada orang lain yang sedang menempati apartemen ini?” tanya Baswara dengan nada penuh tekanan.
“Ya, Tuan. Tepatnya sudah tiga hari lamanya. Bahkan Nyonya dan salah satu pemuda bertubuh tinggi dan berpakaian rapi juga turut datang setiap harinya,” jelas si petugas dengan hormatnya.
Tanpa pikir panjang, Baswara segera melangkah mendekati pintu apartemen. Jemarinya mulai menari di atas tombol pengaman. Namun, pintu tidak kunjung terbuka. Membuat Baswara kesal dan segera menekan bel.
“Sialan! Sepertinya mereka telah mengganti pasword-nya,” gumam Baswara yang terlihat tidak sabar menanti pintu terbuka.
Tidak ada yang menanggapi, bahkan hingga bel ketiga ditekan. Membuat amarah Baswara memuncak, dengan kasar Baswara mengedor pintu. Lagi-lagi tidak ada tanggapan, membuat Baswara pergi dengan langkah menghentak-hentak.
Belum jauh melangkah, pintu perlahan terbuka sedikit. Terlihat seorang pria mengeluarkan kepala untuk memastikan kepergian Baswara. Lalu segera kembali masuk dan menutup rapat pintu apartemen. Tepat saat Baswara melirik ke arah belakang, hingga ia tidak menyadari keberadaan seseorang yang telah mengintip dirinya.
“Ada tugas tambahan. Kamu harus mendapatkan informasi dan foto setiap tamu yang mengunjungi apartemen ini. Kamu akan menerima bayaran besar setelah mendapatkan semuanya,” jelas Baswara yang kemudian pergi berlalu meninggalkan ruangan.
Losari merupakan apartemen terbesar dan termegah. Berada di tengah kota dengan pengawasan yang sangat baik. Sangat menjaga privasi pemilik apartemen dengan keamanan yang terbaik.
Baswara yang merasa begitu kesal memilih pergi meninggalkan apartemen. Mobilnya terhenti pada sebuah taman yang berada tidak jauh dari keberadaannya. Memarkirkan mobil dan mendekati kafe yang berada dipojok taman.
“Surff ... nikmat, kopi ini memiliki rasa yang berkelas,” gumam Baswara yang merasa lega setelah meneguk kopi hitam pesanannya. “Lihat mereka, tertawa riang tanpa harus merasakan tekanan dan beban berat," sambungnya saat menatap kumpulan anak tertawa riang.
“Kana?” ucap Baswara dengan tatapan meragu. Memaksanya bangkit dan melangkah mendekati seorang wanita diantara beberapa bocah.
“Aku yakin itu Kana. Yah, aku harus segera mengunjungi alamat ini untuk memastikannya,” gumam Baswara sembari menggenggam selembar kertas berisi alamat. Kertas pemberian salah satu pegawai kafe yang mengaku telah mengenal Kana dan Soga-bocah lelaki yang selalu bersama Kana. Seharian ini Sam tidak terlihat. Bahkan gawainya tidak aktif, membuat Baswara kesal. kekesalannya kian bertambah kala mengetahui Sam juga tidak masuk kantor hari ini. “Sialan! Dia pasti menghindariku. Bagaimana bisa ia tidak masuk dan tidak menghubungiku,” gumam Baswara yang kini menatap dinding kaca. Dering gawai berbunyi, terlihat beberapa pesan masuk berisi foto. Ternyata itu pesan dari si petugas gedung apartemen. Ia mengirimkan gambar Sam, seorang perawat wanita dan seorang pemuda berbaju rapi. Gambar ketiga berhasil meraih perhatian Baswara. Sambil menggerakkan jari, Baswara memperbesar ukuran gambar untuk memastikan siapa orang terakhir yang mengunjungi apartemennya. N
“Dari mana saja kamu?” tanya Sanjaya dengan tatapan tidak senang. “Beberapa hari ini kamu sering keluar kantor pada jam kerja. Apa kamu ingin menghancurkan perusahaan kita?!” sambung Sanjaya setelah melihat Baswara tidak memperdulikannya. “Heh!” ucap Baswara yang kini berbalik badan mendekati ayahnya. “Aku tidak mengerti akan permainan Dady. Aku ...,” ucapan Baswara terhenti setelah melihat kedatangan ibunya. “Ada apa ini? Dad, Baswara baru pulang. Biarkan dia beristirahat dulu, jangan diberikan rentetan pertanyaan seperti itu,” ungkap ibu Baswara sembari membelai lembut lengan putra tunggalnya. “Lepas, Mom!” teriak Baswara sembari mengenyahkan tangan ibunya. “Aku lelah hidup bersama kalian. Kalian semua penipu!” teriaknya kembali yang kemudian pergi dengan tergesa-gesa menuju mobil. Menyalakan dan melaju kencang dengan penuh amarah. Baswara merasa dihianati keluarganya sendiri. Semua perasaan kacau ini terjadi semenjak pertemuannya dengan Alea
Pagi ini keadaan hotel Sun Beach terlihat rapi. Banyak mobil mewah teparkir di sana. Meja jamuan juga telah berisi berbagai jenis kopi dan makanan ringan lainnya. Sepertinya akan ada pertemuan penting.Tepat di salah satu ruangan terlihat Sanjaya dengan pakaian rapinya terus melirik ke arah pintu masuk. Tatapannya seolah menanti kedatangan seseorang. Berulang kali ia mencuri pandang arloji di tangan kanannya.“Biasanya ia sudah hadir sebelum pertemuan berlangsung. Tetapi sekarang, batang hidungnya juga belum kelihatan. Awas saja jika ia nekat melakukan tindakan bodoh kali ini,” gumam Sanjaya yang kemudian melangkah mendekati jendela besar.Tamu yang ditunggu tiba, dua orang pria dewasa berwajah belasteran memasuki ruangan. Diikuti seorang gadis berwajah oriental berjalan di belakangnya. Gadis cantik dengan gaun terbuka dibagian atas diselimuti jas hitam dan rok belahan tinggi hingga menunjukkan paha yang mulus. Ketiganya begitu ramah menghampiri Sanj
Baswara menatap bingung, ia tidak merasa mengenalnya. Tatapan bingung Baswara membuat si anak semakin kesal hingga berteriak kencang dihadapannya.“Hei!” ucapnya sambil menepuk kuat meja Baswara. “Aku sedang berbicara denganmu!”“Bisakah kamu bersikap lembut, bocah kecil,” ucap Baswara dengan tatapan penuh kebencian.“Kau harus bertanggung jawab! Kau pikir nyawa seseorang itu mainan?!” ucap Si bocah yang semakin membuat Baswara kesal. Namun, Baswara masih bisa menjaga sikapnya dengan baik meskipun nyaris terpancing.“Sepertinya kau salah orang, Nak!” ucap Baswara yang kemudian hendak bangkit dengan kopi di tangannya.“Kau pikir, kau manusia paling kaya, hah? Uangmu tidak dapat membeli nyawa seseorang!” teriak bocah itu kembali, membuat langkah Baswara terhenti seketika. Sambil menatap tajam dengan dahi mengernyit Baswara meletakkan kopi dengan kasar di atas meja hingga bercecer
Sam terbujur kaku di atas ranjang, berbalut baju serba putih dan dikelilingi banyak bunga. Tertidur begitu lelap dengan kulit yang memutih bak kapas. Tiada tanda-tanda kehidupan, terbaring tenang menunggu penguburan.“Bas, Baswara,” panggil seorang wanita dengan nada yang lembut. Membuat Baswara tersadar akan lamunan dan pikiran buruknya.“Meeting akan segera dimulai,” sambungnya.Ternyata Jane datang untuk memanggil Baswara yang sedari tadi terlihat melamun di balkon hotel.“Ya,” jawab Baswara yang kemudian berbalik badan dan mengikuti langkah Jane.Terlihat jelas tubuh Jane melenggok dihadapannya. Tubuh tinggi berbalut pakaian yang indah berhasil menyempurnakan penampilan Jane. Tidak hanya itu, aroma parfum yang khas serta kecerdasannya saat pertemuan cukup berkarisma meskipun belum bisa mengalahi kekuatan karisma Baswara.“Maaf Jane. Mungkin kamu memiliki banyak hal yang begitu diinginkan wanita.
Resto mewah dengan ukiran disetiap dinding dan tiangnya. Deretan patung besar berdiri seakan menyambut tamu yang datang. Aroma lavender dan suara genggong menyempurnakan keindahannya. Resto dengan desain bali ini menjadi tempat istimewa dan kerap dikunjungi banyak pelancong. Terutama mereka yang berasal dari luar negeri, mengaku merasa nyaman saat berada di dalamnya. Tidak heran jika Sanjaya memilih tempat ini untuk mengadakan makan malam. Ruang VIP sudah dipesan dan kini Baswara terlihat duduk di sana.“Hai Bas!” sapa Jane yang terlihat hadir seorang diri. Bergaun indah dan terbuka dibagian atas. Terlihat anggun dengan balutan warna putih, terlihat senada dengan keadaan resto.“Hai,” jawab Baswara yang kemudian melirik ke sisi belakang Jane seakan tengah mencari seseorang.“Daddy akan datang terlambat, begitu pula dengan Tuan Sanjaya,” jelas Jane yang begitu peka akan sikap Baswara.“Oke,” jawab Baswara ten
“Bas, Baswara, mengapa kau termenung?” tanya Sam membuyarkan lamunan Baswara yang sedari tadi terduduk menatap lantai.“Ah, ya, maksudku tidak,” ucap Baswara dengan salah tingkah.“Aku yakin ada sesuatu yang terjadi. Tidak mungkin seorang Baswara rela bangun begitu pagi dan mengunjungiku ke rumah sakit, jika tidak terjadi sesuatu.”Wajah penuh yakin Sam saat menatap Baswara membuat dirinya tidak berkutik. Dengan mata beralih pandang, Baswara pun mulai menceritakan kejadian yang terjadi tadi malam.***Seorang pria dewasa datang menghampiri Soga dan Baswara. Berbaju rapi bak eksekutif muda dengan berbalut jas. Melangkah tenang dengan tatapan ramah.“Soga, apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya dengan sedikit berbisik.“Bisakah Yaya memberitahukanku jalan yang tempo hari aku lewati. Aku tidak tahu namanya,” ungkap Soga dengan wajah penuh harap.Tetapi sayang pria i
“Sam, bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Baswara melalui gawainya.Bukannya menjawab, Sam malah tertawa terbahak hingga sulit berhenti. Sedangkan Baswara hanya diam, tidak seperti biasa akan kembali meledek Sam.“Kau sudah menanyakan ini sejam yang lalu, Bas. Apakah kau begitu gerogi untuk bertemu dengan Kana?” tanya Sam dengan begitu yakin.“Andai kau bisa keluar dari rumah sakit dan menemaniku di sini, Sam,” ungkap Baswara dengan nada yang bergetar.“Hahahaha, Baswara Sanjaya. Aku tidak menyangka, dibalik kesempurnaan yang kau miliki. Ada kekurangan yang begitu mempermalukan, terlebih mengingat status playboy-mu di masa lalu.”Wajah Baswara memerah bukan karena marah, melainkan malu akan kejujuran Sam yang begitu mengenal baik dirinya.“Aku harus kembali, sepertinya Kana sudah tiba. Aku harap semua berjalan lancar,” ucap Baswara sebelum memutus panggilannya.Gemuruh mengh
Kana dan Soga dibawa ke sebuah tempat di kota kecil. Mereka melakukan perjalanan delapan jam lamanya. Menelusuri jalan sempit dengan banyak pohon tinggi di sekitaran. Jalanan yang menanjak dan udara yang sejuk seperti menuju puncak.“Bas, kita mau ke mana?” tanya Nesa yang merasa bingung akan jalan yang tengah mereka tuju.“Ke rumah kita,” sahut Baswara dengan senyuman.“Rumah kita? Maksudnya kamu beli rumah baru untuk kita?” tanya Kana yang merasa tak mengerti akan maksud ucapan Baswara.“Daddy ingin beri kejutan loh, Bun. Iya kan Dad?” sahut Soga yang kini mulai menikmati perjalanan. Bibirnya terus tersenyum. Sesekali ia membuka kaca jendela dan membiarkan angin menyapu lembut rambut merahnya.“Soga apa kamu siap?” tanya Baswara.“Oke, Dad.”Mobil pun berhenti di te
Baswara tak sadarkan diri. Ia pun kini terbaring lemas di atas ranjang. Tertidur dengan wajah memucat dan pipi memerah. Bingung, Kana meminta dokter pribadi keluarga Soga untuk datang memeriksakan Baswara.“Semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah yang berarti. Suhu tubuhnya pun normal, begitu pula dengan tekanan darahnya. Saya rasa Tuan Baswara hanya sedang kejang otot saat berenang. Yang kemungkinan karena tidak melakukan pemanasan sebelumnya,” jelas Dokter yang kemudian memberikan obat lalu permisi pulang.“Dad, rencana kita berhasil,” bisik Soga yang sedari tadi berdiri di samping Baswara. Sedangkan kana keluar kamar untuk mengantarkan dokter pulang.Baswara mengedipkan matanya. Lalu keduanya kembali berakting saat Kana memasuki kamar.“Soga ambilkan air hangat ya untuk Bunda,” ucap Soga yang dengan sengaja meninggalkan Baswara dan Kana berdua. Tak lupa ia me
Hari-hari dilalui dengan senyuman dan kebahagiaan. Kana tak menyangka kehdarian Baswara di rumah mereka mberhasil menyempurnakan hidup mereka. Pagi ini Kana telat bangun, betapa kagetnya ia saat melihat ke arah jam dinding.“Telat!” gumam Kana yang segera melompat dari tempat tidur. Ia merasa bingung sendiri harus ngapain. Terlebih Baswara sudah tak lagi ada di atas ranjang.“Tenang, tenangkan dirimu Kana. Basuh wajah dan ke dapur. Oke!” ucapnya yang kemudian lari ke kamar mandi.Kini Kana terduduk di depan cermin. Matanya terlihat sendu menatap wajahnya. Berulang kali jemarinya menyentuh bagian pipi dan mata.“Pucat banget yah, sembab gitu matanya. Apa aku pakai make up aja? Tapi aku enggak biasa pakai begituan. Aku ... ah, udah ah. Begini aja,” gumam Kana yang kemudian pergi meninggalkan kamar.Kakinya melangkah membawa menuju dapur, te
“Pagi sayang,” sapa Baswara yang kini tersenyum menatap wajah Kana.“Udah jam berapa?” tanya Kana yang seketika kaget melihat Baswara sudah mengenakan kemeja rapi.“Kamu bobok aja. Aku harus melakukan panggilan video ke klien. Jadi aku harus mengenakan kemeja yang rapi kan?” ucap Baswara.Kana hanya bisa tersenyum geli melihat keadaan Baswara saat ini. Mengenakan kemeja dengan celana olahraga di bawahnya. Kana hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah Baswara.“Jam empat?” gumam Kana yang tak menyangka bahwa ini masih pagi buta.“Yah, maaf kalau ganggu tidur kamu,” ucap Baswara yang kini kembali membuka kemejanya. Ia pun menaiki ranjang dan kembali berbaring. Tangannya memeluk manja tubuh Kana dengan kepala yang bersanda menyentuh lengan Kana.“Aku masih ingin tidur,” sambungnya setela
Tiada hari tanpa kemesraan dan kini Kana mulai terbiasa dengan hal ini. Tak hanya melakukannya di kamar, bahkan kini mereka berani melakukannya di banyak tempat. Seperti yang terjadi saat ini.Kana yang tengah asik duduk di taman pun dikejutkan akan kedatangan Baswara. Ia hadir membawa nampan berisi buah dan segelas jus jeruk. Bak pelayan yang sedang melayani putri raja, Baswara merundukkan badan untuk menyerahkan nampan.Seakan memainkan peran, Kana pun dengan angkuhnya berucap, “Sulangi saya!”Baswara pun tersenyum. Ia meletakkan nampan dan duduk di samping Kana. Tangan kanannnya siap hendak menyulangkan. Namun, bukannya mengangakan mulut. Kana justru kembali berlakon. Ia menunjuk ke arah lantai seraya berkata, “Enggak ada pelayan yang duduk sebangku dengan tuan putri!”“Ba, baik, Tuan putri,” ucap Baswara yang kini bangkit dan bersiap hendak berdiri dengan kedua
Kana masih tidak menyangka ia telah menikah dengan Baswara. Hampir setiap malam ia tidak merasa tenang. Tidur dengan Baswara masih terasa asing untuk dirinya. Ia berulang kali menatap diri di cermin dengan jutaan perasaan yang bercampur aduk.“Kok aku jadi begini? Kenapa enggak bisa bersikap biasa aja?” gumamnya yang terus merasa ada sesuatu yang kurang dari wajahnya.Kembali teringat akan pembicaraan mereka di malam pertama. Saat itu Kana terlihat tak siap untuk tidur bersama Baswara. Sikapnya yang menjaga jarak dengan pria membuat ia bingung sendiri. Namun, ia sangat bersyukur karena Baswara sangat mengerti dirinya.“Kamu malu?” tanya Baswara sembari menatap genit Kana.“Ah, kamu udah makan?” tanya Kana mengalihkan pembicaraan.“Aku belum selera. Tapi aku mau makan yang ada di sini,” ledek Baswara. Ia semakin senang menggoda Kana
“Aku mengirim seseorang untuk bekerja di sana. Ia orang yang cerdas. Dengan mudah ia bisa mengetahui semua informasi tentang perusahaan. Membaca kinerja dan cara kerja mereka. Dari dia pula, aku tahu kamu dipaksa menikah dengan Arya.”“Kenapa kamu diam aja? Apa kamu mau aku menikah dengan Arya?” ungkap Kana kesal. Ternyata selama ia terjepit keadaan, Baswara mengetahui dan memilih diam. Betapa kesalnya ia. Padahal ia begitu berharap akan kedatangan Baswara untuk membantunya.“Jangan begitu, wajah itu membuat aku ingin menciummu lagi dan lagi,” ucap Baswara dengan tangan menyentuh dagu Kana.Wajah cemberut Kana pun seketika berubah menjadi malu. Pipinya memerah, entah sejak kapan Baswara menjadi lembut dan perhatian begini. Hingga membuat Kana bertanya-tanya dalam hati, “Ini Baswara kan?”“Nah, gitu dong. Kan manis.”Kana
Mulai terbiasa disentuh Baswara. Kini Kana tak lagi malu jika bermanja di rumah. Bahkan di setiap saat, keduanya terus lengket seperti perangko. Duduk di ruang tengah sambil membaca majalah, Baswara senang menjadikan paha Kana sebagai bantal. Begitu pula saat di taman, Baswara yang duduk bersandar pada bangku membiarkan lengannya menjadi sandaran Kana.Kebahagiaan yang Kana rasa ternyata juga dirasakan penghuni rumah lainnya. Mereka pun mulai mengatakan apa yang mereka ketahui tentang Arya.“Bun, maaf ya, Bun. Maaf banget. Sebenernya ...”Si Mbok pun membuka cerita. Ia berulang kali mendengar Arya menghubungi seseorang dan membahas harta yang akan didapatkan Soga. Arya berniat merubah jumlah itu dan membiarkan ia mendapat jatah cukup banyak setelah menjadi orang tua asuh Soga.“Kenapa Mbok baru cerita sekarang?” tanya Kana dengan nada sedikit kecewa. Meskipun begitu, ia tidak
Baswara memutuskan untuk tinggal di rumah Soga. Mengawali hari yang baru di sana. Sebagai keluarga, Soga sudah menerima Baswara sepernuh hatinya. Bahkan mereka begitu dekat dan kerap menghabiskan waktu bersama. Membuat Kana geleng-geleng kepala melihatnya.“Bun, Soga berangkat dulu yah!” ucapnya sembari memberi kecupan pada Kana. Lalu berjalan mendekati Baswara melayangkan tinju yang kemudian dibalas dengan tinju Baswara. Lalu tersenyum dan melambaikan tangan seraya berkata, “Bye, Dad!”Terperangah, Kana merasa tak salah mendengar. Hingga ia pun mendekati Baswara yang sedang duduk di meja makan.“Daddy? Soga panggil kamu Daddy?” tanya Kana dengan wajah polos dan lugunya.“Kamu salah dengar kali,” jawab Baswara dengan cueknya.“Enggak kok. Aku dengar jelas tadi dia bilang ‘bye,dad’.”&ldqu