Baswara menatap bingung, ia tidak merasa mengenalnya. Tatapan bingung Baswara membuat si anak semakin kesal hingga berteriak kencang dihadapannya.
“Hei!” ucapnya sambil menepuk kuat meja Baswara. “Aku sedang berbicara denganmu!”
“Bisakah kamu bersikap lembut, bocah kecil,” ucap Baswara dengan tatapan penuh kebencian.
“Kau harus bertanggung jawab! Kau pikir nyawa seseorang itu mainan?!” ucap Si bocah yang semakin membuat Baswara kesal. Namun, Baswara masih bisa menjaga sikapnya dengan baik meskipun nyaris terpancing.
“Sepertinya kau salah orang, Nak!” ucap Baswara yang kemudian hendak bangkit dengan kopi di tangannya.
“Kau pikir, kau manusia paling kaya, hah? Uangmu tidak dapat membeli nyawa seseorang!” teriak bocah itu kembali, membuat langkah Baswara terhenti seketika. Sambil menatap tajam dengan dahi mengernyit Baswara meletakkan kopi dengan kasar di atas meja hingga berceceran.
“Apa maksudmu?”
Seorang pria berumur terlihat melihat kesekitaran. Tatapannya terhenti kala melihat keberadaan Baswara. Dengan segera ia melangkah cepat dan mendekati bocah kecil yang tidak lain merupakan majikannya.
“Tuan muda Soga, apa yang anda lakukan di sini?” tanya pria itu sambil terduduk memegang erat kedua bahu tangan Soga.
“Aku harus memperingati pria ini. Dia pelaku tabrak lari tadi. Aku ingat betul plat dan wajah pengemudinya,” jelas Soga dengan tatapn kebencian sembari menunjuk ke arah Baswara.
Baswara terdiam, ia masih merasa bingung akan tuduhan yang dilayangkan kepadanya. Ia tidak merasa pernah melakukan itu, namun plat nomor yang anak itu sebutkan benar menunjukkan plat milik mobilnya.
“Maafkan kami,” ucap si pria tua yang kemudian meminta Soga untuk ikut dengannya. Namun, Soga meronta-ronta, enggan pergi sebelum menyelesaikan keinginannya. Sambil terus menggerak-gerakkan badannya, Soga pun berteriak, “Ingat! Aku akan menuntutmu. Kau harus bertanggung. Aku akan memanggil pengacaraku untuk memasukkanmu ke penjara. Ingat omonganku. Soga, ingat namaku!” teriak Soga yang perlahan kian menjauh dari Baswara.
Merasa malu karena menjadi tontonan, Baswara pun pergi meninggalkan kantin. Langkahnya melunglai dengan pikiran yang terus bercabang. Hatinya merasa ragu, dalam hati ia berbisik, “Tidak mungkin anak itu sembarang menuduhku, terlebih saat melihat tatapan seriusnya. Namun, aku tidak mengerti akan apa yang ia katakan. Aku tidak merasa menabrak siapapun. Jika ada, itu kejadian tempo hari dengan Alea sebagai korbannya.”
Seketika pikiran Baswara kembali teringat akan sosok Alea yang masih berada di apartemennya. Wajahnya terlihat kacau dengan urat berurat yang timbul disekitaran dahi. Wajahnya memerah dengan kepala yang terasa begitu panas. Lelah dan penat yang ia rasakan ditengah kejadian demi kejadian yang harus ia hadapi.
Langkahnya terhenti tepat di depan ruangan Sam. Dari balik kaca pintu, ia melihat Sam masih terbaring dengan mata terpejam. Tidak ingin mengganggu, Baswara memilih duduk di kursi panjang yang berada di samping pintu. Duduk merunduk dengan kedua tangan menggenggam erat rambut hitamnya.
“Tuan, Tuan Baswara,” panggil seorang perawat.
Baswara menengadahkan wajahnya dan berusaha kembali bersikap tenang dengan memperlihatkan senyumannya.
“Tuan diminta menemui Dokter sekarang!” ucap si perawat yang kemudian membawa Baswara memasuki ruang dokter.
***
Dering gawai Baswara berbunyi, membuatnya terbangun dan tersadar. Entah sejak kapan dia tertidur di atas sofa ruangan Sam berada. Gawai terus berdering, terlihat nama Sanjaya tertulis di sana. Bukannya mengangkat panggilan masuk, Baswara memilih menon aktifkan gawainya lalu kembali memejamkan mata.“Kenapa tidak diangkat? Apakah itu dari Tuan Sanjaya?” tanya Sam yang ternyata sudah terbangun sedari tadi.
Kedua mata Baswara terbelalak dan menatap Sam dengan senangnya. Tersenyum dan melangkah mendekati Sam yang masih terlihat lemah.
“Bagaimana keadaanmu Sam? Apakah kau merasa sakit dibagian tertentu?” tanya Baswara dengan tatapan hawatir.
Sam menggeleng sambil tersenyum.
“Maafkan aku, Bas. Aku lupa mengabarimu bahwa aku sakit,” jelas Sam dengan wajah yang terlihat pucat.
“Tidak mengapa, aku akan memindahkanmu ke rumah sakit lain Sam. Kau sebaiknya beristirahat dengan tenang selama perawatan. Sepertinya kau terlalu lelah bekerja belakangan ini,” ungkap Baswara dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Entah apa yang ia dengar dari penjelasan dokter, namun yang pasti ia begitu merasa sedih sekaligus takut kehilangan.
“Aku sudah lebih baik, hanya tinggal lemasnya saja. Mungkin lusa aku sudah bisa kembali bekerja,” jawab Sam yang kini mencoba duduk namun kesulitan.
“Berbaringlah Sam! Jangan memaksakan diri. Aku tidak ingin terjadi hal buruk pada dirimu. Lebih baik memberikanmu liburan selama sebulan daripada ...,” ucapan Baswara terhenti, nada suaranya terdengar bergetar seperti menahan tangis. Sikap aneh Baswara membuat Sam bingung, hingga membuatnya menatap curiga.
“Ada tugas penting yang akan kamu selesaikan. Maka dari itu, aku harap kamu bisa pulih segera,” ucap Baswara yang berlagak tegas, berdiri menatap penuh tekanan ke arah Sam.
Wajah Sam terlihat kecut mendengar ucapan Baswara, namun Baswara merasa senang karena berhasil menutupi kegelisahan hatinya.
“Beristirahatlah, Sam! Besok kita akan pindah rumah sakit. Aku harus kembali pulang, ada pertemuan esok pagi!” ucap Baswara dengan wajah meledek.
“Yah, berhati-hatilah di jalan. Jangan sampai kau memakan korban lagi,” ucap Sam yang terlihat meledek Baswara kembali.
Bukannya jengkel, Baswara justru terdiam di sepanjang jalan. Ucapan Sam kembali membawa Baswara mengingat Soga.
“Soga, nama yang unik. Pemberani dan memiliki ingatan yang kuat. Dia terlihat hebat seperti prajurit muda. Namun sayang, aku masih tidak memahami apa yang ia omongkan.”
Baswara terus melaju menuju rumahnya. Saat melewati taman, ia kembali mengingat sosok gadis yang begitu mirip dengan Kana.
“Aku merindukanmu Kana, terlalu banyak yang harus aku kerjakan. Semua yang terjadi seakan menjadi pertanda bahwa kita akan sulit bertemu. Namun, aku yakin akan segera menemukanmu. Waktu berjalan begitu cepat, hanya tersisa lima bulan mendekati usia tiga puluh,” gumam Baswara dengan raut wajah lelah bercampur penat.
Mobil mewah bewarna merah telah memasuki garasi rumah. Baswara berjalan lambat memasuki rumah sambil melonggarkan dasinya. Bukannya masuk melalui pintu utama, Baswara justru melangkah melalui pintu kecil yang sering digunakan para pekerjanya. Tatapan mata mereka terlihat bingung akan keberadaan Baswara yang terlihat melewati ruangan mereka. Namun, Baswara mengabaikan dan terus saja melangkah menuju kamarnya.
Sebuah suara terdengar, diikuti tawa yang menggelegar. Ternyata itu suara ayahnya yang sedang berbincang melalui gawainya. Seakan memiliki firasat, Baswara memilih berhenti sejenak untuk menguping pembicaraan mereka.
“Yah, Baswara bisa dengan mudah mengembangkan bisnis kita. Begitu pula Jane yang sangat baik dalam menganalisa perkembangan. Jika keduanya bersama, maka kita bisa menguasai perekonomian dunia. Akan ada banyak perusahaan kecil yang bernaung dibawah kekuasaan kita. Sebuah ide yang baik Tuan Mark,” ucap Sanjaya dengan nada bangga.
Wajah Baswara seketika memerah, tangannya mengepal penuh kebencian. Dadanya bergerk cepat naik turun, napas berderu dengan gejolak amarah.
Sam terbujur kaku di atas ranjang, berbalut baju serba putih dan dikelilingi banyak bunga. Tertidur begitu lelap dengan kulit yang memutih bak kapas. Tiada tanda-tanda kehidupan, terbaring tenang menunggu penguburan.“Bas, Baswara,” panggil seorang wanita dengan nada yang lembut. Membuat Baswara tersadar akan lamunan dan pikiran buruknya.“Meeting akan segera dimulai,” sambungnya.Ternyata Jane datang untuk memanggil Baswara yang sedari tadi terlihat melamun di balkon hotel.“Ya,” jawab Baswara yang kemudian berbalik badan dan mengikuti langkah Jane.Terlihat jelas tubuh Jane melenggok dihadapannya. Tubuh tinggi berbalut pakaian yang indah berhasil menyempurnakan penampilan Jane. Tidak hanya itu, aroma parfum yang khas serta kecerdasannya saat pertemuan cukup berkarisma meskipun belum bisa mengalahi kekuatan karisma Baswara.“Maaf Jane. Mungkin kamu memiliki banyak hal yang begitu diinginkan wanita.
Resto mewah dengan ukiran disetiap dinding dan tiangnya. Deretan patung besar berdiri seakan menyambut tamu yang datang. Aroma lavender dan suara genggong menyempurnakan keindahannya. Resto dengan desain bali ini menjadi tempat istimewa dan kerap dikunjungi banyak pelancong. Terutama mereka yang berasal dari luar negeri, mengaku merasa nyaman saat berada di dalamnya. Tidak heran jika Sanjaya memilih tempat ini untuk mengadakan makan malam. Ruang VIP sudah dipesan dan kini Baswara terlihat duduk di sana.“Hai Bas!” sapa Jane yang terlihat hadir seorang diri. Bergaun indah dan terbuka dibagian atas. Terlihat anggun dengan balutan warna putih, terlihat senada dengan keadaan resto.“Hai,” jawab Baswara yang kemudian melirik ke sisi belakang Jane seakan tengah mencari seseorang.“Daddy akan datang terlambat, begitu pula dengan Tuan Sanjaya,” jelas Jane yang begitu peka akan sikap Baswara.“Oke,” jawab Baswara ten
“Bas, Baswara, mengapa kau termenung?” tanya Sam membuyarkan lamunan Baswara yang sedari tadi terduduk menatap lantai.“Ah, ya, maksudku tidak,” ucap Baswara dengan salah tingkah.“Aku yakin ada sesuatu yang terjadi. Tidak mungkin seorang Baswara rela bangun begitu pagi dan mengunjungiku ke rumah sakit, jika tidak terjadi sesuatu.”Wajah penuh yakin Sam saat menatap Baswara membuat dirinya tidak berkutik. Dengan mata beralih pandang, Baswara pun mulai menceritakan kejadian yang terjadi tadi malam.***Seorang pria dewasa datang menghampiri Soga dan Baswara. Berbaju rapi bak eksekutif muda dengan berbalut jas. Melangkah tenang dengan tatapan ramah.“Soga, apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya dengan sedikit berbisik.“Bisakah Yaya memberitahukanku jalan yang tempo hari aku lewati. Aku tidak tahu namanya,” ungkap Soga dengan wajah penuh harap.Tetapi sayang pria i
“Sam, bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Baswara melalui gawainya.Bukannya menjawab, Sam malah tertawa terbahak hingga sulit berhenti. Sedangkan Baswara hanya diam, tidak seperti biasa akan kembali meledek Sam.“Kau sudah menanyakan ini sejam yang lalu, Bas. Apakah kau begitu gerogi untuk bertemu dengan Kana?” tanya Sam dengan begitu yakin.“Andai kau bisa keluar dari rumah sakit dan menemaniku di sini, Sam,” ungkap Baswara dengan nada yang bergetar.“Hahahaha, Baswara Sanjaya. Aku tidak menyangka, dibalik kesempurnaan yang kau miliki. Ada kekurangan yang begitu mempermalukan, terlebih mengingat status playboy-mu di masa lalu.”Wajah Baswara memerah bukan karena marah, melainkan malu akan kejujuran Sam yang begitu mengenal baik dirinya.“Aku harus kembali, sepertinya Kana sudah tiba. Aku harap semua berjalan lancar,” ucap Baswara sebelum memutus panggilannya.Gemuruh mengh
“Soga, mengapa kamu berkata begitu?” tanya Kana dengan wajah bingung sembari menatap ke arah Baswara dan Soga bergantian.“Bunda, dia pria yang sempat aku ceritakan kemarin,” jelas Soga dengan sedikit merengek.Kana terdiam dan mencoba mengingat, sedangkan Baswara menatap kaku setelah mendengar Soga memanggil Kana dengan sebutan Bunda.“Bunda? Jangan bilang kalau bocah ini adalah anak dari Kana,” gumam Baswara dengan rasa nyeri dihatinya.Begitu pula Kana yang kini menatap balik ke arah Baswara, sepertinya ia merasa tidak yakin bahwa sosok yang diceritakan Soga tempo hari adalah Baswara.“Sepertinya terjadi kesalah pahaman,” ucap Baswara yang mencoba mencairkan suasana.“Kana, Soga, ayo kita pulang!” ajak seorang pria dengan tatapan penuh kasih.Belum lagi Baswara bisa mengontrol hatinya, pria itu datang dan menambah ketegangan.“Bukankah anda yang kemarin tempo
Baswara tiba di apartemen dan menemui petugas apartemen yang merupakan orang suruhannya. Keduanya telah membuat janji bertemu di area parkir. “Informasi apa yang ingin kau katakan padaku?” tanya Baswara dengan wajah yang begitu ketat. Sangkin ketatnya, cukup membuat si petugas apartemen menjadi gugup dan sedikit takut. “Begini Tuan, saya memperhatikan bahwa ada dua orang pria yang sering mengunjungi apartemen anda. Salah satu dari mereka tidak pernah lagi terlihat datang,” jelasnya dengan wajah serius. “Pria yang kau maksud, ini bukan?” tanya Baswara sambil menunjukkan wajah Sam yang ada di layar gawainya. Kedua mata si petugas terbelalak, ia menatap takjub ke arah Baswara sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia tidak menyangka, Baswara memiliki foto pria yang ia maksud. “Namun, masih ada satu orang pria lain yang juga sering berkunjung kemari. Dia selalu mengenakan baju kaos dan topi hitam lengkap dengan maskernya. Saya berusaha memperhatik
Bel apartemen berbunyi, dengan segera perawat itu bangkit dan membukakan pintu. Kedua matanya terlihat memerah, masih dengan tubuh gemetar ia menyambut kedatangan Alea.“Ada apa?” tanya Alea dengan wajah bingung.“Baswara mencarimu, ia menekanku akan kepergianmu yang tanpa pengawasanku,” jelas perawat itu sambil menyeka air matanya.“Tenang saja, biar aku yang menghadapinya!” ucap Alea dengan langkah mantap menuju ruang tengah.“Apakah anda sudah lama datang dan ... apakah anda datang untuk menemuiku?” tanya Alea dengan raut wajah tidak merasa bersalah.“Tidak, aku datang untuk menemui perawatmu. Aku ingin tahu seperti apa perkembanganmu. Sebagai pelaku, bukankah ini merupakan hal yang wajar untuk aku lakukan?” tanya Baswara dengan lantangnya. Matanya terus menatap tajam keseluruh sikap tubuh Alea.“Kau sedikit berbeda hari ini, Alea. Kau tidak lagi bersikap lugu dan mal
Sam disambut hangat oleh banyak karyawan. Ternyata ketidakhadirannya selama ini cukup dinanti banyak orang. Meskipun dirinya tidak setampan dan berkarisma seperti Baswara, namun sikap lembut dan senyumnya yang ramah selalu berhasil menyegarkan penat pagi karyawati di sana.“Pak Sam! Saya tidak menyangka anda sudah bisa kembali hadir. Di mana Tuan Baswara? Mengapa anda datang seorang diri?” tanya gadis tinggi yang tidak lain sekretarisnya sendiri.“Tuan Baswara mungkin akan datang terlambat. Apakah semua berjalan dengan lancar?” tanya Sam dengan tatapan meledek.“Jika boleh berkata jujur, saya merasa takut dan cemas selama melayani Tuan Baswara. Saya harap, Bapak selalu dalam keadaan sehat. Sepertinya hanya Bapak yang paling baik dalam mengurusi semua kebutuhan Tuan Baswara,” ungkap gadis itu dengan wajah sedikit cemberut.Sam hanya tersenyum, kini ia telah tiba di ruangan kerjanya. Sepuluh hari berada di rumah sakit mem
Kana dan Soga dibawa ke sebuah tempat di kota kecil. Mereka melakukan perjalanan delapan jam lamanya. Menelusuri jalan sempit dengan banyak pohon tinggi di sekitaran. Jalanan yang menanjak dan udara yang sejuk seperti menuju puncak.“Bas, kita mau ke mana?” tanya Nesa yang merasa bingung akan jalan yang tengah mereka tuju.“Ke rumah kita,” sahut Baswara dengan senyuman.“Rumah kita? Maksudnya kamu beli rumah baru untuk kita?” tanya Kana yang merasa tak mengerti akan maksud ucapan Baswara.“Daddy ingin beri kejutan loh, Bun. Iya kan Dad?” sahut Soga yang kini mulai menikmati perjalanan. Bibirnya terus tersenyum. Sesekali ia membuka kaca jendela dan membiarkan angin menyapu lembut rambut merahnya.“Soga apa kamu siap?” tanya Baswara.“Oke, Dad.”Mobil pun berhenti di te
Baswara tak sadarkan diri. Ia pun kini terbaring lemas di atas ranjang. Tertidur dengan wajah memucat dan pipi memerah. Bingung, Kana meminta dokter pribadi keluarga Soga untuk datang memeriksakan Baswara.“Semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah yang berarti. Suhu tubuhnya pun normal, begitu pula dengan tekanan darahnya. Saya rasa Tuan Baswara hanya sedang kejang otot saat berenang. Yang kemungkinan karena tidak melakukan pemanasan sebelumnya,” jelas Dokter yang kemudian memberikan obat lalu permisi pulang.“Dad, rencana kita berhasil,” bisik Soga yang sedari tadi berdiri di samping Baswara. Sedangkan kana keluar kamar untuk mengantarkan dokter pulang.Baswara mengedipkan matanya. Lalu keduanya kembali berakting saat Kana memasuki kamar.“Soga ambilkan air hangat ya untuk Bunda,” ucap Soga yang dengan sengaja meninggalkan Baswara dan Kana berdua. Tak lupa ia me
Hari-hari dilalui dengan senyuman dan kebahagiaan. Kana tak menyangka kehdarian Baswara di rumah mereka mberhasil menyempurnakan hidup mereka. Pagi ini Kana telat bangun, betapa kagetnya ia saat melihat ke arah jam dinding.“Telat!” gumam Kana yang segera melompat dari tempat tidur. Ia merasa bingung sendiri harus ngapain. Terlebih Baswara sudah tak lagi ada di atas ranjang.“Tenang, tenangkan dirimu Kana. Basuh wajah dan ke dapur. Oke!” ucapnya yang kemudian lari ke kamar mandi.Kini Kana terduduk di depan cermin. Matanya terlihat sendu menatap wajahnya. Berulang kali jemarinya menyentuh bagian pipi dan mata.“Pucat banget yah, sembab gitu matanya. Apa aku pakai make up aja? Tapi aku enggak biasa pakai begituan. Aku ... ah, udah ah. Begini aja,” gumam Kana yang kemudian pergi meninggalkan kamar.Kakinya melangkah membawa menuju dapur, te
“Pagi sayang,” sapa Baswara yang kini tersenyum menatap wajah Kana.“Udah jam berapa?” tanya Kana yang seketika kaget melihat Baswara sudah mengenakan kemeja rapi.“Kamu bobok aja. Aku harus melakukan panggilan video ke klien. Jadi aku harus mengenakan kemeja yang rapi kan?” ucap Baswara.Kana hanya bisa tersenyum geli melihat keadaan Baswara saat ini. Mengenakan kemeja dengan celana olahraga di bawahnya. Kana hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah Baswara.“Jam empat?” gumam Kana yang tak menyangka bahwa ini masih pagi buta.“Yah, maaf kalau ganggu tidur kamu,” ucap Baswara yang kini kembali membuka kemejanya. Ia pun menaiki ranjang dan kembali berbaring. Tangannya memeluk manja tubuh Kana dengan kepala yang bersanda menyentuh lengan Kana.“Aku masih ingin tidur,” sambungnya setela
Tiada hari tanpa kemesraan dan kini Kana mulai terbiasa dengan hal ini. Tak hanya melakukannya di kamar, bahkan kini mereka berani melakukannya di banyak tempat. Seperti yang terjadi saat ini.Kana yang tengah asik duduk di taman pun dikejutkan akan kedatangan Baswara. Ia hadir membawa nampan berisi buah dan segelas jus jeruk. Bak pelayan yang sedang melayani putri raja, Baswara merundukkan badan untuk menyerahkan nampan.Seakan memainkan peran, Kana pun dengan angkuhnya berucap, “Sulangi saya!”Baswara pun tersenyum. Ia meletakkan nampan dan duduk di samping Kana. Tangan kanannnya siap hendak menyulangkan. Namun, bukannya mengangakan mulut. Kana justru kembali berlakon. Ia menunjuk ke arah lantai seraya berkata, “Enggak ada pelayan yang duduk sebangku dengan tuan putri!”“Ba, baik, Tuan putri,” ucap Baswara yang kini bangkit dan bersiap hendak berdiri dengan kedua
Kana masih tidak menyangka ia telah menikah dengan Baswara. Hampir setiap malam ia tidak merasa tenang. Tidur dengan Baswara masih terasa asing untuk dirinya. Ia berulang kali menatap diri di cermin dengan jutaan perasaan yang bercampur aduk.“Kok aku jadi begini? Kenapa enggak bisa bersikap biasa aja?” gumamnya yang terus merasa ada sesuatu yang kurang dari wajahnya.Kembali teringat akan pembicaraan mereka di malam pertama. Saat itu Kana terlihat tak siap untuk tidur bersama Baswara. Sikapnya yang menjaga jarak dengan pria membuat ia bingung sendiri. Namun, ia sangat bersyukur karena Baswara sangat mengerti dirinya.“Kamu malu?” tanya Baswara sembari menatap genit Kana.“Ah, kamu udah makan?” tanya Kana mengalihkan pembicaraan.“Aku belum selera. Tapi aku mau makan yang ada di sini,” ledek Baswara. Ia semakin senang menggoda Kana
“Aku mengirim seseorang untuk bekerja di sana. Ia orang yang cerdas. Dengan mudah ia bisa mengetahui semua informasi tentang perusahaan. Membaca kinerja dan cara kerja mereka. Dari dia pula, aku tahu kamu dipaksa menikah dengan Arya.”“Kenapa kamu diam aja? Apa kamu mau aku menikah dengan Arya?” ungkap Kana kesal. Ternyata selama ia terjepit keadaan, Baswara mengetahui dan memilih diam. Betapa kesalnya ia. Padahal ia begitu berharap akan kedatangan Baswara untuk membantunya.“Jangan begitu, wajah itu membuat aku ingin menciummu lagi dan lagi,” ucap Baswara dengan tangan menyentuh dagu Kana.Wajah cemberut Kana pun seketika berubah menjadi malu. Pipinya memerah, entah sejak kapan Baswara menjadi lembut dan perhatian begini. Hingga membuat Kana bertanya-tanya dalam hati, “Ini Baswara kan?”“Nah, gitu dong. Kan manis.”Kana
Mulai terbiasa disentuh Baswara. Kini Kana tak lagi malu jika bermanja di rumah. Bahkan di setiap saat, keduanya terus lengket seperti perangko. Duduk di ruang tengah sambil membaca majalah, Baswara senang menjadikan paha Kana sebagai bantal. Begitu pula saat di taman, Baswara yang duduk bersandar pada bangku membiarkan lengannya menjadi sandaran Kana.Kebahagiaan yang Kana rasa ternyata juga dirasakan penghuni rumah lainnya. Mereka pun mulai mengatakan apa yang mereka ketahui tentang Arya.“Bun, maaf ya, Bun. Maaf banget. Sebenernya ...”Si Mbok pun membuka cerita. Ia berulang kali mendengar Arya menghubungi seseorang dan membahas harta yang akan didapatkan Soga. Arya berniat merubah jumlah itu dan membiarkan ia mendapat jatah cukup banyak setelah menjadi orang tua asuh Soga.“Kenapa Mbok baru cerita sekarang?” tanya Kana dengan nada sedikit kecewa. Meskipun begitu, ia tidak
Baswara memutuskan untuk tinggal di rumah Soga. Mengawali hari yang baru di sana. Sebagai keluarga, Soga sudah menerima Baswara sepernuh hatinya. Bahkan mereka begitu dekat dan kerap menghabiskan waktu bersama. Membuat Kana geleng-geleng kepala melihatnya.“Bun, Soga berangkat dulu yah!” ucapnya sembari memberi kecupan pada Kana. Lalu berjalan mendekati Baswara melayangkan tinju yang kemudian dibalas dengan tinju Baswara. Lalu tersenyum dan melambaikan tangan seraya berkata, “Bye, Dad!”Terperangah, Kana merasa tak salah mendengar. Hingga ia pun mendekati Baswara yang sedang duduk di meja makan.“Daddy? Soga panggil kamu Daddy?” tanya Kana dengan wajah polos dan lugunya.“Kamu salah dengar kali,” jawab Baswara dengan cueknya.“Enggak kok. Aku dengar jelas tadi dia bilang ‘bye,dad’.”&ldqu