“Bas, Baswara, mengapa kau termenung?” tanya Sam membuyarkan lamunan Baswara yang sedari tadi terduduk menatap lantai.
“Ah, ya, maksudku tidak,” ucap Baswara dengan salah tingkah.
“Aku yakin ada sesuatu yang terjadi. Tidak mungkin seorang Baswara rela bangun begitu pagi dan mengunjungiku ke rumah sakit, jika tidak terjadi sesuatu.”
Wajah penuh yakin Sam saat menatap Baswara membuat dirinya tidak berkutik. Dengan mata beralih pandang, Baswara pun mulai menceritakan kejadian yang terjadi tadi malam.
***
Seorang pria dewasa datang menghampiri Soga dan Baswara. Berbaju rapi bak eksekutif muda dengan berbalut jas. Melangkah tenang dengan tatapan ramah.“Soga, apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya dengan sedikit berbisik.
“Bisakah Yaya memberitahukanku jalan yang tempo hari aku lewati. Aku tidak tahu namanya,” ungkap Soga dengan wajah penuh harap.
Tetapi sayang pria itu mengabaikannya. Sambil sedikit merundukkan badan, ia pun berkata, “Perkenalkan, saya Arya. Maaf, jika Soga mengganggu anda. Saya izin pamit,” ungkapnya sembari memaksa Soga meninggalkan Baswara.
Perlahan keduanya berjalan melangkah jauh, membuat Baswara merasa lebih tenang dan sedikit merasa lega. Namun, tepat diujung jalan terlihat seorang gadis yang begitu mirip dengan Kana. Seakan terhipnosis, Baswara berdiri lama menatap kosong ke arah yang sama hingga seorang pelayan menegur dan menyadarkannya.
“Benarkah, apa kau yakin, Bas?” tanya Sam dengan kedua mata yang mendelik. Ia tidak menyangka bisa menemukan Kana di kota ini.
“Aku yakin sekali, hanya saja tidak akan terbukti sampai aku benar-benar bertemu dengannya,” ungkap Baswara dengan garis wajah meragu.
“Tunggu apa lagi, Bas? Bukankah selama ini kau mencarinya? Datang dan ajak ia berbincang, utarakan niatan hatimu untuk menikahinya!” Sam terlihat menggebu-gebu dengan ucapannya. Entah mengapa ia merasa senang akan keputusan sahabatnya untuk menikahi Kana. Meskipun Kana terkesan gadis kampung dan culun, namun uang pasti bisa merubah penampilannya menjadi modis, hingga layang bergandengan dengan Baswara. Sedangkan sikap dan kecerdasan Kana sudah lebih baik, bahkan dari kebanyakn wanita yang berada di kota besar.
“Apa kau ingin aku mengajaknya menikah saat pertemuan pertama kami?”
Wajah Baswara terlihat lucu saat bertanya, mimik lugu bak bocah yang kaget berhasil membuat Sam tertawa hingga terbahak-bahak.
“Temui dan berbincanglah, Bas. Aku tidak meminta kau mengajaknya menikah dipertemuan pertama kalian. Apakah kau sebegitu ingin menikahi Kana dalam waktu dekat? Begitu kebeletkah dirimu?” ledek Sam yang dibalas dengan tatapan tidak senang oleh Baswara. Meskipun begitu, Sam tahu kalau Baswara hanya merasa malu dan enggan menunjukkannya.
“Baiklah, aku harus pergi. Tidak ada waktu menjadi badut untuk kesembuhan orang sakit sepertimi,” ucapnya yang dengan segera pergi meninggalkan ruangan. Namun, terlihat jelas bibir Baswara tersenyum begitu lebar hingga melengkung tinggi.
Pertemuan terakhir dengan pihak asing berlanjut di kantor. Dengan segera Baswara meluncur dengan mobil merahnya. Melaju dengan tatapan bangga akan keberhasilan kerja samanya.
Seorang sekretaris mengabarkan kepada Baswara akan tamu yang tengah menunggunya. Merasa seseorang itu Jane dan pihak asing, Baswara dengan penuh percaya diri masuk menuju ruang pertemuan.
Ruangan yang luas terlihat sepi, tidak seperti yang sekretarisnya katakan. AC menyala dengan tiupan angin segar membawa aroma terapi. Keadaan ini menandakan ada seseorang yang datang. Tatapan Baswara terus mengitari setiap bagian ruangan. Hanya ada bangku, meja dan proyektor di sana. Suasana benar-benar hening.
Tetapi, saat Baswara memutuskan untuk keluar ruangan. Terlihat seorang wanita berdiri di depan pintu. Menggunakan gaun di atas lutut dengan tas selempang kecil tergantung rapi.
“Alea, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Baswara dengan tatapan tidak senang.
Kesibukan Baswara mengurus pihak asing beberapa hari ini membuat ia melupakan keberadaan Alea. Meskipun demikian, ia tidak senang jika kedatangan tamu selain rekan bisnisnya. Baginya kantor tempat untuk berbisnis dan tidak ingin mencampur adukkan urusan pribadi di dalamnya.
“Alea? Mengapa kau terus memanggilku dengan nama itu?”
Wajah lugu Alea tidak berhasil membuat Baswara luluh. Dengan tegasnya Baswara berkata, “Kembalilah ke apartemen, aku akan menemuimu di sana!”
Alea hanya terdiam, tubuhnya seakan membatu. Dengan kokohnya ia hanya berdiri sambil merundukkan kepala.
“Pergilah! Jangan sampai aku memanggil sekuriti untuk menunjukkanmu pintu keluar!” ucap Baswara kembali dengan tegasnya.
Tetapi, Alea masih saja bersikeras untuk bertahan dan menunggu Baswara. Membuat Baswara kian kesal dan dengan kasar mendorong tubuh Alea hingga akhirnya tergerak dan kini berada di luar ruangan.
Sungguh sial, Jane, Tuan Mark dan rekannya telah melangkah mendekati ruangan. Namun, gerak cepat Baswara yang segera kembali masuk ke dalam ruangan membuat mereka tidak melihat kejadian yang ada.
“Sialan! Hampir saja aku mempermalukan diriku sendiri,” gumam Baswara yang kini telah duduk tenang setelah merapikan jas yang ia kenakan.
Semua telah berkumpul, tanpa basa basi penandatanganan pun dilakukan. Kedua belah pihak terlihat senang akan jalinan kerja sama yang ada. Sedikit perbincangan terjadi antara Tuan Mark dan Baswara.
“Saya yakin anda sibuk mengurus perusahaan, namun saya sangat menanti kunjungan anda ke perusahaan kami. Ada baiknya, anda melihat langsung perkembangan terjadi di sana.”
Baswara tersenyum dan mengangguk pelan sebagai tanda setuju. Namun, jauh dilubuk hatinya merasa curiga akan keadaan terencana yang mungkin disiapkan saat kedatangannya.
“Sepertinya saya semakin tertarik dengan Indonesia. Begitu pula Jane, hingga kami memutuskan untuk menikmati satu dua hari di sini.”
“Sialan! Jangan bilang aku harus menemani kalian selama berada di sini. Meskipun kalian rekan bisnisku, ini diluar dari program kerja sama,” gumam Baswara sambil menunjukkan senyuman tenang.
Meski tanpa keberadaan Sanjaya, pertemuan berjalan dengan lancar tanpa kendala. Namun, kejadian ini tidak lantas membuat Baswara senang. Karena ia sadar ada hasrat lain diluar hubungan kerja sama bisnis yang diharapkan Tuan Mark dan juga ayahnya.
Kepergian Tuan Mark dan Jane tidak lantas membuat Baswara tenang, karena Alea ternyata masih menunggu di ruang tunggu lainnya. Wajah lugu, duduk sambil menatap ke arah pintu ruangan Baswara membuatnya menjadi semakin kesal.
Dengan langkah tegas Baswara menghampirinya, menarik kasar lengannya dan membawa masuk ke ruangannya. Namun, tepat di persimpangan menuju ruangan Baswara terlihat Jane melangkah mendekatinya. Sikap buruk Baswara berhasil disaksikan Jane dengan mata kepalanya. Membuat Jane terbelalak dengan tatapan tidak menyangka. Namun, kejadian ini dijadikan Baswara kesempatan untuk memberitahukan sisi buruknya, agar Jane tidak melanjutkan ketertarikannya.
Tetapi Baswara salah, Jane dengan senyum nakal menggoda terus melangkah mendekati dirinya. Membuat Baswara dengan segera menjauhkan tangannya dari lengan Alea.
“Ada sesuatu yang tertinggal, bisakah kau menemaniku mengambilnya, Baswara?” tanya Jane dengan nada begitu lembut disertai tatapan nakal.
“Ya, tentu saja.”
Keduanya melangkah masuk menuju ruang pertemuan, meninggalkan Alea sendiri begitu saja. Meja terlihat rapi dan bersih, tidak meninggalkan sesuatu apapun di atasnya.
“Aku yakin, ada sesuatu yang akan Jane lakukan padaku,” bisik Baswara dalam hatinya.
Dugaan Baswara benar. Bukannya mencari sesuatu, Jane malah memilih duduk di atas meja dengan sikap menggoda. Membiarkan sebahagian pahanya terbuka, begitu pula pada bagian dadanya.
“Sam, bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Baswara melalui gawainya.Bukannya menjawab, Sam malah tertawa terbahak hingga sulit berhenti. Sedangkan Baswara hanya diam, tidak seperti biasa akan kembali meledek Sam.“Kau sudah menanyakan ini sejam yang lalu, Bas. Apakah kau begitu gerogi untuk bertemu dengan Kana?” tanya Sam dengan begitu yakin.“Andai kau bisa keluar dari rumah sakit dan menemaniku di sini, Sam,” ungkap Baswara dengan nada yang bergetar.“Hahahaha, Baswara Sanjaya. Aku tidak menyangka, dibalik kesempurnaan yang kau miliki. Ada kekurangan yang begitu mempermalukan, terlebih mengingat status playboy-mu di masa lalu.”Wajah Baswara memerah bukan karena marah, melainkan malu akan kejujuran Sam yang begitu mengenal baik dirinya.“Aku harus kembali, sepertinya Kana sudah tiba. Aku harap semua berjalan lancar,” ucap Baswara sebelum memutus panggilannya.Gemuruh mengh
“Soga, mengapa kamu berkata begitu?” tanya Kana dengan wajah bingung sembari menatap ke arah Baswara dan Soga bergantian.“Bunda, dia pria yang sempat aku ceritakan kemarin,” jelas Soga dengan sedikit merengek.Kana terdiam dan mencoba mengingat, sedangkan Baswara menatap kaku setelah mendengar Soga memanggil Kana dengan sebutan Bunda.“Bunda? Jangan bilang kalau bocah ini adalah anak dari Kana,” gumam Baswara dengan rasa nyeri dihatinya.Begitu pula Kana yang kini menatap balik ke arah Baswara, sepertinya ia merasa tidak yakin bahwa sosok yang diceritakan Soga tempo hari adalah Baswara.“Sepertinya terjadi kesalah pahaman,” ucap Baswara yang mencoba mencairkan suasana.“Kana, Soga, ayo kita pulang!” ajak seorang pria dengan tatapan penuh kasih.Belum lagi Baswara bisa mengontrol hatinya, pria itu datang dan menambah ketegangan.“Bukankah anda yang kemarin tempo
Baswara tiba di apartemen dan menemui petugas apartemen yang merupakan orang suruhannya. Keduanya telah membuat janji bertemu di area parkir. “Informasi apa yang ingin kau katakan padaku?” tanya Baswara dengan wajah yang begitu ketat. Sangkin ketatnya, cukup membuat si petugas apartemen menjadi gugup dan sedikit takut. “Begini Tuan, saya memperhatikan bahwa ada dua orang pria yang sering mengunjungi apartemen anda. Salah satu dari mereka tidak pernah lagi terlihat datang,” jelasnya dengan wajah serius. “Pria yang kau maksud, ini bukan?” tanya Baswara sambil menunjukkan wajah Sam yang ada di layar gawainya. Kedua mata si petugas terbelalak, ia menatap takjub ke arah Baswara sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia tidak menyangka, Baswara memiliki foto pria yang ia maksud. “Namun, masih ada satu orang pria lain yang juga sering berkunjung kemari. Dia selalu mengenakan baju kaos dan topi hitam lengkap dengan maskernya. Saya berusaha memperhatik
Bel apartemen berbunyi, dengan segera perawat itu bangkit dan membukakan pintu. Kedua matanya terlihat memerah, masih dengan tubuh gemetar ia menyambut kedatangan Alea.“Ada apa?” tanya Alea dengan wajah bingung.“Baswara mencarimu, ia menekanku akan kepergianmu yang tanpa pengawasanku,” jelas perawat itu sambil menyeka air matanya.“Tenang saja, biar aku yang menghadapinya!” ucap Alea dengan langkah mantap menuju ruang tengah.“Apakah anda sudah lama datang dan ... apakah anda datang untuk menemuiku?” tanya Alea dengan raut wajah tidak merasa bersalah.“Tidak, aku datang untuk menemui perawatmu. Aku ingin tahu seperti apa perkembanganmu. Sebagai pelaku, bukankah ini merupakan hal yang wajar untuk aku lakukan?” tanya Baswara dengan lantangnya. Matanya terus menatap tajam keseluruh sikap tubuh Alea.“Kau sedikit berbeda hari ini, Alea. Kau tidak lagi bersikap lugu dan mal
Sam disambut hangat oleh banyak karyawan. Ternyata ketidakhadirannya selama ini cukup dinanti banyak orang. Meskipun dirinya tidak setampan dan berkarisma seperti Baswara, namun sikap lembut dan senyumnya yang ramah selalu berhasil menyegarkan penat pagi karyawati di sana.“Pak Sam! Saya tidak menyangka anda sudah bisa kembali hadir. Di mana Tuan Baswara? Mengapa anda datang seorang diri?” tanya gadis tinggi yang tidak lain sekretarisnya sendiri.“Tuan Baswara mungkin akan datang terlambat. Apakah semua berjalan dengan lancar?” tanya Sam dengan tatapan meledek.“Jika boleh berkata jujur, saya merasa takut dan cemas selama melayani Tuan Baswara. Saya harap, Bapak selalu dalam keadaan sehat. Sepertinya hanya Bapak yang paling baik dalam mengurusi semua kebutuhan Tuan Baswara,” ungkap gadis itu dengan wajah sedikit cemberut.Sam hanya tersenyum, kini ia telah tiba di ruangan kerjanya. Sepuluh hari berada di rumah sakit mem
Baswara kini terbaring di atas ranjang dan tertidur begitu lelap, sepertinya suntikan perawat berhasil mengusir rasa sakitnya. Wajahnya sedikit memucat dengan banyak bulir keringat membasahi tubuhnya.Kana hanya bisa duduk memandangi wajah tampan Baswara. Rasa hawatir yang begitu berlebihan terekam jelas di wajahnya.“Bunda, mengapa Bunda memasang wajah seperti itu?” tanya Soga yang ternyata sedari tadi terus memperhatikan wajah Kana.Kana hanya tersenyum, menggelengkan kepala sambil mengelus lembut rambut Soga.“Apakah dia pria baik? Mengapa Bunda terlihat begitu hawatir?” tanyanya kembali yang seakan tidak puas akan jawaban Kana.“Ya, dia pria yang baik, sayang.”Soga terdiam, matanya memandang tajam ke arah Kana. Sepertinya ia menyadari suatu hal, namun ia tidak yakin akan apa yang ia rasa.“Mengapa kau memandangku seperti itu?” tanya Kana yang kini justru memperlihatkan wajah bingung
Baswara masih terbaring dengan kedua mata terpejam. Namun, bibirnya melengkung tanda bahagia. Tidak hanya itu, bahkan kedua pipinya terlihat merona saat ini.“Apakah kau tahu apa yang ia lakukan selama aku pingsan?” tanya Baswara yang sepertinya sedang menghadirkan bayangan Kana dalam ingatannya.“Tidak, aku tidak tahu,” ungkap Sam dengan tenangnya.“Apakah perawat di sini mengatakan sesuatu tentangnya, mungkin dia hawatir atau terlihat sedih mungkin?”“Tidak, Bas,” jawab Sam dengan nada seakan menunjukkan rasa bosan akan pertanyaan yang dilontarkan.“Apakah kau bertemu dengannya?”“Tidak, aku datang dan menemukanmu seorang diri di kamar ini.”“Apakah dia meninggalkanku begitu saja setelah perawat menanganiku?” tanya Baswara, namun kali ini dengan nada sedikit kecewa.“Aku rasa tidak begitu, dia hanya harus pergi.”“Sam,
Sam harus kembali ke kantor untuk menyerahkan berkas laporan, namun ia berjanji segera kembali ke rumah sakit setelah membeli makan malam kesukaan Baswara.“Sepertinya aku harus membayar perhatianmu Bas, baru kemarin kau menghawatirkanku. Sekarang, aku yang kembali menghawatirkanmu. Bisa tidak, sesekali kau saja yang berkorban untukku tanpa harus kubalas,” gumam Sam diikuti gelengan kepala. Meskipun gumamannya terkesan tidak senang, namun sedikitpun tidak tergambar pada wajahnya. Bagi Sam, Baswara keluarga terdekatnya.Sebuah pelastik berisi makanan hangat sudah siap diserahkan. Namun, langkah Sam terhenti ketika menyadari keberadaan Kana di ruangan Baswara.“O ow, aku datang diwaktu yang tidak tepat. Sebaiknya aku pergi ke kantin dan membiarkan kalian berdua. Sepertinya kau sedang merasa benar-benar senang, Bas. Sesuai perkataanku, jika Kana menyukaimu dia akan kembali mengunjungimu ke sini. Yah, mungkinkah cinta lama bisa kembali mekar? Ah ..
Kana dan Soga dibawa ke sebuah tempat di kota kecil. Mereka melakukan perjalanan delapan jam lamanya. Menelusuri jalan sempit dengan banyak pohon tinggi di sekitaran. Jalanan yang menanjak dan udara yang sejuk seperti menuju puncak.“Bas, kita mau ke mana?” tanya Nesa yang merasa bingung akan jalan yang tengah mereka tuju.“Ke rumah kita,” sahut Baswara dengan senyuman.“Rumah kita? Maksudnya kamu beli rumah baru untuk kita?” tanya Kana yang merasa tak mengerti akan maksud ucapan Baswara.“Daddy ingin beri kejutan loh, Bun. Iya kan Dad?” sahut Soga yang kini mulai menikmati perjalanan. Bibirnya terus tersenyum. Sesekali ia membuka kaca jendela dan membiarkan angin menyapu lembut rambut merahnya.“Soga apa kamu siap?” tanya Baswara.“Oke, Dad.”Mobil pun berhenti di te
Baswara tak sadarkan diri. Ia pun kini terbaring lemas di atas ranjang. Tertidur dengan wajah memucat dan pipi memerah. Bingung, Kana meminta dokter pribadi keluarga Soga untuk datang memeriksakan Baswara.“Semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah yang berarti. Suhu tubuhnya pun normal, begitu pula dengan tekanan darahnya. Saya rasa Tuan Baswara hanya sedang kejang otot saat berenang. Yang kemungkinan karena tidak melakukan pemanasan sebelumnya,” jelas Dokter yang kemudian memberikan obat lalu permisi pulang.“Dad, rencana kita berhasil,” bisik Soga yang sedari tadi berdiri di samping Baswara. Sedangkan kana keluar kamar untuk mengantarkan dokter pulang.Baswara mengedipkan matanya. Lalu keduanya kembali berakting saat Kana memasuki kamar.“Soga ambilkan air hangat ya untuk Bunda,” ucap Soga yang dengan sengaja meninggalkan Baswara dan Kana berdua. Tak lupa ia me
Hari-hari dilalui dengan senyuman dan kebahagiaan. Kana tak menyangka kehdarian Baswara di rumah mereka mberhasil menyempurnakan hidup mereka. Pagi ini Kana telat bangun, betapa kagetnya ia saat melihat ke arah jam dinding.“Telat!” gumam Kana yang segera melompat dari tempat tidur. Ia merasa bingung sendiri harus ngapain. Terlebih Baswara sudah tak lagi ada di atas ranjang.“Tenang, tenangkan dirimu Kana. Basuh wajah dan ke dapur. Oke!” ucapnya yang kemudian lari ke kamar mandi.Kini Kana terduduk di depan cermin. Matanya terlihat sendu menatap wajahnya. Berulang kali jemarinya menyentuh bagian pipi dan mata.“Pucat banget yah, sembab gitu matanya. Apa aku pakai make up aja? Tapi aku enggak biasa pakai begituan. Aku ... ah, udah ah. Begini aja,” gumam Kana yang kemudian pergi meninggalkan kamar.Kakinya melangkah membawa menuju dapur, te
“Pagi sayang,” sapa Baswara yang kini tersenyum menatap wajah Kana.“Udah jam berapa?” tanya Kana yang seketika kaget melihat Baswara sudah mengenakan kemeja rapi.“Kamu bobok aja. Aku harus melakukan panggilan video ke klien. Jadi aku harus mengenakan kemeja yang rapi kan?” ucap Baswara.Kana hanya bisa tersenyum geli melihat keadaan Baswara saat ini. Mengenakan kemeja dengan celana olahraga di bawahnya. Kana hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah Baswara.“Jam empat?” gumam Kana yang tak menyangka bahwa ini masih pagi buta.“Yah, maaf kalau ganggu tidur kamu,” ucap Baswara yang kini kembali membuka kemejanya. Ia pun menaiki ranjang dan kembali berbaring. Tangannya memeluk manja tubuh Kana dengan kepala yang bersanda menyentuh lengan Kana.“Aku masih ingin tidur,” sambungnya setela
Tiada hari tanpa kemesraan dan kini Kana mulai terbiasa dengan hal ini. Tak hanya melakukannya di kamar, bahkan kini mereka berani melakukannya di banyak tempat. Seperti yang terjadi saat ini.Kana yang tengah asik duduk di taman pun dikejutkan akan kedatangan Baswara. Ia hadir membawa nampan berisi buah dan segelas jus jeruk. Bak pelayan yang sedang melayani putri raja, Baswara merundukkan badan untuk menyerahkan nampan.Seakan memainkan peran, Kana pun dengan angkuhnya berucap, “Sulangi saya!”Baswara pun tersenyum. Ia meletakkan nampan dan duduk di samping Kana. Tangan kanannnya siap hendak menyulangkan. Namun, bukannya mengangakan mulut. Kana justru kembali berlakon. Ia menunjuk ke arah lantai seraya berkata, “Enggak ada pelayan yang duduk sebangku dengan tuan putri!”“Ba, baik, Tuan putri,” ucap Baswara yang kini bangkit dan bersiap hendak berdiri dengan kedua
Kana masih tidak menyangka ia telah menikah dengan Baswara. Hampir setiap malam ia tidak merasa tenang. Tidur dengan Baswara masih terasa asing untuk dirinya. Ia berulang kali menatap diri di cermin dengan jutaan perasaan yang bercampur aduk.“Kok aku jadi begini? Kenapa enggak bisa bersikap biasa aja?” gumamnya yang terus merasa ada sesuatu yang kurang dari wajahnya.Kembali teringat akan pembicaraan mereka di malam pertama. Saat itu Kana terlihat tak siap untuk tidur bersama Baswara. Sikapnya yang menjaga jarak dengan pria membuat ia bingung sendiri. Namun, ia sangat bersyukur karena Baswara sangat mengerti dirinya.“Kamu malu?” tanya Baswara sembari menatap genit Kana.“Ah, kamu udah makan?” tanya Kana mengalihkan pembicaraan.“Aku belum selera. Tapi aku mau makan yang ada di sini,” ledek Baswara. Ia semakin senang menggoda Kana
“Aku mengirim seseorang untuk bekerja di sana. Ia orang yang cerdas. Dengan mudah ia bisa mengetahui semua informasi tentang perusahaan. Membaca kinerja dan cara kerja mereka. Dari dia pula, aku tahu kamu dipaksa menikah dengan Arya.”“Kenapa kamu diam aja? Apa kamu mau aku menikah dengan Arya?” ungkap Kana kesal. Ternyata selama ia terjepit keadaan, Baswara mengetahui dan memilih diam. Betapa kesalnya ia. Padahal ia begitu berharap akan kedatangan Baswara untuk membantunya.“Jangan begitu, wajah itu membuat aku ingin menciummu lagi dan lagi,” ucap Baswara dengan tangan menyentuh dagu Kana.Wajah cemberut Kana pun seketika berubah menjadi malu. Pipinya memerah, entah sejak kapan Baswara menjadi lembut dan perhatian begini. Hingga membuat Kana bertanya-tanya dalam hati, “Ini Baswara kan?”“Nah, gitu dong. Kan manis.”Kana
Mulai terbiasa disentuh Baswara. Kini Kana tak lagi malu jika bermanja di rumah. Bahkan di setiap saat, keduanya terus lengket seperti perangko. Duduk di ruang tengah sambil membaca majalah, Baswara senang menjadikan paha Kana sebagai bantal. Begitu pula saat di taman, Baswara yang duduk bersandar pada bangku membiarkan lengannya menjadi sandaran Kana.Kebahagiaan yang Kana rasa ternyata juga dirasakan penghuni rumah lainnya. Mereka pun mulai mengatakan apa yang mereka ketahui tentang Arya.“Bun, maaf ya, Bun. Maaf banget. Sebenernya ...”Si Mbok pun membuka cerita. Ia berulang kali mendengar Arya menghubungi seseorang dan membahas harta yang akan didapatkan Soga. Arya berniat merubah jumlah itu dan membiarkan ia mendapat jatah cukup banyak setelah menjadi orang tua asuh Soga.“Kenapa Mbok baru cerita sekarang?” tanya Kana dengan nada sedikit kecewa. Meskipun begitu, ia tidak
Baswara memutuskan untuk tinggal di rumah Soga. Mengawali hari yang baru di sana. Sebagai keluarga, Soga sudah menerima Baswara sepernuh hatinya. Bahkan mereka begitu dekat dan kerap menghabiskan waktu bersama. Membuat Kana geleng-geleng kepala melihatnya.“Bun, Soga berangkat dulu yah!” ucapnya sembari memberi kecupan pada Kana. Lalu berjalan mendekati Baswara melayangkan tinju yang kemudian dibalas dengan tinju Baswara. Lalu tersenyum dan melambaikan tangan seraya berkata, “Bye, Dad!”Terperangah, Kana merasa tak salah mendengar. Hingga ia pun mendekati Baswara yang sedang duduk di meja makan.“Daddy? Soga panggil kamu Daddy?” tanya Kana dengan wajah polos dan lugunya.“Kamu salah dengar kali,” jawab Baswara dengan cueknya.“Enggak kok. Aku dengar jelas tadi dia bilang ‘bye,dad’.”&ldqu