Sam terbujur kaku di atas ranjang, berbalut baju serba putih dan dikelilingi banyak bunga. Tertidur begitu lelap dengan kulit yang memutih bak kapas. Tiada tanda-tanda kehidupan, terbaring tenang menunggu penguburan.
“Bas, Baswara,” panggil seorang wanita dengan nada yang lembut. Membuat Baswara tersadar akan lamunan dan pikiran buruknya.
“Meeting akan segera dimulai,” sambungnya.
Ternyata Jane datang untuk memanggil Baswara yang sedari tadi terlihat melamun di balkon hotel.
“Ya,” jawab Baswara yang kemudian berbalik badan dan mengikuti langkah Jane.
Terlihat jelas tubuh Jane melenggok dihadapannya. Tubuh tinggi berbalut pakaian yang indah berhasil menyempurnakan penampilan Jane. Tidak hanya itu, aroma parfum yang khas serta kecerdasannya saat pertemuan cukup berkarisma meskipun belum bisa mengalahi kekuatan karisma Baswara.
“Maaf Jane. Mungkin kamu memiliki banyak hal yang begitu diinginkan wanita. Namun, aku tidak yakin kamu memiliki sikap tulus seperti yang dimiliki Kana. Mungkin kita bisa sukses jika menjalani perusahaan secara bersama, namun bukan berarti kamu mampu menyempurnakan kebahagiaan jika menjadi istriku,” gumam Baswara dengan tatapan dingin.
Pertemuan kembali berjalan sukses. Semua ide brilian Baswara diterima dengan mudah oleh pihak asing. Tiada pertentangan, bahkan proyek itu dengan mudah dipahami hingga tidak ada sedikit pun pertanyaan yang keluar. Singkat dan memuaskan, begitulah yang mereka katakan. Kekaguman akan sosok Baswara semakin terlihat. Keyakinan akan kelangsungan kerja sama keduanya semakin terlihat jelas. Esok merupakan hari penandatanganan kontrak, setelah itu Baswara tidak lagi perlu bertemu dengan Jane. Setidaknya keadaan ini bisa membuat Baswara sedikit merasa lega.
“Tuan Sanjaya, pertemuan berjalan dengan baik dan sangat memuaskan. Bahkan masih menyisakan banyak waktu. Bagaimana jika kita melakukan makan malam bersama hari ini?” tanya Tuan Mark dengan tatapan penuh rencana.
Sepertinya Sanjaya menyadari maksud terselubung dibalik ajakan makan malam, hingga ia berkata, “ya, bukan ide yang buruk. Kami akan memesan tempat dan sekretaris saya yang akan mengabarinya nanti,” jawab Sanjaya tanpa beban.
Tetapi tidak dengan Baswara yang berencana melihat keadaan Sam dan memindahkannya ke rumah sakit lain. Meskipun kesal, namun Baswara berusaha memperlihatkan wajah tenang dengan senyuman terbaiknya.
“Maaf, saya ....”
Ucapan Baswara terhenti kala Sanjaya mengatakan, “Baswara memiliki banyak rencana dan ia begitu perduli akan keadaan bawahannya. Mungkin ia akan datang terlambat untuk datang makan malam ini,” pungkas Sanjaya sembari melirik tajam ke arah Baswara.
“Ya, begitulah. Sekali lagi, saya mohon maaf,” ucap Baswara sembari menundukkan wajahnya.
“Saya tidak menyangka bisa menemukan pemimpin seperti anda, Tuan Baswara. Sepertinya keberuntungan telah tiba, hingga saya bisa bertemu dengan anda. Besar harapan saya, anda bisa menjadi contoh baik untuk Jane kedepannya. Tepatnya setelah penandatanganan kontrak kerja sama,” ucapnya dengan wajah penuh harap.
Baswara merunduk sambil tersenyum, tanpa kata ia bergerak pergi lebih awal. Kepergian Baswara membuat Jane kesal, karena Baswara mengabaikan dirinya begitu saja. Jauh di dalam hatinya, ia bergumam, “Ayolah, kamu bisa menolakku sekarang. Tapi tidak kedepannya. kita lihat saja, aku akan membuatmu bertekuk lutut di hadapanku.”
Mobil merah milik Baswara terlihat melaju di jalanan sepi. Jalan tol yang mengarah ke rumah sakit tempat Sam berada.
“Semoga pemikiran tadi, hanyalah pemikiran buruk sesaat. Aku harus menjagamu dengan baik Sam. Kini saatnya, aku bekorban untukmu,” gumam Baswara dengan tatapan nanar.
Mobil sport merah kini mendarat indah di parkiran rumah sakit. Tidak seperti biasanya, rumah sakit terlihat riuh. Ada banyak orang yang berkerumun di depan ruang unit gawat darurat. Sepertinya telah terjadi kecelakaan. Tidak heran ini terjadi, karena hanya ini rumah sakit terdekat. Selebihnya klinik kecil yang hanya bisa mengatasi penyakit ringan.
Baswara melangkah gagah menuju ruangan Sam. Terlihat ruangan itu sepi dengan keadaan yang tertata rapi. Membuat Baswara bingung dan segera menemui perawat di mejanya.
“Di mana pasien yang berada di ruang ujung?” tanya Baswara dengan wajah kalut.
“Oh, pasien atas nama Samudera sedang melakukan terapi di ruang lain. Apakah Tuan ingin menunggu di sini atau menemuinya di ruang terapi?” tanya perawat sambil menatap wajah Baswara. Terlihat jelas akal Baswara sedang tidak berada di sini. Dengan bijaknya perawat itu kembali berkata, “Mari saya antar ke ruang terapi!”
“Ya,” jawab Baswara yang kini kembali tersadar akan lamunannya. Sepertinya keadaan Sam cukup menghawatirkan, hingga Baswara kerap berpikir buruk akan keadaan yang mungkin terjadi.
Diluar dugaan, Sam lebih ceria dengan wajah cerah. Ia terlihat jauh lebih baik. Meskipun demikian, bukan berarti Sam tidak harus melanjutkan pengobatan. Keadaan buruk bisa saja benar-benar terjadi, jika Sam mengabaikan terapi demi terapi yang harus ia jalani.
“Apakah kamu sudah lama menunggu di sini, Bas?” tanya Sam yang terlihat kaget sekaligus senang akan keberadaan Baswara di hadapannya.
“Tidak juga, bagaimana keadaanmu? Apakah kamu menikmati liburanmu? Dan melupakan pekerjaanmu, Sam?” tanya Baswara yang dengan senang hati meledek Sam. Baginya hanya cara ini yang bisa ia lakukan untuk menutupi kegelisahannya. Terlebih, Sam selalu peka akan semua keadaan dirinya.
“Tenang saja, aku bisa bekerja sambil terapi kan? Atau ... kau boleh memotong gajiku selama aku tidak masuk. Itu akan menjadi adil bukan?” ungkap Sam dengan kedua alis mata yang bergerak naik turun.
“Tidak Sam, aku tidak ingin orang-orang mengatakan bahwa aku pemimpin yang kejam. Aku masih manusia, belum menjadi iblis,” balas Baswara diikuti senyuman. Keduanya terlihat tertawa kecil. Ledekan demi ledekan yang mereka lontarkan berhasil menunjukkan kedekatan keduanya. Tidak hanya itu, perawat yang sedari tadi mendorong kursi roda Sam pun turut tersenyum mendengarnya.
“Sore ini kita kan pindah rumah sakit, aku sudah mengurus semuanya. Aku harap kau menjalani terapi dengan baik. Aku tidak ingin kau membantah dan menyulitkanku,” ucap Baswara dengan tenangnya.
“Baiklah, Tuan Baswara,” ledek Sam sembari merundukkan kepalanya.
“Aku sudah meminta seseorang mengurus kepindahanmu. Ada makan malam mendadak dengan pihak asing, aku harus segera kembali dan bersiap.”
Mobil sport merah kembali melaju di jalanan. Kesedihan kembali terpancar pada wajah Baswara, matanya berkaca-kaca seakan menunjukkan rasa takut kehilangan. Namun, semua harus tetap berjalan meskipun hatinya sedang tidak baik-baik saja.
Cukup lama Baswara berada di dalam kamar mandi. Terduduk di atas lantai dengan curahan air yang turun deras membasahi seluruh kulitnya. Duduk dengan air mata yang juga turut mengalir disela-sela bulir air.
Wajahnya menunjukkan rasa lelah, tubuh gagah itu kini terlihat melemah. Namun, senyum bahagia dan wajah tenang harus segera ia pasang. Tidak boleh ada yang tahu keadaan hatinya. Melangkah gagah memasuki resto yang telah disiapkan.
Tepat di area parkir, terlihat sebuah mobil mewah bewarna putih gading juga teparkir di sana. Seorang wanita dan bocah kecil melangkah masuk menuju resto juga.
Resto mewah dengan ukiran disetiap dinding dan tiangnya. Deretan patung besar berdiri seakan menyambut tamu yang datang. Aroma lavender dan suara genggong menyempurnakan keindahannya. Resto dengan desain bali ini menjadi tempat istimewa dan kerap dikunjungi banyak pelancong. Terutama mereka yang berasal dari luar negeri, mengaku merasa nyaman saat berada di dalamnya. Tidak heran jika Sanjaya memilih tempat ini untuk mengadakan makan malam. Ruang VIP sudah dipesan dan kini Baswara terlihat duduk di sana.“Hai Bas!” sapa Jane yang terlihat hadir seorang diri. Bergaun indah dan terbuka dibagian atas. Terlihat anggun dengan balutan warna putih, terlihat senada dengan keadaan resto.“Hai,” jawab Baswara yang kemudian melirik ke sisi belakang Jane seakan tengah mencari seseorang.“Daddy akan datang terlambat, begitu pula dengan Tuan Sanjaya,” jelas Jane yang begitu peka akan sikap Baswara.“Oke,” jawab Baswara ten
“Bas, Baswara, mengapa kau termenung?” tanya Sam membuyarkan lamunan Baswara yang sedari tadi terduduk menatap lantai.“Ah, ya, maksudku tidak,” ucap Baswara dengan salah tingkah.“Aku yakin ada sesuatu yang terjadi. Tidak mungkin seorang Baswara rela bangun begitu pagi dan mengunjungiku ke rumah sakit, jika tidak terjadi sesuatu.”Wajah penuh yakin Sam saat menatap Baswara membuat dirinya tidak berkutik. Dengan mata beralih pandang, Baswara pun mulai menceritakan kejadian yang terjadi tadi malam.***Seorang pria dewasa datang menghampiri Soga dan Baswara. Berbaju rapi bak eksekutif muda dengan berbalut jas. Melangkah tenang dengan tatapan ramah.“Soga, apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya dengan sedikit berbisik.“Bisakah Yaya memberitahukanku jalan yang tempo hari aku lewati. Aku tidak tahu namanya,” ungkap Soga dengan wajah penuh harap.Tetapi sayang pria i
“Sam, bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Baswara melalui gawainya.Bukannya menjawab, Sam malah tertawa terbahak hingga sulit berhenti. Sedangkan Baswara hanya diam, tidak seperti biasa akan kembali meledek Sam.“Kau sudah menanyakan ini sejam yang lalu, Bas. Apakah kau begitu gerogi untuk bertemu dengan Kana?” tanya Sam dengan begitu yakin.“Andai kau bisa keluar dari rumah sakit dan menemaniku di sini, Sam,” ungkap Baswara dengan nada yang bergetar.“Hahahaha, Baswara Sanjaya. Aku tidak menyangka, dibalik kesempurnaan yang kau miliki. Ada kekurangan yang begitu mempermalukan, terlebih mengingat status playboy-mu di masa lalu.”Wajah Baswara memerah bukan karena marah, melainkan malu akan kejujuran Sam yang begitu mengenal baik dirinya.“Aku harus kembali, sepertinya Kana sudah tiba. Aku harap semua berjalan lancar,” ucap Baswara sebelum memutus panggilannya.Gemuruh mengh
“Soga, mengapa kamu berkata begitu?” tanya Kana dengan wajah bingung sembari menatap ke arah Baswara dan Soga bergantian.“Bunda, dia pria yang sempat aku ceritakan kemarin,” jelas Soga dengan sedikit merengek.Kana terdiam dan mencoba mengingat, sedangkan Baswara menatap kaku setelah mendengar Soga memanggil Kana dengan sebutan Bunda.“Bunda? Jangan bilang kalau bocah ini adalah anak dari Kana,” gumam Baswara dengan rasa nyeri dihatinya.Begitu pula Kana yang kini menatap balik ke arah Baswara, sepertinya ia merasa tidak yakin bahwa sosok yang diceritakan Soga tempo hari adalah Baswara.“Sepertinya terjadi kesalah pahaman,” ucap Baswara yang mencoba mencairkan suasana.“Kana, Soga, ayo kita pulang!” ajak seorang pria dengan tatapan penuh kasih.Belum lagi Baswara bisa mengontrol hatinya, pria itu datang dan menambah ketegangan.“Bukankah anda yang kemarin tempo
Baswara tiba di apartemen dan menemui petugas apartemen yang merupakan orang suruhannya. Keduanya telah membuat janji bertemu di area parkir. “Informasi apa yang ingin kau katakan padaku?” tanya Baswara dengan wajah yang begitu ketat. Sangkin ketatnya, cukup membuat si petugas apartemen menjadi gugup dan sedikit takut. “Begini Tuan, saya memperhatikan bahwa ada dua orang pria yang sering mengunjungi apartemen anda. Salah satu dari mereka tidak pernah lagi terlihat datang,” jelasnya dengan wajah serius. “Pria yang kau maksud, ini bukan?” tanya Baswara sambil menunjukkan wajah Sam yang ada di layar gawainya. Kedua mata si petugas terbelalak, ia menatap takjub ke arah Baswara sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia tidak menyangka, Baswara memiliki foto pria yang ia maksud. “Namun, masih ada satu orang pria lain yang juga sering berkunjung kemari. Dia selalu mengenakan baju kaos dan topi hitam lengkap dengan maskernya. Saya berusaha memperhatik
Bel apartemen berbunyi, dengan segera perawat itu bangkit dan membukakan pintu. Kedua matanya terlihat memerah, masih dengan tubuh gemetar ia menyambut kedatangan Alea.“Ada apa?” tanya Alea dengan wajah bingung.“Baswara mencarimu, ia menekanku akan kepergianmu yang tanpa pengawasanku,” jelas perawat itu sambil menyeka air matanya.“Tenang saja, biar aku yang menghadapinya!” ucap Alea dengan langkah mantap menuju ruang tengah.“Apakah anda sudah lama datang dan ... apakah anda datang untuk menemuiku?” tanya Alea dengan raut wajah tidak merasa bersalah.“Tidak, aku datang untuk menemui perawatmu. Aku ingin tahu seperti apa perkembanganmu. Sebagai pelaku, bukankah ini merupakan hal yang wajar untuk aku lakukan?” tanya Baswara dengan lantangnya. Matanya terus menatap tajam keseluruh sikap tubuh Alea.“Kau sedikit berbeda hari ini, Alea. Kau tidak lagi bersikap lugu dan mal
Sam disambut hangat oleh banyak karyawan. Ternyata ketidakhadirannya selama ini cukup dinanti banyak orang. Meskipun dirinya tidak setampan dan berkarisma seperti Baswara, namun sikap lembut dan senyumnya yang ramah selalu berhasil menyegarkan penat pagi karyawati di sana.“Pak Sam! Saya tidak menyangka anda sudah bisa kembali hadir. Di mana Tuan Baswara? Mengapa anda datang seorang diri?” tanya gadis tinggi yang tidak lain sekretarisnya sendiri.“Tuan Baswara mungkin akan datang terlambat. Apakah semua berjalan dengan lancar?” tanya Sam dengan tatapan meledek.“Jika boleh berkata jujur, saya merasa takut dan cemas selama melayani Tuan Baswara. Saya harap, Bapak selalu dalam keadaan sehat. Sepertinya hanya Bapak yang paling baik dalam mengurusi semua kebutuhan Tuan Baswara,” ungkap gadis itu dengan wajah sedikit cemberut.Sam hanya tersenyum, kini ia telah tiba di ruangan kerjanya. Sepuluh hari berada di rumah sakit mem
Baswara kini terbaring di atas ranjang dan tertidur begitu lelap, sepertinya suntikan perawat berhasil mengusir rasa sakitnya. Wajahnya sedikit memucat dengan banyak bulir keringat membasahi tubuhnya.Kana hanya bisa duduk memandangi wajah tampan Baswara. Rasa hawatir yang begitu berlebihan terekam jelas di wajahnya.“Bunda, mengapa Bunda memasang wajah seperti itu?” tanya Soga yang ternyata sedari tadi terus memperhatikan wajah Kana.Kana hanya tersenyum, menggelengkan kepala sambil mengelus lembut rambut Soga.“Apakah dia pria baik? Mengapa Bunda terlihat begitu hawatir?” tanyanya kembali yang seakan tidak puas akan jawaban Kana.“Ya, dia pria yang baik, sayang.”Soga terdiam, matanya memandang tajam ke arah Kana. Sepertinya ia menyadari suatu hal, namun ia tidak yakin akan apa yang ia rasa.“Mengapa kau memandangku seperti itu?” tanya Kana yang kini justru memperlihatkan wajah bingung
Kana dan Soga dibawa ke sebuah tempat di kota kecil. Mereka melakukan perjalanan delapan jam lamanya. Menelusuri jalan sempit dengan banyak pohon tinggi di sekitaran. Jalanan yang menanjak dan udara yang sejuk seperti menuju puncak.“Bas, kita mau ke mana?” tanya Nesa yang merasa bingung akan jalan yang tengah mereka tuju.“Ke rumah kita,” sahut Baswara dengan senyuman.“Rumah kita? Maksudnya kamu beli rumah baru untuk kita?” tanya Kana yang merasa tak mengerti akan maksud ucapan Baswara.“Daddy ingin beri kejutan loh, Bun. Iya kan Dad?” sahut Soga yang kini mulai menikmati perjalanan. Bibirnya terus tersenyum. Sesekali ia membuka kaca jendela dan membiarkan angin menyapu lembut rambut merahnya.“Soga apa kamu siap?” tanya Baswara.“Oke, Dad.”Mobil pun berhenti di te
Baswara tak sadarkan diri. Ia pun kini terbaring lemas di atas ranjang. Tertidur dengan wajah memucat dan pipi memerah. Bingung, Kana meminta dokter pribadi keluarga Soga untuk datang memeriksakan Baswara.“Semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah yang berarti. Suhu tubuhnya pun normal, begitu pula dengan tekanan darahnya. Saya rasa Tuan Baswara hanya sedang kejang otot saat berenang. Yang kemungkinan karena tidak melakukan pemanasan sebelumnya,” jelas Dokter yang kemudian memberikan obat lalu permisi pulang.“Dad, rencana kita berhasil,” bisik Soga yang sedari tadi berdiri di samping Baswara. Sedangkan kana keluar kamar untuk mengantarkan dokter pulang.Baswara mengedipkan matanya. Lalu keduanya kembali berakting saat Kana memasuki kamar.“Soga ambilkan air hangat ya untuk Bunda,” ucap Soga yang dengan sengaja meninggalkan Baswara dan Kana berdua. Tak lupa ia me
Hari-hari dilalui dengan senyuman dan kebahagiaan. Kana tak menyangka kehdarian Baswara di rumah mereka mberhasil menyempurnakan hidup mereka. Pagi ini Kana telat bangun, betapa kagetnya ia saat melihat ke arah jam dinding.“Telat!” gumam Kana yang segera melompat dari tempat tidur. Ia merasa bingung sendiri harus ngapain. Terlebih Baswara sudah tak lagi ada di atas ranjang.“Tenang, tenangkan dirimu Kana. Basuh wajah dan ke dapur. Oke!” ucapnya yang kemudian lari ke kamar mandi.Kini Kana terduduk di depan cermin. Matanya terlihat sendu menatap wajahnya. Berulang kali jemarinya menyentuh bagian pipi dan mata.“Pucat banget yah, sembab gitu matanya. Apa aku pakai make up aja? Tapi aku enggak biasa pakai begituan. Aku ... ah, udah ah. Begini aja,” gumam Kana yang kemudian pergi meninggalkan kamar.Kakinya melangkah membawa menuju dapur, te
“Pagi sayang,” sapa Baswara yang kini tersenyum menatap wajah Kana.“Udah jam berapa?” tanya Kana yang seketika kaget melihat Baswara sudah mengenakan kemeja rapi.“Kamu bobok aja. Aku harus melakukan panggilan video ke klien. Jadi aku harus mengenakan kemeja yang rapi kan?” ucap Baswara.Kana hanya bisa tersenyum geli melihat keadaan Baswara saat ini. Mengenakan kemeja dengan celana olahraga di bawahnya. Kana hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah Baswara.“Jam empat?” gumam Kana yang tak menyangka bahwa ini masih pagi buta.“Yah, maaf kalau ganggu tidur kamu,” ucap Baswara yang kini kembali membuka kemejanya. Ia pun menaiki ranjang dan kembali berbaring. Tangannya memeluk manja tubuh Kana dengan kepala yang bersanda menyentuh lengan Kana.“Aku masih ingin tidur,” sambungnya setela
Tiada hari tanpa kemesraan dan kini Kana mulai terbiasa dengan hal ini. Tak hanya melakukannya di kamar, bahkan kini mereka berani melakukannya di banyak tempat. Seperti yang terjadi saat ini.Kana yang tengah asik duduk di taman pun dikejutkan akan kedatangan Baswara. Ia hadir membawa nampan berisi buah dan segelas jus jeruk. Bak pelayan yang sedang melayani putri raja, Baswara merundukkan badan untuk menyerahkan nampan.Seakan memainkan peran, Kana pun dengan angkuhnya berucap, “Sulangi saya!”Baswara pun tersenyum. Ia meletakkan nampan dan duduk di samping Kana. Tangan kanannnya siap hendak menyulangkan. Namun, bukannya mengangakan mulut. Kana justru kembali berlakon. Ia menunjuk ke arah lantai seraya berkata, “Enggak ada pelayan yang duduk sebangku dengan tuan putri!”“Ba, baik, Tuan putri,” ucap Baswara yang kini bangkit dan bersiap hendak berdiri dengan kedua
Kana masih tidak menyangka ia telah menikah dengan Baswara. Hampir setiap malam ia tidak merasa tenang. Tidur dengan Baswara masih terasa asing untuk dirinya. Ia berulang kali menatap diri di cermin dengan jutaan perasaan yang bercampur aduk.“Kok aku jadi begini? Kenapa enggak bisa bersikap biasa aja?” gumamnya yang terus merasa ada sesuatu yang kurang dari wajahnya.Kembali teringat akan pembicaraan mereka di malam pertama. Saat itu Kana terlihat tak siap untuk tidur bersama Baswara. Sikapnya yang menjaga jarak dengan pria membuat ia bingung sendiri. Namun, ia sangat bersyukur karena Baswara sangat mengerti dirinya.“Kamu malu?” tanya Baswara sembari menatap genit Kana.“Ah, kamu udah makan?” tanya Kana mengalihkan pembicaraan.“Aku belum selera. Tapi aku mau makan yang ada di sini,” ledek Baswara. Ia semakin senang menggoda Kana
“Aku mengirim seseorang untuk bekerja di sana. Ia orang yang cerdas. Dengan mudah ia bisa mengetahui semua informasi tentang perusahaan. Membaca kinerja dan cara kerja mereka. Dari dia pula, aku tahu kamu dipaksa menikah dengan Arya.”“Kenapa kamu diam aja? Apa kamu mau aku menikah dengan Arya?” ungkap Kana kesal. Ternyata selama ia terjepit keadaan, Baswara mengetahui dan memilih diam. Betapa kesalnya ia. Padahal ia begitu berharap akan kedatangan Baswara untuk membantunya.“Jangan begitu, wajah itu membuat aku ingin menciummu lagi dan lagi,” ucap Baswara dengan tangan menyentuh dagu Kana.Wajah cemberut Kana pun seketika berubah menjadi malu. Pipinya memerah, entah sejak kapan Baswara menjadi lembut dan perhatian begini. Hingga membuat Kana bertanya-tanya dalam hati, “Ini Baswara kan?”“Nah, gitu dong. Kan manis.”Kana
Mulai terbiasa disentuh Baswara. Kini Kana tak lagi malu jika bermanja di rumah. Bahkan di setiap saat, keduanya terus lengket seperti perangko. Duduk di ruang tengah sambil membaca majalah, Baswara senang menjadikan paha Kana sebagai bantal. Begitu pula saat di taman, Baswara yang duduk bersandar pada bangku membiarkan lengannya menjadi sandaran Kana.Kebahagiaan yang Kana rasa ternyata juga dirasakan penghuni rumah lainnya. Mereka pun mulai mengatakan apa yang mereka ketahui tentang Arya.“Bun, maaf ya, Bun. Maaf banget. Sebenernya ...”Si Mbok pun membuka cerita. Ia berulang kali mendengar Arya menghubungi seseorang dan membahas harta yang akan didapatkan Soga. Arya berniat merubah jumlah itu dan membiarkan ia mendapat jatah cukup banyak setelah menjadi orang tua asuh Soga.“Kenapa Mbok baru cerita sekarang?” tanya Kana dengan nada sedikit kecewa. Meskipun begitu, ia tidak
Baswara memutuskan untuk tinggal di rumah Soga. Mengawali hari yang baru di sana. Sebagai keluarga, Soga sudah menerima Baswara sepernuh hatinya. Bahkan mereka begitu dekat dan kerap menghabiskan waktu bersama. Membuat Kana geleng-geleng kepala melihatnya.“Bun, Soga berangkat dulu yah!” ucapnya sembari memberi kecupan pada Kana. Lalu berjalan mendekati Baswara melayangkan tinju yang kemudian dibalas dengan tinju Baswara. Lalu tersenyum dan melambaikan tangan seraya berkata, “Bye, Dad!”Terperangah, Kana merasa tak salah mendengar. Hingga ia pun mendekati Baswara yang sedang duduk di meja makan.“Daddy? Soga panggil kamu Daddy?” tanya Kana dengan wajah polos dan lugunya.“Kamu salah dengar kali,” jawab Baswara dengan cueknya.“Enggak kok. Aku dengar jelas tadi dia bilang ‘bye,dad’.”&ldqu