Aksa terpana saat melihat Hayu turun dari tangga dengan mini dress selutut berwarna biru. Istrinya terlihat anggun dengan rambut yang digelung ke atas. Sehingga leher jenjangnya yang mulus sangat menggoda iman.Ini malam minggu dan mereka akan dinner di suatu tempat. Sejak tadi Aksa menunggu di ruang tamu karena Hayu masih berdandan. Sementara itu, Papa Setya dan Mama Rani sedang asyik menonton televisi di ruang keluarga. Mereka tidak mau mengganggu kencan pengantin baru ini. "Mau kemana?" tanya Hayu. Tangan Hayu gemetaran sejak tadi, karna itu genggaman di tas semakin kuat. Entah mengapa jantungnya berdebar kencang saat harus turun dan menemui Aksa di bawah. Dia bahkan berkali-kali bercermin untuk memastikan penampilan. Setelah menyelesaikan gambar hingga sore, tiba-tiba saja Aksa meminta untuk bersiap-siap tanpa mengatakan akan pergi kemana. Ini pertama kalinya mereka nge-date setelah menjadi suami istri. "Liat nanti. Kita jalan aja dulu sekarang." Kali ini Aksa sudah berani m
"Boleh?" bisik Aksa penuh harap saat melihat respons istrinya yang membalas.Rasanya ini momen yang tepat, sekalipun dilakukan di kamarnya. Bukan di hotel mewah dalam rangka bulan madu. Hayu menangkup kedua pipi Aksa, menatap dalam mata suaminya. Tanpa mengucap kata Aksa memulainya, pelan tapi pasti.Hayu tersentak dengan sentuhan yang suaminya berikan. Dia memejamkan mata, mencoba menerima saat tangan besar sang suami mulai bekerja. Kewajiban. Kewajiban. Kewajiban.Kata itulah yang bergaung di benak. Sekalipun belum bisa menerima sepenuhnya, Hayu memilih untuk mencoba. Namun tiba-tiba saja ....Tok tok tok!Bunyi pintu digedor dengan keras membuat mereka tersentak. Aksa yang sudah shirtless mengumpat kesal karena misinya malam ini gagal lagi. Hayu segera mengancingkan kembali baju yang sudah terbuka sebagian.Tadi Aksa sempat menikmati bagian itu sebelum ketukan pintu mengacaukan semua. "Aksa! Hayu! Buka!" Terdengar suara teriakan Mama Rani yang memanggil. Suara wanita itu terde
Selama tiga hari eyang dirawat di rumah sakit, Hayu hanya sekali membesuk. Itupun di hari minggu pagi sebelum mereka pulang ke rumah Mama Sarah. Dia kembali beraktivitas seperti biasa.Sementara itu Aksa masih bolak balik mengantar mama Rani untuk mengurus eyang. Dia bahkan hanya pulang ke rumah untuk berganti pakaian kemudian pergi lagi. Malam pertama mereka lagi-lagi tertunda karena kejadian ini. Aksa bahkan sangat sibuk dengan kuliah, bekerja, juga membantu mengurus eyang. Belum lagi job gambar yang harus diselesaikan tepat waktu karena klien sudah menunggu hasilnya. Aksa menjadi abai dengan sang istri. Biasanya dia akan menanyakan kabar Hayu setiap pulang bekerja. Namun kali ini, hanya menyapa lalu melanjutkan gambar yang belum selesai.Entah mengapa Hayu menjadi kesal dengan sikap suaminya. Tapi bukankah memang ini yang dia inginkan? Mereka hidup masing-masing dan tak saling menyinggung.Apakah hati Hayu mulai melunak? Perhatian-perhatian kecil yang Aksa berikan selama ini, ter
Menggebu. Aksa mendorong tubuh istrinya dan melepaskan semua rasa yang ada. Dia tahu mungkin Hayu belum sepenuhnya siap. Namun hasrat lelakinya tak dapat ditunda lagi.Malam ini, Aksa ingin memiliki sang pujaan hati dengan sepenuh jiwa raga. Inilah pembuktian cintanya kepada Hayu. Dengan memberikan kebahagiaan sama seperti yang dia rasakan. Melihat suaminya mulai bergerak, Hayu menutup kedua kelopak matanya dan membiarkan mahkota suci itu diambil oleh orang yang memang berhak. Semua rasa mengalir indah tanpa banyak kata. Aksa mencoba menenangkan istrinya yang ketakutan dengan sentuhan lembut di pipi. Sementara itu, Hayu mendekap erat tubuh suaminya dan memasrahkan diri untuk dimiliki. Tangisan di bibir wanita itu terdengar setelah semuanya berakhir. Membuat Aksa merasa serba salah. Dia merengkuh tubuh mungil Hayu dari belakang dan membisikkan kata-kata indah yang menenangkan. Hayu menutup wajahnya dengan bantal sehingga sedikit meredam suara tangisannya yang belum berhenti sejak s
Ini hari kedua Hayu demam setelah melewati malam dengan suaminya. Besok jika masih belum sembuh, maka dia harus izin masuk kerja.Hayu sudah minum obat tetapi suhu tubuhnya tak menentu. Apalagi kalau malam hari panasnya turun sebentar setelah itu naik lagi. Mungkin dia masih kaget karena sentuhan Aksa malam itu. "Mau makan apa?" tanya Aksa khawatir. Aksa bahkan tidak keluar kamar kecuali saat makan. Sambil menjaga Hayu, dia menyelesaikan render gambar. Job kali ini lumayan, sebuah rumah dua lantai lengkap dengan furniture.Jika dikalikan dengan harga per meternya, hasilnya cukup untuk mengajak Hayu honeymoon. Bali sudah menjadi pilihan Aksa untuk mengahabiskan liburan dengan istrinya. Lelaki itu sudah bertekad, apa pun yang akan dia berikan sebagai nafkah, itu adalah hasil dari usaha sendiri."Mulutku pahit," jawab Hayu. Entah sudah berapa banyak Paracetamol yang masuk ke dalam tubuh Hayu, dan itu masih belum memberikan hasil yang maksimal. Tadi pagi hanya puding yang bisa masuk ke
Hayu masih berbaring di tempat tidur dan tidak masuk kerja hari ini. Saat mengabari izin, pak bos menelepon dan menanyakan kesehatannya. Hayu jadi merasa sedikit bersalah, tak terbuka kepada atasan bahwa diam-diam sudah menikah. Mungkin jika memang resepsi jadi digelar, dia baru akan mengundang semua rekan kerja.Sebenarnya Hayu sudah merasa lebih baikan setelah makan bubur kemarin. Namun, akibat perbuatan Aksa, jadinya dianharus mandi lagi. Itu membuat tubuhnya kembali mengigil. Parahnya, itu terjadi dua kali. Aksa sendiri sedang mandi sambil bernyanyi. Suara cemprengnya terdengar sampai ke kamar. Hatinya diliputi bahagia karena berhasil merayu Hayu yang tak dapat berkutik karena perbuatannya. Dia tahu istrinya sedang sakit tapi keinginan itu sulit ditahan."Kamu tunggu sebentar, ya. Aku mau ketemu klien. Kalau oke mau di-email gambarnya," kata lelaki itu sambil berjalan hanya dengan memakai boxer. Hayu benar-benar jengah melihat tampilan suaminya setiap kali keluar dari kamar man
Hayu menatap wajah Aksa setengah tak percaya, saat sang suami menyerahkan sebuah amplop berwarna cokelat yang cukup tebal. Tadi sebelum pulang ke rumah, Aksa mampir ke ATM dan mengambil sebagian hasil gambar untuk diberikan ke istrinya. "Nafkah pertama dari aku. Maaf dari awal nikah, malah banyak make uang kamu." Lelaki itu menatap istrinya dengan lekat. Dia juga menyisihkan sedikit untuk diberikan kepada Mama Rani. "Kamu gak perlu ... begini," kata Hayu. Malu karena sempat meremehkan suaminya dengan status yang masih mahasiswa. Ternyata Aksa cukup bertanggung-jawab dengan memberikan nafkah di awal pernikahan mereka "Aku memang sekarang belum bisa kasih semua. Mungkin kalau kamu nikah sama orang lain, bisa dapat lebih banyak dari ini," kata Aksa pelan, ingin Hayu tahu mengenai perasaannya. Hayu terdiam. Mereka terdiam, tapi saling berpandangan. Tangan mungil itu membuka amplop. Tampaklah segepok lembar merah yang entah berapa jumlahnya. Dia tak mungkin menghitung itu sekarang.
Hayu membuka pintu kamar mandi dengan pelan, takut suaranya membuat Aksa terbangun. Hari ini dia sudah bisa masuk kerja karena kondisi sudah fit, setelah minum obat dan makan yang cukup banyak. Dia melirik ke arah tempat tidur dan melihat suaminya masih terpejam. Ini masih jam enam pagi, tapi karena tidak mau terlambat, Hayu bersiap lebih awal. Setelah mengeringkan rambut dengan handuk dan membiarkannya setengah basah agar bisa dilumuri vitamin, Hayu mulai membuka bathrobe dan mengambil pakaian, lalu memilih blouse apa yang akan dikenakan hari ini. Aksa yang sejak tadi berpura-pura tidur tapi mengintip, menatap istrinya dengan senyum dikulum. Lekuk tubuh indah yang sudah berkali-kali disentuhnya itu tetap saja menggoda. Mata lelaki itu terbelalak saat mendapati istrinya mengambil sebuah bubgkus plastik dan mengeluarkan isinya. Itu, kan pembalut wanita? Jadi Hayu?"Kamu lagi dapet?" Aksa bertanya, yang seketika membuat Hayu menjadi kaget. Wanita itu mengucap istrigfar berkali-kali s