Arsen tetap memangku tubuh istrinya dan mereka berjalan menuju markas Zapatista. "Ada apa dengan wanita itu? Apa ia terluka?" Tanya pria itu, yang ternyata bernama Jose. Yang sedari tadi penasaran menatap Lily.Kali ini Arsen mengalihkan perhatiannya pada Jose yang sekitaran berumur sama dengan Arsen dengan tajam. Tidak ada yang ia biarkan untuk menatap istrinya berlama-lama jika tidak ingin nyawa melayang."Awasi matamu, sebelum aku membunuhmu!." Desis Arsen memperingatkan Jose.Jose mengangkat kedua tangannya sambil melangkah mendahului Arsen dan rombongannya, kembali memandu mereka menuju markas.Anak buah Arsen tetap mengikuti Tuan mereka, tetap dengan mode siaga. Mulai terlihat sebuah pemukiman kecil, karena hanya terdapat beberapa rumah. Ada salah satu rumah yang sedikit lebih besar diantara yang lainnya.Arsen sudah mengetahui mana yang merupakan tempat tinggal Marcos. Anak buah Arsen di bawa oleh Jose ke rumah sebelah tempat Marcos. Sedangkan Arsen menuju rumah yang sedikit le
Setelah perjalanan yang panjang akhirnya mereka sampai di New York. Sudah tidak ada lagi yang harus diselesaikan oleh Arsen di Mexico.Anak buahnya sudah mengurus semuanya untuk Arsen. Lily sudah terlelap di dalam pesawat semenjak 30 menit lagi pendaratan. Pesawat mendarat lewat tengah malam.Arsen membopong tubuh istrinya turun dari pesawat menuju mobil jemputan mereka. Bahkan Lily masih terlelap saat mereka sudah sampai di mansion Arsen. Arsen membopongnya sampai masuk kedalam kamar dan membaringkannya di atas tempat tidur. Mungkin karena ini adalah perjalanan yang jauh bagi Lily, maka ia merasa kelelahan.Arsen menatap wajah Lily yang sedang tidur dengan lelapnya. Ia melepaskan sepatu yang Lily kenakan kemudian menyelimutinya."Gadis pembangkang! Kau merepotkan sekali." Desis Arsen pelan. Kemudian ia meninggalkan Lily yang tengah terbaring dan pergi menuju kamar mandi. Ia akan mandi sebelum tidur, entahlah ini sudah menjadi kebiasaannya. Arsen sulit tidur jika ia tidak membersihkan
"Nona.." Seru seorang lelaki muda kepada majikannya.Wanita cantik berumur 28 tahun, berambut pirang dan bermata hazel itu sedang menatap layar laptopnya, kemudian menolehkan pandangannya kepada anak buah kepercayaannya itu."Ada apa Ped?" Tanya Pauletta dengan senyum manisnya.Senyumannya dapat menggetarkan hati pria mana saja yang melihatnya. Bahkan semua pria bertekuk lutut padanya."Mike sudah memberi kabar, bahwa Tuan Lazcano bersedia menemui anda Nona, di tempat yang sudah ia tentukan." Jelas Pedro.Pauletta menghirup napasnya dalam-dalam, kemudian menghembuskannya dan kembali tersenyum pada Pedro. "Bagus Ped, kapan kami bisa bertemu?" Tanya Pauletta."Sejam lagi, atau tidak sama sekali." Jelas Pedro, terdengar serius menirukan gaya ucapan Mike.Pauletta yang mendengarnya langsung menyunggingkan senyumnya kembali. Kemudian ia mengangguk pada Pedro."Siapkan mobil untukku Ped." Titahnya pada Pedro yang langsung diangguki dan pamit undur diri."Kau masih belum berubah Arsenio.."
Arsen hanya memutar bola matanya jengah, saat Pauletta kembali untuk menggodanya. Inilah yang Arsen tidak suka jika bertemu kembali dengan Pauletta. Menggodanya seperti sebelum-sebelumnya, dan ia tak pernah menyerah."Tidak ada pria yang menolakku Mr. Lazcano, kecuali dirimu.." Decak Pauletta tak suka."Aku memang tidak berminat padamu, asal kau tau itu Pauletta.' Jelas Arsen dingin."Kau benar-benar tidak tertarik padaku?" Tanya Pauletta tak percaya, Arsen mengangguk."Sedikitpun?" Arsen kembali mengangguk."Ck!! Apa tubuhku kurang sexy untukmu?" Tanya Pauletta sambil melirik kepada bagian-bagian asetnya yang berharga, dada dan bokongnya. Padahal ukurannya sudah sangat cukup untuk menggoda pria mana saja, dan membuat mereka meneteskan air liurnya.Pauletta membelalakan matanya begitu ia terpikirkan sesuatu. "Astaga..., jangan bilang kalau kau ga----""Aku sudah menikah!! Aku akan menembak kepalamu jika kau terus membahasnya." Arsen memotong pembicaraan Pauletta.Seketika Pauletta mem
Lily memandang kota New York dari balik jendela mobilnya, sangat indah. Sudah lama ia tidak kesini. Saat ke Mexico memang Lily melewati kota tapi hanya sekedar lewat saja.Tapi kali ini Arsen akan mengajaknya ke suatu tempat, butik untuk membeli sebuah gaun yang akan Lily gunakan besok di acara ulang tahun Grandma.Butik yang Arsen tuju berada di pusat kota New York. Salah satu butik milik perancang terkenal."Welcome Mr. Lazcano.." Sapa seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan dengan ramah. Namun wanita tersebut terlihat lebih muda dibanding usianya, serta penampilan yang sangat trendy dan modis."Hello Patricia." Sapa Arsen. Oh tentu saja kini ia berdiri sebagai Arsenio Orlando Lazcano pemilik Lacanoz's Corps.Patricia Givenchy adalah salah seorang designer terkenal di New York berdarah Perancis. Merupakan salah seorang kenalan Arsen."Siapa gadis cantik ini, Mr. Lazcano?" Tanya Patricia menolehkan pandangannya pada Lily yang berada di sebelah Arsen, dan terus memegang lengan Arsen
Arsen menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur. Ini sudah lewat tengah malam namun ia tidak dapat tidur, sedangkan istrinya sudah terlelap di sebelahnya. Tidur dengan sangat tenang.Ia memijat keningnya pelan, kepalanya sedikit pusing, namun itu belum seberapa jika dibandingkan dengan perutnya.Perutnya terasa sangat tidak enak. Apa gara-gara hari ini ia terlalu banyak makan? Bahkan tadi saat makan malam ia menghabiskan Stigghiola dan Arancini Di Riso yang Lily buatkan untuknya. Ia menghabiskannysa hingga tak bersisa sedikitpun, bahkan Lily sempat menatapnya dengan tatapan kebingunganbyang jelas terlihat di wajahnya.Dan rasanya sungguh luar biasa, sesuai dengan ekspektasinya. Entah mengapa ia menginginkan makanan itu, yang mengingatkan akan kampung halamannya, Sisilia.Perutnya terasa diaduk-aduk, sudah dua kali ia ke kamar mandi hanya untuk mengeluarkan isi perutnya. Sakit? Cih.., tidak ada kata sakit dalam kamus Arsen. Tapi ini rasanya sungguh sangat menyiksa.Isi perutnya k
Lily terlihat sangat cantik dengan dress biru navy yang melekat di tubuhnya, ia berjalan berdampingan dengan Arsen yang terlihat sangat gagah dan tampan. Di ikuti oleh Mike di belakang mereka, memasuki mansion kediaman milik Grandma Marissa. Penampilan Mike sedikit diubah, agar wajahnya tersamar, hingga tak diketahui, jika ia adalah Mike Foland yang merupakan ketua dari Black Nostra. Setidaknya itulah yang masyarakat umum ketahui.Mereka langsung disambut oleh beberapa pelayan yang memang sudah menunggu kedatangan mereka. Acara sudah dimulai.Mereka berjalan memasuki ruangan dimana pesta diadakan. Ruangan sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Tampak beberapa pelayan sedang mondar mandir membawa nampan berisi minuman yang akan langsung disuguhkan kepada para tamu. Mereka kini jadi pusat perhatian para tamu, beberapa tamu wanita tampak memandang Arsen dengan malu-malu begitu ia melangkah melewati mereka.Dan hal tersebut membuat Lily menggigit bibirnya. Ada rasa tak suka dalam diriny
"Oh..., Tuhannn apa yang harus aku lakukan??!" Guman seorang gadis di dalam kamarnya."Aku harus memberitahu mereka!!""Ah..., tidak tidak aku takut."Ia terus bermonolog sambil mondar-mandir, tangannya saling bertautan, ia dapat merasakan keringat dingin di telapak tangannya. Pikirannya melayang pada kejadian hampir 30 menit yang lalu. Saat ia tidak sengaja mendengar seseorang sedang bercakap-cakap di telepon. Saat ia sedang berniat untuk menyimpan peralatan kebersihan di gudang belakang.Gadis itu menggelengkan kepala. "Aku harus memberitahukannya, bagaimanapun Nyonya adalah temanku." Maria mengepalkan tangannya.Ia segera bergegas keluar dari kamar dan menuju mansion utama. Namun begitu ia hendak masuk, pengawal yang berjaga di pintu mansion langsung menjegalnya."Biarkan aku masuk, aku mohon, aku harus memberitahu sesuatu pada Tuan." Seru Maria dengan serius kepada ke dua penjaga tersebut."Tuan sedang tidak ada, lagi pula pelayan biasa seperti mu tidak diijinkan masuk." Seru sala
Kejadian Margaret yang di seret dengan kuda sudah berlalu dua hari. Dan Lily sudah kembali terlihat seperti biasanya.Namun, Arsen sudah berjanji pada dirinya akan memberikan hadiah bagi Lily atas keberaniannya membunuh Elliot dan menyiksa Margaret. Yang Arsen tahu, jika dalam kondisi biasa dan bukan mereka berdua, Lily tak akan mungkin melakukannya.Tapi setelah dua hari berlalu, Arsen masih belum bisa mendapatkan hadiah apa yang akan di berikan pada istrinya tersebut.Arsen menatap Lily yang sedang memakan sarapan paginya.Lily yang merasa di tatap menyadarinya kemudian menolehkan wajah pada Arsen."Ada apa?" tanyanya dengan lembut setelah menaruh sendoknya di atas piring."Tidak ada, hanya...., Hmm apa kau sedang menginginkan sesuatu?" tanya Arsen pada akhirnya.Lily tampak mengerutkan keningnya, ia tak mengerti dengan ucapan Arsen tersebut."Aku ingin memberimu hadiah, tapi belum menemukan yang cocok untukmu. Jadi katakan apa yang kau inginkan," seru Arsen."Hadiah?"Arsen mengang
Setelah membereskan meja makan dan dapur, Charlotte berjalan mendekati Mario dan Silvia yang sedang bersama menyusun sebuah puzzle yang cukup besar di atas meja.Sebelum sampai rumah, Camilio dan Charlotte menyempatkan diri untuk membeli kue untuk Chaterine dan mainan untuk anak-anak. Camilio membelikan lima buah puzzle dari yang paling mudah sampai agak sulit. Camilio juga membelikan dua buah magic block untuk Mario dan Silvia. Camilio ingin memberikan mainan yang bermanfaat untuk anak-anaknya dan melatih perkembangan otak mereka."Bagaimana? Bisa?" tanya Charlotte dengan lembut pada Mario dan Silvia yang tampak sangat serius menyusun puzzle milik mereka."Bisa," jawab Mario tanpa mengalihkan perhatiannya pada puzzle yang ada di hadapannya."Tadi sudah berhasil dua. Yang ini sulit, Mom," lapor Silvia dengan suara yang terdengar begitu menggemaskan."Sabar ya sayang. Kau menyusun puzzlenya tidak sendiri, tapi bersama Mario. Pasti kalian bisa. Anak-anak mommy kan pintar semua," kata Ch
"Mike, semua sudah selesai dan tidak ada yang dikerjakan lagi. Aku pulang dulu ya," pamit Alonzo seraya melambaikan tangan pada Mike dan menepuk lengan Camilio."Ya, aku juga pamit. ini sudah menjelang sore. Aku pulang dulu, Mike," pamit Camilio pada Mike."Kau pulang ke rumah ibumu hari ini?" tanya Mike pada Camilio."Ya, seperti biasa. Sabtu sore aku dan Charlotte pulang dan besok malam aku sudah sampai mansion lagi," jawab Camilio."Ok. Berhati-hatilah," kata Mike sambil tersenyum."Jika ada tugas mendadak, jangan sungkan untuk menghubungiku. Anytime," ujar Camilio."Ok Cam. Selamat menikmati waktu bersama anak-anakmu. Dan sampaikan salam ku pada ibumu, dan kedua anakmu," sahut Mike.Camilio hanya membalas dengan mengangkat tangan dan tersenyum tipis. Ia bergegas menuju mobilnya untuk menjemput Charlotte dan segera pulang bersama ke rumahnya dan bertemu dengan buah hati mereka, Mario dan Silvia.Mike memasuki ruangan rapat sebentar untuk mengecek segala sesuatu sebelum meninggalka
Margaret di seret dengan paksa oleh Alonzo dan Camilio ke halaman belakang mansion.Dengan sangat jelas Margaret masih ingat tempat ini, dimana ia harus menonton Lily yang sedang berlatih menembak dan Elliot lah yang menjadi target tembaknya.Margaret terus bertanya-tanya dalam hatinya, apakah kini gilirannya menjadi sasaran tembak Lily? Tapi, tadi ia mendengar kuda dan jalan-jalan. Ia benar-benar tak mengerti.Namun, pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya terjawab sudah, saat kedua tangannya diikat menjadi satu dan diikatkan pada seekor kuda hitam yang tampak besar dan terlihat begitu gagah.Tampak pula Lily dan Arsen yang memperhatikannya saat dirinya diikat.'Aku salah memperhitungkan jalang cilik itu! Ia benar-benar berubah dan sangat berbeda dengan Lily yang dulu penakut dan penurut. Siall!!' umpat Margaret dalam hati."Ini kali kedua ku datang ke markasmu, jadi aku ingin tahu keadaan disekitar sini. Hingga memutuskan untuk berjalan-jalan," bisik Lily pada Arsen."Dengan senang hati
Bugh....Kali ini Lily meninju mulut Margaret untuk menghentikan ucapan Margaret.Hingga Margaret memekik kesakitan."Akhh..." Margaret memekik kesakitan."Brengsek!!" umpat Margaret.Sungguh Margaret sangat kesal pada Lily. Gara-gara Lily meninju hidungnya beberapa hari yang lalu. Hidungnya sedikit bengkok, sepertinya silikon hasil operasinya bergeser dari tempatnya.Bukan itu saja, wajah mulusnya hasil dari botox nya pun kini terdapat luka memanjang hasil cakaran Lily.'Aku harus membalasnya!' geram Margaret dalam hati.Operasi plastik yang sudah lama di mimpikan nya dirusak begitu saja. Tentu saja Margaret marah dan kesal. Susah payah Margaret merayu Elliot untuk membiayai operasi plastik ini.Margaret kembali meringis, karena tinjuan Lily di mulutnya membuat kepalanya pusing.Lily hanya tersenyum meremehkan, membuat Margaret semakin dongkol dan marah saja."Cuhhh..." Margaret meludah pada Lily, untung saja tidak mengenai wajah Lily karena dengan cepat Lily dapat menghindarinya.Ar
Sabtu pagi setelah Arsen dan Lily menikmati sarapannya, mereka kembali ke kamar untuk menyempatkan diri bermain-main dengan Theo sebentar sebelum pergi ke markas. Setelah sekitar dua jam kemudian, Theo mulai merengek karena sudah waktunya ia minum susu dan tidur.Saat Lily menemani Theo minum susu, Arsen mengirimkan pesan pada Mike bahwa ia akan menemani Lily bermain-main dengan wanita tua itu."Aku titip Theo pada kalian," kata Lily pada Charlotte dan Maria."Kami pasti akan menjaga Tuan Muda dengan baik, Nyonya," jawab Charlotte yang langsung diangguki oleh Maria.Lily segera keluar dari kamar Theo menuju kamarnya. Kali ini Lily mengenakan pakaian yang lebih kasual dan nyaman dikenakan. Kerena ia akan bersenang-senang hari ini, hingga ia memilih pakaian yang memudahkannya untuk bergerak.Legging yang sedikit tebal di padukan dengan atasan oversize yang panjangnya melebihi bokong. Memastikan lekuk pinggul tersembunyi dari pandangan orang lain. Karena Arsen tak akan menyukainya.Terak
Arsen mendengar kabar dari Camilio jika tangan Mike sempat terluka."Bagaimana dengan tanganmu? Aku mendengarnya dari Camilio," tanya Arsen.Mike menatap lengannya yang terluka di balik lengan jasnya. "Bukan luka besar, tidak masalah," jawab Mike pada Arsen, dan Arsen hanya mengangguk pelan."Han?" tanya Arsen seraya mengangkat sebelah alis matanya."Ya, anak dari Lam Phuong. Anak itu di rawat oleh Vargaz bahkan diangkatnya menjadi anak. Saat aku akan membunuh Vargaz dengan tiba-tiba anak itu muncul entah dari mana dan menikam lenganku," jelas Mike.Arsen mengangguk pelan, "aku mengerti. Apa kau sudah obati?" tanya Arsen."Sasha sudah mengobatinya sesampainya aku di mansion Subuh tadi," ujar Mike."Sebaiknya lain kali lebih berhati-hati lagi.""Baik Tuan. Terima kasih," ucap Mike dengan tulus."Kumpulkan anggota inti Mike, aku mau bicara dengan mereka," titah Arsen."Mereka ada di ruang rapat semua kecuali Enrico, Riobard dan Alonzo. Mereka sedang mempersiapkan barang untuk pengiriman
Mike segera melaporkan hasil penyergapan dan pengakuan Vargaz mengenai Morons pada Arsen, setelah mereka selesai mengeksekusi Vargaz dan seluruh anak buahnya. Karena saat ini sudah hampir pukul 02.00 pagi, Mike tahu jika Arsen sedang beristirahat makanya ia memberitahunya melalui sebuah aplikasi percakapan.Mike meminta Richard untuk membereskan semua kekacauan yang sudah mereka buat, dan segera menghilangkan semua bukti terkait eksekusi Vargaz dan seluruh anggota Bleeding Corp.Setelah dirasa semua selesai, Mike dan yang lainnya meninggalkan Jacksonville dini hari itu juga.Sedangkan bocah bernama Han itu, diserahkan pada Richard untuk di urus. Ada anak buah Richard yang bertahun-tahun menikah belum dikaruniai anak. Maka Han akan di asuh olehnya.Dalam waktu kurang lebih dua jam, akhirnya Mike dan yang lainnya sampai di New York. Tanpa menunggu lama, Mike memerintahkan yang lainnya untuk segera beristirahat. Mike tahu jika semuanya merasa lelah dan butuh istirahat, termasuk dirinya.
"Jawabbb!! Apa hubunganmu dengan Mark, Vargaz!!" pekik Mike lagi karena Vargaz masih diam dan menutup mulutnya.Kali ini Vargas sedikit tersentak karena Mike memekik tepat di depan wajahnya.Dorrr..Seorang pria yang merupakan anak buah Vargaz kembali terkapar di lantai dengan darah yang mengalir di dadanya.Mike kembali menembak salah satu anak buah Vargaz tanpa belas kasihan. Keringat dingin terlihat mengucur dari pelipis Vargaz. Mike dapat melihat, Vargaz mulai ketakutan kembali."M-Mark adalah temanku," jawabnya dengan mulut bergetar. Mike memang sudah terkenal tak kenal belas kasihan dan sadis. Kali ini ia melihat sendiri dengan mata kepalanya.Dan menurut Leonid dulu. Ketua Black Nostra yang sesungguhnya lebih sadis jika dibandingkan dengan Mike.Mike menyeringai mendengar ucapan Vargaz. Ia masih bertanya-tanya dalam hatinya, apakah pembelotan Morina karena Dimitri?."Apakah Morons membelot karena Dimitri!?" tanya Mike dengan nada tajamnya."A-aku tidak tahu secara pasti, tapi M