Karena jumlah obat-obat yang digunakan oleh Xaviera dan teman-temannya dalam ukuran besar. Maka D.E.A yang akan mengambil alih mengenai kasus Xaviera dari pihak N.Y.P.D.
Ada kemungkinan bandar besar di belakang penyediaan obat-obat terlarang tersebut. Kartel misalnya.
Pihak D.E.A dan pihak N.Y.P.D saling berargumen, masing-masing pihak merasa merekalah yang lebih berhak menangani kasus Xaviera. Pihak N.Y.P.D berusaha menahan agar pihak mereka tetap bertugas menangani dan mengusut tuntas kasus Xaviera.
Namun dua anggota D.E.A tersebut tidak gentar melawan N.Y.P.D, mereka memberikan pemaparan serta bukti-bukti yang mereka miliki, jika kasus Xaviera berkaitan dengan kasus besar yang sedang di tangani oleh D.E.A.
Dua anggota tersebut berdalih, bahwa bukan hanya bandar besar, tapi ini berhubungan dengan kartel dan mafia di belakangnya. Ini bukan skala kecil yang bisa di selesaikan oleh pihak kepolisian da
Alonzo, Dante dan Pascoe akhirnya sampai di markas Black Nostra.Mereka sampai lewat tengah malam dengan membawa Xaviera untuk di hadapkan pada tuan mereka, Arsenio Orlando Lazcano.Keadaan Xaviera masih dengan tangan terborgol dan mulut di lakban saat mereka menariknya masuk, Xaviera sempat memberikan perlawanan, ia meronta dan berusaha melarikan diri, namun sayang semua usahanya hanya sia-sia.Mereka membawanya ke sebuah ruangan dengan penerangan yang temaram, mereka mendudukannya di sebuah kursi di tengah ruangan di bawah cahaya lampu yang sedikit redup. Mereka biasa menyebutnya ruangan eksekusi. Di mana semua tahanan mereka di siksa dan dibunuh diruangan ini.Arsen memerintahkan anak buahnya untuk melepas borgol Xaviera dan mengikat kedua tangan serta kakinya di kursi. Xaviera kembali meronta.Arsen sudah duduk di sebuah sofa berbahan kulit mahal di dalam ruang eksekusi. Itu
"Tu--Arsen..." seru Lily kaget saat Arsen membaringkannya di tempat tidur, ia langsung menegakkan tubuhnya. Rupanya ia terbangun ketika Arsen baru saja membaringkannya.Lily mengucek matanya, agar ia bisa melihat sedikit lebih jelas pada Arsen yang tengah berdiri di samping tempat tidur dan menatapnya.Lagi pula Lily harus bangun, takut jika Arsen membutuhkan sesuatu. Namun mata Lily membulat seketika, ketika ia melihat noda darah di lengan kemeja Arsen."Kau terluka?" tanya Lily panik, ia langsung bangkit dari tempat tidurnya dan mendekati Arsen. Ia segera menyentuh dan mengecek lengan Arsen yang terdapat noda darah."Tidak…" jawab Arsen datar. Ia memang tidak terluka sama sekali, itu hanya cipratan darah Xaviera yang mengenai lengan kemejanya saat iya menyayat tubuh Xaviera. Dan ia belum sempat mengganti pakaiannya."Sungguh? Biar aku memeriksamu," ujar Lily dengan penuh perhat
Arsen segera menaiki kuda kesayangannya, kemudian membantu Lily untuk naik, sedikit terjadi drama saat Lily menaiki kuda, ia cukup ketakutan, namun setelah Arsen menatapnya dengan tajam membuat Lily lebih takut pasa Arsen dibanding dengan menaiki kuda tersebut. Hingga akhirnya mau tak mau Lily menuruti perintah Arsen.Arsen hanya menyeringai saat merasakan tubuh Lily yang bergetar ketakutan ketika ia memacu kuda miliknya. Hingga akhirnya mereka mulai memasuki kawasan hutan yang mengelilingi mansion milik Arsen. Arsen memacu kudanya lebih cepat hingga akhirnya mereka sampai disebuah tempat.Tempat tersebut seperti sebuah lapangan. Lily memejamkan mata sedari tadi sejak Arsen memacu kudanya. Ia sudah merapalkan doa dalam hati, berharap tidak terjadi apa-apa padanya. Terjatuh dari kuda misalnya.Terdapat beberapa orang sedang memegang senjata api dan mengarahkan pada sebuah papan target, terdapat sekitar 20 line target deng
Lily yang tidak bisa berenang berusaha untuk terus menggapai udara. Lily mulai merasakan sesak pada napasnya dan nyeri di dada.Ia benar-benar tidak mampu untuk memposisikan mulut dan hidung di atas permukaan air, dan menahan napas ketika berada di dalam air karena ia memang tidak bisa berenang.Air sudah masuk ke dalam saluran pernapasan Lily sehingga pasokan oksigen menjadi terhenti, ia sudah tidak bisa bersuara lagi.Sementara Arsen masih memperhatikan Lily yang sedang berjuang dengan tatapan tak terbaca. "Dia benar-benar tidak bisa berenang rupanya." Gumam Arsen dengan santainya.Sampai akhirnya sudah tidak terlihat pergerakan lagi dari Lily. Arsen berdecak dan memutar bola matanya malas, dan segera melompat ke dalam danau untuk menggapai tubuh Lily yang sudah terapung dengan mata tertutup.Arsen segera mendekatinya dan membawa tubuh Lily ke tepi danau. Ia bergerak dan menari
Lily memandang mata Arsen yang sudah di penuhi oleh kabut hasrat yang menggebu. Ia menundukkan kepalanya dan menggigit bibirnya.Arsen mengangkat wajah Lily dengan telunjukkan dan membuat Lily mau tidak mau menatap wajah Arsen."Stop biting your lip," gumam Arsen dengan suara seraknya.Ia memajukan wajahnya dan bibirnya langsung menyentuh bibir Lily. Bibir Arsen sangat lembut dan Lily merasakan bahwa bibir Arsen menekan bibirnya untuk mendapat balasannya."Balas..." ucap Arsen di sela kecupannya.Lily mencoba untuk menurut, jika tidak menurutpun Arsen pasti akan memaksanya. Arsen mulai melumat Lily dengan berirama. Atas, bawah, atas, bawah. Lily tidak dapat berbuat apapun selain membalas kecupan Arsen, dan ia mulai terhanyut.Tanpa terasa Lily mulai terbuai dan jatuh dalam permainan Arsen. Arsen sangat lihai dalam urusan ini, sedangkan Lily? Meskipun bukan ka
Mata Lily membuka perlahan dalam keadaan badan letih dan nyeri. Ia seketika terkesiap dengan suara datar nan dingin tentu saja milik suaminya."Bersiaplah dalam 20 menit, kita pulang ke mansion!" ujar Arsen."B-baik..." Lily segera bangkit dari tempat tidur, meskipun badannya masih terasa sakit dan lelah. Perintah Arsen bersifat mutlak dan tidak bisa dibantah. Lily sudah mengetahui ini semenjak beberapa bulan hidup bersama Arsen.Dulu saat masih bekerja di perusahaan Arsen Lily tidak sampai berpikir bahwa Tuannya yang kini telah resmi menjadi suaminya ini memiliki sikap yang sangat otoriter. Bahkan sampai saat ini Lily belum mengetahui sepenuhnya mengenai Arsen. Terlalu banyak yang Arsen sembunyikan darinya. Lily merasakan kejanggalan itu, namun ia tidak bisa memastikannya, bahkan ia tak memiliki keberanian untuk itu.Lily melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya dan berjalan dengan sedikit terseok akibat ulah Arsen semalam, yang menyiksa dirinya tanpa henti. Namun entah menga
Arsen kembali ke mansion saat sudah larut malam, ia melihat Lily yang sudah tidur terbaring di tempat tidur. Ia kemudian segera menuju kamar mandi untuk membasuh tubuhnya.Arsen yang telah selesai mandi segera mengenakan piyama yang ternyata sudah di siapkan oleh Lily sebelum ia tidur tadi.Setelah mengenakan piyama Arsen membaringkan tubuhnya di samping Lily. Tangannya memeluk pinggang Lily yang ramping.Lily sama sekali tidak terganggu oleh gerakan Arsen. Ia masih tidur dengan nyenyak, mungkin ia merasa lelah. Arsen menatap lekat wajah Lily yang menghadapnya. Pipinya tampak menggemaskan untuk Arsen.Arsen sering mencuri kesempatan untuk mengecupi pipi Lily saat ia sedang terlelap tanpa di ketahui oleh Lily sama sekali. Atau mengelus semua wajah Lily, seperti hidung, bibir atau mata Lily. Semuanya begitu sempurna di mata Arsen.Namun saat bersama Lily, ia akan bersikap seperti biasa. Tatapan, sikap bahkan aura yang kental akan intimidasi selalu ia keluarkan. Tidak ada yang berubah. T
Hari yang sulit untuk Arsen, setidaknya begitulah yang di rasakannya. Ia kembali ke mansion saat sudah larut malam. Pasti istrinya sudah tertidur dengan pulas. Pikirannya masih sedikit kacau dengan emosi yang tertahan di dada.Arsen sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Namun ia mengurungkan niatnya untuk membuka pintu dan masuk ke dalam kamar.Ia memutuskan untuk pergi untuk masuk ke dalam perpustakaan yang masih berada di lantai empat ini. Suasana perpustakaan akan membuatnya sedikit tenang.Ia menikmati segelas wine sambil terduduk di sofa dekat jendela di perpustakaan pribadinya. Entahlah apa yang kini ia rasakan.Amarah, kesal, emosi, semuanya berkecambuk di dadanya. Ya..., penyerangan ladang dan pabriknya di Vietnam membuatnya sedikit emosi. Tapi yang lebih membuatnya kesal adalah rasa takut jika suatu saat Lily yang akan kena imbas dari serangan para musuhnya.Arsen tidak bisa menggambarkan apa yang ia rasakan saat ini, hanya rasa sesak."Shit!!" umpatnya sambil melemparkan ge
Malam ini Arsen akan kembali meminta Lily untuk mempraktekkan hasil latihannya tadi pagi bersama Sasha.Dengan sengaja ia meminta Riobard untuk memberikan pistol air soft gun dan menaruhnya di balik jas miliknya. Sesampainya di kamar ia menaruhnya di laci meja.Ia membersihkan diri kemudian makan malam bersama Lily. Ia akan mengetest Lily nanti saja, sebelum tidur.Seperti biasa Arsen dan Lily makan malam di ruang makan. Akhir-akhir ini mereka memang lebih sering makan di sana ketimbang di kamar mereka sendiri."Aku ingin melihatmu, mempraktekkan apa yang tadi di ajarkan oleh Sasha," ucap Arsen seraya memeluk Lily yang kini sedang duduk di sisi tempat tidur."Menembak target maksudmu?" tanya Lily memastikan."Ya," jawab Arsen singkat seraya melerai pelukannya, kemudian berjalan menjauhi Lily dan mengambil pistol yang tadi disimpannya.'Hmm..., aku harus mempraktekannya lagi, jangan-jangan setelah ini ada hukuman yang menanti ku lagi,' gumam Lily seraya menghampiri Arsen.Arsen memberi
Malam menjelang, dan semua kembali ke tempatnya masing-masing setelah makan malam. Termasuk Lily dan Arsen, Mike dan Sasha.Sasha langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Namun, sebelum sempat Sasha masuk ke dalam kamar mandi Mike menghentikan langkah Sasha dengan menarik tanganya.Sasha yang ditarik tangannya langsung menolehkan wajahnya dan mengkerutkan keningnya. "Apa?" tanyanya bingung."Pakai baju tidur ini saja. Aku tadi membelinya," ujar Mike dengan datar seraya menyerahkan sebuah paper bag yang entah sejak kapan ada di tangannya."Kau membelikan piyama untukku?" tanya Sasha dengan sumringah, karena ini kali pertama Mike memberinya sesuatu. Senyuman lebar terlukis di bibirnya seraya mengintip ke dalam paper bag tersebut."Terima kasih, Handsome," serunya dengan senyumannya, Sasha melanjutkan langkahnya dengan bahagia menuju kamar mandi.Dengan cepat Sasha membasuh tubuhnya, hanya 5 menit ia menyelesaikannya karena tidak sabar menggunakan piyama pemberian suaminy
Latihan yang mereka lakukan berjalan dengan baik. Meskipun, Maria dan Charlotte tampak keteteran dan sedikit kesulitan. Sering kali peluru yang mereka tembakkan tak mengenai target. Bahkan melenceng jauh dari papan target.Namun, Sasha selalu menyemangati mereka. Lain halnya dengan Lily, hampir semua tembakannya mengenai sasaran meskipun tidak tepat di tengah sasaran target. Dan sisanya entah menembak kemana."Lumayan," puji Sasha pada Lily.Lily yang mendapat pujian tersenyum dengan lembut. "Aku masih mengingat apa yang sudah Arsen ajarkan beberapa bulan yang lalu, hmm.. rupanya aku masih mengingatnya dengan baik," ujarnya."Dengan pistol sungguhan?" tanya Sasha penasaran."Ya, Glock 17.""Oh..., aku mengerti," gumam Sasha sambil menganggukan kepalanya perlahan. Ia juga percaya pasti Arsen melatihan dengan kejam. Ah, ia tak ingin membayangkannya.Mike saja kadang membuatnya pusing dan takut apalagi Tuan Lazcano. Sasha berharap tak pernah bermasalah dengan Arsen. Yuri pernah bercerita
Charlotte kembali ke dalam kamar yang ditempati oleh Camilio dan anaknya Mario dengan membawa obat di tangan.Sedikit ragu namun Charlotte mengetuk pintu terlebih dahulu, rasanya tidak sopan jika harus masuk begitu saja. Meskipun ia tahu jika pintu dalam keadaan tak terkunci.Terdengar suara sahutan dari dalam yang mengizinkan ia boleh masuk. Dengan perlahan namun pasti Charlotte segera memutar kenop pintu tersebut dan mendorong pintu perlahan."Maafkan saya Tuan, sedikit lama," ujar Charlotte sedikit tak enak, karena ia memutuskan untuk menganti pakaiannya terlebih dahulu sebelum kembali memberi obat pada Mario, Charlotte sudah tak nyaman dengan pakaian yang sudah ia gunakan sejak pagi.Camilio sedikit menoleh pada Charlotte dan memperhatikan Charlotte yang sudah berganti pakaian. "Tidak apa-apa, itu bukan masalah," ucapnya pelan seraya kembali menolehkan perhatiannya pada anaknya yang terbaring di atas tempat tidur.Wajahnya yang terkesan dingin dan datar namun sebenarnya menyembuny
Di saat yang bersamaan Maria dan Alonzo sedang berbincang di tempat biasa. Tempat biasa mereka menghabiskan waktu bersama untuk bercengkrama. "Aku baru tahu Sasha sangat hebat," ujar Sasha pada Alonzo yang sedang menatapnya."Ya, dia memang hebat. Harus aku akui itu," jelas Alonzo.Maria mengangguk paham. "Saat baru saja tiba di New York, ia harus menyelamatkan Mike yang diculik oleh musuh. Ia bertarung sendirian dan menghabisi semua musuh di sana," Alonzo bercerita.Maria mendengarkan dengan baik dan terpukau saat Alonzo menceritakan tentang Sasha."Dia keren sekali," gumam Maria."Ya. Tapi karena hal itu, ia terkena tendangan di perut dan harus kehilangan calon bayi mereka," lanjut Alonzo.Ah, Maria hampir saja lupa, jika Sasha harus mengalami keguguran. Ia sempat mendengar cerita ini dari Alonzo sebelumnya. Tapi tidak tahu dengan jelas mengenai ceritanya.Alonzo menggenggam tangan Maria, "Kau tidak usah harus sehebat Sasha, yang penting bisa digunakan untuk menjaga dirimu sendiri.
Setelah menyantap makan malam mereka, Arsen dan Lily kembali ke kamar. Kemudian bersiap untuk tidur, setelah sebelumnya membersihkan diri dan berganti pakaian terlebih dahulu.Lily lebih dulu berbaring di tempat tidur. Tidak perlu untuk meminum susu lagi, karena ia sudah meminumnya tadi saat makan malam. Dan sediakan oleh Maria.Semakin hari perutnya kian bertambah besar, membuat pergerakannya sedikit terhalang. Setelah menemukan posisi yang nyaman ia mulai mencoba untuk memejamkan matanya. Kini Arsen sudah berada di samping dan bergabung ke dalam selimut.Mengetahui Arsen yang sudah di dekatnya Lily mendekatkan tubuhnya pada Arsen dan memeluknya. Pelukan Arsen memang membuat tidurnya semakin nyenyak. Jika tak memeluk Arsen Lily susah untuk terpejam.Kini posisi mereka saling berhadapan. Arsen sedikit menyibakkan rambut Lily yang menutupi wajahnya ke belakang, agar ia bisa menatap wajah istri cantiknya itu dengan jelas."Bagaimana latihanmu tadi?" tanya Arsen. Arsen akan bersikap pura
5 buah senjata api jenis pistol dan revolver berjejer rapi di atas meja, serta satu set pisau survival di tambah pisau kesayangan Sasha yang sudah menjadi sahabatnya sejak lama.Lily, Maria dan Charlotte berkumpul mengelilingi meja dan memperhatikan Sasha dengan seksama. Hingga akhirnya Sasha mulai menjelaskan satu persatu mengenai senjata tersebut pada mereka bertiga.Sebelumnya Sasha sudah mengeceknya terlebih dahulu satu persatu dan mengeluarkan peluru dari dalamnya. Agar tak berbahaya, mengingat kedua orang tersebut awam terhadap senjata, dan takut jika mereka salah memegang, dan menekan pelatuk senjata berpeluru, maka akan berbahaya.Penggunaan pistol tentunya harus digunakan dengan hati-hati karena berkaitan dengan nyawa seseorang.Pertama Sasha mengambil sebuah senjata api berwarna hitam, dengan moncong yang cukup pendek. Keningnya sedikit berkerut, mengingat asal dan dan jenisnya, karena ia jarang sekali menggunakan tipe senjata api ini."Pistol G2 Combat Kal. 9 mm, menggunaka
Arsen sudah memerintahkan Mike untuk meminta Riobarf menyiapkan beberapa senjata yang dibutuhkan oleh Sasha untuk melatih Lily dan yang lainnya.Riobard mengambil senjata dari gudang senjata yang berada di mansion. Selain di markas, di mansion pun terdapat gudang senjata, namun tak sebesar yang berada di markas.Letaknya ada di ruang bawah tanah mansion. Setelah mendapatkan perintah langsung dari Mike. Riobard segera menyiapkan senjata tersebut dan kemudiam menyerahkannya pada Mike.Ada sekitar 5 senjata api berjenis pistol, laras pendek dan laras panjang, serta beberapa jenis pisau survival yang kecil dan ringan, cocok di gunakan oleh wanita.Mike membawanya pagi ini, kemudian memberikannya pada Sasha setelah sarapan pagi."Mari kubantu bawa ke lantai 5," tawar Mike"Tidak usah, handsome. Ini tidak berat kok," seru Sasha."Ck! Kau tidak mau kuperhatikan? Nanti protes lagi!" Mike berdecak, seraya memutar bola matanya jengah, karena Sasha selalu mengatakan bahwa dirinya tak perhatian.
Setelah Sasha berlatih mereka berbincang sejenak. Maria mengingat obrolannya bersama Alonzo tempo hari, agar Maria setidaknya bisa menguasai salah satu bela diri atau senjata.Namun hingga kini Alonzo belum sempat mengajarinya sama sekali."Sasha, apa kau bisa mengajariku?" tanya Maria."Mengajari? " tanya Sasha sedikit tidak paham seraya mengernyitkan dahinya. Namun kemudian ia sadar pada arah pembicaraan Maria, "Bela diri? Atau senjata? Itu maksudmu?" tanya Sasha.Maria mengangguk pelan, dan menatap Sasha dengan penuh harapan.Sasha memberikan cengiran lebarannya, "Tentu saja aku bisa mengajarimu, serahkan padaku," ujar Sasha dengan penuh semangat.Lily yang mendengarnya ikut tertarik, karena ia pun harus bisa menguasai senjata, namun keadaannya yang kini tengah hamil menghalanginya."Aku juga mau, karena Arsen meminta ku untuk bisa menjaga diriku," timpal Lily.Sasha, Maria dan Charlotte menolehkan pandangannya pada Lily. Dan menatapnya tak percaya."Hmm..., maksudku tidak sekarang