Tidak membutuhkan waktu lama bagi Ivanov untuk mendapatkan informasi mengenai wanita yang bernama Alicia Meyers, yang kini bekerja sebagai pelayan di mansion miliki Tuannya.Tentu saja, koneksi Ivanov di mana-mana. Ia kumpulkan berkas mengenai Alicia yang berhasil didapatnya dalam sebuah map berwarna merah.Dengan langkah tegap dan percaya diri Ivanov masuk kedalam ruangan Arsen, sebelumnya ia mengetuk pintu terlebih dahulu sampai Arsen mengizinkannya untuk masuk."Tuan, Ini data yang Anda minta," ujar Ivanov seraya menyimpan map tersebut di atas meja Arsen.Arsen langsung mengambil map tersebut dan membukanya dengan perlahan. Kemudian ia mulai mengamati dan membacanya dengan teliti.Arsen menyeringai kemudian menutup map tersebut dan melemparnya ke atas meja."Bagaimana Tuan?." Tanya Ivanov."Sudah cukup, aku akan membiarkannya dahulu, jika dia berani macam-macam aku yang akan turun tangan langsung," ujar Arsen."Baik Tuan," ujar Ivanov."Oh iya.." Arsen bersuara ketika Ivanov akan m
Arsen dan Lily saat ini sedang menikmati makan malam mereka di beranda kamar. Arsen teringat obrolannya dengan Ivanov siang tadi."Aku besok akan membawa temanmu Anna kesini," ujar Arsen di sela makan malamnya.Lily hampir saja tersedak oleh makanannya saat mendengarnya, tentu saja ia sangat kaget dengan ucapan Arsen tersebut."A-anna?" Mulut Lily terbata menyebut nama temannya yang sudah tidak lama dijumpainya."Ya, Anna Calesthane temanmu di kantor," ucap Arsen.Lily belum pulih dari rasa kagetnya, 'A-anna?Oh..My God Anna,' gumamnya dalam hati."Kenapa? kenapa kau tiba-tiba membawa Anna kesini?" tanya Lily ia masih belum bisa mengontrol rasa kagetnya."Ada beberapa alasan mengapa aku akan membawa Anna padamu," ujar Arsen kini menatap serius ke arah Lily.Lily berusaha untuk mengenyahkan rasa kagetnya. Ia merasa senang, bahagia tentu saja, karena ia sudah lama tidak bertemu dengan Anna, sekitar setengah tahun lebih. Tapi ada rasa penasaran dalam dirinya, mengapa tiba-tiba Arsen memba
"Anna.." Panggil Ivanov.Seketika Anna langsung berdiri dari kursinya, ia langsung sedikit menundukkan kepala untuk menghormat pada Ivanov. Kaget, takut, itulah yang di rasakan oleh Anna.Ivanov jarang menemui karyawan biasa seperti Anna, biasanya ia akan menyuruh atau mendatangai manager dari masing-masing divisi."Ya..Pak, ..ada yang bisa saya bantu?" tanya Anna sedikit gugup. Karena karyawan lain yang berada di ruangan menatap Anna heran. Mereka mengira jika Anna akan terkena masalah atau apapun."Ikut saya." Ujar Ivanov.Anna sedikit membelalakan mata, ia belum sadar dari rasa kagetnya karena kedatangan asisten kepercayaan pemilik perusahaannya bekerja, kini ia meminta Anna untuk mengikutinya.Untuk karyawan biasa sepertinya tentu saja menuruti atasan harus dilakukannya jika ia tidak ingin kehilangan pekerjaan."Baik Pak," ujar Anna.Ivanov segera melangkahkan kakinya dan memberi kode pada Anna untuk mengikutinya. Anna mengikuti langkah Ivanov diiringi tatapan penasaran karyawan l
Anna melangkah kan kakinya memasuki kediaman Arsen yang besar, ia menatap sekeliling ruangan yang di laluinya dan berdecak kagum.Arsen membawanya menuju lantai 3, dimana Lily berada, Albert sudah mengabarkan bahwa Lily sedang berada di perpustakaan bersama Maria dan Charlotte.Arsen sudah meminta Anna untuk mencabut laporannya, bahkan tadi mereka datang ke kantor polisi dahulu sebelum ke mansion.Meskipun Anna ragu untuk terlebih dahulu mencabut laporannya namun nyatanya ia melakukannya juga.Aura intimidasi dari bosnya itu benar-benar membuatnya tak berkutik dan tak bisa menolak.Semenjak turun dari mobil dan masuk kedalam mansion Arsen tak mengeluarkan sepatah katapun pada Anna. Bahkan ia sedikit menjaga jarak darinya. Anna terus mengikuti langkah Arsen dari belakang.Mendengar pintu dibuka Lily langsung menolehkan pandangannya pada pintu dan segera berdiri untuk menyambut kedatangan suaminya begitu ia menangkap sosok Arsen lah yang membuka pintu.Lily segera menghampiri Arsen dan
Menjelang sore Anna pamit pulang pada Lily, sudah cukup untuk hari ini meskipun sebenarnya Anna tidak ingin meninggalkan Lily.Namun tatapan tajam bos besarnya membuat Anna memutuskan untuk pulang. Tatapannya seakan mengusir keberadaan dirinya yang sejak siang bersama Lily.Ah..., Anna paham, jika bosnya itu tidak ingin kebersamaannya bersama istrinya terganggu karena keberadaannya.Meskipun mengerikan, namun Arsen memperlakukan Anna dengan baik, karena ia menyuruh supir untuk mengantarnya pulang dengan selamat sampai ke apartemennya.Lily memeluk Arsen dengan erat. "Terima kasih Arsen, karena sudah membawa Anna kesini," ujarnya dengan tulus.Lily benar-benar bahagia saat ini. Semuanya tampak masih seperti mimpi baginya."Aku akan melakukan apapun yang bisa membuatmu senang. Asal kau tidak mencoba untuk pergi darik," ujar Arsen seraya membalas pelukan Lily.Lily mengangguk dalam dekapan Arsen. "Tentu saja, aku sudah berjanji padamu bukan, aku akan selalu ada disampingmu, apapun yang t
Akhirnya setelah tiga hari terjebak di pegunungan dan dikelilingi salju yang tebal. Mike dan Sasha berhasil dijemput oleh Sergei. Ada sebuah tempat lapangan tanpa pepohonan yang berjarak 1 jam dari kabin.Sergei menjemput mereka menggunakan helikopter. Lebih baik berjalan 1 jam menuju lapangan tersebut daripada harus menghabiskan waktu 6-7 jam lagi untuk berjalan turun pegunungan.Mengapa saat pengejaran Marco tidak menggunakan helikopter ini, karena jika menggunakannya maka akan dengan mudah diketahui oleh Marco dengan suara helikoter yang cukup bising, maka besar kemungkinan Marco akan mengetahuinya dan segera kabur dari sana.Sergei dan anak buahnya pula yang akan membereskan mayat Marco dan dua anak buahnya yang tewas ditembak Marco. Salju masih tebal. Namun sudah tidak ada hujan salju lagi.Mike dan Sasha mengikuti langkah Sergei yang memandu mereka menuju tempat dimana helikopter berada.Langkah mereka sedikit terseok karena ketebalan salju yang mereka injak. Bahkan Sasha sempat
"Arsen..., aku mohon izinkan Maria pulang beberapa hari," pinta Lily memohon pada Arsen.Lily mengatakannya saat Arsen sedang duduk santai di kamar, setelah ia membersihkan dirinya dan berganti pakaian.Tentu saja Lily harus memilih waktu yang tepat untuk meminta izin kepada Arsen. Ia tak ingin jika ia bicara di saat yang tidak tepat dan akan merugikan dirinya atau Maria."Aku akan memikirkannya terlebih dahulu," ujar Arsen."Aku mohon Arsen. Ayahnya sedang sakit," jelas Lily."Jika aku izinkan, siapa yang akan menemanimu?" Arsen mengangkat sebelah alis matanya.Arsen lebih mementingkan semua kebutuhan istrinya, ia tak ingin Lily kerepotan saat Maria tak ada."Masih ada Charlotte. Aku mohon Arsen," Lily tak patah semangat untuk membujuk Arsen.Arsen tampak berpikir sejenak, Lily menanti keputusan Arsen dengan khawatir jika Arsen tidak mengizinkan Maria untuk pulang."Aku akan memanggil Maria ke ruang tengah di lantai bawah, apa kau mau ikut?" tanya Arsen setelah diam beberapa saat.Li
"Aku saja yang akan mencucinya," seru Sasha, saat Mike menyimpan semua piring kotornya ke dalam wastafel dan hendak mencucinya.Mereka sudah selesai makan, Mike hanya membuat makanan dengan memanfaatkan bahan makanan yang tersisa di kulkas."Apa kau yakin?" tanya Mike, dan Sasha mengangguk. Tentu saja Sasha yakin, jika hanya mencuci piring sudah pasti ia bisa melakukannya."Baiklah." Mike menyerahkan pekerjaannya pada Sasha, kini ia hanya tinggal mengawasi Sasha melakukan pekerjaannya. Mike tidak akan meninggalkannya, karena ia tak ingin dapurnya akan berubah menjadi kapal terguling dengan piring-piring yang pecah di lantai.Mike bisa melihat Sasha begitu hati-hati saat mencuci semua piring-piring kotor itu. Setidaknya Sasha mau mencoba nya.Kini Sasha sudah menyelesaikan pekerjaannya."Selesai!" ucapnya dengan girang seraya menoleh pada Mike dan melepas apron mencucinya.Mike sedari tadi berdiri dan menyandarkan pinggang nya di meja makan dengan tangan yang terlipat di dada seraya me
"K-kau mendengar pembicaraanku?" tanya Maria kaget dan tak percaya.Alonzo tak menjawab, ia hanya mengangkat satu alisnya menunggu jawaban Maria.Maria menundukkan kepalanya dan menarik napas panjang."Dia teman masa kecilku dulu saat aku tinggal di Mexico. Paman Nando berbicara pada orang tuaku, bermaksud menjodohkan kami tapi aku menganggap hal itu aneh. Jadi tidak pernah menanggapinya. Aku bahkan sudah lupa akan hal itu," jawab Maria."Kau tidak menjawab pertanyaanku," ujar Alonzo dengan tatapan tajamnya.Maria mengerutkan keningnya."Kau ini sudah bersuami tapi berbincang ramah dengan seorang pria yang kau bilang teman masa kecilmu. Lalu tadi kau bilang sudah lupa kalau pernah dijodohkan. Setelah ingat lagi, kau masih bisa bersikap ramah dengannya. Apa karena kau suka dipuji karena terlihat lebih cantik?" tanya Alonzo lebih tajam.Mata Maria membulat dengan semua tuduhan Alonzo yang dirasanya berlebihan. Maria merasa sia-sia saja menjawab pertanyaan Alonzo yang lebih mirip dengan
"Danteeeeee!!!!" geram Mike dengan kesal dan marah. Membuat Dante menelan salivanya susah payah.'Mati aku, malam ini aku matiiiii!' pekik Dante dalam hati."Mike, maafkan aku, aku hanya bercanda, lagipula... iyuhhh.." Dante memasang wajah jijiknya."Aku masih menyukai wanita, serius! Sangat malah, ya ampun tak mungkin aku berpaling dari pelukan wanita-wanitaku dan memilih bermain anggar. Ya, Tuhan itu sangat menjijikan," cerocos Dante bak kereta api Shinkansen."Heh!! Bercanda? Bercanda apanya hah??! Tadi jelas-jelas kau mengurungku dan hendak menciumku!! Itu menjijikan, aishh, harga diriku hampir saja tercoreng olehmu," kini Pascoe ikut berbicara dengan masih menyembunyikan tubuhnya di balik tubuh Mike dan hanya menyembulkan kepalanya saja."Aku hanya bercanda, astaga!! Aku hanya ingin menggoda perjaka bodoh seperti mu!!" kilah Dante."Perjaka perjaka, itu lebih baik dari pada maniak sepertimu yang tiap hari celup sana sini dan menabur benih dimana-mana, apa kau petani yang sedang b
Selama dua hari di Pantai Tulum, Maria dan Alonzo begitu bahagia, mereka sangat menikmati indahnya pantai serta angin laut yang menerpa tubuh mereka.Rasanya Maria dan Alonzo enggan untuk meninggalkan tempat tersebut. Benar-benar memanjakan mata mereka dan deburan suara ombak membuat hati mereka begitu tenang. Benar-benar tak puas jika hanya dua hari saja berada di sini. Sudah seperti surga.Namun, sayangnya. Di setiap ada perjumpaan, maka akan ada perpisahan. Begitu pula Maria dan Alonzo dengan Pantai Tulum yang sudah merebut hati mereka.Pagi ini Alonzo dan Maria bersiap meninggalkan hotel untuk menuju ke Cancun. Perjalanan dari Tulum ke Cancun memakan waktu sekitar dua jam. Mereka memiliki rencana setelah menaruh koper di kamar hotel, mereka ingin berjalan-jalan ke Torre Eschenica dan sekitar kota Cancun.Torre Eschenica adalah sebuah menara yang dapat berputar dan memberikan pemandangan menakjubkan. Cancun, Meksiko dapat terlihat 360 derajat dari atas menara ini.Setelah menikmat
Maria dan Alonzo sudah mengemasi barang mereka tadi malam, sebentar lagi mereka akan segera berangkat, namun sebelum itu mereka akan berpamitan terlebih dahulu pada Lily, karena Arsen sudah berangkat setelah sarapan."Nyonya, kami pamit," seru Maria pada Lily yang sedang menggendong Theo, sedangkan Charlotte berada di sampingnya.Lily mengangguk pelan seraya tersenyum dengan lembut. "Nikmati waktu libur kalian. Maria, Al berhati-hati lah," ujar Lily."Tentu saja Nyonya," jawab Maria."Terima kasih atas perhatian Anda, Nyonya," timpal Alonzo.Setelah berpamitan Maria dan Alonzo segera memasuki mobil mereka. Alonzo segera menyalakan mesin mobil miliknya, kemudian mulai melakukannya perlahan dan mulai meninggalkan pekarangan mansion."Mari, Nyonya, kita kembali ke dalam," ajak Charlotte."Ayo, di luar sedikit berangin, tidak baik bagi Theo," seru Lily. Kemudian mereka berdua berjalan masuk kembali ke dalam mansion.Alonzo memang sengaja membawa mobil sendiri dan akan memarkirkannya di ba
"Kau ini menakutkan, Al," kata Maria."Jika dibiarkan, mereka akan terus merecoki kita. Bahkan mungkin tidak berhenti sampe di depan kamar kita. Berisik!" jawab Alonzo dengan santai.Kemudian mereka berdua kembali melangkah menuju kamar mereka.Alonzo mengeluarkan kunci miliknya dari saku celananya, kemudian memasukkan dan memutar kuncinya.Ceklek..Alonzo membuka pintu kamar dan segera mereka memasukinya.Setelah melepas sepatu masing-masing, Alonzo menarik tangan Maria untuk duduk di sofa."Aku sudah mendapat ijin dari Tuan untuk cuti liburan bersamamu. Kita besok berangkat ke Tulum," ujar Alonzo dengan senyum setelah mereka duduk berdampingan di sofa."Benarkah?" tanya Maria tak percaya."Ya. Aku bahkan sudah membeli tiket untuk kita ke sana tadi," sahut Alonzo seraya membuka ponsel untuk menunjukkan booking confirmation tiket dari New York ke Cancun, Mexico pulang pergi atas nama mereka berdua."Jadwal pesawatnya besok jam 09.30 pagi dan kita tiba di Cancun jam 11.45 waktu Mexico,
Arsen sampai di mansion saat sore menjelang. Tampak Lily yang sedang bermain dengan Theo di kamar Theo di temani oleh Charlotte dan Maria.Begitu Arsen datang, Charlotte dan Maria segera pamit meninggalkan kamar Theo."Kau sudah pulang," seru Lily menyambut kedatangan Arsen dengan Theo di gendongannya.Arsen mengangguk seraya tersenyum tipis. Kemudian ia melepaskan jas yang dikenakannya dan menaruhnya di atas sofa kemudian berjalan mendekati Lily dan Theo.Arsen mengecup kening Lily sekejap, Theo tampak menggapai-gapai tubuh Arsen yang begitu dekat dengannya."Kau mau ku gendong, hemm??" tanya Arsen pada Theo, Theo yang melihat Ayahnya tampak tertawa.Arsen segera mengambil alih Theo dari gendongan Lily. Dan Theo tampak begitu bahagia. Beberapa hari ini memang Arsen jarang bermain dengan Theo karena kesibukannya di markas.Arsen mengangkat Theo dan menghadapkan wajah Theo padanya. Theo kembali tertawa, ia seperti mendapat suatu kebahagiaan.Mulut nya mulai membuka seolah ingi mengatak
Selama tiga hari ini mereka melakukan perintah sesuai arah Camilio tiga hari yang lalu. Sasha dan Alonzo terus bekerja sama. Bukan hanya itu saja, Alonzo pun memberikan wejangan-wejangan pada Sasha, serta rahasia-rahasia kecil Mike pada Sasha.Seperti apa makanan kesukaannya, buku apa yang di baca Mike, Pengalaman masa lalu mereka. Dan masih banyak lagi."Jadi Handsome ku menyukai Ayam Parmigiana?" gumam Sasha bertanya pada Alonzo. Saat ini mereka kembali berkeliling kota untuk mencari informasi. Selama tiga hari ini usaha mereka masih belum membuahkan hasil, hingga Alonzo mengarahkan mobilnya menuju perbatasan New York dan New Jersey."Ya, dia menyukai Parmigiana," jawab Alonzo.Sasha mengangguk pelan, "eh, tapi aku tidak bisa membuatnya, Al. Bagaimana aku bisa membuatnya?" tanya Sasha."Ayam parmigiana tampilan dan rasanya mirip dengan chicken cordon bleu. Kau harus bisa membedakannya," seru Alonzo."Ah, Cordon blue, ya aku tahu itu," ujar Sasha."Ayam yang digoreng dengan menggunak
Sasha dan Alonzo mengendari mobilnya dan melakukannya menuju pusat kota. Alonzo akan mencari informasi dari informannya yang berada di sana."Kita mau kemana?" tanya Sasha."Pusat kota," jawab Alonzo singkat.Kemudian Sasha hanya mengangguk-anggukkan kepalanya seraya ber-oh ria.Kemudian ia kembali menatap pandangan di luar jendela mobil. Mereka mulai memasuki perkotaan dengan gedung tinggi yang menjulang.Ini kali keempatnya Sasha mendatangi pusat kota New York. Pertama saat ia datang untuk kali pertama dari Rusia. Dua, saat Mike mengajaknya jalan-jalan, ralat dia yang memaksa Mike untuk berjalan-jalan dan mendandani Mike untuk menyamar. Tiga, saat ia mengantar Lily untuk membeli perlengkapan bayi. Dan ini menjadi keempat kalinya bagi Sasha."Kita akan mencari info dari siapa?" tanyanya kembali tanpa menolehkan pandangannya pada Alonzo yang sedang fokus menyetir mobil."Kita akan menemui informanku, dia biasanya ada di salah satu cafe di pusat kota," jelas Alonzo."Oh, baiklah aku me
Hingga pagi menjelang, Arsen pun tak banyak bicara. Pikirannya masih tertuju pada perkataan Dimitri tadi malam sebelum menghembuskan napasnya.Lily pun yang ada di sampingnya tak banyak bicara atau bertanya. Kini ia sudah mengerti mengenai sikap suaminya tersebut. Pulang larut malam dan tampak memikirkan sesuatu pasti terjadi hal yang penting kemarin malam.Lily hanya berusaha melayani suaminya saja sebaik mungkin. Tanpa bertanya apa yang terjadi padanya. Jika Arsen ingin membagi ceritanya, pasti sudah Arsen katakan. Lily berpikir, nanti juga jika Arsen siap, pasti Arsen akan mengatakan padanya."Mau tambah?" tanya Lily saat melihat piring sarapan Arsen sudah kosong."Tidak, ini sudah cukup," jawab Arsen."Baiklah," ujar Lily seraya mengangguk pelan."Sebentar lagi aku akan pergi ke markas. Ada yang harus aku kerjakan. Mungkin pulang terlambat lagi," jelas Arsen.Lily kembali mengangguk, "aku mengerti."Selain Arsen yang pulang larut malam, Mike, Alonzo dan Camilio pun tak kembali ke