"Neng, beli fanta gak?"
Teguran tersebut mengalihkan atensi Naya dan Rio yang sedang bercengkrama. Terlihat seorang laki-laki paruh baya berkulit hitam legam menghampiri mereka dengan membawa sebuah nampan berukuran cukup besar yang di atasnya tersusun gelas-gelas plastik yang biasanya dipakai untuk wadah pop ice. Namun, kali ini wadah tersebut diisi oleh air fanta berwarna merah, oren, dan biru keunguan.
Rio menelisik pedagang tersebut. Sudah sangat biasa jika berkunjung ke sebuah tempat wisata atau pun tempat-tempat sejenisnya, maka ada saja pedagang-pedagang es, gorengan, jajan-jajanan tusuk, yang berniaga dengan berjalan-jalan menghampiri para pengunjung. Baik yang sedang berjalan menulusuri tempat, terlebih sedang duduk bersantai pada bangku yang telah disediakan, contohnya mereka.
Ia tak mau beli. Sayang duit jika dibelikan barang tak berguna. Membiarkan pedagang tersebut tetap di sini, Rio hendak melihat Naya. Apaka
Naya melotot bungkam atas apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Telapak tangannya menutup mulut. Terlalu syok atas apa yang disaksikannya.Bagaimana tidak? Secara jelas Naya melihat bahwa Rio baru saja menampar kepala anak kecil itu hingga kepalanya terputar dan tubuh mungil itu tersungkur.Tidak ingin Rio berbuat lebih lagi, Naya terburu-buru menyampirkan tas yang ia kenakan di pundak kemudian segera mengambil langkah menuju posisi Rio berada.Bukankah Rio terlalu berlebihan? Ini hanyalah masalah sepele. Cuma soal es fanta harga lima ribuan, tak seharusnya Rio melakukan hal sejahat itu. Emosi Naya benar-benar terpancing untuk datang."Rio!" teriaknya saat sudah dekat.Membuat si empunya nama menoleh pada panggilan dari suara yang sudah ia kenali jelas siapa pemiliknya.Raut Naya tampak datar. Tatapan matanya amat tajam menghunus Rio. Ia hanya melirik laki-laki itu sekilas dengan ekor matanya, terlalu menunjukkan secara terang-ter
Pernikahan adalah salah satu hal sakral. Setiap insan baik dari tiap gender, laki-laki atau perempuan pasti menginginkan sebuah pernikahan yang mereka dambakan.Tepat hari ini; menit ini; detik ini, hari bahagia bagi dua belah pihak keluarga. Akan tetapi, terdapat suatu hal mengganjal di sini."Saya terima nikah dan kawinnya Kanaya Putri binti Keano dengan mas kawin 1 gram cincin perak dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""SAH!" Seruan para hadirin sekalian menggema dalam ruang tamu di kediaman pihak perempuan.Mama Naya menuntun putri semata wayangnya itu untuk melakukan gerakan masyhur setekah akad pernikahan berlangsung. Naya mencium punggung tangan lelaki yang saat ini telah berganti posisi menjadi suaminya. Dibalas ciuman lembut pada keningnya.Ina selaku orang tua dari Naya terharu setelah berhasil menggugurkan kewajibannya terhadap sang putri. Tak sangka ia
Serio Gananta adalah nama panjang dari Rio, lelaki asli Banjar yang memilih merantau ke ibu kota Indonesia; Jakarta. Di kota besar ini ia numpang di tempat paman dan bibinya yang kebetulan juga tinggal di sini. Rejeki orang tak ada yang tahu di mana tempat. Bahkan sering kali tak pernah dikira sebelumnya.Ia adalah sarjana perkebunan sejak 2 tahun yang lalu. Akan tetapi, sayang beribu sayang ia tak kunjung miliki pekerjaan hingga saat ini. Niatnya merantau dan izin pada kedua orang tuanya ialah hendak merubah nasib. Mungkin saja rejekinya memang bukan di Banjar sana, tetapi di tempat lain. Contohnya saja paman dan bibinya ini.Kulitnya putih bersih, memang sudah bawaan dari sananya alias faktor keturunan. Ditambah lagi tak pernah digunakan untuk bekerja, simpelnya buat panas-panasan untuk berkebun. Big no! Tak pernah sama sekali. Wajar jika tambah mulus telapak tangannya itu.Jemarian itu dengan lincah menari di a
Sekilas info, rumah paman dan bibi Rio ini berbahan dasar kayu. Selain itu juga model panggung, asli macam rumah orang Banjar sana.Sejujurnya ada penyebab lain. Yakni untuk kesiapan menghadapi peristiwa yang sering kali terjadi di kawasan tempat tinggal mereka ini.Jika banjir datang, sebagai kesiagaan semisal air naik ke permukaan, setidaknya kedudukan rumah ini tinggi. Rumah tak akan dimasuki oleh air banjir tersebut. Walau di sekitar sini hanya rumah paman dan bibinya saja yang panggung seperti ini.Suara tapakan kaki menggema di ruang tengah sampai pada ruang tamu. Dengan sengaja Rio berlaku demikian, menghentak-hentakkan kaki seiring langkah kakinya. Ia melirik seorang bayi laki-laki yang tengah pulas tertidur di ayunan. Kembali ganas pada tindakannya tadi, Rio makin sengaja menghentak kaki dengan kuat hingga timbulkan bunyi tak nyaman bagi orang yang sedang tertidur.Sampai di ruang tamu Rio nengok
Biasanya pada dinding kamar mandi terdapat paku yang sengaja ditancap di sana untuk gantungan; cantelan; dan kegunaan yang lain sebagainya. Dan pada kamar mandi yang digunakan Rio saat ini pun sama. Ia menggunakannya untuk menggantung handuk selama ia melaksanakan ritual mandi. Usai mandi lelaki itu menyambar handuk yang tercantel tersebut dan memakainya untuk menutupi bagian pusakanya. Rio melilitkan handuk tersebut di pinggangnya sambil menuju ke arah kaca. Di depan kaca Rio menyugar rambutnya yang basah lalu mengacak-acaknya secara asal. Rambutnya yang panjang untuk ukuran laki-laki itu jadi menutupi sebagian wajahnya, pun airnya mengalir dari kening dan menetes sampai di bawah dagu.Tampak fresh sekali dan bahkan ciptakan kesan cool yang sangat keren. Rio tersenyum smirk, penuh gaya di depan kaca entah apa faedahnya.Setelahnya tiba-tiba saja Rio terbahak, ia geleng-gelengin kepala dan segera keluar dari kama
"Aaaaaa ganteng banget, Guys! Sumpah mau pingsan gue!!"Teriakan histeris dari perkumpulan para cewek yang tengah duduk pada bangku yang tersedia di pinggir jalan itu benar-benar alihkan atensi sekitar. Baru saja Rio berlaku nakal. Kedipan satu mata ia lontarkan. Tak lupa dengan senyum miring penuh angkuh terukir pada bibir terbelah berwarna merah jambu miliknya itu. Sengaja menggoda perkumpulan cewek-cewek di seberang sana yang sedari tadi memfokuskan obsidian pada dirinya. Terpesona?"Abang ganteng ke sini, dong!" Seruan melengking salah satu dari mereka terdengar memenuhi jalanan raya yang penuh lalu lalang berbagai macam kendaraan transportasi darat.Rio menoleh pada mereka. Memberikan atensi sepenuhnya bikin cewek-cewek itu kembali belingsatan tak karuan. Merasa dikasih lampu ijo. Rio jadi terkekeh dibuatnya ketika telinganya mendengar mereka saling melempar ucapan satu sama lain. Seperti bilang ...
Jika ditelaah lebih jauh, seorang Kanaya Putri sangat pantas menyandang gelar model kelas dunia. Lihatlah bentuk body-nya dan bagaimana lekukan tubuh itu terbentuk. Cara-nya mengambil tiap langkah saja berjalan penuh keangkuhan.Jika seperti ini model wanita yang tersuguh di depan mata, memangnya laki-laki mana yang mampu menolak?Ingatkan bahwa Rio adalah seorang laki-laki normal. Pandangan matanya pun memiliki forsiran.Sejujurnya Kanaya atau kerap disapa Naya itu adalah gadis yang sangat cantik dan baik hati. Sayangnya ia berjalan seorang diri menuju cafe terdekat dari gedung kantor tempatnya bekerja.Fakta terkait Naya ... ia adalah seorang gadis berkepribadian introvert, nilai tambahnya ia cerdas dan merupakan sarjana managemen bisnis dan berada di deretan nama-nama dengan nilai tinggi.Amat wajar bila mana ia sukses meraih pekerjaan di sebuah kantor gedung sebesar dan semewa
Nuansa cafe sangat nyaman sekali. Interiornya pun didesain sedemikian rupa hingga begitu memanjakan para pelanggan. Naya dan Rio telah duduk di sini sejak setengah jam yang lalu. Tak ingin menampik, perut Rio sudah sangat keroncongan sekarang. Sumpah demi Alex! Ia sangat lapar. Maka dari itu secara perlahan ia memandang pada seorang wanita yang duduk di depannya itu. "Lo udah makan, Nay?" tanya Rio tanpa basa basi. Naya langsung ngangkat tengkuk. Ia menatap balik Rio hingga tatapan mereka bertemu untuk beberapa saat. "Belum lah. Ngapain gue ke sini kalo gue udah makan," tukas Naya memutar bola matanya malas. Akibatnya Rio jadi mencibir. "Siapa tau aja, 'kan, lo ke sini mau kerja? Gue liatin dari tadi nge-cek hape mulu." Rio tak mau kalah. "Kalo gue ke cafe, ya, berarti gue belum makan lah! Ngapain gue kerja di cafe. Gue punya ruang khusus pribadi di kantor," sahut Naya balik sambil ngotot. "Mungkin aja, Ya! Mungkin aja!" Rio ba