Jika ditelaah lebih jauh, seorang Kanaya Putri sangat pantas menyandang gelar model kelas dunia. Lihatlah bentuk body-nya dan bagaimana lekukan tubuh itu terbentuk. Cara-nya mengambil tiap langkah saja berjalan penuh keangkuhan.
Jika seperti ini model wanita yang tersuguh di depan mata, memangnya laki-laki mana yang mampu menolak?
Ingatkan bahwa Rio adalah seorang laki-laki normal. Pandangan matanya pun memiliki forsiran.
Sejujurnya Kanaya atau kerap disapa Naya itu adalah gadis yang sangat cantik dan baik hati. Sayangnya ia berjalan seorang diri menuju cafe terdekat dari gedung kantor tempatnya bekerja.
Fakta terkait Naya ... ia adalah seorang gadis berkepribadian introvert, nilai tambahnya ia cerdas dan merupakan sarjana managemen bisnis dan berada di deretan nama-nama dengan nilai tinggi.
Amat wajar bila mana ia sukses meraih pekerjaan di sebuah kantor gedung sebesar dan semewah ini. Laki-laki mana yang menolak pesonanya?
Kembali membahas perihal kepribadian, sejauh ini Naya belum dapat sahabat di sini. Belum ada seorangpun yang bikin Naya nyaman dan percaya pada mereka. Orang-orang seperti Naya memang sulit mendapatkan sahabat. Dan orang sejenis dia tak sendiri hidup di dunia ini.
Hanya mereka teman-teman tegur sapa biasa.
Terkadang Naya merasa teman-teman bisnisnya itu seolah memang seperti kurang nyaman juga ketika di dekatnya. Naya sangat sadar akan hal itu. Seperti tak ada yang ingin berteman dengan niat murni teman dekat. Mereka datang cuma ketika perlu urusan bisnis saja.
Padahal Naya itu baik. Akan tetapi, memang mengenai respon Naya sendiri ketika ditegur dan disapa, ia hanya beri sahutan seadanya. Seperti tersenyum atau mengangguk.
Memang sudah kepribadiannya tak suka banyak bicara. Terlebih pada mereka yang tak dekat? Jangan tanya seberapa jadi pendiamnya Naya ketika berhadapan dengan mereka.
Sudahlah ... Naya sungguh tak masalah. Ia tak apa hidup seperti ini. Sudah biasa apa-apa sendirian tanpa teman, lalu kenapa sekarang ia musti sedih?
Naya membuka pintu cafe dan duduk pada salah satu meja kosong yang alhamdulillah masih tersedia. Ia tak langsung pesan makanan melainkan mengecek beberapa pesan masuk melalui email di ponsel genggamnya terlebih dahulu.
"Mbak ...."
Sampai sebuah panggilan alihkan atensi Naya. Ia menoleh dan menemukan seorang laki-laki dengan wajah panik. Seolah terforsir, Naya jadi ikutan panik juga lihah raut cowok itu.
"Kenapa, Mas? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Naya dengan bahasa formal. Bahkan ia ikut berdiri juga menyeimbangi laki-laki tersebut.
Dengan raut panik yang sangat meyakinkan laki-laki itu berucap, "Maaf, Mbak, sebelumnya ... tapi saya boleh pinjem hapenya bentar nggak? Hape saya tiba-tiba ilang."
Naya berikan seulas senyum. "Oh, iya. Pake aja hape saya." Tanpa ragu ia memberikan hape yang ada di genggamannya pada cowok itu yang langsung disambut dengan senang hati.
"Wah, terima kasih, ya, Mbak, udah mau bantu saya."
Naya mengangguk tak apa.
Seraya itu cowok tersebut mengetikkan sederetan digit nomor yang terdapat pada papan tombol telpon. Tak lama setelahnya suara khas dering panggilan masuk terdengar cukup nyaring.
Naya mengernyit bingung. Laki-laki tadi menyeringai dan mengeluarkan hapenya yang baru saja berdering dari saku celana belakang. Sesaat Naya jadi loading lambat. Ia meringis dan mendongak untuk menatap laki-laki tadi yang lebih tinggi darinya itu. Berasumsi bahwa sebenarnya hape cowok ini memang tidak hilang, tapi ia hanya lupa saja telah menaruhnya di saku celana.
Baru saja Naya hendak berucap, tapi laki-laki itu sudah lebih dulu bersuara, "Dapet juga, 'kan?" Ia tersenyum miring. Mendadak bikin Naya meremang.
Melihat cowok itu mengambil tempat duduk pada salah satu bangku di meja ini, pun jadinya Naya ikut duduk di depannya. Kernyitan pada dahi Naya makin mengendur. Selanjutnya ia syok menatap laki-laki tadi seraya memicingkan mata.
"Dasar buaya modus!" umpat Naya secara spontan tanpa sadar. Merasa agak kesal karena cowok itu mencuri nomor hapenya asal nyelonong saja tanpa izin lebih dulu.
"Hahaha," tawa cowok itu jatuh berderai. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Naya. "Gak usah jutek-jutek gitu lah, Cantik."
Sejujurnya Naya masih kesal. Ia berdeham dan menarik napas dalam untuk mengontrol emosinya, juga menstabilkan ekspresi wajahnya saat ini.
Masih dengan senyum yang terpatri pada wajah tampan rupawannya, ia mengulurkan sebelah tangan. "Serio Gananta. Lo panggil aja gue, Rio."
Naya menyambutnya dengan perlahan. "Kanaya Putri."
Rio menelisik tepat pada retina wanita itu. Ia berucap dengan suara berat juga serak basah yang khas. "Panggilannya Putri, ya?"
Naya langsung menggeleng, menyangkal terkaan Rio yang jelas-jelas salah. "Naya," ujarnya membenarkan.
Rio tertawa sampai matanya menyipit. "Gue kira putri di hati gue."
Naya langsung menyemburkan tawa. Bisaan juga gombalnya, nih, mas-mas.
Ah ... kalau begini apa bisa Naya tahan pesonanya itu? Naya sudah seperti bertemu langsung dengan artis korea saja. Percaya atau tidak, Rio ini percis keturunan Chinese. Kulit putih dengan mata sipit, ciri yang sangat khas.
Ganteng banget, woi! Naya gak boong.
Nuansa cafe sangat nyaman sekali. Interiornya pun didesain sedemikian rupa hingga begitu memanjakan para pelanggan. Naya dan Rio telah duduk di sini sejak setengah jam yang lalu. Tak ingin menampik, perut Rio sudah sangat keroncongan sekarang. Sumpah demi Alex! Ia sangat lapar. Maka dari itu secara perlahan ia memandang pada seorang wanita yang duduk di depannya itu. "Lo udah makan, Nay?" tanya Rio tanpa basa basi. Naya langsung ngangkat tengkuk. Ia menatap balik Rio hingga tatapan mereka bertemu untuk beberapa saat. "Belum lah. Ngapain gue ke sini kalo gue udah makan," tukas Naya memutar bola matanya malas. Akibatnya Rio jadi mencibir. "Siapa tau aja, 'kan, lo ke sini mau kerja? Gue liatin dari tadi nge-cek hape mulu." Rio tak mau kalah. "Kalo gue ke cafe, ya, berarti gue belum makan lah! Ngapain gue kerja di cafe. Gue punya ruang khusus pribadi di kantor," sahut Naya balik sambil ngotot. "Mungkin aja, Ya! Mungkin aja!" Rio ba
Cafe ArionTerpampang jelas tulisan tersebut tepat di atas pintu. Rasanya sudah sering sekali Naya membaca tulisan tersebut. Bukti bahwa ia teramat sering berkunjung ke cafe ini.Asik menikmati makanan hidangan sambil diselingi juga dengan bercengkrema ringan.Tak terasa rampung sudah, kini Rio meraih selembar tisu sebagai salah satu fasilitas yang tersedia di cafe Arion ini. Ia mengelap area bibirnya agar bersih dari noda makanan.Sambil menyilangkan tangan di depan dada, Rio bersandar dengan santai di kursinya. Sementara netranya menatap dengan intens pada gadis di depannya yang saat ini tengah menikmati makanan.Diam-diam Rio tersenyum. Jujur saja, ada secuil perasaan bahagia pada sudut hatinya ketika ia sudah secara jelas mengetahui fakta bahwa Naya saat ini masih lajang.Hal tersebut terucap langsung dari bibir indah dengan ukiran terbelah juga warnan
"Duit gue hilang, Ya," lirih Rio dengan lemas. "Semuanya hilang, lo bayangin aja. Kartu kredit, ATM, semuanya gak ada. Dompet gue kosong gak ada isi."Ekspresi sedihnya itu sudah pasti bikin orang percaya. Namun, tak urung Naya mengernyit bingung. Bukankah aneh kalau yang hilang hanya isinya saja, sementara dompetnya tidak?Memangnya dompet Rio bolong hingga isinya jatuhan?Karena otak Naya tak sampai memikirkannya, akhirnya ia bertanya, "Isi dompetnya hilang? Semuanya?"Anggukan kepala Rio berikan untuk pertanyaan itu.Karena itulah makin terbentuk kernyitan di dahi gadis itu. "Kalau dompetnya hilang?"Rio menatap Naya dengan gemas. Ia membanting dompet kosong tanpa isinya tadi ke atas meja. "Dompetnya ada, isinya yang gak ada.""Ha? Kok, bisa?""Mana gue taulah!" seru Rio ngegas.Naya mengangguk-anggukkan saja kepalanya.
Jujur saja terdapat kenangan buruk yang menghimpit paru-paru hingga sesak dirasa. Tepat di hari wisuda Kanaya Putri, harusnya ia berbahagia telah berhasil menyelesaikan studinya di salah satu universitas ternama kota Jakarta, tak lain ialah UNJA dengan program studi yang diambil management bisnis.Berbekal kecerdasan dan keseriusan dalam belajar, Naya berhasil wisuda S1 dengan jangka waktu 3,5 tahun.Salah satu prestasi yang membanggakan selama ia hidup di dunia.Saat itu semua wajah para mahasiswa dan mahasiswi yang berhasil wisuda tampak berbinar diliputi bahagia. Namun, tidak dengan Naya beserta keluarganya yang justru bersimbah air mata.Papanya, laki-laki yang banyak berjasa dalam hidupnya, laki-laki pahlawan untuknya bahkan sampai akhir hayat, laki-laki itu menghembuskan napas terakhir di sebuah rumah sakit karena penyakit jantung yang dideritanya.Jika mengingat momen yang harusnya
Sedang asik bergelung dengan selimut sambil menikmati tontonan, suara ketukan pintu dari arah depan terdengar berulang. Tentu saja hal itu mengganggu kenyamanan Ina. Ia bahkan sengaja tak beranjak karena tadi melihat putri semata wayangnya duduk santai di ruang tamu. Namun, kenapa tak kunjung disambut juga tamunya? Karena tak bisa konsen lagi dengan tontonan, Ina mempause terlebih dahulu laptopnya kemudian beranjak turun dari ranjang meski malas-malasan. Kala kakinya sampai di ruang tamu, tepat saat itu juga ia melihat siluet tubuh anaknya sedang telentang di atas sofa. Nih, anak budek apa gimana? Main hape sampai gak sadar situasi. "Naya!" panggilnya keras. "Hmm," sahutan malas-malasan yang terdengar acuh tak acuh itu mengudara. "Dari tadi ada yang ketok pintu kenapa nggak dibukain!" Ina berakhir ngomel. Ia berja
Dengan sangat antusias Ina mencuil sedikit saja bagian dari martabak rasa keju yang tersedia di hadapannya ini. Sambil menggigit bibir bawahnya karena merasa gemas, Ina merentangkan tangannya, terulur pada bayi El seolah sudah siap untuk menggendong cucunya itu.Di keluarga orang tuanya maupun mertua, hanya ia satu-satunya yang belum memiliki cucu kandung seperti para kakak dan abang kandung maupun ipar. Ia adalah anak bungsu, dipertemukan dengan Septian yang juga merupakan anak bungsu.Menikah dan lahirlah Naya sebagai anak tunggal yang saat ini masih sibuk berkarier. Umurnya pun juga masih terbilang muda yakni 21 tahun.Jadi, Naya di sini sebagai anak perbungsuan baik ditinjau dari belah pihak mama ataupun papa-nya. Itu sebabnya ia memiliki banyak sekali abang dan kakak yang semuanya sudah berumah tangga."Sini sama oma, yuk!" ajak Ina dengan binar mata yang bahagia.Awalnya menonton han
Jika hari minggu Naya akan bermalas-malasan ria dan tidur sepuasnya sebagai bentuk balas dendam akan aktivitas padatnya selama seminggu. Namun, kali ini tidak. Karena hari ini jadwal libur ke kantor, ini pula yang menjadi peluang kencan pertamanya dengan Rio. Hmm, sudah bisa dibilang kencan belum, ya? Katanya hari ini Rio akan main ke rumahnya sekaligus berkenalan dengan mama-nya. Hanya main ke rumah saja atau nanti Naya akan diajak jalan? Lihat sajalah nanti. Tak mau memikirkan lebih jauh lagi, Naya segera mandi untuk bersiap. Sesekali ia bersenandung ria ketika berbenah. Sementara di tempat lain, di rumah Rio saat ini cowok itu sedang mesem-mesem karena bahagia one step dalam rencananya telah berhasil. Ucapannya yang mengatakan akan main ke rumau Naya direspon baik oleh gadis itu. Namun, kali ini Rio harus memikirkan
Sempat adu bacot dengan si tante-tante yang ngotot dengan kemauannya yaitu jalan-jalan, pada akhirnya kemenangan tetap jatuh pada Rio yang pandai berkilat lidah.Ah, makin lama Rio makin bangga dengan bakatnya tersebut.Awalnya om dan bibi-nya itu hendak melakukan rutinitas unfaedah menghabiskan waktu dengan jalan-jalan bersama keluarga kecil mereka.Namun, Rio datang dan merusak segalanya."Kalau jalan-jalan itu nanti sore pun bisalah. Gak harus pagi begini. Memang kalau mau jalan itu bagusnya sore. Toko bakso mana ada buka pagi jam segini," ujar Rio berusaha memonopoli motor untuknya.Isteri om-nya yang tak terima itu langsung menyahut. "Kata lo aja masih pagi. Udah siang terang benderang gini. Noh, liat gue aja kerja udah selesai. Nyuci piring, masak, nyuci baju, beres-beres rumah, udah semua. Lo kata masih pagi, hah?!"Lantas saja Rio memberi respon dengan putaran mala