Sempat adu bacot dengan si tante-tante yang ngotot dengan kemauannya yaitu jalan-jalan, pada akhirnya kemenangan tetap jatuh pada Rio yang pandai berkilat lidah.
Ah, makin lama Rio makin bangga dengan bakatnya tersebut.
Awalnya om dan bibi-nya itu hendak melakukan rutinitas unfaedah menghabiskan waktu dengan jalan-jalan bersama keluarga kecil mereka.
Namun, Rio datang dan merusak segalanya.
"Kalau jalan-jalan itu nanti sore pun bisalah. Gak harus pagi begini. Memang kalau mau jalan itu bagusnya sore. Toko bakso mana ada buka pagi jam segini," ujar Rio berusaha memonopoli motor untuknya.
Isteri om-nya yang tak terima itu langsung menyahut. "Kata lo aja masih pagi. Udah siang terang benderang gini. Noh, liat gue aja kerja udah selesai. Nyuci piring, masak, nyuci baju, beres-beres rumah, udah semua. Lo kata masih pagi, hah?!"
Lantas saja Rio memberi respon dengan putaran mala
Rio tersenyum penuh kemenangan. Hal itu adalah suatu yang membuat Lia sangat mengkesal. Sudah kelewat gondok, wanita itu langsung masuk begitu saja meninggalkan kedua laki-laki tersebut.Jujur saja, di sini hatinya tersentil untuk kejadian tadi. Mungkin kelihatannya memang sepele. Mungkin untuk mentolerirnya ia akan bisa seiring berjalannya waktu. Namun, Lia sungguh tak bisa untuk melupakannya begitu saja.Posisinya sebagai isteri dan ibu rumah tangga seolah tersisih. Padahal ia bekerja keras setiap hari mengerjakan semua pekerjaan rumah dari mulai pagi ketika bangun tidur sampai hendak tidur lagi ketika malam. Tanpa pernah mengeluh menjalani itu semua.Lia hanya perlu hiburan sebentar, refreshing membalas penatnya bekerja nonstop dengan jalan-jalan bersama keluarga kecilnya ini.Tak pernah juga ia menuntut ini itu. Keinginannya pun sederhana dan mereka sudah membicarakan ini dari jauh-jauh hari dan akan b
Menahan senyum sebisa mungkin ialah tindakan yang Naya lakukan saat ini. Gadis itu melontarkan tanya sambil menahan tawa yang hendak mengudara."Masa, sih? Emang aku beda dari segi apa kalo dibandingin cewek-cewek yang lain?"Jujur saja, pertanyaan itu terlontar hanya agar telinganya dapat mendengar jawaban yang lebih lagi dari mulut Rio.Mendengar Rio menjelaskan tentang dirinya seperti membuat hati Naya berbunga-bunga. Ada perasaan senang yang tak kuasa Naya terima hingga dua sudut bibirnya terus mengukir senyuman indah.Untungnya panggilan ini hanya melalui suara saja yang terdengar. Jika tampak di depan Rio pastilah wajah Naya akan memanas karena malu.Deheman Rio di seberang sana makin membuat Naya ketar-ketir. Entah sejak kapan sosok Rio begitu berdamage dalam hati Naya. Ia senantiasa diam mendengarkan lebih jelas apa yang akan Rio deskripsikan tentang dirinya.Semen
Pada nuansa ruangan bercat pink kolaborasi donker seorang gadis yang sudah cukup dewasa dari segi umur, pun penampilannya juga dewasa meski terlihat santai dengan pakaian blouse longgar pelangi juga celana levis menutup sampai tepat pada mata kaki.Sekali lagi ia berkaca, bukan untuk berhias yang ke-dua kalinya, melainkan hanya sekedar memeriksa penampilan, sudah benar atau belum.Memirsa sosok diri sendiri yang terpantul dalam bayangan cermin yang teronggok di pintu lemari dari ujung kepala hingga ujung kaki."Seett ... settt ... seettt."Gadis bernama lengkap Kanaya Putri itu asyik berputar-putar di depan cermin mengakibatkan blouse selututnya yang lebih tepat dikatakan macam tunix itu mengembang pada bagian bawah.Mentari saja sedang cerah sekali, meliputi perasaan setiap orang untuk ikut bersemangat dan terciprat kebahagiaannya.Oleh sebab itu Naya ta
Banyak sekali yang mama-nya itu tanyakan tentang membuat Naya bingung sendiri karena memang ia belum mengenal Rio sejauh itu.Pertemuan mereka baru terjadi kemarin sore. Naya menghela napas seolah dari napas yang ia buang terdapat kefrustrasiannya yang ikut terbuang pada helaan napasnya itu."Mending nanti kalau orangnya datang langsung Mama tanyain aja ke dia," ungkap Naya gemas sendiri."Gak papa?" Ina memastikan.Naya mengendikkan bahunya acuh. "Terserah Mamalah mau digimanain. Mau diintrogasi gimana juga. Soalnya, aku pikir dia suka sama aku, deh. Bukan bermaksud ge-er atau gimana. Padahal baru kenal, tapi dia udah cerita tentang hidup dia sama aku dan aku orang pertama yang tahu soal itu. Aku langsung buat dia nyaman dan percaya gitu aja. Dan aku juga orang pertama di Jakarta yang mau dia kunjungin rumahnya."Ting nong!Belum sempat Ina hendak menjawabnya, tiba-tiba s
Mereka telah sampai.Naya menuntun untuk masuk ke dalam rumahnya. Lengang, tentu saja. Karena mama-nya sedang di dapur yang kelihatannya belum selesai urusan membuat minum.Selain itu juga tiada sesiapa di rumah ini.Tanpa dikomando dengan suara Rio mengikuti langkah gadis tersebut untuk masuk ke dalam rumah.Sangat bersih dan kelihatan elegan sekali. Itu penilaian Rio sejauh ini."Duduk, Yo. Anggap aja rumah sendiri," ujar Naya seraya menyengir.Rio hanya membalas dengan senyuman ringan. Ia menurut untuk duduk pada salah satu sofa yang tersedia. Sangat adem sekali hawanya karena AC yang dihidupkan.Melihat Rio yang sudah duduk anteng, Naya akhirnya ikut mendudukkan diri di bangku yang bersebrangan dengan laki-laki itu."Sepi banget," celetuk Rio tiba-tiba. "Mama kamu mana?""Di dapur," jawab Naya seadanya.
Sayangnya, belum sempat Rio menyahut, seorang wanita berjilbab motif bunga-bunga muncul dari balik gorden sebuah pintu. Rio terka wanita yang tetap cantik walau sudah terlihat tak muda lagi itu adalah mama Naya.Rio lupa bertanya, apakah di rumah Naya ada pembantu? Akan tetapi, mendengar cerita Naya tadi kelihatannya mereka memang tak menggunakan jasa pembantu.Setidaknya demikian pesan tersirat mengenai hal itu yang Rio dengar dari mulut Naya tadi.Tak mungkin juga wajah yang sedikit mirip dengan Naya jika diperhatikan secara seksama tersebut adalah seorang pembantu.Maka, agar terlihat sopan Rio langsung berdiri menyambut kedatangan calon mertuanya ... amin ... ya, meski status belum pasti.Iseng saja atas sebutan tadi. Setidaknya untuk menghibur diri sendiri.Ketika gelas yang mulanya berada di atas nampan tersebut diturunkan dan diletakkan di atas meja, merasa
Mengerti akan maksud dari tatapan mama-nya tersebut, perlahan Naya menyerong duduknya ke arah Rio berada."Kamu biasanya sarapan pakai nasi goreng atau roti gitu?"Naya melontari pertanyaan.Lagi-lagi Rio cuma bisa meringis. Ia melirik ke arah mama Ina, seolah lakonnya itu memang sedang tak enak hati.Karena tak kunjung ada yang bersuara dari dua wanita tersebut seolah benar-benar menunggu jawaban darinya, akhirnya Rio menjawab, "Kamu udah sarapan?"Jawaban yang berisi pertanyaan balik di dalamnya."Loh, kok, malah balik nanya ke aku, sih."Rio terkekeh menimpalinya. "Ya nggak papa. Aku nanya kamu udah sarapan atau belum.""Aku udah tadi. Mama juga udah. Makanya ayok sarapan dulu. Nanti pas di luar tinggal makan jajan-jananan pinggir jalan aja gak perlu makan berat lagi," ungkap Naya."Kamu sarapan pakai apa tadi?"
"Mama denger kamu pindahan dari Banjar, ya?"Perlahan gerakan mengunyah Rio terhenti. Ke-dua pipinya tak lagi bergerak. Laki-laki tersebut melirik pada wanita yang baru saja melontarinya pertanyaan demikian.Oh, sudah mulai pengenalannya ternyata?Baiklah akan Rio ladeni.Cowok itu mengunyah dengan cepat makanan yang ada di dalam mulutnya setelah itu langsung menelannya."Iya, Ma," jawab Rio seraya menganggukkan kepalanya. "Mama denger dari Naya?"Sengaja melontari pertanyaan demikian agar suasana jadi ringan bagi Rio. Terbukti ketika lirikan dari matanya bertemu dengan manik Naya, gadis itu langsung memberinya cengiran."Dari siapa lagi memang?" Mama Ina balik menimpali.Ya jelas dari Naya tentunya. Sudah pasti juga, 'kan?"Mama tahu aku siapa?" Kini Rio balik bertanya karena seingatnya tadi ia memang belum memperkenalkan