Jadi orang berpikir positif selalu adalah hal penting. Tapi TERLALU berpikir positif juga nggak sehat. Dan itu yang terjadi sama Apih. Udah lama dia curiga dengan kedekatan pak Satya pada bininya. Dari dulu Dinda masih sekolah, dia beberapa kali ngeliat orang itu rada genit sama bininya. Tapi, ya itu tadi, karena terlalu berpikir positif dia nggak ngerasa bahwa sikap pak Satya udah mulai keterlaluan.
Situasi diperparah dengan sikap Amih yang rada permisif. Akibatnya mereka berdua jadi makin akrab. Seiring berjalannya waktu Apih mulai bisa ngelihat kedekatan mereka berdua jadi rada keterlaluan. Ini membuat dirinya mulai menegur. Dia juga menegur pak Satya.
Mulanya semua mau terima kritik dan situasi kembali normal. Itu karena pak Satya memang sempat hilang setahun lebih gara-gara dia ada kasus dengan orang lain yang membuat dirinya harus kabur ke Papua. Ada kasus tunggakan hutang dan skandal yang membuat dia hilang begitu lama sampai kemudian
Tapi – nah ini anehnya – di mata Amih itu Apih bukan pasangan yang baik. Beberapa kali Dinda ngeliat Amih nangis diam-diam. Dinda ngelihat dan dengar ketidakberdayaan Amih dalam perkawinan mereka. Betul-betul aneh. Seharusnya mereka pantas ngedapetin perkawinan yang bahagia. Dinda jadi suka bertanya-tanya sendiri."Mereka adalah dua orang yang baik. Tapi koq nggak punya kehidupan perkawinan bahagia yang sempurna?Setelah dewasa, dan begitu udah nikah, baru deh Dinda ngedapetin jawabannya.Di masa awal perkawinan, Dinda juga sama seperti Amih. Berusaha serius menjaga keutuhan keluarga. Dia rajin bekerja dan mengatur rumah dengan serius sambil berusaha memelihara perkawinan sendiri. Cuma anehnya Dinda koq nggak ngerasa banget. Bahagianya standar dan cenderung biasa. Dan Dinda juga jadi merasa jangan-jangan Ramond juga punya pikiran yang sama.Dinda merenung. Apa iya ini karena
Dalam kasus konflik antara Apih dengan Amih, Dinda juga suka ngerasa bahwa Amih lebih cenderung berada pada posisi yang lebih bersalah. Tapi dia juga perlu fair dengan ngelihat bahwa Apih juga kadang salah juga dan itu nyebelin banget. Dinda tau banget belum lama ini mereka konflik karena Apih yang pelit nggak mau korban duit buat Amih.Kejadiannya mungkin tiga bulan lalu. Waktu itu Apih dimintain sesuatu sama Amih.“Apih, bagi duit dong.”“Buat apaan?”“Masa’ tiap hari tahu, tempe, kerupuk, sayur bening doang. Udah lama nggak makan ikan yang enak nih.”“Amih mau beli ayam?”“Bukan ayam. Amih justeru pengennya ikan tongkol, ikan kembung, ikan cakalang. Lagi bosen makan ayam, kambing, sapi. Amih ingin yang lebih sehat. Nanti pulang beli ikan cakalang ya.”“Beli ikan emang buat apa sih?”“Supaya Amih kurus.”
Sementara Dinda ngurus urusannya di sekolah, di dalam mobil Panji ketar-ketir. Mobil yang dia miliki kondisi fisiknya udah makin parah. Tadi waktu nganterin Dinda ke sekolah, dia bisa ngeliat kalo wanita itu mukanya pucat pasi. Sekarang ngadatnya makin bertambah.Cekekekekekek.... cekekekekek....Mobil Panji udah nggak kuat di-start. Sempat mesin nyala sebentar sebelum kemudian.... pet! Dia mati lagi. Dicoba dua kali hasilnya pun sama aja. Panji mangkel. Dia seperti ngerasa mobilnya bener-bener nggak tau diri karena ngadat saat dia lagi mau keliatan keren di hadapan sang mantan.Cekekekekekek.... cekekekekek....Gak juga hidup. Yah, mau gimana lagi. Sesuai dengan bunyinya, kalo aja mobil itu adalah makhluk bernyawa, kayaknya Panji rela deh untuk cekek itu mobil sampe mati. Nggak peduli kalo dia harus berurusan dengan pihak kepolisan karena menghilangkan nyawa mobil uzur yang tidak berdoas. Sebodo ama
Apih dengan Amih memang masih perang dingin. Tapi sebagaimana hakekat orangtua, biar pun mereka lagi dalam suasana nggak enak, perhatian mereka ke si anak sematawayang, Dinda, udah gak perlu diraguin. Ini mengenai Ramond. Seperti udah mereka sadari sebelumnya. Mereka sebetulnya setengah hati dalam memberikan restu pernikahan Dinda dengan Ramond. Menantu mereka ekonominya lagi down, sedangkan Dinda sebaliknya. Moncer semoncer-moncernya. Dan ini bukan perkara enteng karena mereka sadar kalo posisi suami sebagai kepala keluarga dianggap kalah dari suami, banyak masalah yang berpotensi muncul. Sang suami bisa merasa diri minder dan kalo hal ini berlarut-larut bisa mengganggu keutuhan rumah tangga. Belum lagi kalo si isteri kariernya harus membuat dia lebih banyak di luar rumah dan bahkan ke luar kota segala. Atau malah ke luar negeri. Saat si isteri lagi bersama kolega bisnis bikin pertemuan di ruang rapat hotel ribuan kilometer dari rumah, bisa jadi si suami di rumah lagi uring-uringan.
Hadeuuuh, muka Dinda makin merah. Tapi ya mau gimana lagi. Orang yang ada di depannya adalah mertuanya dan bagaimana pun juga dia kan harus dihormati. Pertanyaannya harus dijawab. “Se-se-se...” “Sejam?” Dinda menggeleng dengan tetap gugup. “Se-se-se...” “Setengah jam?” Dinda akhirnya bisa ngatasin kegugupannya. “Se-seperempat.” “APAAAA????!!!” Dinda mental karena kaget denger kata-kata itu. Dan setelah itu senyum Papa Banu melebar. Melebar dan terus melebar sampe akhirnya ketawa. Ketawa dan terus ketawa sampe akhirnya dia ketawa ngakak dengan badan terguncang-guncang. Wakakakakakakak... Dan setelah puas ketawa, Papa Banu menggeleng-geleng kepala. “Kasihan, kasihan, kasihan. Odooo, kasihan kita pe anak.” “Kesian kenapa, Pa?” Pria itu bangkit, berkaca
Sebetulnya yang rumahtangganya dilanda prahara atau tantangan bukan hanya Apih dan Amih. Keluarga Ramond dengan Dinda juga begitu. Rumah tangga mereka nggak berjalan mulus-mulus amat. Bukan hanya sekedar konflik, gak tau kenapa bisnis dan karier – khususnya yang Ramond alami – kayak berjalan statis, berjalan di tempat. Apakah itu karena restu dari orangtua Dinda yang nggak sepenuhnya mereka dapatkan?Nggak tau. Tapi yang jelas, mereka berdua banyak mengalami masalah, khususnya masalah dari luar. Mungkin karena masih baru, masih muda, dan masih banyak ego di sana-sini. Ada bagusnya juga memang ketika suami-isteri saling terbuka dan dengan nilai kesetaraan lantas cerita semua yang masing-masing mereka alamin. Dua potensi masalah langsung menghadang di depan.Pertama, munculnya Miss Cosmo yang menggoda Ramond. Kedua, munculnya Panji yang menggoda Dinda. Ini jelas bukan hal mudah tapi tetap perlu dicari jalan penyelesaiannya. Selain
Ini betul-betul pencerahan buat Dinda. Dia nggak jadi balik ke kamar dan kemudian ngajak suaminya ngobrol di sofa. Ramond happy luar biasa lah ngeliat perubahan sikap itu. Biarpun dia udah ngantuk lagi, tapi dia langsung bangun demi supaya bisa ngobrol sama bininya.“Ada yang Mama mau omongin.”Ramond ngangguk, mempersilahkan dan mereka pun ngobrol-ngobrol dimana Ramond lebih banyak bertindak sebagai pendengar yang baik. Lehernya jadi kayak punya per sehingga dari tadi dia manggut-manggut aja atas segala yang bininya omongin. Dan mungkin karena perlakuan gentle kayak gitu kali ini Dinda bisa lebih ngontrol emosinya. Ramond pun mulai bicara pelan-pelan dan Dinda akhirnya bisa ngeliat persoalan dari sudut pandang suaminya.Di sofa itu, saat dini hari, mereka saling buka-bukaan. Buka-bukaan soal pandangan mereka semua, buka-bukaan soal pernikahan, buka-bukaan soal keuangan, dan banyak lagi yang lain kecual
Papa Banu dengan segala sifat katrok alias kampungannya bikin Dinda kurang suka. Dan bukan hanya Dinda yang nggak suka, tapi kedua orangtuanya pun begitu juga. Ini bikin mereka jaga jarak. Ulah anehnya tuh ada aja. Satu di antarnya terjadi waktu hari kedua atau ketiga di Jakarta, orang itu udah bikin ulah sama Apih.Jadi ceritanya dia datang ke tempat Apih dengan bawa oleh-oleh kopi. Mereka ngobrol kesana-kemari sampe kemudian topik pembicaraan mereka adalah soal kopi yang dari tadi mereka konsumsi.Mulanya Apih nanya. “Kopi apa nih? Koq enak banget.”“Kopi luwak. ““Oh pantes enak,” jawab Apih sambil seruput kopi sampe hampir abis.“Tapi maaf, apakah eee kamu tau kopi luwak bikinnya gimana?”“Tau. Itu dari eek luwak kan?”“Betul. Wah tau juga nih.”“Taulah. Kopi luwak emang begitu bikinnya.”“Tapi eee ka