1 Minggu sudah, sejak kejadian Rendra yang meminta izin untuk menembak Ana, kepada Sarah. Keduanya sekarang jadi lebih dekat, Ana juga jadi tidak risih, ketika Rendra berdekatan dengannya.
"Dra, cepetan dong jalannya!" kesal Ana. Pasalnya sekarang Rendra sudah tertinggal jauh di belakang Ana. Sekarang keduanya tengah berada di minimarket dekat rumah Ana. Sejak kejadian itu juga Rendra jadi sering main kerumahnya. Sarah dan Damar juga tidak mempermasalahkan itu.
"Lo nyari apa sih?"
"Perasaan dari tadi muter-muter doang. Kaki gue sakit, mana bosen lagi." Rendra berucap dengan nada lesu.
"Sebentar, gue gak tau barang yang gue cari ada di mana." ucap Ana.
"Sebentar, istirahat dulu." Rendra mendudukan dirinya di teras, tidak peduli orang-orang menatapnya aneh.
"Jangan di situ bego! Malu-maluin." geram Ana.
"Bahasanya bagus banget." Rendra mencomot bibir Ana dengan tangannya.
Ana menggeplak tangan Rendra, hingga cowok itu melepaskan comotannya. Rendra terkekeh pelan.
"Lucu banget sihh," Rendra beralih mengunyel-ngunyel pipi Ana.
"Reundera leupasin." ucap Ana, suaranya jadi tertahan karena pegangan tangan Rendra di pipinya.
"Ayo jalan lagi. Nanti keburu kemalaman." Rendra menarik tangan Ana, Ana hanya mengekori.
"Lo mau cari apa?" tanya Rendra.
"Em anu," Ana menggaruk belakang kepalanya, yang tidak terasa gatal.
"Anu? Anu apaan?" tanya Rendra, merasa ambigu.
"Itu ... Gue mau itu," Ana merasa tidak enak jika mengungkapkan.
"Apa sih, Na?" Rendra menaikan sebelah alisnya. Bahasa Ana terlalu ambigu buat Rendra pahami.
"Gue mau nyari pembalut." ucap Ana dengan nada sepekan mungkin.
"Hah? Lo bilang apa? Gue gak denger." Rendra memperdekat jaraknya dengan Ana.
"Enggak jadi! Udah ah ayo pulang." Ana berjalan terlebih dahulu, meninggalkan Rendra di belakang sana, dengan tatapan bingung.
Akhirnya Rendra ikut pergi dari sana, dia mengikuti Ana yang berjalan menuju parkiran.
~~~~~~
Sepanjang perjalanan, Ana dan Rendra tidak ada yang bersuara. Keduanya sibuk dengan isi pikiran masing-masing.
Rendra memberhentikan motornya, ketika sudah sampai di rumah Ana. Ana turun dari motor Rendra, dia berjalan meninggalkan Rendra di sana.
"Assalamualaikum," teriak Ana.
"Waalaikumsallam." jawab Rendra, yang tiba-tiba muncul dari arah belakang, dan langsung merangkul pundak Ana.
Ana hanya menatap ke arah Rendra tanpa ekspresi.
"Waalaikumsallam." jawab kedua orang tua Ana.
"Bu, ini belanjaan nya." Ana menyerahkan belanjaan yang ibunya pesan itu.
"Makasih ya."
Ana hanya mengangguk.
"Kalian udah makan belum?" tanya Sarah.
"Belum Bu," bukan Ana yang menjawab, tapi Rendra. Cowok itu memasang muka melas seraya memegang perutnya.
"Yaudah yuk, kita makan sama-sama." ajak Sarah.
Sarah dan Damar duduk bersampingan. Begitupun juga dengan Ana dan Rendra.
Ana sangat khidmat, menikmati masakan ibunya itu. Menurut Ana, masakan ibunya itu paling the best sedunia.
Begitupun dengan Rendra, cowok itu tidak ada jaim-jaimnya. Bahkan dia sudah nambah, Rendra sangat suka masakan calon ibu mertuanya itu.
"Ayo nak Rendra di tambah lagi." ucap Damar.
Rendra yang sedang mengunyah-pun mendongkak, menatap calon ayah mertuanya.
"Saya udah kenyang om." balas Rendra. Dia memang sudah kenyang, malah pake sangat. Rendra tidak pernah makan sebanyak ini sebelumnya.
Setelah selesai makan malam, Rendra dan Damar langsung berjalan menuju ruang tengah. Damar mau mengajak Rendra mengobrol.
Sedangkan Ana dan Sarah, sedang mencuci piring di dapur.
"An," panggil Sarah.
"Kenapa Bu?"
"Kalo di lihat-lihat sepertinya Rendra itu anak baik. Apa kamu tidak ada perasaan kepadanya?"
Ana menatap ke arah ibunya itu. "Apaan sih bu" jawab Ana, di akhiri dengan kekehan nya.
~~~~~~~
"Nak, kamu beneran serius sama anak saya?" pertanyaan itu lolos dari mulut Ayah Ana.
Rendra tersentak. Dia menoleh ke arah damar, dan tanpa menunggu lama dia langsung mengangguk-anggukan kepalanya.
"Serius om." jawab Rendra, cowok itu mengangkat jarinya telunjuk dan jari tengahnya, membentuk V.
"Kenapa kamu suka sama anak saya?"
"Wah, pertanyaan jebakan nih." monolog Rendra dalam hati.
"Karena Ana itu cantik, baik dan mandiri." jawab Rendra, tanpa sepengetahuan kedua pria itu, Ana dan Sarah menguping pembicaraan mereka dari arah pintu dapur.
"Kok bisa kenal sama anak saya? Kalian satu sekolah, atau satu pekerjaan?" tanyanya lagi.
"Saya kenal sama Ana itu, waktu saya melihat biodata Ana di cafe saya om. Saya pemilik cafe Ana bekerja, waktu melihat foto ana di biodata itu, saya langsung suka sama Ana." Ana yang mendengar itupun menutup mulutnya tidak percaya.
"Dari situ, saya mulai mencari tahu tentang Ana, dan kebetulannya Ana seumuran sama saya. Jadi saya pindah ke sekolah yang sama dengan Ana," jawab Rendra.
Ana berjalan mendekat ke arah Ayahnya dan Rendra. "Jadi lo bos gue?" tanya Ana to the point.
Rendra tersentak untuk yang kedua kalinya. Rendra menoleh ke arah Ana, dan menganggukan kepalanya.
Ana dan Sarah mendudukan dirinya di kursi, posisinya, Ana yang duduk di sebelah Rendra. Dan Sarah dengan Damar. Mereka duduk berhadapan.
"Terus pak Indra?" tanya Ana, setau Ana pak Indra itu bosnya. Karena setiap gajian, atupun mengecek keadaan cafe, selalu pak Indra yang datang.
"Om Indra itu sekertaris gue, berhubung gue masih sekolah, jadi ayah gue ngutusin dia buat jadi asisten dan ngurus cafe gue." jawab Rendra.
Ana masih tidak percaya dengan kehidupannya. Woilah ini tuh kaya di novel-novel!!!
"Sejak kapan?" tanya Ana. Rendra yang tidak mengerti-pun, menatap Ana dengan kening yang berkerut.
"Sejak kapan apa?" tanya Rendra balik.
"Sejak kapan lo suka sama gue?"
"Satu bulanan yang lalu, mungkin. Gue lupa pastinya kapan, tapi itu udah lumayan lama."
"Kenapa? Kenapa lo suka sama gue?" Ana menatap lekat manik mata Rendra.
"Gak ada alasan sebenarnya, tapi kalo harus ada alasannya, lo udah dengerkan apa yang gue bilang ke ayah lo?" Ana mengangguk.
"Semenjak gue tau lo, dan mulai suka sama lo. Setiap hari, gue selalu ke cafe hanya sekedar untuk ngeliat lo. Setiap lo pulang, gue selalu ngikutin lo. Karena waktu itu gue masih pengecut, gue takut kalo gue ngajak lo pulang bareng, atau ngungkapin perasaan gue. Ntar lo nganggep gue orang aneh, atau orang jahat."
"Jadi, gue mencari tahu sekolah lo, dan gue pindah ke sekolah yang sama dengan lo. Karena gue mau lebih deket sama lo." ucap Rendra, tatapan matanya menyorot tulus ke arah mata Ana. Rendra tidak menghiraukan meski di situ ada orang tua Ana.
Ana masih diam tidak bergeming.
Damar berdeham. "Om tau kamu tulus sama Ana, om akan merestui kamu dengan Ana, kalo Ana'nya mau." ucap Damar di akhiri dengan kekehan.
"Om merestui kamu bukan karena kamu bosnya Ana, tapi karena om tau kamu itu anak baik dan tidak akan menyakiti anak om." lanjut Damar. Sarah ikut menyetujui ucapan suaminya itu.
"Dan juga, jangan sekolah hanya karena Ana. Sekolah yang rajin. Karena itu juga berguna buat kamu di masa depan." lanjut Sarah.
Rendra menatap ke arah kedua orang tua Ana, raut wajah Rendra berseri, dia tersenyum lebar. "Makasih om, tante. Iya Rendra akan belajar dengan rajin." ucap Rendra, dengan antusias.
"Tapi, tante juga tau maupun kamu atau Ana, pasti punya cita-cita atau impian kalian. Jadi untuk sekarang kalian jalanin aja dulu, asal jangan kelewatan. Harus tau batas." Lanjut Sarah.
Rendra mengangguk.
"So, Na?" Rendra menggenggam kedua tangan Ana.
"Will you be my girlfriend?" ucap Rendra, dengan muka yang masih berseri. Dia menyimpan penuh harap kepada Ana.
Ana masih menatap Rendra dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Gue," Ana menggantung ucapannya.
"Kasih gue waktu untuk berfikir." ucap Ana, seketika raut wajah Rendra berubah dengan raut wajah kecewa. Tapi cowok itu mencoba mengerti.
Rendra mengelus tangan Ana, matanya menatap mata Ana lekat. "Gak papa. Sampai kapanpun gue bakalan nungguin lo." ucap Rendra, dengan senyuman khasnya.
"Udah malem, pulang gih. Besok sekolah." ucap Ana. Rendra paham, pasti Ana membutuhkan waktu untuk berpikir. Jadi tanpa berfikir panjang, Rendra beranjak pergi dari sana, setelah berpamitan kepada kedua orang tua Ana. Rendra melenggang pergi dari rumah Ana dengan motor ninja nya.
"Ana ke kamar dulu, Bu, yah." Ana melenggang pergi, menuju kamarnya. Setelah sampai di kamarnya, ana menjatuhkan dirinya di kasur favoritnya. Ucapan Rendra masih terngiang di telinganya.
"Arrghh!" Ana mengusak rambutnya frustasi.
"Gue gak tau sama perasaan gue." monolog Ana.
"Tau ah! Mending tidur, besok sekolah." Setelah mengatakan itu, ana mulai memejamkan matanya, dan terlelap.
Pagi telah tiba. Ana sudah siap dengan seragam sekolahnya. Anak itu mendekati meja makan, yang sudah ada ayah dan ibunya."Selamat pagi" ucap Ana."Juga An." jawab kedua orang tuanya."Na," panggil Sarah. Ana sudah duduk di kursi yang berhadapan dengan Sarah.Ana mendongkak, menatap wajah Sarah. "Kenapa Bu?" tanya Ana."Sejak kapan kamu bekerja?" tanya Sarah. Raut wajah sarah nampak datar."Ana," Ana menggantung ucapannya. Dia tidak tahu harus menjelaskan seperti apa.Sarah tidak mengetahui Ana bekerja, walaupun Sarah sempat curiga karena anak gadisnya itu sering kali pulang malam. Tapi dia berfikir kalo Ana mungkin habis kerja kelompok, atau bermain bersama temannya.Ana menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap wajah Sarah. "Ana! Jawab ibu." Sarah berucap dengan tegas."Aku bekerja, udah hampir 3 bulan Bu." Ana semakin menundukan kepalanya."Kenapa kamu gak pernah bilang sama ibu?!" Sarah menai
~~~~~~~ Ana dan Rendra sekarang tengah berada di Cafe milik Rendra. Yang artinya cafe tempat Ana bekerja. Sepulang sekolah tadi, Ana meminta Rendra mengantarkannya ke Cafe. Rendra sempat menolak, tapi karena Ana yang keras kepala jadi Rendra mengalah. "Lo gak usah kerja Na." pinta Rendra Ana menatap jengah ke arah Rendra. Sudah lebih dari satu kali dia berucap begitu. "Mending lo pulang." usir Ana. "Dih, ngusir. Orang ini juga Cafe milik gue, jadi terserah gue dong." "Yaudah, lo diem! Jangan ganggu gue." setelah mengatakan itu, Ana melenggang pergi menuju area Cafe. Pergerakan Ana tidak pernah lepas dari penglihatan Rendra. Cowok itu senantiasa memperhatikan pergerakan gadisnya itu. "Jadi ini bener lo?" tiba-tiba seorang gadis berdiri di hadapan Rendra. Tanpa persetujuan Rendra, gadis itu duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Rendra. Rendra menatap ke arah orang itu, "lo ngapain di sini?" tanya Re
"Ana, ini anterin ke meja nomor 18." teriak Inggrid. Ana berlari kecil menghampiri Inggrid. Membawa nampan yang sudah terisi makanan, pesanan pelanggan no 18. Ana berjalan dengan hati-hati menuju meja pelanggannya. "Permisi kak, ini makanannya." Ana meletakan makanan dan minuman di meja orang tersebut. Setelah selesai Ana bergegas pergi dari sana. "Grid, ada pesanan lagi gak?" tanya Ana. Ana sudah merasa lelah. Dia berniat beristirahat sebentar. "Gak ada." balas Inggrid. "Gue ke belakang dulu ya. Kalo ada yang mau bayar, tolong lo layanin dulu." Inggrid mengangguk. Ana mengistirahatkan dirinya di toilet wanita. Gadis itu membasuh mukanya yang terasa sangat gerah. Ana menatap pantulan dirinya di cermin. "Ayo semangat!" Ana mengepalkan tangannya ke udara. Ana selalu seperti ini, ketika ia merasa lelah. Ia akan menyemangati dirinya sendiri. Ana membuka handphone nya, di bukanya aplikasi W*. Tapi tidak ada chat yang penting
Pagi hari telah tiba, Ana kembali di bangunkan oleh Sarah seperti biasanya. Gadis itu melenguh karena merasa terganggu. "Bu." panggil Ana, dengan suara serak khas bangun tidur. "Sekarang bangun, mandi, terus turun." perintah Sarah. Setelah mengatakan itu, Sarah melenggang pergi. Ana menatap sedih kepergian Sarah. Mungkin Ibunya itu masih marah kepadanya. Ana bergegas pergi ke kamar mandi. Setelah selesai dengan kegiatannya di kamar mandi, Ana keluar dengan tubuh yang hanya di lilit dengan handuk, gadis itu terlihat lebih segar sekarang. Ana memakai baju seragam dan sedikit memoleskan bedak dan lipblam. Setelah itu Ana turun untuk sarapan. Tidak seperti pagi-pagi biasanya, yang setiap Ana datang selalu di sambut dengan senyum hangat Sarah, atau panggilan sayang dari sang Ayah. Pagi hari sekarang semuanya terlihat sangat canggung. Ana tidak berani menyapa kedua orang tuanya seperti hari-hari sebelumnya. Ana mendudukan dirinya di kursi, di hadapa
Setelah berkendara sekitar 30 menit kini keduanya sudah sampai di tempat yang Rendra tuju. Ana sudah terlelap di kursi sebelah Rendra. "An," Rendra menepuk pelan pundak Ana. "Ana?" Ana melenguh pelan, gadis itu mengerjapkan matanya. "Oh, udah sampe?" tanya Ana, dengan suara serak khas bangun tidur. Rendra mengangguk kecil. "Udah dari tadi cantik." Rendra mengusak rambut Ana gemas. "Kita di mana?" tanyanya lagi, ketika nyawanya sudah terkumpul. "Mall." balas Rendra. Ana melotot, kan matanya. Apa? Mall katanya? Ana tidak pernah pergi ke Mall. Ini adalah kali pertama gadis itu pergi ke gedung besar itu. "Kenapa?" tanya Rendra. Aneh, melihat gelagat gadis itu. "Lo kenapa gak bilang dulu kalo mau ke Mall!" "Emang kenapa sih?" tanya cowok itu tidak mengerti. "Kita ke Mall pake seragam gitu? Kalo ada yang tau sekolah kita gimana?!" geram Ana. "Oh gitu doang. Nih gue ada
"Ana, bangun sayang.""Ana," panggilnya lagi. Gadis itu tidak ada pergerakan sama sekali."Ana." ibu Ana mengguncangkan tubuh Ana, tapi hasilnya nihil."Ana kamu kebo banget sih!" Sarah–ibu Ana menaikan nada bicaranya.Karena suara ibunya dan guncangan di tubuhnya, membuat Ana terbangun."Eunghh," lenguh Ana.Sepertinya nyawa gadis itu belum terkumpul sepenuhnya, terbukti dari matanya yang masih merem melek."Apa, bu?" tanya Ana, dengan suara serak, khas bangun tidur.Mata Ana masih terpejam, tidak ada niatan buat dia bangun."Cepat bangun!""Hari ini kamu sekolah, jangan sampai telat." ujar Sarah.Oh iya Ana baru ingat. Ana langsung bangkit dari kasur kesayangannya, dan beranjak menuju kamar mandi.Sarah yang melihat itu, pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak butuh waktu lama untuk Ana menyelesaikan ritualnya di kamar mandi. Sekarang gadis itu sudah siap dengan baju seragam
Ana bekerja seperti biasa. Ana cukup lelah karena pekerjaannya, sedari siang tadi banyak sekali pelanggan. Terlihat sekarang pukul tujuh malam. Sedangkan Ana bekerja mulai pukul satu siang.Badan Ana rasanya mati rasa, semua badannya terasa sangat letih.Setelah sekian lama bekerja, Ana sudah di perbolehkan pulang. Ana berdiri di trotoar, matanya melihat kendaraan yang berlalu lalang. Ana sedang menunggu ojek online yang tadi ia pesan."Apakah ini dengan mba Ana?" tanya seorang laki-laki dari balik helmnya.Ana mengangguk. "Iya, bapak ojek online ya?" tanya Ana."Iya, mba. ini helmnya." ucap bapak ojol."Makasih pak." Ana mulai menaiki motor bapak ojol, motor yang di tumpanginya berjalan dengan kecepatan sedang.Karena udara malam, rasa letih Ana seketika lenyap begitu saja. Meskipun kata orang, udara malam itu tidak baik untuk kesehatan, tapi Ana tidak memperdulikan itu. Ana sangat menyukai sejuknya angin di malam hari. Itu menyejukk
Ckitt..Ana tersentak kaget, karena secara tiba-tiba ada sebuah motor yang berhenti tepat di hadapannya. Ana tidak tahu dia siapa. Tapi dia memakai seragam sekolah yang sama dengan Ana.~~~~~~~Cowok itu membuka helmnya, dan turun dari atas jok motornya. Ia berjalan mendekat ke arah Ana. Ana tidak tahu harus berbuat apa, jadinya ia hanya mematung di tempat."Hai," sapa cowok itu.Ana mengerjapkan matanya."Ahh, hai juga." balas Ana, tersenyum kikuk."Mau bareng gak?" tawar si cowok. Ana terkejut, tentu saja. Siapa yang tidak terkejut, ketika ada orang yang tidak dia kenal, mengajaknya berangkat bersama."Udah deket." jawab Ana, seraya menunjuk gerbang sekolah."Gak mau?" tanyanya lagi.Ana menggelengkan kepalanya."Oh, yaudah. Gue tunggu Lo di gerbang." ucap si cowok. Dengan tampang dinginnya.Ana yang tidak mengerti hanya menghendikan bahunya acuh. Ana kembali melanjutkan jalannya yang sempat tertun