Share

AYAH

Ana bekerja seperti biasa. Ana cukup lelah karena pekerjaannya, sedari siang tadi banyak sekali pelanggan. Terlihat sekarang pukul tujuh malam. Sedangkan Ana bekerja mulai pukul satu siang.

Badan Ana rasanya mati rasa, semua badannya terasa sangat letih.

Setelah sekian lama bekerja, Ana sudah di perbolehkan pulang. Ana berdiri di trotoar, matanya melihat kendaraan yang berlalu lalang. Ana sedang menunggu ojek online yang tadi ia pesan.

"Apakah ini dengan mba Ana?" tanya seorang laki-laki dari balik helmnya.

Ana mengangguk. "Iya, bapak ojek online ya?" tanya Ana.

"Iya, mba. ini helmnya." ucap bapak ojol.

"Makasih pak." Ana mulai menaiki motor bapak ojol, motor yang di tumpanginya berjalan dengan kecepatan sedang.

Karena udara malam, rasa letih Ana seketika lenyap begitu saja. Meskipun kata orang, udara malam itu tidak baik untuk kesehatan, tapi Ana tidak memperdulikan itu. Ana sangat menyukai sejuknya angin di malam hari. Itu menyejukkan.

Karena pekerjaan Ana yang sering kali pulang malam hari, Ana jadi terbiasa dengan udara malam. Dan sekarang Ana menyukai sejuknya udara malam.

Motor yang Ana tumpangi berhenti, di tempat yang Ana tuju.

Ana tidak pulang ke rumah. 

Ana pergi ke tempat ayahnya bekerja. Meskipun ini sudah malam, tapi Ana tidak mengurungkan niatnya untuk bertemu sang ayah. Ana tau ayahnya ini tidak pulang. Karena ibu yang bilang, kalo ibu gak kasih ayah uang buat ongkos. Ana membawa makanan yang sempat ia beli, waktu di perjalanan menuju tempat ayahnya bekerja.

"Ayah!" panggil Ana, ketika melihat sang ayah yang sedang beristirahat. Tubuhnya menyender ke batu bata yang berada di belakangnya.

"Ana? Kamu ngapain kesini nak?" tanya sang ayah, khawatir.

Damar–ayah Ana mendekat ke arahnya.

"Ayah, udah makan?" tanya Ana, anak itu tidak melunturkan sedikitpun senyumannya.

Damar tidak menanggapi ucapan putrinya.

"Kamu ngapain ke sini?"

"Gak liat ini udah jam berapa?!" Damar membentak Ana. Dirinya khawatir kepada putrinya itu.

"Ana khawatir sama ayah." mata Ana berkaca-kaca, ia tidak suka di bentak. Apalagi sekarang yang membentaknya ayahnya sendiri.

"Ayah gak papa."

"Ayah lebih khawatir sama kamu." Damar mengubah nada bicaranya jadi lebih lembut.

Ana lebih memilih mengabaikan ucapan sang ayah.

"Ana bawain makanan buat ayah." 

"Ayah pasti belum makan, kan?" tanya Ana.

Damar tersenyum hangat. Ia mengusap pelan pucuk kepala ana.

Damar mengangguk.

"Yaudah ayo makan!" ajak Ana antusias.

"Ayo." ayah dan anak itu berjalan menuju tempat yang layak untuk mereka makan.

"Ayah hari ini pulang bareng Ana ya." ajak Ana.

Damar tidak menjawab, ia sibuk dengan pikirannya.

"Ayah," panggil Ana. Karena sepertinya ayahnya itu tengah melamun.

"Ayah." Ana mengguncangkan tangan Damar pelan. Damar tersentak dan langsung tersadar dari lamunannya.

"Kenapa, Na?" tanya Damar.

"Ayah lagi mikirin apa?" 

"Oh, enggak. Gak papa." 

"Kamu tadi ngomong apa?" tanyanya lagi.

"Ayah, sekarang pulang bareng Ana ya." ajaknya sekali lagi.

"Ayah gak punya uang." raut wajah Damar berganti dengan raut wajah lesu.

"Ana ada uang, pulang ya." ajak Ana matanya berbinar lucu.

"Gak baik tau tidur di sini, mana dingin banyak nyamuk lagi." tutur Ana. Ana mengipas-ngipas udara di sekitarnya, guna mengusir para nyamuk nakal.

Damar terkekeh, ia mengangguk.

"Yes! Yaudah, makan dulu ya. Habis itu kita pulang." ujar Ana antusias.

Damar memakan makanannya dengan lahap, Ana hanya menatap ayahnya itu. Hati Ana sakit. Melihat kondisi ayahnya yang sudah keriput, dan sangat nampak raut wajah lelah di wajahnya.

Setelah selesai makan, Ana dan Damar berjalan menuju jalan raya. Menunggu kendaraan yang Ana pesan lewat aplikasi. Tak berselang lama mobil mewah berhenti tepat di depannya.

"Dengan bu Ana?" tanya bapak supir.

"Iya, pak."

"Ayo yah," Ana menggandeng tangan Damar, berjalan masuk mobil.

Dalam hati Damar berkata, "dari mana Ana mendapatkan uang sebanyak itu? Pasti ongkos naik mobil ini, 'kan mahal." 

Mobil yang di tumpangi Ana sama Damar melaju, membelah jalanan kota Bandung. Jalanan masih sedikit ramai, karena sekarang jam masih menunjukkan pukul 9 malam.

Ana melihat ke arah jalanan, banyak sekali anak muda yang masih berkeliaran. Ana menghela nafas panjang. Ana melihat Damar yang berada di sampingnya. Sepertinya ayahnya itu mengantuk. 

"Yah, kalo mau tidur, tidur aja nanti Ana bangunin kalo udah sampai." ucap Ana. 

Damar mengangguk. Ia mulai, memejamkan matanya, Damar sangat lelah. Sedari subuh tadi sampai malam damar bekerja, beristirahat cuman sejenak.

Ana menatap sedih muka ayahnya yang tengah terlelap. "Tunggu sampai Ana lulus ya, Yah. Ana janji akan bahagiain kalian." ucap Ana. Ia mencium kening damar cukup lama.

Ana ini bukan tipikal anak yang gengsian, jadi ia tidak pernah malu, kalo mau nyium atau bercerita kepada kedua orang tuanya. Mobil yang di tumpangi Ana berhenti tepat di depan rumahnya. Ana membangunkan Damar, untungnya ayahnya itu mempunyai telinga yang sensitif ketika tidur. Jadi tidak susah bagi Ana untuk membangunkannya.

Tok tok tok

Ana mengetuk pintu rumahnya, "assalamualaikum Bu, Ana pulang." teriak Ana.

Terdengar dari dalam rumah ibunya membukakan kunci.

"Waalaikumsallam." jawab sang Ibu.

"Oh? Ayah, kenapa kalian bisa bareng gini pulangnya?." tanyanya.

"Kamu lagi Ana! Kenapa pulangnya malem banget." Sarah berkacak pinggang, menatap Ana dengan tatapan mengintimidasi.

"Udah, udah. Nanti Ayah yang jelasin. Mending sekarang Ana masuk, besok sekolah 'kan?" Damar tau, pasti anaknya itu capek.

Ana mengangguk, "Ana kedalam dulu Bu, Yah." pamit Ana.

"Sekarang jelasin!." pinta Sarah.

"Jadi..." Damar menceritakan semua yang terjadi tadi, tidak ada sedikit, pun yang damar tutup-tutupi.

 Sarah menatap kamar anaknya itu dengan tatapan sendu.

~~~~~~~

Subuh menjelang pagi, ayam sudah berkokok sedari tadi. Tapi Ana masih bergeliut dengan selimutnya.

"Ana." panggil Sarah.

"Ana bisa gak, sekali-kali kalo mau mau sekolah itu bangun sendiri!" Sarah menaikan nada bicaranya.

"Eum, apa Bu." balas Ana dengan mata yang masih terpejam.

"Cepat bangun!" Sarah meninggalkan kamar anaknya itu.

Ana mengerjap-erjapkan matanya, karena sinar matahari yang masuk lewat jendela kamarnya membuat mata Ana susah melek.

"Aghh, males banget." Ana memposisikan dirinya menjadi duduk. Dia merentangkan kedua tangannya.

"Tapi gue harus semangat!!!" Ana menyemangati dirinya sendiri.

Seperti biasa, Ana mulai membersihkan badannya. Setelah selesai Ana bergegas memakai seragam dan berjalan menuju meja makan.

"Selamat pagi" ucap Ana.

"Pagi juga." balas Damar dan Sarah, kompak.

Ana mendudukan dirinya di kursi yang ada di situ.

Sekarang, semuanya tengah fokus.  Terhadap makanan di hadapannya.

"Bu, Yah. Ana udah selesai sarapannya. Ana berangkat dulu ya." Ana mencium tangan Sarah dan Damar secara bergantian.

"Assalamualaikum" ucap Ana.

"Waalaikumsallam, hati-hati nya." balas Sarah.

Ana berjalan dengan suasana hati yang gembira, Ana memegang kedua tali tasnya. Sambil bersenandung ria.

Ckitt..

Ana tersentak kaget, karena secara tiba-tiba ada sebuah motor yang berhenti tepat di hadapannya.

Ana tidak tahu dia siapa. Tapi dia memakai seragam sekolah yang sama dengan Ana.

~~~~~~~~

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status