Dalam hati Ambar berkecambuk tentang roti cokelat pemberian Bu Mirna. Dia berpikir tentang hubungan antara Besti dengan Bu Mirna. Terpikir oleh Ambar juga, siapa yang menelepon ibunya. Ada rasa heran dalam hati Ambar, dari mana Besti tahu kalau yang dibicarakan dengan Brian bisa membuat sang bocah badmood. Ada tanda tanya dalam otaknya, siapa yang menyuruh bestie? Kenapa Bu Mirna menitipkan roti cokelat di kantin? Mengapa nggak samperin langsung ke kamar? Padahal Bu Mirna adalah partner bisnis ibunya.Ambar akan mencari tahu semuanya. Semua masalah berurutan secara sistematis seperti sudah diperhitungkan secara matang. Ambar melangkah melewati taman dan dihadang oleh Sabrina, membuat wanita berkaki jenjang ini kaget."Ya, ampun, Sab! Sejak kapan di sini?" tanya Ambar dengan wajah pias karena sempat syok terapi barusan.Sabrina yang merasa bersalah, segera memeluk sahabatnya. Wanita bermata sipit ini lalu berbisik,"Lu dicari Sapto sama ortunya."Seketika Ambar kaget mendengar ucapan S
Tampak beberapa pembezuk telah bertemu para narapidana dan asik bercengkerama. Tiba-tiba ada seorang sipir penjara menghampiri keduanya lalu berucap,”Maaf, Bu. Pak Hadi sedang dalam perawatan karena ambeien. Bisa jadi harus dilakukan tindakan pembedahan. Ada unsur rudapaksa terhadap Pak Hadi yang dilakukan oleh salah satu penghuni sel penjara.”“Kasus apalagi ini?” tanya Ambar setengah berteriak karena histeris. Dia harus tahu di mana Hadi dirawat, meski tak tersakiti. Namun, bagaimanapun, Ambar tak rela Hadi dipecundangi seperti mainan dan pelaku harus dapat hukuman setimpal. Mengerikan!“Kita pulang, Bar,” ajak Sabrina, tetapi tak dihiraukan oleh Ambar. Wanita berkaki jenjang ini setengah berlari mengejar sipir. “Pak, tunggu!” teriak Ambar yang menghentikan langkah kaki petugas tersebut. “Dirawat di mana?”Pria berseragam ini pun segera menoleh lalu menjawab, ”Rumah sakit umum, Bu. Kalo mau menjenguk, bisa minta surat pengantar dari sini. Asal Ibu masih kerabat dekat narapidana.”Am
“Aaach ... Sayaaaang!” jerit lirih Mita yang kini semakin mendesah panjang. Kedua tangannya meremas kuat rambut Hadi.“Aku buat agar tak sakit lagi, Sayang,” ucap Hadi yang semakin ganas. Mereka berpacu dalam irama jantung dengan peluh bercucuran.Bilik UGDHadi tersadar dari lamunannya. Aku pikir kemarin, meski dalam keadaan setengah sadar dan tak ada unsur paksaan, tetap harus bertanggung jawab kepada Mita. Karena aku yang telah merenggut kesuciannya, ucap Hadi dalam hati. Pria ini sedang perang batin sekarang.Wanita yang disangka polos dan tulus karena masih suci, rupanya tak sebaik dugaannya. Mita punya banyak akal licik untuk memuluskan segala rencana dan bisa jadi, dia terjebak dalam alur cerita yang dibuat Mita.Hadi sudah terlambat untuk menyadari hal tersebut. Dia baru tahu semua tentang akal bulus Mita, saat mereka telah ditangkap karena kasus perselingkuhan. Kini, Hadi tak punya harga diri di hadapan Ambar. Apalagi sekarang, dia telah menjadi korban pelecehan oleh sesama p
“Jangan kira lu akan bisa menikmati kebahagiaan setelah dapat restu Hadi. Lu kira bangga bikin Hadi bucin. Hanya nama lu yang disebut dia, meski bercinta ama gua. Hidup lu harus hancur!” ancam seseorang dari seberang telepon dan Ambar bisa memastikan kalau dia adalah Mita. Hubungan telepon seketika terputus. Saat Ambar menghubungi kembali, sudah tak bisa. Ambar memasukkan ponsel kembali ke saku.Kok aneh? Mita bisa telepon gua. Pake ponsel siapa? Kaga bener ini. Dia dendam banget sama gua karena ulah Bokap Nyokap. Gua harus cari kebenarannya, ucap Ambar dalam hati lalu beranjak kembali akan masuk ruangan dengan terlebih dahulu menyapa kedua polisi yang berjaga depan pintu. Wanita berkaki jenjang ini mengamati kedua petugas sekilas lalu melangkah masuk. Satu di antara mereka ada yang menjadi mata-mata Mita. Harus waspada, batin Ambar.Ketiga orang dalam ruangan seketika menghentikan pembicaraan saat Ambar masuk. Mereka merasa heran dengan tingkah laku wanita berkuncir kuda tersebut. Am
Sapto ini meringis sebentar, merasakan sensasi nikmat yang baru pertama kali dirasakannya. Beberapa saat berhenti lalu dia berbisik,”Sabar, Sayang. Bimbing aku, ya.” Ambar pun segera mengecup lembut leher prianya hingga meninggalkan kesan di sana. “Kau milikku,” ucap Ambar sembari menggoyangkan pinggul mengikuti gerakan Sapto.Sang pria yang sudah berada di puncak gairah segera mempercepat gerakan dan akhirnya lemas. “Terima kasih, Sayang,” ucapnya terengah-engah lalu tersenyum. “Aku belum, Honey,” balas Ambar sendu. Sapto cukup pengertian lalu memulai lagi kerja kerasnya hingga Ambar mencengkeram rambutnya kuat-kuat.Petualangan liar keduanya telah berakhir dan mereka segera membersihkan sisanya dari tubuh masing-masing. Sapto keluar toilet terlebih dulu, lima menit kemudian baru disusul oleh Ambar. Saat Ambar keluar dari kamar mandi telah ada Bu Retno yang telah menunggu. “Bagaimana keadaan kamu, Bar?” tanya sang ibu yang memandang dengan cemas.“Aku sehat. Emang ada apa, Bu?” Ambar
“Bisa jadi, hanya mirip nama aja,” ucap Bu Retno sembari mengelus bahu sang putri. “Bukan mirip nama doang. Memang itu Bapak, Bu,” tegas Ambar menatap penuh tanya ke arah sang ibu.“Sebentar, jangan keburu kalut dulu. Bukannya nama ibu Mita itu Darti?” tanya Bu Retno masih dengan perasaan tak percaya.“Iya, nama panjangnya, Darti Septiani.”“Apaaaa ...? Kok bisa! Septia?” Bu Retno histeris mendengar penjelasan dari Ambar. Wanita berumur 50 tahun lebih ini seketika murung. Dia teringat kembali luka lama, yang telah dikuburnya dalam-dalam.Masih jelas dalam ingatannya, Septia adalah wanita yang dinikahi secara siri oleh mantan suaminya. Rahardian Wisanggeni—suaminya—adalah seorang kontraktor besar, yang sering bepergian karena pekerjaan. Hingga suatu hari, kala itu Bu Retno sedang mengandung tiga bulan datanglah seorang wanita sedang mengandung enam bulan. Dia adalah Bu Septia, sedang mengandung Mita dan Bu Retno sedang mengandung Ambar. Bu Septia mencari suami Bu Retno untuk meminta pe
“Ambar gak pernah menyangka, selama ini Ibu merasakan sakit seperti itu. Maafin Ambar, telah menanyakan hal yang membuat Ibu harus mengingat kembali luka lama,” ucap Ambar sembari memeluk sang ibu. Keduanya berpelukan dengan berurai air mata untuk beberapa saat.Tak lama kemudian, Bu Retno mengurai pelukan dan memegang kedua bahu Ambar lalu berucap, “Justru karena itu pula, Ibu jadi ingat soal surat. Nanti saat kalian udah pulang, Ibu berikan. Cepat sehat, Nduk.” Bu Retno pun mencium kedua pipi Ambar.Ambar semakin penasaran dengan isi tulisan dalam surat titipan dari bapaknya. Dalam hati, Ambar sangat berharap sang bapak masih hidup dan suatu saat bisa dipertemukan dengannya. Dia tak akan membenci bapaknya karena dianggap sebagai sebuah takdir.Justru kemarahan terbesar dia tujukan kepada Mita dan ibunya. Dua orang wanita yang sedari lama telah menaruh dendam dan merencanakan sebuah pembalasan. Apa yang ada dalam otak Bu Septia? Bisa-bisanya membuat cerita palsu dan memfitnah ibunya.
Bu Retno dan Sabrina tampak bahagia melihat perkembangan luar biasa dari Brian tersebut. Baru kali ini, bocah bertubuh bongsor tersebut mau tersenyum sejak peristiwa pelecehan yang dialaminya. Akhirnya, Ambar dengan yang lain sepakat bahwa hari ini akan full untuk memberi kebahagiaan bagi Brian. Dimulai dari pergi jalan-jalan ke mall lalu makan ke tempat pilihan Brian dan berakhir ke sekolah alam. Mereka akan lakukan hal tersebut seharian penuh. Semua tersenyum bahagia melihat Brian yang ceria kembali.“Honey, hari ini jadi pulang?” tanya Ambar setelah Sapto menjawab teleponnya. “Sebentar, Abang liat surat keterangan dari dokter barusan,” jawab Sapto. Beberapa saat kemudian, terdengar suara kertas dibuka lalu pria tersebut berucap,”Udah tercantum, hari ini boleh pulang. Emang kenapa, Sayang?”“Kebetulan kalo gitu. Sebelum pulang, bisa dong minta ditemani jalan-jalan, sekalian kasih liat Brian sekolah alam,” ujar Ambar sembari memeluk Brian yang telah mendekat ke arahnya.“Sekarang Bri