"Maaf sebelumnya ya, Cit. Tapi aku baru saja melihat suami kamu di hotel tempatku berada bersama seorang wanita cantik dan seksi."
Bagai tersambar petir Citra mendengar itu. Hatinya tersentak luar biasa. "Ka-kamu jangan bercanda, Rin! Tidak lucu tau!" "Kenapa juga aku harus bercanda?" sahut Usi tak kalah. "Memang kenyataannya begitu. Aku melihat Mas Galih di hotel bersama seorang wanita cantik." "Memangnya kamu sekarang berada di hotel? Kok bisa melihat Mas Galih?" "Iya. Aku sedang menemui temanku yang datang dari luar kota di hotel ini. Tapi dia sedang berada di kamar mandi sekarang. Makanya aku menelpon kamu tanpa mampu untuk menundanya." "Aku rasa kamu salah lihat, Us. Masak sih Mas Galih di hotel bersama wanita lain." "Entahlah. Tapi aku yakin itu adalah suamimu. Aku kan kenal sekali dengan Mas Galih. Tidak mungkin aku salah lihat." "E... mungkin tidak kalau dia di sana untuk menemui pelanggan?" Citra berusaha untuk berpikir positif walaupun jantungnya sekarang berdegup kencang tidak karuan. "Dan pelanggan itu ya wanita itu." "Di dalam kamar? Pertemuan macam apa di dalam kamar?" Citra menelan saliva. Perasaannya makin tidak karuan mendengar pertanyaan Usi barusan. "Di dalam kamar? Maksudnya kamu melihat Mas Galih di dalam kamar bersama wanita itu? Bagaimana bisa? Aduh, kamu jangan membuat aku bingung deh." "Aku minta maaf sekali lagi sama kamu ya, Cit. Jadi ceritanya tuh begini. Waktu aku sedang nyari kamar temanku itu, tiba-tiba aku melihat suami kamu keluar dari dalam sebuah kamar. Aku kaget kan? Aku hendak memanggil tapi suamimu keburu pergi. Jadi tidak jadi. Nah, pas aku jalan lagi. Dari kamar suamimu keluar tadi, keluar juga seorang perempuan cantik dan pakaiannya cukup seksi. Aku syok dong. Langsung muncul pikiran negatif ke dia. Sebenarnya aku tidak tega mau menyampaikan apa yang aku lihat itu. Tapi kalau aku tidak menyampaikannya, aku tidak tenang. Aku tidak ada maksud buruk, Cit. Hanya berharap setelah apa yang aku lihat, kamu harus lebih berhati-hati dan tidak ada salahnya untuk mencari tahu. Ini demi kebaikan kamu. Semoga saja, ini tidak seperti yang aku pikirkan." Citra menghela nafas berat. Mencoba menghilangkan sesak di dada. "Aku mengerti maksud kamu. Ya, aku akan lebih berhati-hati dan mencari tahu. Terima kasih sudah memberitahu. Tapi sekarang aku mau pulang dulu." "Ya ya ya. Hati-hati di jalan ya." Panggilan diakhiri. Tapi tak langsung melajukan mobilnya, Citra justru diam termenung. Dia syok dengan apa yang dia dengar dari Usi bahwa sahabatnya itu melihat suaminya keluar dari kamar hotel yang di dalamnya ada seorang wanita cantik. Dengan mengacu pada kedekatannya selama ini sebagai sahabat, Usi tidak mungkin mengarang cerita. Namun setelah menjalani pernikahan selama beberapa tahun, rasanya juga tidak mungkin suaminya mengkhianatinya. Galih sangat sayang dan perhatian padanya. Bahkan sampai di detik pria itu akan berangkat kerja tadi pagi. Apakah orang yang mendua masih bisa bersikap seperti itu? Dia tak tahu. Dia sungguh bingung saat ini. Apakah dia harus menanyakannya langsung pada orang yang bersangkutan dan meminta penjelasan? "Siapa yang menelpon mama tadi? Apa itu Tante Usi?" Citra terhenyak dari lamunannya. Dia menoleh pada Manisa dengan senyuman yang dipaksakan. "Iya, dia Tante Usi." "Terus dia bilang apa sama mama? Kenapa menyebut-nyebut nama papa?" Citra menggeleng pelan. "Bukan obrolan yang menarik. Hanya obrolan biasa orang dewasa. Tidak penting untuk kamu ketahui." Manisa menggendikkan bahunya. Lalu dia membuang pandang ke luar jendela ke samping kirinya. "Orang dewasa selalu saja begitu. Sepertinya memiliki banyak rahasia yang tidak boleh diketahui oleh anak kecil." "Karena dunia orang dewasa tak sama dengan dunia anak kecil. Rumit. Kalau anak kecil masuk ke dunia orang dewasa, nanti tidak fokus lagi sama sekolah." Kedua alis Manisa bergerak ke atas. "Ya, oke. Ayo kita pulang sekarang. Aku mau makan." "Baiklah Tuan Putri." Citra pun segera melajukan mobilnya meninggalkan tempatnya. Tapi sepanjang perjalanan pulang, perasaannya tidak karuan. Dia terus bertanya-tanya dalam hati. Ada urusan apa suaminya di hotel? Siapa wanita cantik yang keluar dari dalam kamar yang sama dengan suaminya? Mungkinkah suaminya ada main dengan wanita cantik itu di belakangnya? *** Citra menatap Galih yang sedang menikmati makan malam. Pria itu tampak makan dengan lahap. Sampai tidak tahu kalau sedang diperhatikan olehnya. Setelah berjam-jam memikirkan apa yang disampaikan oleh Usi, Citra memutuskan untuk mencari tahu apa kira-kira yang dilakukan Galih bersama wanita cantik yang entah siapa di hotel itu dengan cara bertanya langsung pada suaminya tanpa menuduh. Ya, menurutnya ini adalah cara yang paling mudah. Tapi sekali lagi tanpa menuduh karena dia tidak boleh mudah terpancing emosi untuk sesuatu yang masih gamang. Keharmonisan rumah tangganya bisa hancur oleh kebodohan semacam itu. Maka, dengan berat hati dan hati berdebar-debar, dia memulainya. "Mas?" Galih yang sedang mengunyah makanan dalam mulut langsung mengalihkan pandang dari piring ke Citra. "Ya?" "Hari ini kamu kemana saja selain ke toko kita?" Kening Galih mengerut mendengar pertanyaan Citra yang dirasa aneh itu. "Kemana bagaimana maksudmu? Tentu saja hanya di toko saja." "Kalau Mas di toko saja, bagaimana bisa ada seseorang melihat mas di sebuah hotel siang ini?" Galih terhenyak. Makanan yang sedang dikunyahnya langsung ditelan. "Siapa yang melihat aku di hotel? Orang itu salah lihat mungkin." "Usi tidak mungkin salah lihat, mas. Dia kan sangat paham sama mas." Galih menelan saliva. 'Sial! Kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana aku harus menjawabnya sekarang?' "Mas? Kok diam sih? Mas ke hotel ngapain?" "Oh eh, itu. Iya. Aku memang ke salah satu hotel tadi." Galih terpaksa mengiyakan karena kalau sudah Usi yang melihat, tidak mungkin salah mengenali dirinya. "Ngapain mas ke sana? Dan kenapa juga sebelumnya harus menyangkal?" "Karena... karena aku takut kamu salah paham lalu curiga kepadaku. Aku ke sana bukan untuk berbuat macam-macam melainkan untuk bertemu dengan salah satu pelanggan dari luar kota yang tidak bisa datang ke toko kita." "Pelanggan dari luar kota itu laki-laki atau wanita?" "Ya laki-laki dong." "Lalu siapa wanita yang Usi lihat keluar dari kamar yang sama dengan mas keluar? Makhluk gaib?" Mati kutu! Galih tak menyangka ternyata Usi melihatnya di depan kamar hotel yang dia sewa dan bukan di area lain seperti lobby dan lainnya sehingga bisa beralasan sekehendak hati karena dia masuk dan keluar hotel tidak bersama-sama dengan Rini. Dan soalnya ternyata Rini keluar kamar itu beberapa saat setelah dia sehingga Usi masih sempat melihatnya. Sekarang dia harus menjawab apa? "E... itu istrinya pelanggan. Pelanggan dari luar kota itu memang datang bersama istrinya. Tidak sendiri." "Kamu yakin dia istri pelanggan dari luar kota itu? Kamu yakin tidak membohongiku kan, mas? Wanita itu bukan...." Citra melirik Manisa yang fokus dengan makanannya. Dia berharap putrinya itu tidak mengerti dengan yang sedang dia dan Galih bicarakan. "selingkuhan kamu?" Bersambung."Kamu yakin dia istri pelanggan dari luar kota itu? Kamu yakin tidak membohongiku kan, mas? Wanita itu bukan.... selingkuhan kamu kan?"Galih terhenyak. Dia merasa sangat tertohok kali ini. "Ba-bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu, Cit? Kamu kan tahu kalau aku sangat menyayangi dan mencintai kamu. Jadi tidak mungkin kalau wanita itu adalah selingkuhanku."Citra tak merespon. Memilih diam sembari terus menatap Galih sebagai jawaban. Dua kali ralatan kebohongan Galih di obrolan ini membuatnya mulai merasa curiga. Galih mengerti maksud dari tatapan Citra. Dia pun mendengkus frustasi. "Ayolah, Cit. Percaya padaku. Pelanggan yang aku temui di hotel itu memang laki-laki dan wanita itu adalah istrinya. Bukan selingkuhanku seperti yang kamu pikirkan. Aku bersumpah tidak berkhianat sama kamu karena aku sangat mencintai kamu dan Manisa."Mendengar sumpah Galih, kecurigaan Citra sedikit menyurut. Biar begitu, hatinya masih tidak tenang."Kalau kamu tidak lagi ada rasa percaya kepadaku, maka
"Sayang, aku mau. Ayo kita lakukan dengan bersemangat," ucap Galih sembari memeluk Citra dari belakang. Sebenarnya dia sedang tidak berharap pada istrinya itu. Sebab hasratnya sudah terpenuhi tadi siang. Tapi gara-gara ketahuan bertemu dengan Rini, dia memaksakan diri untuk melakukannya. Tujuannya untuk menyenangkan Citra karena menurutnya kalau wanita telah dipuaskan, seluruh amarah dan kecurigaan wanita akan sirna. Kalau pun masih ada, hanya tinggal sisa-sisa.Citra yang belum bisa tidur karena merasa gamang, menjawab. "Maaf, mas. Malam ini aku capek sekali. Lain kali saja ya." Bohong! Dia berbohong. Sebenarnya dia tidak merasa capek. Tapi karena beberapa jam lalu dia melihat foto mesra suaminya itu dengan seorang wanita cantik, kecurigaannya kembali muncul. Hanya saja dia tidak mau jujur dengan rasa kecurigaanya itu karena memiliki alasan."Kenapa? Apa karena kamu masih memikirkan laporan Usi yang melihat aku bersama seorang wanita tadi? Kamu curiga? Kamu marah? Katanya kamu sudah
Beberapa saat sebelumnya."Nya, sarapan sudah siap," ucap Sumi di pintu kamar Manisa.Citra yang baru saja selesai merapikan rambut Manisa menoleh. "Iya, bi. Ini kami mau ke meja makan.""Baik, Nya. Tuan mau bibi panggilkan juga?""Biar aku saja, bi. Bibi lanjutkan pekerjaan saja.""Oh, baiklah, Nya. Kalau begitu, bibi kembali ke dapur." Sumi berbalik badan dan kemudian tubuhnya menghilang di balik tembok.Citra menatap Manisa yang sudah selesai dirias. "Kamu ke meja makan sekarang sendirian ya. Mulai sarapan saja. Mama mau memanggil papa dulu."Manisa mengangguk. "Iya, ma."Citra tersenyum. Dia kemudian meninggalkan kamar Manisa menuju kamarnya. Tapi begitu sampai di depan pintu yang sedikit terbuka, langkah Citra terhenti tiba-tiba begitu mendengar suara Galih yang sedang berbicara dengan seseorang di ponselnya. Suaranya sih lirih. Tapi Citra masih bisa mendengarnya."Apa-apaan kamu menelponku Pagi-pagi begini?! Aku kan sudah bilang sama kamu untuk tidak menghubungi dan mengirim pes
Citra mendengkus pelan. Dia tidak punya jawaban pasti saat ini. Lebih baik dia hentikan obrolan ini mengingat dirinya harus mengantar Manisa pergi ke sekolah. "Aku datang untuk mengajak mas sarapan. Mungkin Manisa sudah di meja makan sekarang," ucap Citra sebelum akhirnya berbalik badan keluar dari dalam kamar itu. "Sial!" hardik Galih pada dirinya sendiri begitu Citra menghilang di balik pintu. "Sepertinya Citra benar-benar curiga. Ini gara-gara Rini. Sudah dibilang jangan menelponku di waktu pagi seperti ini, eh, malah melakukannya. Aku harus menegurnya sebelum dia membuat masalah yang lebih besar." Setelah memasukkan dompet dan ponsel ke saku celana serta mengambil kunci mobil, Galih keluar kamar menuju meja makan. Dia mendapati Citra dan Manisa sedang menikmati sarapan mereka tanpa suara. Citra dan Manisa sempat meliriknya. Tapi hanya sekilas sebelum kembali melanjutkan makan mereka. Galih menipiskan bibir mendapati reaksi Citra itu. Rasanya dia ingin bersumpah sekali lagi ba
Rini memperhatikan Galih yang sedang mengenakan pakaiannya dengan seksama. Laki-laki itu terlihat memesona dengan ketampanannya. Tapi bukan karena itu dia rela menjadi wanita simpanan Galih. Dia tidak peduli seberapa tampan dan gagah seorang laki-laki. Satu-satunya hal yang menjadi perhatiannya adalah seberapa tebal dompet laki-laki. Jika Galih tidak kaya, mana mungkin dia mau dijadikan pelampiasan hawa nafsu tanpa ikatan yang sah.No! Dia bukan wanita bodoh!Dan misinya sekarang adalah ingin merebut status istri sah dari istri Galih. Dia merasa lebih pantas menyandangnya karena selain cantik, dia memiliki pekerjaan meskipun hanya sebagai sales promotion girl (SPG). Tidak seperti istri sah Galih yang hanya seorang wanita pengangguran yang hanya bisa menghabiskan uang suami saja."Baru juga selesai, mas. Langsung pergi saja," ucap Rini dengan suara yang manja. Dia sendiri masih berada di bawah selimut."Aku tidak boleh keluar toko lebih dari satu jam. Nanti khawatir karyawan akan curig
Citra mendengkus pelan. Dia tidak punya jawaban pasti saat ini. Lebih baik dia hentikan obrolan ini mengingat dirinya harus mengantar Manisa pergi ke sekolah. "Aku datang untuk mengajak mas sarapan. Mungkin Manisa sudah di meja makan sekarang," ucap Citra sebelum akhirnya berbalik badan keluar dari dalam kamar itu. "Sial!" hardik Galih pada dirinya sendiri begitu Citra menghilang di balik pintu. "Sepertinya Citra benar-benar curiga. Ini gara-gara Rini. Sudah dibilang jangan menelponku di waktu pagi seperti ini, eh, malah melakukannya. Aku harus menegurnya sebelum dia membuat masalah yang lebih besar." Setelah memasukkan dompet dan ponsel ke saku celana serta mengambil kunci mobil, Galih keluar kamar menuju meja makan. Dia mendapati Citra dan Manisa sedang menikmati sarapan mereka tanpa suara. Citra dan Manisa sempat meliriknya. Tapi hanya sekilas sebelum kembali melanjutkan makan mereka. Galih menipiskan bibir mendapati reaksi Citra itu. Rasanya dia ingin bersumpah sekali lagi ba
Beberapa saat sebelumnya."Nya, sarapan sudah siap," ucap Sumi di pintu kamar Manisa.Citra yang baru saja selesai merapikan rambut Manisa menoleh. "Iya, bi. Ini kami mau ke meja makan.""Baik, Nya. Tuan mau bibi panggilkan juga?""Biar aku saja, bi. Bibi lanjutkan pekerjaan saja.""Oh, baiklah, Nya. Kalau begitu, bibi kembali ke dapur." Sumi berbalik badan dan kemudian tubuhnya menghilang di balik tembok.Citra menatap Manisa yang sudah selesai dirias. "Kamu ke meja makan sekarang sendirian ya. Mulai sarapan saja. Mama mau memanggil papa dulu."Manisa mengangguk. "Iya, ma."Citra tersenyum. Dia kemudian meninggalkan kamar Manisa menuju kamarnya. Tapi begitu sampai di depan pintu yang sedikit terbuka, langkah Citra terhenti tiba-tiba begitu mendengar suara Galih yang sedang berbicara dengan seseorang di ponselnya. Suaranya sih lirih. Tapi Citra masih bisa mendengarnya."Apa-apaan kamu menelponku Pagi-pagi begini?! Aku kan sudah bilang sama kamu untuk tidak menghubungi dan mengirim pes
"Sayang, aku mau. Ayo kita lakukan dengan bersemangat," ucap Galih sembari memeluk Citra dari belakang. Sebenarnya dia sedang tidak berharap pada istrinya itu. Sebab hasratnya sudah terpenuhi tadi siang. Tapi gara-gara ketahuan bertemu dengan Rini, dia memaksakan diri untuk melakukannya. Tujuannya untuk menyenangkan Citra karena menurutnya kalau wanita telah dipuaskan, seluruh amarah dan kecurigaan wanita akan sirna. Kalau pun masih ada, hanya tinggal sisa-sisa.Citra yang belum bisa tidur karena merasa gamang, menjawab. "Maaf, mas. Malam ini aku capek sekali. Lain kali saja ya." Bohong! Dia berbohong. Sebenarnya dia tidak merasa capek. Tapi karena beberapa jam lalu dia melihat foto mesra suaminya itu dengan seorang wanita cantik, kecurigaannya kembali muncul. Hanya saja dia tidak mau jujur dengan rasa kecurigaanya itu karena memiliki alasan."Kenapa? Apa karena kamu masih memikirkan laporan Usi yang melihat aku bersama seorang wanita tadi? Kamu curiga? Kamu marah? Katanya kamu sudah
"Kamu yakin dia istri pelanggan dari luar kota itu? Kamu yakin tidak membohongiku kan, mas? Wanita itu bukan.... selingkuhan kamu kan?"Galih terhenyak. Dia merasa sangat tertohok kali ini. "Ba-bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu, Cit? Kamu kan tahu kalau aku sangat menyayangi dan mencintai kamu. Jadi tidak mungkin kalau wanita itu adalah selingkuhanku."Citra tak merespon. Memilih diam sembari terus menatap Galih sebagai jawaban. Dua kali ralatan kebohongan Galih di obrolan ini membuatnya mulai merasa curiga. Galih mengerti maksud dari tatapan Citra. Dia pun mendengkus frustasi. "Ayolah, Cit. Percaya padaku. Pelanggan yang aku temui di hotel itu memang laki-laki dan wanita itu adalah istrinya. Bukan selingkuhanku seperti yang kamu pikirkan. Aku bersumpah tidak berkhianat sama kamu karena aku sangat mencintai kamu dan Manisa."Mendengar sumpah Galih, kecurigaan Citra sedikit menyurut. Biar begitu, hatinya masih tidak tenang."Kalau kamu tidak lagi ada rasa percaya kepadaku, maka
"Maaf sebelumnya ya, Cit. Tapi aku baru saja melihat suami kamu di hotel tempatku berada bersama seorang wanita cantik dan seksi."Bagai tersambar petir Citra mendengar itu. Hatinya tersentak luar biasa. "Ka-kamu jangan bercanda, Rin! Tidak lucu tau!""Kenapa juga aku harus bercanda?" sahut Usi tak kalah. "Memang kenyataannya begitu. Aku melihat Mas Galih di hotel bersama seorang wanita cantik.""Memangnya kamu sekarang berada di hotel? Kok bisa melihat Mas Galih?""Iya. Aku sedang menemui temanku yang datang dari luar kota di hotel ini. Tapi dia sedang berada di kamar mandi sekarang. Makanya aku menelpon kamu tanpa mampu untuk menundanya.""Aku rasa kamu salah lihat, Us. Masak sih Mas Galih di hotel bersama wanita lain.""Entahlah. Tapi aku yakin itu adalah suamimu. Aku kan kenal sekali dengan Mas Galih. Tidak mungkin aku salah lihat.""E... mungkin tidak kalau dia di sana untuk menemui pelanggan?" Citra berusaha untuk berpikir positif walaupun jantungnya sekarang berdegup kencang ti
Rini memperhatikan Galih yang sedang mengenakan pakaiannya dengan seksama. Laki-laki itu terlihat memesona dengan ketampanannya. Tapi bukan karena itu dia rela menjadi wanita simpanan Galih. Dia tidak peduli seberapa tampan dan gagah seorang laki-laki. Satu-satunya hal yang menjadi perhatiannya adalah seberapa tebal dompet laki-laki. Jika Galih tidak kaya, mana mungkin dia mau dijadikan pelampiasan hawa nafsu tanpa ikatan yang sah.No! Dia bukan wanita bodoh!Dan misinya sekarang adalah ingin merebut status istri sah dari istri Galih. Dia merasa lebih pantas menyandangnya karena selain cantik, dia memiliki pekerjaan meskipun hanya sebagai sales promotion girl (SPG). Tidak seperti istri sah Galih yang hanya seorang wanita pengangguran yang hanya bisa menghabiskan uang suami saja."Baru juga selesai, mas. Langsung pergi saja," ucap Rini dengan suara yang manja. Dia sendiri masih berada di bawah selimut."Aku tidak boleh keluar toko lebih dari satu jam. Nanti khawatir karyawan akan curig