Beranda / Romansa / AKU SANG ISTRI BOSS / 35. Kedatangan Keluarga Cinta

Share

35. Kedatangan Keluarga Cinta

Penulis: Ara Hakim
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-31 14:55:17

Sore harinya. Menjelang berbuka puasa, semua karyawan sudah berkumpul di aula lantai tiga kantor Lovamedia.

Aku sedang duduk berbincang-bincang dengan Kasih, sedikit bercerita soal pekerjaan baru kami.

"Cin, enak banget seharian di ruangan direktur, terus sekarang kamu duduk-duduk aja, gitu? Cepet bantuin hidang makanan." Dewi kembali memberi titah.

Aku berdiri dan ikut menghidangkan makanan. Kasih juga membantu. Petinggi perusahaan sudah sedia duduk lesehan di tempat mereka masing-masing. Acara segera dimulai.

"Ini antar ke pak direktur, ya! Cepet, udah mau maghrib," titah Dewi.

"Siap!" Kuraih nampan berisi kue dan minuman dan kubawa menuju Mas Rama.

Namun ketika aku berpapasan dengan Naren yang juga menghidangkan makanan, tiba-tiba kakinya menyenggol kakiku yang melangkah cepat. Kakiku tersandung dan aku terjatuh.

Bruk!! Nampan berisi takjil dan es teh terlempar mengenai Mas Rama.

"Apa ini?" Mas Rama mengusap wajah. Suasana tegang. Aku masih tertelungkup di lantai.

Mas Rama beranja
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • AKU SANG ISTRI BOSS   36. Di Rumah Rama

    “Jadi dimana rumah suami kamu?” ucap Mas Bagus di telepon. Ternyata ketika ia bilang mau membuktikan siapa sebenarnya Mas Rama itu serius.“Pura Mayang, Mas.”“Oke, malam ini juga pukul delapan kami ke sana.”“Ya, Mas.”Langit kota Jambi dipenuhi gemintang. Bulan menggantung separuh di ujung ufuk. Hiruk pikuk kendaraan malam masih ramai.Jam setengah delapan malam aku dan Mas Rama pulang dari kantor Lovamedia. Mengingat jam delapan Mas Bagus, Ibu dan Rindu akan berkunjung ke rumah. Kasih yang sekantor denganku juga sudah kuberi tahu. Ia menyetir mobilnya di belakang mobil kami, membuntuti sampai rumah.Jarak dari Lovamedia ke rumah kami di daerah Mayang hanya sepuluh menit perjalanan mobil.“Asslamualaikum, Bun.” Aku mengucap salam pada Bunda yang sedang membaca di teras malam itu, begitu kami sampai rumah.“Wa’alaikumsalam.”“Bun, ini Kasih.” Aku menunjuk dengan tangan terbuka ke arah saudariku.“Saudari kembar kamu itu?” sahut Bunda Syandi.“Iya, Bun.”Kasih lekas menyalami Bunda Sy

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-01
  • AKU SANG ISTRI BOSS   37. Robert dan Brian

    “Kemarin bukannya Mas Bagus yang mau ajari saya ilmu bisnis?” tanya Mas Rama setengah menggoda.“Ah, Mas Rama. Jangan gitu. Saya ini masih kecil banget dibandingkan Mas Rama, tolong lah Mas. Ajari saya.” Mas Bagus malah seperti merengek-rengek.“Saya hanya pekerja biasa, Mas Bagus. Sederhana.”“Jangan merendah begitu dong, Mas Rama. Saya tahu omzet-nya Mas itu ratusan milyar per bulan.”“Berlebihan itu.”“Nggak kok. Tolonglah Mas Rama, ajari saya.”Mas Rama hanya tertawa kecil.Percakapan terhenti ketika Ijah Munica dan beberapa ART lain membawakan minuman warna oranye dan beberapa piring kudapan. Lalu Bunda Syandi mempersilakan keluargaku untuk minum, serta mencicipi makanan yang diantar Ijah Munica.Ibu tak kuat minum dan makan. Ia hanya sibuk celingukan.“Saya pribadi mau minta maaf, saya sebagai Ibu kandung nggak bisa jadi Ibu yang baik untuk Cinta. Malah di keluarga ini Cinta diterima dengan baik. Saya minta maaf telah merendahkan Rama juga, sampai kemarin saya juga membuat Cinta

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-01
  • AKU SANG ISTRI BOSS   38. Bongkar Makam

    Dennis melaporkan pada Mas Rama bahwa Robert memang telah meloloskan diri dari penjara. Cara yang ia gunakan memang agak kurang masuk akal, tapi buktinya ia kabur. Sementara penampakan soal Brian masih diselidiki. Mei, salah satu rekan Brian pun belum ditemukan.Rendra dan Dennis sibuk mengirimkan orang-orang untuk memata-matai gerak semua orang yang berhubungan dengan mereka. Mas Rama tak tinggal diam. Tentu saja hal pertama yang harus diperiksa adalah dokter yang menyatakan bahwa Brian telah meninggal. “Aku ikut, Mas!” Aku menggamit tangan Mas Rama yang hendak berangkat memeriksa dokumen rumah sakit.“Kamu bilang nggak bisa jauh dariku, ‘kan?” alibiku.Mas Rama mengizinkan. Kami menuju Mayang Medical Center.“Kami minta file tentang sertifikat kematian dan rekam medis pasien bernama Brian Pratama sekitar seminggu lalu,” pinta Mas Rama pada petugas administrasi rumah sakit.“Maaf, Pak. Kami tidak bisa sembarang memberikan data pasien ke orang lain selain keluarganya. Maaf,” jawabny

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-01
  • AKU SANG ISTRI BOSS   38. Keadaan Sedang Tidak Bagus

    “Setya?”“Asistenku yang lain. Dennis masih sibuk dengan penyelidikan. Aku nggak mau ganggu dia. Sementara Rendra selain ikut bantu menyelidiki, dia juga sedang belajar untuk menggantikan posisi Rinaldi di Aurora Corporation.”“Baik, Mas.”Mas Rama menelpon seseorang yang mungkin adalah Setya. Ia memerintahkan Setya untuk membongkar makam Brian dan membawa jasadnya ke rumah sakit untuk dilakukan autopsi. Setya yang sebenarnya juga punya tugas dalam penyelidikan Brian, segera mengerti dan berkata akan segera melaksanakan apa yang diperintah suamiku itu.“Sekarang apa lagi, Mas?”Kami memasuki mobil di parkiran rumah sakit itu. Mas Rama kembali membuka ponselnya, mengirim pesan untuk seseorang.“Melipatgandakan keamanan rumah, Lov. Robert tentu ada dendam padaku. Zapa ingin mengambil alih perusahaan. Lalu kamu kemarin sempat melihat mereka. Artinya kita dan keluarga kita bisa jadi mereka incar. Aku mau menambah jumlah bodyguard di rumah untuk melindungi Bunda. Juga Tara sebaiknya harus

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-01
  • AKU SANG ISTRI BOSS   40. Sebuah Rencana

    UDARA kota Jambi siang itu sejuk. Gumpalan abu-abu raksasa masih menghalangi sang mentari di panorama langit. Namun tak sampai satu menit kemudian awan kelabu itu berubah gelap. Mendung, awan kumulonimbus mengambil alih. Petir menggelegar sesekali. Kilat bersambaran di ufuk barat.Rendra mengingatkan untuk sangat berhati-hati karena Robert membawa pasukan bergerak mencariku. Karena itulah Mas Rama langsung mengajakku pulang. Namun belum sempat kami melangkah, rombongan lelaki dengan kayu dan tongkat di tangan mereka mengepung di tiap ujung jembatan membuat kami terdesak.“Mas, aku takut.” Aku memegang lengan Mas Rama melihat rombongan lelaki itu.“Tenang, Lov. Aku juga takut. Jadi kamu nggak takut sendirian.”“Mas, bukan saatnya bercanda!”“Baca doa yang biasanya, Lov.”“Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihii syaiun fil ardhi walaa fis samaa’ wahuwas sami’un aliim. La haula walaa quwwata illa billah,” lirihku berdoa pada Yang Maha Kuasa, “tolong selamatkan kami ya Rabb. Berikan kea

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • AKU SANG ISTRI BOSS   41. Terjun

    Ternyata memang benar. Ini adalah ancaman Zapa pada waktu itu. Memang ternyata selama ini dialah dalang semua ketidak-beresan dari perusahaan Rama Corporation.“Apa tawaran kalian kalau aku bisa menjamin kami tutup mulut?”Wajah ketua preman berubah heran, mengernyit.“Siap-siap untuk lompat, Lov. Dari Bahasa tubuhnya yang kubaca, orang ini tipe yang sangat kuat pada pendiriannya. Mereka tidak akan mudah kupengaruhi,” bisik Mas Rama padaku.Aku mengangguk dan menelan ludah. Degup jantung entah sudah berapa kali per menit. Barangkali sudah 170 dimana normalnya dibawah 100. Langit meneteskan air matanya perlahan. Hujan rintik. Angin semakin kencang. Permukaan sungai Batanghari berombak.“Kami hanya butuh melaksanakan tugas, Rama. Jadi, bersiaplah.”“Tunggu, aku mau memberikan kalian penawaran.” Mas Rama memperbaiki posisi kacamatanya.“Penawaran?”“Ya. Apa kalian mau dengar?”“Cih!”“Aku akan memberikan bayaran kalian tiga kali lipat daripada berapapun bayaran kalian sekarang. Kalian ha

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • AKU SANG ISTRI BOSS   Sekian Tahun Lalu Pov Rama.

    Sekian tahun lalu."Buka jilbabnya, buka jilbabnya!" teriak sekelompok lelaki mengelilingi seorang wanita remaja. Barangkali umurnya masih tiga belas tahun. Salah satu lelaki remaja itu menarik jilbab sang gadis hingga tersentak kepalanya. Terbuka lah hijab itu dan terurai lah rambut lurus sepunggung itu. Gadis itu berlari meraih jilbab yang berada pada lelaki yang menariknya. Lalu lelaki itu melempar ke teman di sebelahnya. Si Gadis mengejar. Lalu jilbab itu dilemparkan lagi ke teman yang lain. Begitu seterusnya hingga si Gadis tak dapat meraihnya."Anak kecil jangan sok-sok pake jilbab!" sentak lelaki paling tua."Ni ambil kalau bisa!" Temannya yang lain mengulurkan jilbab hitam itu. Namun ketika si Gadis itu mau mengambilnya, si lelaki menariknya dan si Gadis hanya menangkap angin."Kembalikaaan!" teriaknya pada sekawan lelaki itu.Tak dinyana, si Gadis mengambil kayu sebesar lengan. Satu meter kira-kira panjangnya. Dengan segenap tenaga ia gebukkan kayu itu dan mengenai tangan sa

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05
  • AKU SANG ISTRI BOSS   43. Bintang Bentuk Wajah Pov. Rama

    "Besok aku lewat situ lagi." Lov turun dari mobilku, ia tak mau diantar sampai rumah. Aku hanya menurunkannya di depan gang. "Terus?" tanyaku."Ada sarang lebah di sana. Mereka juga bakal menggangguku lagi.""Terus?""Lebahnya kalau nyengat, bisa bengkak, demam, meriang, muntah. Innalillah! Apa lagi kalau ketemu cowok-cowok itu. Bisa dibully lagi.""Iya, terus?"Lov menjejakkan kaki ke tanah. Kesal. Wajah bocahnya itu cemberut. Bibirnya mencebik. Matanya berubah mata elang."Jangan cemberut gitu. Besok aku akan lewat sini juga. Jam berapa kamu lewatnya?""Jam empat sore pas pulang sekolah.""Berangkat sekolahnya nggak lewat situ?""Nggak apa-apa. Diantar Bapak."Aku hanya mengangguk dua kali tanda mengerti."Makasih jilbabnya ya?" Ia mengangkat plastik yang isinya jilbab itu. Sementara ia sendiri mengenakan jilbab baru warna biru langit. Muda dan segar."Nggak usah berterima kasih untuk sebuah kewajiban.""Iya, sekali lagi terima kasih, Mas Paranormal.""Panorama!"Ia hanya cekikian

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05

Bab terbaru

  • AKU SANG ISTRI BOSS   108. Mencari Reno

    PEMUKIMAN itu rata dengan tanah. Yang tersisa hanya puing-puing yang terlanjur menjadi arang dan abu. Asap masih mengepul di beberapa bagian pagi itu. Katanya, kebakaran dimulai sejak semalam hingga pagi ini baru bisa dipadamkan.Lima belas unit mobil pemadam kebakaran tak cukup, dikerahkan lagi tujuh bantuan pemadam. Itu pun petugas dibantu warga masih kewalahan dalam bertarung dengan si jago merah. Susahnya akses masuk mobil jadi sebab utama. Pun rumah yang berdempetan membuat api tertawa ria mengejek dari jauh, membesar sesuka hati.Aku terpaku saat turun dari mobil.“Rumahnya, ludes.” Ruki bergumam.Aku hanya menggeleng pelan, tak dapat mengucap sepatah kata pun. Mas Rama pun hanya terdiam, menatap sendu.Nun di sebelah sana, ratusan pasang mata hanya dapat menyaksikan rumah mereka dilalap api. Pasrah tak dapat menyelamatkannya. Barangkali hanya satu-dua barang yang bisa diamankan, termasuk baju yang terpakai di badan.Tak banyak yang dapat disaksikan selain isak tangis dari ibu-

  • AKU SANG ISTRI BOSS   107. Kebakaran

    “TOTAL biaya tanggungan utang warga kampung Tanjung Kawan sebesar 1,7 milyar, Pak. Terlalu besar untuk dana CSR, atau mungkin kalau Bapak sendiri yang ingin membiayai dulu.” Rendra menyerahkan hitungan utang pemukiman yang berbentuk sebundel laporan itu.“Terlalu besar, Mas.” Tara menimpali.“Tapi gimana, Ra? Kasihan mereka.”“Yah, memang sebenarnya bukan tanggung jawab kita. Itu murni kesalahan mereka sendiri yang sudah berani berutang. Tapi, aku tahu kalau Mbak Cinta sudah niat bergerak ya mau gimana lagi. Aku siap support aja.”Siang itu kami kaman bersama di sebuah café tak jauh dari Aurora Corporation. Bosan makan di dapur umum kantor, kami ingin mencari suasana baru. Café bernuansa alam di jalan Ahmad Yani itu tak terlalu ramai, masih nyaman untuk dikunjungi.Mas Rama masih berpikir. “Mungkin kalau semua CSR dari perusahaan client dikumpulkan, bisa membantu setidaknya.”“CSR perusahan client?” tanyaku tertarik.“Eh, Sayang, makan dulu pastanya. Kamu lagi hamil nanti calon bayiny

  • AKU SANG ISTRI BOSS   106. Ancaman Para Debt Collector

    “PAK Rama jemput?” tanya Fresha di dalam mobil. Hari sudah mulai sore. Aku dan Mas Rama berjanji untuk bertemu di suatu tempat dan kami akan menuju dokter kandungan. Dokter Meity.“Iya. Sebentar lagi sampai.” Aku sibuk memainkan ponsel, tak menatap pada Fresha.Sudah lima menit aku menuggu Mas Rama di tempat yang disepakati. Pukul 16.05 di arlojiku.Lima menit kemudian, sebuah mobil Mercedes hitam sampai di tempat itu. Melihat mobil Mas Rama itu aku berpamitan pada Fresha dan Dennis. Mas Rama membukakan pintu mobil seperti biasa.“Telat sepuluh menit. Eh, sebelas.” Aku menatap arloji.Mas Rama malah mencubit pipiku dan menariknya.“Auu.”“Shalat ashar dulu, Sayang.”“Iya. Cepetan ke praktek Bunda Meity.”Mas Rama tancap gas. Di perjalanan ia memandangiku dengan tatapan aneh. Alisnya sering terangkat dua kali seperti menggoda. Tapi aku tak tahu maksudnya apa. Entahlah, lelaki kadang memang tak dapat dimengerti. Makhluk aneh.“Jadi mual dan muntah tadi?”“Hmm.”“Kenapa?” Mas Rama malah

  • AKU SANG ISTRI BOSS   105. Mendadak Tegang

    SUASANA rumah Bejo mendadak tegang ketika aku mulai tak senang dengan aturan yang ia terapkan semena-mena. Betapa tidak, utang yang awalnya hanya lima juta meranak-pinak jadi 10 juta dalam tiga bulan.Bukan hanya itu, utang itu pun mengganda ketika yang membayar bukan orang yang bersangkutan.“Ini buktinya. Silakan periksa saja. Semua jelas tertulis di perjanjian utang-piutang itu.” Bejo tersenyum mnyeringai. Bibirnya terangkat sebelah tanda ia merasa menang telak.Kuraih kertas yang Bejo letakkan di atas meja. Nama Marsudi tertera sebagai salah satu pihak penanda tangan kontrak. Kubaca lekat-lekat agar tiada satu kata pun terlewat. Sampai ujung tanda-tangannya kubaca, perkataan Bejo ternyata memang benar adanya. Perjanjian itu ditandatangani di atas materai. Kubaca dengan seksama tiap kata dan kupahami maksudnya betul-betul. Tapi mungkin Fresha sebagai sekretaris lebih paham apa isinya. Maka kusodorkan padanya.Fresha meneliti surat perjanjian itu beberapa detik.“Benar, Bu Cinta. Di

  • AKU SANG ISTRI BOSS   104. Aku Mau Mandiri

    “Kali ini biarkan aku mengurus ini, Mas. Aku nggak mau terus-terusan bergantung sama kamu. Aku mau mandiri.”Mas Rama malah berdecak kesal. “Kamu mau hadapin si Joko itu sendiri?”“Kana da Dennis, Setya, Anzu sama Rizal yang aku bawa. Kalau keamanan kamu gak usah khawatir. Kamu fokus aja sama kerjaan. Lagian perusahaan ‘kan lagi berkembang sekarang. Kasihan kamunya kalau pecah fokus.”“Yah mau gimana lagi.”“Boleh Mas ya?”“Boleh,” jawab Mas Rama pelan. “Proposal untuk CSR renovasi rumahnya udah selesai?”“Udah.” Aku mengeluarkan sebundel kertas dan menyodorkan di atas meja kerja Mas Rama. Ia kemudian membuka proposal itu dan membacanya sekilas tiap lampirannya. Suara pintu diketuk. Mas Rama mempersilakan seseorang yang mengetuk pintu itu untuk masuk. Dennis dengan jas abu-abu dan tampilan yang klimis pun beranjak ke ruangan itu.“Saya hari ini menemani Bu Cinta untuk menyelesaikan masalah kemarin, Pak.” Dennis melapor di depan Mas Rama. Mas Rama meletakkan proposal yang dibacanya di

  • AKU SANG ISTRI BOSS   103. Para Penagih Utang

    BRAK! Suara sesuatu ditendang keras. Aku dan Sonar yang terkejut serentak menoleh ke luar pintu. Seorang lelaki bertubuh besar tinggi, dengant tato di lengan atas, berbaju tanpa lengan, bercelana jeans, datang dengan wajah bengis.“Pak Tua! Sampai kapan mau nunggak utang!” lanjutnya.Kakek yang sibuk membantu istrinya duduk pun terkesiap. Ia berjalan mendekati pintu dimana lelaki itu berada.“Maaf, Mas Joko, saya belum punya uang.” Suara rintih itu terdengar sangat memelas.“Halah, aku gak peduli ya!” bentak lelaki bernama Joko itu.“Tapi saya harus bayar pakai apa?” Kakek memohon.“Apa aja. Mana sertifikat tanah ini?”“Jangan, Mas Joko. Kami tidak punya apa-apa lagi.”“Aku gak peduli. Utangmu udah sepuluh juta!”Joko mendorong tubuh Kakek hingga ia termundur beberapa langkah. Kakek yang tubuhnya masih terluka itu memegangi perut karena merasa sakit. Ia tersentak kaget.“Ini siapa?” tanya Joko menunjuk ke arah kami. “Wanita cantik ini anakmu?” lanjutnya.“Bu-bukan. Mereka cuma tamu.”

  • AKU SANG ISTRI BOSS   Kakek Yang Dibela

    RUKI ternganga melihat aku membawa setumpuk sisa penjualan korannya tadi pagi. Apa lagi kuletakkan selembar uang seratus ribu, barangkali ia tak menyangka. Orang yang ia sakiti membalasnya dengan kebaikan.“Cinta!” panggilnya sambil berdiri dari kursi pajang pinggir jalan itu.“Iya?” Aku berhenti. Tanpa balik kanan menoleh padanya.“Terima kasih.” Matanya berkaca-kaca.“Aku tunggu di Lovamedia.” Kujawab sambil tersenyum, membuat matanya yang kian basah tak mampu membendung air mata yang titik setetes. Senyumnya terkembang di ujung bibir.Aku pun beranjak melewati trotoar hingga sampai di seberang minimarket. Setelah menyeberang dengan hati-hati aku masuk ke mobil dan Setya menjalankan mobil kembali.“Untuk apa bawa setumpuk koran?” tanya Mas Rama yang heran ketika kubawa tumpukan koran itu masuk ke mobil.“Nanti pasti ada gunanya. Mungkin bagi kita sampah, tapi bagi orang lain bisa jadi berkah.”Mas Rama menggeleng sambil tersenyum tipis.Mungkin sekitar lima belas menit kemudian kami

  • AKU SANG ISTRI BOSS   101. Tanpa Dendam

    KETIKA sedang menghirup udara segar pagi itu di jalanan kota Lombok, perkataan Mas Rama mengingatkanku pada sesuatu. Barangkali wanita yang hilang itu berada di dalam kasur!Mengapa kupikir demikian?Pertama, saat aku berbaring di atas kasur di kamar itu rasanya keras dan tak nyaman sama sekali. Kedua, barang-barang yang kutemukan di sudut ruangan yang merupakan segulung tali seperti benang dan jarum yang tertancap di tanaman hias. Alat untuk menjahit.Sementara potongan kain yang kudapatkan di dalam tong sampah tak lain adalah isi dari kasur yang dikeluarkan. Yang berkemungkinan pula sebagian besar isinya itu telah dimasukkan ke koper bersama pakaian kotor.“Mungkin aja sih, Lov. Boleh juga insting detektif kamu.” Jawaban Mas Rama saat kuberi tahu pendapatku tentang hilangnya wanita itu. “Kasih tahu polisi yang jaga.”“Kembali lagi ke hotel?”“Iya.”“Ya udah, ayo.”Kami yang kembali lagi ke hotel. Mas Rama menunggu di depan pintu masuk hotel sementara aku menuju lobi dimana dua orang

  • AKU SANG ISTRI BOSS   100. Misteri Koper

    RUANGAN lobi jadi tempat berkumpul semua penghuni hotel. Sementara meja salah satu ruang di lantai bawah dijadikan ruang interogasi oleh para polisi. Pertama, lelaki yang berhubungan dengan si wanita yang hilang itu diberondong pertanyaan.“Maaf, saya dengar Ibu langsung berkontak dengan lelaki itu.” Seorang lelaki berpakain polisi menegurku ramah. “Bolehkah kami mewawancarai di ruangan sana?”Aku yang berdiri sambil menyilangkan tangan menjawab, “Ya.”Kemudian aku mengekor di belakang lelaki itu dan ikut masuk ke dalam ruang interogasi.“Sejak jam berapa anda di hotel ini?” pertanyaan pertama setelah nama da nasal.“Sejak pukul lima kira-kira.”Mungkin yang bertanya itu adalah seorang detektif. Cepat ia mencatat jawabanku sambil mengangguk pelan.“Bersama siapa?”“Suami.”“Jadi anda berada di kamar 304?”“Ya.”“Malamnya anda sempat pergi keluar, lalu saat kembali anda sempat berkomunikasi dengan pria ini?” Detektif itu menunjukkan sebuah foto yang tak lain dan tak bukan adalah pria y

DMCA.com Protection Status