[Mas, hari ini pulang jam berapa? Makanan dan kue ulang tahunnya udah siap] [Mas, aku nunggu kamu. Aku nggak makan kalau kamu belum datang] Netra elang Gavin memicing saat menangkap pesan dari Kania-istrinya. Rupanya pesan itu dikirim dari jam tujuh malam. Waktu dimana Gavin memilih-milih hotel mana yang akan ia booking untuk menghabiskan waktu bersama Aline. Dan sekarang sudah pukul tiga subuh. Tak terhitung juga jumlah panggilan tak terjawab dari istrinya. Puluhan. Bahkan mungkin ratusan kali Kania melakukan panggilan setelah pesan yang ia kirimkan tak berbalas sama sekali. Bagaimana mungkin Gavin bisa membalas pesan itu, bila dirinya tengah sibuk merayakan ulang tahunnya yang ke tiga puluh lima bersama wanita masa lalu yang pernah ia janjikan kebahagiaan. Disaat Kania menunggu di rumah dengan sibuknya memasak bermacam makanan kesukaan lelakinya ini, yang ditunggu dengan penuh kesabaran dan kesetiaan malah sibuk menunggu wanita lain. Gavin sibuk menun
Bukan uang sedikit yang telah Gavin hamburkan untuk perempuan simpanannya ini. Banyak. Bahkan jauh lebih banyak yang ia keluarkan untuk kebutuhan Aline daripada yang ia berikan untuk Kania.Uang yang ia berikan pada Aline, jelas untuk perempuan itu gunakan sendiri. Merawat badan, membeli aset impian dan juga berlian sebagai simpanan di hari kemudian menjadi muara uang-uang yang ia berikan untuk gundiknya itu.Sementara uang lima juta jatah yang ia berikan untuk Kani, digunakan oleh istrinya itu untuk kebutuhan rumah tangga.Bayar listrik, air dan uang lauk pauk hari-hari Kania ambil dari jatah yang Gavin berikan. Untuk gaji bibi yang membantu di rumah, Gavin langsung berikan sendiri. Bakan Kania hanya menggunakan skincare yang sangat murah untuk merawat wajah ayu alami miliknya.Tentu jauh berbeda dengan apa yang Gavin berikan untuk Aline. Perempuan simpanannya itu sekali sebulan harus ke klinik kecantikan untuk melakukan perawatan mahal pada wajah dan tubuhnya. Terutama pada bagian
Ada yang benar-benar berda-rah dalam hati Kania. Bukan ia tak pernah mendengar selentingan kabar tentang sepak terjang suaminya di luar sana. Namun, selagi Gavin masih pulang ke rumah, ia berusaha tak percayai semua itu.“Aku sudah pernah ingetin kamu. Selidiki dululah suamimu itu, sebab bukan hanya mas Rahmat yang pernah melihat mas Gavin makan siang dengan wanita yang sama, tapi sudah cukup banyak orang, Nia.”“Apa iya dia berubah karna perempuan itu?”Dengan menahan sebak di dada, akhirnya Kania nekat bertamu ke rumah Sita. Satu-satunya kawan akrab yang ia punya. Bukan sekali dua kali sita memberi kode tentang suami sahabatnya ini. Sudah sering. Namun Kania benar-benar naif.Atau mungkin juga Kania merasa tak punya tempat pulang, makanya ia bertahan dalam penjara pernikahannya bersama Gavin. Penjara yang betul-betul mengurungnya dalam jeruji dingin dan kepahitan.Ada yang sebenarnya ingin Sita sampaikan, tapi ia juga menjaga perasaan kawannya ini. Beberapa hari yang lalu bahkan m
"Wangi.""Kan udah dibayarin salonnya." Gavin menghirup dalam-dalam aroma shampo salon dari rambut sebahu kekasihnya. ia memeluk tubuh sintal itu. Merasakan kulit mulus itu dan menghirupi aroma yang membangkitkan gai-rahnya. Perawatan rambut dan badan yang Aline lakukan hari ini semua Gavin yang bayarkan. Rasa marahnya yang tak beralasan pada Kania membuat pikirannya dihantui rasa bersalah. Namun ia sembunyikan itu. Baginya hanya kepuasan Aline dan kelanjutan hubungan keduanya. Meski ia tahu aral menghadang dari ibunya tak mudah ia patahkan nanti. "Tumben, ngajak ketemu. Padahal aku masih pegel," Aline bersandar manja di dada bidang Gavin. Sungguh ia tak ingin posisinya digantikan oleh istri sah pria ini. Melihat secara langsung kesederhaan istri sah kekasihnya ini, rasanya tak terlalu susah untuk merampas lelaki ini kedalam pelukannya. gavin pernah menunjukkan sekali foto Kania pada Aline sebelum wanita ini meminta Gavin untuk menghapus semu
"TEGA KAMU, YA!!!" Raungan bu Helena setelah menampar putranya membuat Gavin hanya tersungkur, tertunduk dan tak berani menatap wajah murka dan terluka ibunya. Kecewa betul bu Helena dengan kelakuan anak satu-satunya ini. Sengaja bu Helena berkunjung ke kediaman anak dan menantunya. Bukan apa-apa, tapi wanita paruh baya ini mendapat banyak laporan dari luar tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh putranya. Kania tak bercerita. Belum. Kania belum ingin bercerita sebab ia belum melihat dengan mata kepala sendiri. Namun kahadiran mertuanya hari ini, memaksa bibir Kania untuk mengungkap kemarahan Gavin padanya beberapa hari yang lalu. Termasuk saat suaminya itu melemparkan kue ulang tahun itu ke atas lantai. Kania mungkin belum melihat dengan perempuan siapa suaminya bermain gila. Namun ibu mertuanya sudah melihat potongan-potongan gambar antara Gavin dan kekasih gelapnya itu. "Kenapa kamu setega ini, Gavin?" Geraman kemarahan bu Helena disertai isak
Tak perlu Kania merekam. Tak perlu Kania mempermalukan lebih jauh lelaki yang telah ia layani cukup lama. Keributan dan kelakuan suaminya dan perempuan berambut pirang ini mengundang kehebohan para kryawan.Beberapa di antaranya nekat merekam kelakuan bos mereka dan tamu perempuan yang sudah mereka curigai sejak lama.“Pantasan sering datang.”“Kalau datang pasti lama banget di ruangan bos,”“ternyata perempuan gak bener.”“Pelakor mah nggak punya malu memang.”“Ya Allah, kurang baik apa bu Kania.”Ramai karyawan disini menggunjingkan bosnya sendiri.Raungan kemarahan bu Helena benar-benar membuat malu keduanya. Terutama selingkuhan putranya yang tak sempat memperbaiki pakaiannya tadi tapi sudah mendapat tamparan.Karyawan yang merekam bisa melihat dengan jelas bagian tubuh perempuan itu dan juga atasan mereka yang tergesa merapikan resleting celananya.Sungguh tak tahu malu dan tak tahu adab!“Astagfirullah, Mas. Sejauh ini dosa yang udah kamu lakukan,” Kania tersedu-sedu di antara
Melihat lembaran pakaian yang belum sempat Kania masukkan kedalam lemari, buku catatan keuangan rumah mereka dan juga beberapa buah alat tes kehamilan yang pernah dibeli oleh Kania membuat Gavin yakin bila istrinya itu telah pergi dari rumah ini. "Ternyata tak perlu repot-repot mengusirmu, Kania. Maafkan aku. Aku memang tak pernah mencintaimu." Gavin bahkan tersenyum miris saat netranya tertumbuk pada alat tes kehamilan itu yang tak pernah menampilkan hasil garis dua. Mungkin saja memang ia tak ditakdirkan punya anak dengan Kania. Tapi nanti dengan Aline. Cukup lama Gavin memandang isi kamar tidur ini. Bukan karna mengenang apa yang pernah terjadi antara dirinya dan Kania disini, tapi ia mulai merancang barang-barang mana yang harus ia keluarkan dan barang-barang apa yang harus ia beli agar Aline bisa nyaman tinggal disini.Niatnya ingin menghubungi ibunya tentang kepergian Kania tanpa pamit, tapi lelah menderanya. Maka Gavin memilih memejam mata sebentar. Kelelah
** "PEREMPUAN MANDUL, MISKIN, BUSUK. MATI AJA KAMU DI NERAK, ..." BRUKKK! "ALINE!"Tubuh Aline terpental keras mengenai pagar pembatas rumah makan itu dan trotoar sebelum terguling cepat ke tengah jalan dan terinjak sebuah sepeda motor yang melaju kencang. Tiba-tiba saja tadi ada sebuah truk pengangkut pasir yang kehilangan kendali dari arah pertigaan di depan toko baru itu. Mobil itu melaju tanpa bisa di rem dan menabarka Aline yang belum menyelesaikan sumpah serapahnya pada Kania.Setelah tubuhnya tertabrak dan terguling ke tengah jalan, motor yang melaju kencang dari arah kiri menginjak lagi tubuhnya yang terguling cepat ke badan jalan. Ban motor sport itu tepat mengenai wajah Aline di bagian mulutnya.Dar-ah berceceran dimana-mana seiring teriakan histeris Gavin dan keriuhan orang-orang yang berkerumun.Kejadian itu begitu cepat. Membuat pengunjung toko dan rumah makan itu keluar berhamburan melihat apa yang terjadi.Mereka ingat perempuan yang tertabrak tadi marah-mara