"Sudah dua tahun kamu hidup sendiri, apa nggak ada niatan untuk kamu buka hati, Nia?" "Luka yang lama rasanya susah betul sembuhnya, aku takut mengulang cerita yang akan memberikan rasa sakit di ujungnya, Ta." Kania tahu kemana arah pembicaraan Sita. Ini bukan kali pertama ibu satu anak ini menyampaikan makna tersurat tentang perasaan seseorang padanya. "Mas Daksa itu suka sama kamu, ibunya juga berharap kamu ada perasaan yang sama." Kania tersenyum miris setipis mungkin. Sebagai Perempuan dewasa, Kania juga tahu tentang perasaan pria itu.Mas Daksa pria yang baik, hanya saja Kania rasanya masih takut memulai hubungan yang baru, apalagi statusnya hanya sebagai pembantu di rumah pria itu.Ada kenangan yang membekas dan mungkin tak mampu dihapus waktu. Kenangan akan statusnya Bersama Gavin.“Aku ini orang susah, Ta. Aku hanya pekerja di rumah orang tua mas Daksa.”“Nggak ada masalah. Problemnya dimana. Mas Daksa serius ingin membangun rumah tangga. Dia juga pernah gagal,
Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan tak terduga antara Gavin dan Kania. Juga pertemuannya dengan pak RT yang dating menyampaikan keluhan warga akan pembayaran tanah yang belum selesai.Gavin bahkan tak menyangka bila ruko yang dibelinya ada hubungannya dengan Doni. Mantan suami Hera yang diam-diam juga menjalin affair Bersama wanita yang pernah menjadi kekasih gelapnya.Bahkan ungkapan pertanyaannya pada Winda hari itu seolah angin lalu yang sudah terlupakan. Gavin pun sekarang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai sopir taksi online daripada mengunjungi tokonya. Laporan penjualan oli akan ia terima lewat emailnya. Winda sudah sangat cekatan mengirim laporan melalui email.Sementara untuk pembelian, Gavin akan langsung menelpon supplier oli yang telah menjadi langganannya. Pembayaran pun dilakukan melalui transfer.Tak ada yang tahu balasan takdir apa yang akan diterima setelah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu.Bertaubat mungkin sudah dilakukan, tapi balas akan t
Pov. Dewi***Aku mengerjap sebentar. Mengatur nafas dengan mata yang rasanya ingin kupejam lagi. Suara alarm di pukul empat dini hari ini membangunkanku yang baru saja terpejam di jam satu malam tadi.Kucari ponsel yang masih memekikkan suara alarmnya.“Benar pukul empat.”Lalu aku gegas bangkit dari pembaringan dan duduk di atas kasur yang cukup empuk ini. rasanya malas betul hari ini. Sudah kebiasaanku akan langsung menuju dapur mengecek bahan makanan untuk kubuat sarapan sebelum melaksanakan dua rakaat.Tentu sarapan untuk mas Pras dan kopi pahit kesukaannya menjadi prioritas rutinitasku di pagi hari. Lalu hampir saja aku benar-benar beranjak saat jemariku merabai bagian dari kasur ini yang kosong.“Ya Tuhan.”Aku bergumam lirih. Ini sudah hampir tiga minggu dan bayangan itu masih begitu rajin menyapaku.Kutarik lagi tanganku lalu kupalingkan wajah melihat bagian yang kosong ini, kemudian kurebahkan kembali tubuhku yang memang terasa lelah. Aku mengerjap lagi memastikan lagi bila
Pov. Dewi***“Wi, aku sudah bercerai.”Dengan berlinang air mata Aini menceritakan keadaannya hari itu padaku. Aku pun tak menyangka mengapa Aini bisa ada di kota ini. Bahkan kami sudah cukup lama tak berkomunikasi. Hanya saja sesekali kami masih berbalas komentar atau sekedar menyukai postingan di media sosial yang kami punya.Lebih tepat lagi media sosial milik Aini. Hampir tiap hari ada saja quotes tentang agama atau rumah tangga ataupun kalimat-kalimat galau yang dipostingnya. Kalau aku? Boro-boro memposting status. Sekedar scrol akun tiktok saja kadang malam baru bisa kulakuka. Itupun hanya sebentar saja. Saat menjelang tidur.Sebab pekerjaanku sebagai staf keuangan di salah satu perusahaan distributor consumer goods ternama cukup menyita waktuku. Walau aku hanya sebagai staf, tapi kesibukanku di kantor dan dunia nyataku bersama mas Pras cukup menyita waktu.“Astagfirullah. Apa sebabnya kalian bisa bercerai?”Kupikir suami Aini pria yang baik sebab tak jarang ia memposting kem
pov. Dewi***Selanjutnya Aini kerap datang bertamu di rumah kami.Terlebih ketika mas Pras berhasil mendapatkan sebuah lowongan pekerjaan untuknya. Meski hanya sebagai staf administrasi di koperasi karyawan milik perusahaan tempat mas Pras bekerja.Sabtu atau minggu Aini kerap datang berkunjung. Kadang-kadang mas Pras protes sebab ia ingin berdua saja denganku di hari sabtu minggu, tapi Aini yang hadir tanpa diundang tentu tak bisa kami suruh pulang."Apa kamu nggak istirahat, ini hari libur kan?""Di kost sepi. Nggak ada teman."Aku cukup kesal juga hari itu. Saat Aini terlihat memaksakan diri untuk datang ke rumahku, padahal hujan sedang deras-derasnya.Padahal tak ada hal penting juga, dia hanya akan duduk di ruang tamu sambil memainkan ponsel bila bahan pembicaraan sudah habis.Lalu aku dan mas Pras akan nonton sambil berbaring atau sambil duduk dan berpegangan tangan. Inginnya mas Pras kami berpelukan, tapi kehadiran Aini tentu membatasi gerak geriknya. Meski kadang-kadang dia n
Pov. Pras***Awalnya aku cukup terganggu dengan kehadiran Aini.Kalau dilihat-lihat teman Dewi itu seperti wanita nelangsa yang membawa beban hati.Kedatangannya yang minta dibantu mencarikan pekerjaan, membuatku sedikit prihatin sekaligus jengkel.Prihatin sebab dia seorang janda yang hidup sendiri, tapi juga membuatku jengkel sebab di hari sabtu dan minggu ia kerap datang mengganggu waktu kebersamaanku dengan Dewi.Tinggal hanya berdua saja, membuatku bebas melakukan kemesraan bersama istriku dimana saja."Eh kok malah kebablasan sih, Mas?"Terngiang saat Dewi protes atas kemesraan yang kupinta di depan tv malah membuat kami berakhir dengan mandi wajib setelahnya.Dimana saja Dewi akan pasrah pada setiap inginku. Dan sabtu minggu adalah waktu khusus untuk kami bermesraan.Sebab dua hari itu adalah hari libur kami. Walau kadang-kadang di akhir bulan Dewi kadang lembur untuk menyiapkan laporan di kantornya.Aku dan Dewi saling mencintai begitu dalam dan sedikit menggebu.Dua tahun
Pov. Pras***Keberanian Aini dibalik wajah polosnya membuat darah lelakiku ikut tertantang.Aku tak menyangka, di balik penampilannya yang jauh lebih tertutup dari Dewi ternyata Aini menyimpan sesuatu sungguh berbahaya bagi seorang lelaki.Ah, aku rasa Aini sengaja memancing seekor kucing dengan ikan segar.Dan aku, ...Terpancing."Laki-laki bisa beristri dua, Mas."Aini semakin berani saja. Bahkan ia tak segan menyentuh jemari atau sekadar memukul lengan atau pundakku.Bahkan aku yang terbuai sensasi keberaniannya seolah mulai lupa dengan kekesalanku padanya di awal-awal ia datang dulu."Kenapa sudah jarang ke rumah?""Nggak kuat cemburunya, Mas.""Cemburu?""Ya. Aku cemburu kalau lihat Dewi nyender di dada kamu. Aku kan juga pengen.""Haha. Ada-ada aja kamu."Namun tak ayal wajahku memerah.Baru kali ini ada perempuan yang membuatku salah tingkah.Bahkan aku pun mulai berani, mengkhianati sedikit-sedikit kesetiaan dan kemesraan antar aku dan Dewi."Kok aku haid lagi, Mas?"Dewi
POV. DEWI.***Aku menangis.Pernah menangis. Bahkan berhari-hari kuluapkan kecewa dan sakit hatiku pada Tuhan. Bantal dan sajadah biru pemberian almarhum ibunya mas Pras menjadi saksi bagaimana aku meluapkan sakit hatiku atas apa yang telah dilakukan putranya padaku.“Ijinkan aku menikahi Aini, Sayang.”Sudah kuduga. Ini sudah menjadi firasatku beberapa bulan ini. Saat kawan lamaku tak lagi datang bertamu. Suamiku juga semakin sibuk dan kerap lembur. Bahkan mas Pras pernah tak pulang semalaman. Alasannya lembur hingga pagi.Kawan yang datang bertamu. Ternyata bukan hanya sekadar ingin bertanya kabar, tapi ternyata ingin juga mencuri apa yang menjadi milikku.Mungkin aku bisa meraung marah, andai hanya perempuan itu yang memaksa. Namun, ini mas Pras sendiri yang meminta ijin.Lama aku berusaha meredam gemuruh badai yang dalam hati.Di antara kepingan hatiku yang berserak atas permintaan mas Pras. Ada satu hal yang aku sadari, bila mas Pras sudah tak nyaman denganku. Bahkan janji untuk