Tak perlu Kania merekam. Tak perlu Kania mempermalukan lebih jauh lelaki yang telah ia layani cukup lama. Keributan dan kelakuan suaminya dan perempuan berambut pirang ini mengundang kehebohan para kryawan.Beberapa di antaranya nekat merekam kelakuan bos mereka dan tamu perempuan yang sudah mereka curigai sejak lama.“Pantasan sering datang.”“Kalau datang pasti lama banget di ruangan bos,”“ternyata perempuan gak bener.”“Pelakor mah nggak punya malu memang.”“Ya Allah, kurang baik apa bu Kania.”Ramai karyawan disini menggunjingkan bosnya sendiri.Raungan kemarahan bu Helena benar-benar membuat malu keduanya. Terutama selingkuhan putranya yang tak sempat memperbaiki pakaiannya tadi tapi sudah mendapat tamparan.Karyawan yang merekam bisa melihat dengan jelas bagian tubuh perempuan itu dan juga atasan mereka yang tergesa merapikan resleting celananya.Sungguh tak tahu malu dan tak tahu adab!“Astagfirullah, Mas. Sejauh ini dosa yang udah kamu lakukan,” Kania tersedu-sedu di antara
Melihat lembaran pakaian yang belum sempat Kania masukkan kedalam lemari, buku catatan keuangan rumah mereka dan juga beberapa buah alat tes kehamilan yang pernah dibeli oleh Kania membuat Gavin yakin bila istrinya itu telah pergi dari rumah ini. "Ternyata tak perlu repot-repot mengusirmu, Kania. Maafkan aku. Aku memang tak pernah mencintaimu." Gavin bahkan tersenyum miris saat netranya tertumbuk pada alat tes kehamilan itu yang tak pernah menampilkan hasil garis dua. Mungkin saja memang ia tak ditakdirkan punya anak dengan Kania. Tapi nanti dengan Aline. Cukup lama Gavin memandang isi kamar tidur ini. Bukan karna mengenang apa yang pernah terjadi antara dirinya dan Kania disini, tapi ia mulai merancang barang-barang mana yang harus ia keluarkan dan barang-barang apa yang harus ia beli agar Aline bisa nyaman tinggal disini.Niatnya ingin menghubungi ibunya tentang kepergian Kania tanpa pamit, tapi lelah menderanya. Maka Gavin memilih memejam mata sebentar. Kelelah
** "PEREMPUAN MANDUL, MISKIN, BUSUK. MATI AJA KAMU DI NERAK, ..." BRUKKK! "ALINE!"Tubuh Aline terpental keras mengenai pagar pembatas rumah makan itu dan trotoar sebelum terguling cepat ke tengah jalan dan terinjak sebuah sepeda motor yang melaju kencang. Tiba-tiba saja tadi ada sebuah truk pengangkut pasir yang kehilangan kendali dari arah pertigaan di depan toko baru itu. Mobil itu melaju tanpa bisa di rem dan menabarka Aline yang belum menyelesaikan sumpah serapahnya pada Kania.Setelah tubuhnya tertabrak dan terguling ke tengah jalan, motor yang melaju kencang dari arah kiri menginjak lagi tubuhnya yang terguling cepat ke badan jalan. Ban motor sport itu tepat mengenai wajah Aline di bagian mulutnya.Dar-ah berceceran dimana-mana seiring teriakan histeris Gavin dan keriuhan orang-orang yang berkerumun.Kejadian itu begitu cepat. Membuat pengunjung toko dan rumah makan itu keluar berhamburan melihat apa yang terjadi.Mereka ingat perempuan yang tertabrak tadi marah-mara
Kepergian bu Helen hari ini membuat para tetangganya sangat terkejut. Sebab perempuan paruh baya itu tidak sedang sakit, hanya saja memang sesekali sering mengeluh pada salah seorang tetangga dekatnya bila kerap mengalami pusing karna tensi tinggi dan kolesterol.Namun bukan hanya itu yang membuat mereka terkejut, tapi juga kehadiran Gavin dan Kania yang dikawal satu orang polisi.Berita tentang perselingkuhan Gavin dan kecelakaan yang menimpa kekasih gelapnya sungguh membuat riuh suasana di rumah duka pagi ini.“Ada apa ini, Pak?” Pak RT sebagai pemimpin warga di lingkungan ini bertanya pada polisi yang ikut hadir. Lalu penjelasan polisi yang tadi meminta Gavin untuk ikut ke kantor polisi membuat semuanya tercengang tak percaya.“Padahal rumah tangganya bersama Kania baik-baik saja.”“Kami benar-benar nggak menyangka bila putra bu Helen selingkuh dan mendapat musibah hari ini.”Aib tentang perselingkuhan selalu menjadi bahan hangat untuk dibicarakan. Terutama di kalangan ibu-ibu.La
** “Mas Gavin. kamu dimana, Mas?”Rasa nyeri dan sakit luar biasa yang Aline rasakan sekarang ini. Sekujur tubuhnya seolah memar dan benar-benar nyeri.Setelah mendapat penanganan dan dilakukan pemeriksaan, ternyata ada beberapa tulang di bagian tubuhnya retak. Bahkan tulang selangkangannya nyaris patah.Tubuh seksi yang ia bangga-banggakan untuk menggaet suami perempuan lain, kini tinggal kenangan saja. Kenangan yang diikuti rasa sesal.Bahkan Gavin yang selama ini selalu ada waktu untuknya dan tak pernah membantah inginnya, hingga dua hari ini belum muncul di rumah sakit.“Aku ingin mati saja. Sakittt,”Semua keluhan dan sesal itu hanya bisa sampai di tenggorokan wanita ini. Aline tak bisa mengeluarkan suaranya yang manja itu.Lihat, bagaimana perempuan ini harus menanggung derita dari perbuatannya yang telah mencaci maki Kania sedemikian rupa. Dia yang mennggoda suami orang, dia pula yang mencela dan meghujat istri lelaki itu.Diam dan kesabaran Kania telah membuat wanita ini mend
“Kenapa dikunci, Mas?”Kania bertanya panik. Baginya , antara dirinya dan Gavin sudah tak pantas untuk berdua-duaan dalam kamar seperti ini.Bahkan ia gegas menyambar bergo yang tadi sempat ia lepas.“Kania. Aku mohon jangan panik begitu!”Gavin benar-benar seolah dihempas nelangsa. Pengadilan belum memutuskan perceraian di antara mereka, tapi melihat Kania membatasi diri sedemikian rupa membuatnya merasa seolah kehilangan.Baru sekarang merasa kehilangan. Bahkan kemarin-kemarin rasanya ia sangat tak sabar bisa segera berpisah dari istrinya itu.“Nggaj usah dikunci pintunya, Mas. Aku hanya mengambil daster lamaku di lemari kamu.”Bahkan Kania seolah enggan menatap lelaki yang beberapa tahun ini tiap hari menunggu kepulangannya dengan rasa rindu.“Ijinkan aku bicara sebentar, Kania.”Pelan sekali nada bicara lelaki ini. Seolah ia bukan Gavin yang kemarin-kemarin. Seolah ia bukan suami yang telah memberikan perpisahan sebagai hadiah ulang tahun pernikahan mereka.Gavin terus melangkah,
"Mas," Aline coba gerakkan tangan. Berusaha memberi tanda pada Gavin yang berdiri tak jauh dari brankar tempat ia dibaringkan dengan bermacam alat penopang hidup. Hampir seminggu berlalu barulah lelaki ini datang menjenguk. Tentu bukan karna tak punya empati. Tapi kepergian ibunya yang mendadak seolah menjadi tamparan buat lelaki ini. Menjadi pengingat bila ia terlalu jauh menyakiti istrinya. Gavin yang melihat tanda dari Aline pun tak segera beranjak mendekat. Ia malah memilih mengamati wajah yang tiba-tiba berubah sedemikian rupa. Selain semakin kurus, wajah Aline juga terlihat lain dengan mulut tanpa gigi. "Kau harus menikahinya, Gavin. Saya dan Hera tidak mau tahu. Semua orang tahu kalian sudah berhubungan terlalu jauh. Video tak senonoh kalian bahkan sudah tersebar kemana-mana." Doni yang berdiri di belakang Gavin nampak berusaha menahan geram. Walau ia juga tahu pria manapun tak akan mungkin menikahi perempuan yang keadaannya sudah cacat begini.
*** “Bagaimana dengan sidang cerai kalian?”“Sepertinya mas Gavin enggan melanjutkan. Mungkin selingkuhannya sudah nggak menarik lagi dimatanya.”Kania menjawab sambil menyeruput minuman coklat yang Sita bawakan. cuaca memang cukup panas hari ini. Bila siang hari panas, biasanya sore atau malam pasti hujan. Tadi sebelum Sita datang, Kania sudah mencuci pakaian kotornya dan menjemur di bagian belakang kost-kostan ini.Kania kemudian tersenyum miris saat mengingat saat mencuci tadi ia masih bertanya dalam hati siapa yang mencucikan pakaian kotor suaminya.“Bagaimana dengan kamu, Nia? Maksudku nggak ada salahnya memberikan kesempatan kedua, asalkan hatimu ikhlas.” “Entahlah, Sit. Hatiku terlalu sakit pada mereka.” Kania berhenti sebentar, berusaha menghalau air mata yang datang mengintip. “Kata-kata wanita itu kemarin mungkin nggak bisa aku lupa seumur hidupku.”Akhirnya embun di pelupuk benar-benar jatuh. Walau hanya setitik, tapi sudah cukup menandakan bila sakit itu benar-benar mem
Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan tak terduga antara Gavin dan Kania. Juga pertemuannya dengan pak RT yang dating menyampaikan keluhan warga akan pembayaran tanah yang belum selesai.Gavin bahkan tak menyangka bila ruko yang dibelinya ada hubungannya dengan Doni. Mantan suami Hera yang diam-diam juga menjalin affair Bersama wanita yang pernah menjadi kekasih gelapnya.Bahkan ungkapan pertanyaannya pada Winda hari itu seolah angin lalu yang sudah terlupakan. Gavin pun sekarang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai sopir taksi online daripada mengunjungi tokonya. Laporan penjualan oli akan ia terima lewat emailnya. Winda sudah sangat cekatan mengirim laporan melalui email.Sementara untuk pembelian, Gavin akan langsung menelpon supplier oli yang telah menjadi langganannya. Pembayaran pun dilakukan melalui transfer.Tak ada yang tahu balasan takdir apa yang akan diterima setelah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu.Bertaubat mungkin sudah dilakukan, tapi balas akan t
"Sudah dua tahun kamu hidup sendiri, apa nggak ada niatan untuk kamu buka hati, Nia?" "Luka yang lama rasanya susah betul sembuhnya, aku takut mengulang cerita yang akan memberikan rasa sakit di ujungnya, Ta." Kania tahu kemana arah pembicaraan Sita. Ini bukan kali pertama ibu satu anak ini menyampaikan makna tersurat tentang perasaan seseorang padanya. "Mas Daksa itu suka sama kamu, ibunya juga berharap kamu ada perasaan yang sama." Kania tersenyum miris setipis mungkin. Sebagai Perempuan dewasa, Kania juga tahu tentang perasaan pria itu.Mas Daksa pria yang baik, hanya saja Kania rasanya masih takut memulai hubungan yang baru, apalagi statusnya hanya sebagai pembantu di rumah pria itu.Ada kenangan yang membekas dan mungkin tak mampu dihapus waktu. Kenangan akan statusnya Bersama Gavin.“Aku ini orang susah, Ta. Aku hanya pekerja di rumah orang tua mas Daksa.”“Nggak ada masalah. Problemnya dimana. Mas Daksa serius ingin membangun rumah tangga. Dia juga pernah gagal,
"Tanah ini pembayarannya belum diselesaikan, Pak Gavin." Seorang pria tua berpeci yang sedari tadi menunggu Gavin, langsung membeberkan inti persoalan yang menyebabkan beliau harus datang menemui pemilik ruko ini. Rupanya beliau ketua RT di daerah ini. "Gimana maksudnya, Pak? Saya juga tidak tahu menahu dengan pembayaran tanah yang bapak maksud." Gavin tentu menerima dengan baik tamu yang tak diharapkan kehadirannya siang ini. Belum lagi tadi pertemuan tak sengaja antara dirinya dan Kania membuat perasaannya jelas terusik. "Pihak developer belum menyelesaikan pembayaran tanah ini, Pak. Dan warga tidak mau tahu, mereka meminta saya untuk menemui pemilik ruko satu persatu." "Tapi saya sudah membayar lunas pembelian ruko ini, Pak. Entah dengan yang lainnya." Raut wajah pak RT terlihat cemas. Lelaki berkacamata ini menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan berat. "Pak Gavin bukan pemilik ruko yang pertama yang saya datangi, tapi jawaban mereka ham
Sejenak keduanya tertegun. Ada kenangan yang tiba-tiba hadir di benak keduanya. Kenangan manis yang lebih dulu hadir di kepala Gavin. Kenangan yang ternyata tak bisa ia lupakan begitu saja. "Kania, ayo mas, antar!" Gavin terlalu bahagia hanya dengan melihat Kania sedekat ini. Namun, kenangan yang menyibak ingatan lelaki ini, ternyata tak sama dengan yang Kania rasakan. Kenangan pahit dan p3rih yang muncul dalam ingatan Wanita baik ini.“Oh, Maaf, Mas. Saya nggak tahu kalau kamu.” Terburu Kania mengeluarkan lembaran rupiah dari dompetnya ia ambil senilai harga taksi yang tertera di aplikasi tadi. “saya bayar, Mas. Maaf saya nggak jadi pakai taksinya!”Kania memaksa memberikan uang itu. Namun Gavin yang melongo karna terkejut dengan penolakan yang diberikan penumpangnya ini membuat Kania meletakkan uang itu di atas kursi penumpang lalu gegas berlalu sambil mengucap lagi kata maaf.“Kania!” Gavin berseru lalu gegas membuka pintu dan turun menghampiri Kania yang ter
Dua tahun berlalu, …*** Keheningan dan sunyi melanda. Ini hari-hari yang Gavin lalui setelah badai besar yang ia cipta dalam rumah tangganya.Perselingkuhannya Bersama Aline dua tahun lalu telah membuatnya kehilangan segalanya. Kejayaan ekonomi yang ia raih saat Bersama Kania dulu, pupus satu persatu bersamaan dengan kepergian Kania melepaskan diri.Mulai dari rumah tangganya yang hancur, kepergian ibunya untuk selamanya, juga keuangan Perusahaan yang tiba-tiba bangkrut dan pembayaran pelanggan yang macet telah membuatnya berada pada titik terendah dalam hidupnya.Dan bukannya menikahi selingkuhan yang telah membuatnya berpaling dari istri sahnya, tapi ia tinggalkan pula kekasih gelapnya itu dalam keadaan tak berdaya.Hari Dimana Gavin mengunjungi Aline di rumah sakit untuk melampiaskan amarah dan kecewanya, adalah hari terakhir mereka bertemu.Aline meninggal membawa sesalnya juga rahasianya. Tak ada yang tahu, ancaman apa yang telah diterima dari Doni hingga nekat menipu dan mengk
*** Sia-sia sudah pernikahan yang dibangun dengan cinta dan keikhlasan di awalnya.Tiga tahun berakhir dengan rasa sakit dan kecewa. Kisah indah antara Gavin dan Kania berakhir di siang yang gerimis ini.“Aku minta maaf, Mas bila selama Bersama telah membuatmu tersiksa dalam pernikahan kita. Mungkin aku yang banyak kurangnya sehingga kamu cari kenyamanan di luar sana.”Ikhlas sekali Kania membalas uluran salam dari Gavin. Bagaimana pun mereka pernah begitu Bahagia dan ia akui selama pernikahan kebutuhan lahir batinnya terpenuhi cukup baik.Meski luka jelas belumlah sembuh, tapi Kania siap menjalani hidupnya yang baru. Hidup tanpa suami dan mengusahakan apa-apa dalam hidupnya seorang diri.“Kania, …”“Aku pamit, Mas.”Kania tak biarkan Gavin mendestruksi lagi perasaannya. Luka yang kemarin sungguh begitu susah sembuhnya. Jadi, biarlah seperti ini.Gemuruh Kembali menghampiri bumi saat Kania melangkah meninggalkan ruang siding itu.“Nia, kamu oke?” Sita berdiri mengamit pergelangan K
“Beri aku kesempatan, Kania. Aku benar-benar minta maaf atas khilafku Bersama Perempuan itu.”Gavin berlutut di hadapan Kania. Lelaki ini begitu takut kehilanga, sementara Kania begitu siap untuk melepaskan.“Jangan gini, Mas!” Kania mundur selangkah. Tak biarkan Gavin menyentuh kakinya yang tertutup kaos kaki berwarna khaki.Kania benar-benar siap untuk berpisah hari ini. Ia sudah tak menangis seperti di awal saat Gavin begitu bersemangat ingin berpisah.“Aku mohon, Kania. Kita jangan berpisah, Sayang!” Wajah Gavin begitu memelas, tak lagi garang saat memberikan hadiah ulang tahun pernikahan pada Kania dengan ucapan perpisahan begitu mantap.Lelaki ini tampak kurus dari sebelumnya. Harapannya pada Kania untuk Kembali dan bertahta disisinya sungguh besar. Sayangnya, Gavin lupa sedalam apa be**ati yang telah ia tancap dalam hati Kania.“Aku nggak mau lagi berdebat, Mas. Kuberikan semua yang kamu inginkan. Aku harap mas Gavin masih ingat hadiah pernikahan yang mas berikan padaku dua b
***“Apa sih, yang ada di pikiran kamu saat memilih menyelingkuhi Perempuan sebaik Kania?”Rahmat bertanya sambil menatap iba juga geram pada Gavin yang terlihat frustasi dan tak ada semangat.Lelaki itu terlihat menghembuskan dengan kuat asap nikotin yang dihirupnya kuat-kuat. Gavin sudah cukup lama tak mengisap tembakau. Namun bercelarunya pikiran akan perbuatannya sendiri membuatnya membeli sebungkus nikotin beraroma mentol kesukaannya dulu.Bahkan saking frustasinya, ia meminta Rahmat untuk dating mendengarkan keluh kesahnya.Keduanya duduk di balkon rumah berlantai dua ini. Balkon Dimana banyak meninggalkan kisah indah antaranya dirinya dan Kania. Keindahan yang hadir sebelum ia ciptakan badai dan menghancurkan segalanya.“Aku khilaf,” ucapnya sambil menghembuskan lagi kepulan asap putih dari bibirnya yang kecoklatan.“Heh? Khilaf?” Rahmat tertawa menyeringai. Jengkel rasanya. Ia juga lelaki jadi tahulah apa yang membuat Gavin sampai selena itu Bersama mantan masa lalunya. “Mana
*** “Bagaimana dengan sidang cerai kalian?”“Sepertinya mas Gavin enggan melanjutkan. Mungkin selingkuhannya sudah nggak menarik lagi dimatanya.”Kania menjawab sambil menyeruput minuman coklat yang Sita bawakan. cuaca memang cukup panas hari ini. Bila siang hari panas, biasanya sore atau malam pasti hujan. Tadi sebelum Sita datang, Kania sudah mencuci pakaian kotornya dan menjemur di bagian belakang kost-kostan ini.Kania kemudian tersenyum miris saat mengingat saat mencuci tadi ia masih bertanya dalam hati siapa yang mencucikan pakaian kotor suaminya.“Bagaimana dengan kamu, Nia? Maksudku nggak ada salahnya memberikan kesempatan kedua, asalkan hatimu ikhlas.” “Entahlah, Sit. Hatiku terlalu sakit pada mereka.” Kania berhenti sebentar, berusaha menghalau air mata yang datang mengintip. “Kata-kata wanita itu kemarin mungkin nggak bisa aku lupa seumur hidupku.”Akhirnya embun di pelupuk benar-benar jatuh. Walau hanya setitik, tapi sudah cukup menandakan bila sakit itu benar-benar mem