Oma memaksa Ayu untuk duduk di sampingnya. Hingga Alina bisa melihat dan menyaksikan betapa berbeda perlakukan Oma padanya dan Ayu. Aku tahu kalau ibu dari ayahku itu sengaja melakukannya.
“Kamu nggak punya makanan yang bisa menyebabkan alergi, kan, Nak?” tanya Oma.
Pertanyaan untuk menyindir Alina, istriku. Yah, sebab Alina hampir menolak semua makanan yang dihidangkan Oma dulu saat berkunjung pertama kali setelah lamaran. Ia hanya menyantap salad yang sengaja dibuatkan setelah mengatakan kalau ia tak bisa memakan apapun.
Kulihat Ayu mengeleng. Ia jelas tidak tahu kalau reaksinya akan membuat Alina, istriku semakin marah. Aku ingin melihat sampai mana Alina bertahan di ruang makan jika terus dipanas-panasi.
“Aku mendapatkan tiket ke dufan dari Erlan. Kamu sudah pernah ke sana?”
Alina melotot padaku, protes. Namun, aku bersikap seolah-olah tidak melihat itu semua dan fokus dengan reaksi Ayu.
“Dufan? Apa itu?&rdq
“Kenapa pakai gaun?” Aku bertanya pada Muni. Sebab Ayu jelas tidak tahu apa-apa tentang fashion. Ia hanya dengan pasrah mengenakan apa yang Muni, pelayannya siapkan.“Tuan dan Nona mau pergi berkencan, kan?” Muni menelengkan kepalanya.Seharusnya aku memberi liburan ke tempat wisata yang dekat dulu kepada para pegawai, bukannya mengirim mereka ke Labuan Bajo atau luar negeri sebagai hadiah. Padahal aku telah mengatakan akan pergi ke Dufan pada Muni.“Ini Dufan. Tempat itu taman bermain air. Yah, tidak semuanya air. Tapi, gaun bukan pilihan yang tepat!”Muni melonggo sebentar dan kemudian mengeluarkan ponselnya. Ia mengetikkan sesuatu, berkonsentrasi selama beberapa detik dan menepuk dahinya cukup keras.“Muni?” Ayu tampak khawatir pada pelayannya itu.“Ganti pakaiannya!” Aku kembali mengeluarkan perintah dengan maksud yang sama.Muni mengangkat tangannya, memberi hormat dan m
Bawa dia ke Istana Boneka! Ingat, Gatra! Karena itulah aku termenung di depan peta area saat ini. Aku sedang memperhitungkan rute yang akan diambil untuk bisa sampai ke tempat yang telah diwanti-wanti oleh Erlan kemarin saat pulang.“Kenapa?” tanyaku pada Ayu saat merasa ia sedikit gelisah.“Kita di sini ngapain?” tanya Ayu binggung. Ia melirik pada orang-orang yang bahkan tidak singgah di depan peta.Aku menoleh pada hal-hal yang dipandangi Ayu dan menyadari kalau terlalu banyak berpikir. Kulirik peta untuk terakhir kalinya sebelum kemudian membimbing Ayu mengikuti orang-orang. Kamu melewati atraksi menegangkan.“Kamu mau naik itu?” tanyaku padanya.Ia memandang para pemain yang ada di atas wahana terlempar ke atas dan ke bawah. Teriakan mereka sangat berisik dan kulihat Ayu mengelengkan kepalanya. “Nggak!”“Kalau itu?” tanyaku pada komedi putar yang tampak nyaman.
Apa seharusnya aku menarik juga gadis itu kemari? Aku bertanya pada diri sendiri saat telah sampai dikios minuman. Lalu aku menoleh ke belakang dan menemukan kalau Ayu masih duduk di sana. Aku merasa lega karena hal itu. Kemudian ikut dalam antrian kios minuman ini. Sambil mengantri kucek kembali ponsel untuk melihat pesan yang masuk. Nada dering ponsel telah aku matikan saat akan berangkat tadi, seperti yang disuruh Erlan.Aku sampai tak lama di depan sekali dan segera memesan jus buah untuk kami. Setelah menerima pesanan dan membayar, aku berbalik ke belakang. Dan Ayu tidak ada di tempat aku meninggalkannya.“Ayu! AYU!” panggilku.Bisa saja ia tertarik dengan atraksi lain sehingga meninggalkan tempat duduknya. Bisa juga ia ditarik oleh orang-orang jahat untuk dibawa pergi. Bagaimana pun Ayu terlihat seperti gadis cantik yang kaya dengan pakaiannya yang sekarang.Sesampainya di tempat Ayu terakhir kulihat, kuedarkan pandangan ke segala arah. Aku meminta diriku sendiri untuk tenang.
Aku mendengar kalau namaku dipanggil dua kali. Segera aku menoleh ke asal suara dan langsung terpana saat melihat bahwa ada Ayu di sana, di antara tiga lelaki yang tidak kukenal.“Hei ... kalian!” Aku memanggil ketiga orang itu, tetapi ketiganya sama sekali tidak berhenti.Mereka mendorong Ayu untuk bergerak terus. Aku memaki di dalam hati dan berusaha mengejar ketiga orang yang jaraknya sudah lumayan jauh. Napasku sesak saat mereka semua berhasil kususul.“BERHENTI!” Aku menarik pergelangan tangan Ayu.Namun, pria yang mendorrongnya dari belakang menendangku sekuat tenaga hingga terjengkang. Orang-orang yang berlalu lalang berhenti begitu melihatku jatuh. Dan pria itu yang sama sekali tidak pernah kulihat memaki.“Dasar Sial! Seharusnya kamu membiarkan saja kami!” katanya padaku.Dia mungkin gila. Atau IQ-nya jongkok memang jongkok. Karena tidak ada satu manusia pun yang akan membiarkan saja seseorang dal
“Bawa dia ke kamarnya!” Gatra langsung meminta pelayanku Muni untuk membawaku ke kamar.Muni menatap kami cukup lama sebelum kemudian membimbingku masuk ke dalam. Ruangan-ruangan yang kulewati terasa lebih besar dibandingkan sebelumnya. Bahkan lorong-lorong menuju kamar terasa tak ada ujungnya.“Nona ... Anda baik-baik saja?” tanya Muni terdengar khawatir.Aku menoleh padanya dengan mata berkaca-kaca. “Menurutmu aku tampak seperti apa, Muni?”Kami berhenti di lorong. Muni memastikan tidak ada siapapun di lorong sebelum kemudian menunduk dan berbisik padaku. “Anda sangat cantik Nona! Siapapun yang melihat Anda pasti jatuh cinta!”Dulu aku pasti akan dengan mudah percaya. Seperti saat ibuku mengatakan betapa ia mencintaiku saat perasaannya baik. Atau saat ayahku pulang membawakan aku eskrim dan berkata bahwa aku adalah putri cantik yang paling disayanginya.Kini semua itu sama sekali tidak berarti apa-apa. Aku malah bingung kenapa orang-orang itu selalu saja mengatakan sebuah omong koso
“Dia bilang apa?” tanyaku pada Muni.Sudah lewat makan malam dan seharusnya aku berada di kamarku sekarang, tetapi pelayan itu menghentikan aku di aula dan berkata kalau ada pesan dari Ayu untukku.“Nona Ayu bilang dia mau bicara sama Bapak!”Aku memang meminta Ayu untuk berpikir ulang. Aku telah mengatakan padanya hal-hal yang bisa dimiliki. Hal-hal yang akan terjadi padanya kalau menolak tawaranku dalam pernikahan kontrak ini.Aku memang tidak akan menuntut Ayu atas uang yang telah terlanjur aku keluarkan untuknya. Bagaimana memang caranya untuk membayar uang sebesar 150 juta itu?“Di mana dia?”“Di kamarnya, Pak!” jawab Muni.Aku mengangguk dan mengibaskan tangan pada Muni, memberi kode kalau aku akan pergi ke kamar Ayu sendiri. Muni menunduk dan pamit untuk pergi ke dapur.Kebanyakan pekerja di dalam rumah telah kembali ke kamarnya di belakang dekat dapur. Ada juga yang tidur dengan keluarga di pavilliun kecil di belakang rumah. Jadi, rumah terasa sepi dan kosong pada malam hari.
“Gaun ini cocok sekali denganmu!” Oma memelukku dari belakang.Aku terkejut mendapatkan pelukan dan antusiasme yang seperti itu hingga membeku seketika. Aku menahan napas karena takut melakukan kesalahan. Pandanganku sedikit berkunang-kunang saat Gatra menarik Oma dariku sehingga bisa bernapas dengan lega kembali.“Sepertinya bagian ekor itu dibuang saja. Tidak cocok dengannya!” Gatra memutariku bagaikan binatang buas yang tengah menandai mangsanya. Itu berlaku dengan cepat sampai aku sama sekali tidak merasa tegang sedikit pun.“Baiklah, seperti yang Anda inginkan, Tuan!” Para pelayan designer itu kemudian mengiringku kembali ke ruang ganti dan menanggalkan gaun yang kucoba dengan hati-hati. “Terima kasih atas bantuannya, Nona!” katanya begitu ramah padaku.Lalu aku diantar keluar ke tempat Oma dan Gatra berada kembali. Kedua orang itu tengah mengobrol serius. Tetapi, saat aku datang apapun yang mereka obrolkan berhenti begitu saja.Tahulah aku segera kalau apa yang aku obrolkan itu
Ayu selalu seperti orang yang akan menangis kapanpun aku melihatnya. Karena itu setelah mendengar kalau gadis yang dibawa dengan cara paksa ke rumahku itu bersedia menjadi ibu dari anaknya, aku tidak mau menemuinya lagi.Namun, aku terkejut dengan keberadaannya di taman bersama Oma. Aku memang memiliki janji dengan wanita tua, ibu dari ayah kandungku itu. Ah, rupanya Oma kembali ingin membuatku dan Ayu dekat. Jelas-jelas usaha pendekatan yang aku lakukan percuma saja.Kilatan kekagetan dan kegembiraan yang aku lihat di wajah Ayu, membuat darahku berdesir. Gadis itu tidak tersenyum, hanya menatap kaget. Ia bahkan sedikit ketakutan setelahnya, tetapi sama sekali tidak berdiri untuk melarikan diri.Makanya ketika Oma berkata membawa Ayu untuk mengepas pakaian pengantin yang sudah aku pesankan, aku setujui. Yah, sudah lama gadis itu sendirian saja di dalam rumah ini. Mungkin hanya Muni saja yang berbicara dengannya seharian.“Cantik!” Aku