Bab 63POV DONA"Dona, hari ini Papa mau ngajak kamu ke rumah Pak Heryawan," ucap papa pagi itu."Siapa pak Heryawan, Pa?" tanyaku."Papanya Reyhan, papa mau memperkenalkan kamu dengan mereka. Sebelum kamu mendekati Reyhan kamu harus mendekati orang tuanya dulu terutama mamanya ibu Mardiyanti," ucap Papa."Wah, ide bagus tuh, Pa," ucapku."Tenang, nanti papa yang bicara. Kamu cukup diam saja. Kamu harus menunjukkan pribadi kamu yang kalem, baik dan sopan," ucap Papa."Siap Pa, ucapku bergembira.Bagus! Aku harus bisa mengambil hatinya Bu Mardiyanti. "Nanti kita berangkat agak selepas siang jadi sampai Bandung sudah menjelang malam biar kita menginap dirumahnya. Saat menginap itulah. Kamu tunjukkan bahwa kamu calon menantu idaman," ucap Papa."Soal itu gampang, Pa," ucapku."Bagus, ya sudah kamu siap-siap sana, dandan yang cantik agar orang tua Reyhan terkesima dengan calon menantunya," ucap Papa penuh semangat.Sore itu kami akhirnya melajukan mobil ke Bandung. Memang Reyhan asli p
"Aku lihat perutmu besar, kamu hamil?" tanya pemuda rupawan itu sambil dengan seksama memandangi perutku. Ia bernama Reno Adian, saat memergoki aku di toko perlengkapan bayi.Reno Adian adalah anak Pak Pramono Adi _majikanku_, ia bekerja sebagai Senior Manager di perusahaan sepatu dan sandal milik ayahnya yang pabriknya berada di tengerang.Pak Pramono seorang pria beranak dua _laki-laki semua_ umurnya sekitar 50 tahun, Reno adalah anak pertamanya berumur sekitar 25 tahun, adiknya bernama Ryan Anton masih kuliah jurusan perbankan di jogjakarta berumur sekitar 22 tahun. Istri pak Pramono bernama ibu Rosalinda sedang menderita sakit dan sedang di rawat di rumah sakit, makanya mereka membutuhkan pembantu rumah tangga. Biasanya sih, mereka tidak memiliki pembantu karena yang mengurus rumah dan masalah dapur langsung istri pak Pramono.Karena istrinya di rumah sakit, Pak Pramono kemudian mencari pembantu dengan memasang iklan di sebuah surat kabar dan sosmed.Kebetulan saat itu aku memang
Ketika aku sedang memasak, tiba-tiba pak Pramono masuk ke dapur. Ia memberiku beberapa buah tas kertas yang berisi baju dan celana, alat kosmetik yang dari merknya pasti harganya mahal, parfum dan seikat uang.Aku memang beberapa hari bersikap dingin kepada pak Pramono sejak ia merenggut kehormatanku. Ia sengaja memberikan hadiah itu, sepertinya untuk mengambil hatiku atau agar aku tutup mulut atas tindakan paksa dia menggagahiku.Yah! Semenjak kejadian malam itu pak Pramono begitu perhatian kepadaku. Ia betul-betul menunjukkan rasa sayangnya meski ketika di depan keluarganya ia berusaha menyembunyikannya.Dari perilakunya terlihat Pak Pramono memang orang yang sangat bertanggung jawab. Ia juga selalu menanyakan kesehatanku. Menanyakan hobi dan kesukaanku, juga kerap memberikanku uang di luar gaji.Seiring berjalannya waktu, hatiku mulai luluh dengan kebaikannya, dan jujur saja, ketampanan pak Pramono masih tergaris jelas di wajahnya meski sudah berumur 50 tahun. Jujur, aku dibuatnya
"Rini, aku tanya sekali lagi. Maukah kamu menjadi istriku?" ucap Reno kepadaku saat aku sedang menyiapkan masakan di dapur untuk segera disiapkan di meja makan bagi para majikanku pagi itu termasuk RenoAku terdiam, gak tahu mau jawab apa. Sehingga aku pura-pura menyibukkan diri dengan urusan dapur yang sebenarnya sudah selesai.Reno masih saja menungguiku duduk di depan meja makan saat aku sedang membereskan perlengkapan dapur, mungkin menunggu jawabanku."Reno, hari ini temani mama di rumah sakit, yah! Papa mau istirahat di rumah. Badan papa panas dingin, mungkin kelamaan di rumah sakit jadi terserang virus di sana," ucap Pak Pramono tiba-tiba saja muncul dari luar."Baik, Pa," jawab Reno, sambil beranjak dari tempat duduknya di ruang makan dekat dapur. Ia melemparkan pandangannya kepadaku sekilas dengan seulas senyum.Lega, rasanya. Sebab aku saat itu masih bingung harus jawab apa. Jika aku menerima Reno. Apa kata pak Pramono? Sebab ia sudah mengetahui kelakuanku yang mau saja mel
Aku mencolek pak Pramono, dan memberikan kode kepadanya untuk melihat ke arah Reno yang terlihat sedang berbincang dengan rekannya.Sontak pak Pramono terlihat sangat kaget. Sama kagetnya denganku yang diiringi jantung berdegup kencang. Semestinya 'kan dia di rumah sakit menemani ibunya."Kita berjalan sendiri-sendiri saja yah! Jangan sampai kita ketahuan jalan berdua," ucap pak Pramono sambil mengajakku berbalik arah menjauh dari tempat Reno berada."Tapi, baju-baju ini bagaimana, pak?" tanyaku panik dengan wajah gelisah."Oh, iya, bagaimana yah! Mmm ... begini saja, baju ini tetap kamu yang bawa. Jika nanti kepergok Reno, bilang saja ini mau disumbangkan buat saudara kamu yang sedang hamil," saran pak Pramono sambil bergegas menjauh dariku.Aku berdiri kebingungan sambil menenteng tas-tas berisi pakaian hamil. Harus lewat mana? Sementara di depan sana ada Reno.Disaat sedang bingung-bingungnya. Tiba-tiba sapaan seorang laki-laki terdengar dari belakangku."Rini?! kamu ngapain ada di
"Rini, besok lusa aku mau ke tempat pernikahan rekan bisnis aku. Temani aku yah?" tanya Reno ketika aku sedang memasak di dapur."Aku malu, Mas, itu kan tempat orang kaya semua. Aku bukan sebanding dengan mereka," jawabku berusaha menolaknya karena memang aku akan mulai menjauh dari hidupnya."Siapa bilang kamu gak selevel. Kamu cantik, putih, berpendidikan dan bisa menyesuaikan dikondisi lingkungan manapun lebih tepatnya di ajak susah gak nyusahin, di ajak kaya gak malu-maluin," bujuk Reno."Ah, mas, bisa saja. Tapi bener Mas, aku gak percaya diri," ucapku berusaha sebisa mungkin menolaknya."Aku sudah membelikan gaun buat kamu pakai loh! Tara ...." Ia mengeluarkan sebuah gaun darai tas kertas yang sedari tadi ia sembunyikan di belakang tubuhnya. Sebuah gaun yang mewah dan pasti harganya mahal sekali. Sepasang sepatu hak tinggi yang cantik juga ia pamerkan."Gimana? Mau kan? Harus mau, aku sudah susah cari-cari gaun ini tadi. Dan aku sudah tahu ukuran lekuk tubuhmu, ukuran sepatumu.
Bab 6Perutku makin membesarAku menyadari makin hari perutku semakin membesar. Sebelum Reno mengetahui bahwa aku hamil. Akhirnya aku memutuskan untuk berhenti bekerja di rumah pak Pramono.Tanpa sepengetahuannya aku mengemas barang-barangku. Aku kemudian menemui pak Pramono untuk mengatakan bahwa aku akan tinggal di rumah yang ia berikan untukku.Pak Pramono tentu saja meng-iyakan karena ia tahu bahwa perutku lama kelamaan pasti makin besar."Nanti aku akan mengantarmu," ucap Pak Pramono."Jangan, Pak, aku takut ada yang melihat. Nanti justru akan menimbulkan masalah baru," terangku padanya."Lambat atau cepat, hubungan kita pasti akan ketahuan," jawab pak Pramono. meyakinkanku. Kuakui dia memang pria bertanggung jawab."Terus, bagaimana, Pak?""Aku akan menikahimu," jawab pak Pramono."Tapi, Pak, aku nanti di bilang pelakor," ucapku tanpa mangaku sebagai pelakor, padahal sejatinya aku memang sudah jadi pelakor! Cuma aku saja yang tidak gengsi mengakuinya."Aku akan menikahimu secara
Hari-hari aku lalui di dalam rumah baruku. Jarang aku keluar rumah kecuali penting sekali. Aku takut bertemu kembali dengan Reno. Yah! Takut sekali, sebab dia pasti akan mempertanyakan tentang anak yang aku kandung.Untuk keperluan biaya hidup pak Pramono kerap datang ke rumah membawa belanjaan dan uang."Rini, beberapa hari ke depan kemungkinan bapak tidak bisa ke sini, rencananya mau ke Singapura mau konsultasi masalah kesehatan ibu. Gak apa-apa, kan?" tanya pak Pramono suatu ketika di sore itu."Tidak apa-apa, Pak! Rini maklum, Bapak juga punya tanggung jawab kepada ibu," ucapku sambil tersenyum."Sebelum bapak pergi, bapak mau mengajak kamu ke dokter kandungan setelah itu kita belanja untuk keperluan kamu ke depan," ucapnya."Di mana Pak?""Ke dokter sekitar sini saja, setelah itu ke supermarket, nanti kamu yang memilih sayuran dan buah-buahan apa yang kamu inginkan, Bapak kan tidak tahu," ucapnya"Baik, Pak.""Hayukk."Aku segera mengikuti langkahnya menuju carport di mana mobiln