Ulas senyum merekah indah, seindah pagi yang menyapanya. Galuh, selama proses pemulihan luka dalam, beberapa hari ini dirinya selalu di temani adik kandungnya. Ya! Haryo Wicaksono dan Salindri, keluarga yang terpisah akibat peperangan melawan sekte aliran hitam di masa lalu.Sedangkan Ajiseka sendiri masih melakukan meditasi di ruangan khusus yang disiapkan oleh Haryo Wicaksono. Terhitung sudah tiga hari Ajiseka mengurung diri tanpa makan dan minum. Rupanya Ajiseka sedang bepergian ke alam lain dengan cara meraga sukma.Ia menemui beberapa pimpinan padepokan lelembut aliran putih, termasuk padepokan Balung Wojo. Dirinya meminta izin kepada gurunya dan meminta murid utama untuk berjaga jika terjadi sesuatu yang tidak di inginkan. Ajiseka juga menemui Ki Paksi Maruta dan mengajak Elang perak menemani dirinya mencari desa-desa yang menjadi korban anggota sekte Kembang Kenongo.Ajiseka ingin mengetahui letak pasti sebelum mendatangi perkampungan yang akan ia datangi, oleh sebab itu juga d
Paksi Maruta, sejatinya adalah gelar untuk siluman burung yang memiliki kecepatan terbang luar biasa cepatnya. Bahkan, sebelum nama itu tersemat. Bertahun-tahun Paksi Maruta menjalani tapa Brata di udara.Jadi, kecepatan lesatan siluman ular bernama Kadut tidak ada artinya jika di bandingkan dengan Paksi Maruta. Dan serangan yang dilakukan Kadut malah mengenai bangunan padepokan Wono Kelono. Akibatnya siluman ular itu mengalami luka yang luar biasa.“Apa maksudmu, Kadut? Mengapa tiba-tiba kau menyerang Ki Paksi Maruta?” tanya Wono Kelono.Bukan jawaban yang di dengar oleh pimpinan padepokan Wono Kelono, tetapi suara mirip Kokok induk ayam yang memanggil anaknya. Seketika ratusan ular siluman datang dari berbagai arah. Seringai licik dan penuh kemenangan tergambar jelas, dengan bantuan siluman yang berpihak padanya, Kadut merasa mampu menundukkan padepokan.“Ikutlah bergabung dengan diriku, Ki. Aku tau saat ini semua kalangan sedang bersitegang. Dan demi baktiku kepada padepokan ini, b
Raja dedemit alas kulon, memiliki tubuh tinggi besar. Menyerupai manusia, tetapi setiap sisi pipinya tumbuh cula. Seonggok mahkota tersemat begitu kokoh di kepalanya yang besar.Tinggalkan perwujudan raja dedemit kulon, ada hal yang lebih penting dari itu. Pasalnya aura yang terpancar dari makhluk itu jauh lebih menyeramkan dari wujudnya. Bahkan, jika memaksakan diri, dua pimpinan lelembut itu tidak akan mampu menandinginya.GhooarrrRaungan menggelegar memekakkan telinga, raja dedemit itu mulai menunjukkan tanda-tanda penyerangannya. Rupanya aura besar miliknya berasal dari energi tingkat tinggi yang dikeluarkan dan mempengaruhi setiap gerak-geriknya. Tidak heran jika dunia lelembut kekuasaan Ki Wono Kelono memanas dan terasa begitu pengap.Blar!Blar!Hantaman energi kuat menghujani dua pimpinan padepokan, seketika keduanya melesat cepat menghindari gelombang kuat yang mengancam keselamatannya. Paksi Maruta menukik ke atas, sedangkan Wono Kelono lesap entah kemana. Dua teknik yang be
“Menyingkirlah, biarkan diriku yang menemani bocah ini, kalian cukup menonton digdaya asli dari keturunan langsung Setyaloka,” ujar Raja Tirta Dunya kepada para pimpinan padepokan lelembut.“Raja Tirta Dunya?” ucap salah satu pimpinan lelembut. Begitu juga dengan pimpinan lainnya yang tidak mengenal Ajiseka.Sementara itu, Ajiseka sudah berhadapan dengan Raja dedemit alas kulon. Sungguh perbedaan fisik yang teramat jauh. Bahkan, jika disandingkan, tinggi tubuh Ajiseka hanya setinggi pusar Raja dedemit alas kulon.Tetapi Ajiseka sama sekali tidak gentar, dengan kecepatan dan kemahiran ilmu meringankan tubuh tentu tidak menjadi masalah yang berarti. Apalagi saat ini digdaya leluhurnya terus bergolak, artinya kekuatan Ajiseka mencoba menyeimbangkan tingkatannya dengan raja dedemit alas kulon. Tentunya proses peningkatan kekuatan juga memiliki resiko tinggi, sebab tubuh yang seharusnya fokus menghadapi musuh malah memproses masuknya kekuatan.Satu kekuatan yang menonjol dari warisan leluh
Shat!Blam!Seberkas sinar putih melesat cepat menghantam tubuh Sumokolo yang sedang tertawa pongah. Mulutnya terbungkam manakala dirinya tenggelam dalam cekungan tanah kering. Ya! Sumokolo tidak menyangka jika pemuda yang dianggap lemah itu melontarkan energi besar ke arahnya, akibatnya ia terlempar jauh dan terhempas begitu keras.“Hoek!” darah menyembur deras dari mulut Sumokolo.Sekian lama dirinya membungkam dan menahan rasa asin di mulut, pada akhirnya ia tidak mampu menahannya. Namun, daya tahan tubuhnya tidaklah lemah. Bahkan, setelah darah tercurah Sumokolo masih mampu menyeringai.“Uuhk! Rupanya kau menekan energimu, aku tak menyangka kekuatanmu cukup mengerikan, wahai anak muda. Mari selesaikan,” ujar Sumokolo.“Setiap manusia yang memakai simbol bunga kenanga wajib ku basmi, sekalipun dia pimpinannya, Suuuah...”Ajiseka melesat ke arah Sumokolo, tidak ada keraguan diri. Bahkan, semakin cepat menghabisi lawan maka permasalahan di wilayah selatan akan cepat berakhir. Pertaru
Bayangan hitam menyelinap masuk melewati pigura berlambang bunga kenanga, sosok itu tidak lain adalah Raja dedemit. Ia mendatangi makhluk bergaun merah di dalam ruangan khusus sekte Kembang Kenongo. Sosok itu tidak lain adalah Sariti, ia menatap heran raut gusar Raja dedemit, terlebih tidak biasanya makhluk itu meninggalkan raga Sumokolo.“Ada apa? Kenapa kau meninggalkan pimpinan sekte, adakah sesuatu yang terjadi?” tanya Sariti.“Ada hal yang perlu dibicarakan, dan kemungkinan besar hari ini Sumokolo tewas ditangan pemuda itu.” ucap Raja dedemit kepada Sariti.“Pemuda siapa yang kau maksud,”“Pemilik roh Nogoweling, buronan sekte Kembang Kenongo. Aku heran, dirimu tidak turun tangan mengenai hal ini,” Raja dedemit menatap tajam wanita ayu di depannya.“Pemuda itu lagi?”Raja dedemit hanya mengangguk mendengar keheranan Sariti. Sesungguhnya ia memahami mengapa wanita itu tidak cepat bertindak. Hal itu tidak lain karena pemuda yang menjadi buronan mereka selalu menyembunyikan kekuatan
Tatapan yang tidak biasa, dan jika lengah seseorang akan mengikuti apa-pun keinginannya. Sayang wanita ayu itu adalah murid dari pedepokan lelembut, jelas upaya lelaki itu sia-sia. Alih-alih terpengaruh, Galuh malah menghajar kedua tetua muda dari padepokan Lowo Ireng dengan pusaka selendang pelangi miliknya.Tak ayal dua lelaki itu meregang nyawa tanpa perlawanan. Bahkan, untuk menutup matanya saja keduanya tidak sempat. Sebab hempasan selendang Galuh begitu cepat membentur dada dan langsung menghancurkan organ dalam mereka.Dua tetua kebatinan tewas dan dua orang tetua muda di jalur kanuragan juga mengalami hal yang sama, tersisa lima tetua yang berdiri dan mulai di hantui keraguan. Pasalnya empat rekannya berakhir mengenaskan di tangan dua orang muda saja. Sedangkan mereka tau di luar sana banyak orang yang berniat sama, ingin menghancurkan padepokan Lowo Ireng.Setelah mendapat isyarat dari Ajiseka, Haryo Wicaksono gegas menginstruksikan anak didiknya. Mereka maju serempak menyisi
Adhinata, walaupun ia seorang pimpinan padepokan besar tetapi ia tidak terlalu memahami keberadaan siluman. Dirinya mendengarkan peringatan yang di sampaikan, tetapi tidak mempercayai pengakuan Gaharu jika dirinya siluman elang. Tetapi, setelah gaharu pergi dengan wujud aslinya, Adhinata baru menyadari jika ucapan pemuda itu benar adanya.“Baiklah, baiknya kita tunggu kedatangan Ajiseka. Jika siluman sudah bertindak dan mengabarkan, artinya lawan kita bukan hanya manusia. Kemungkinan makhluk serupa ada di tempat itu,” ujar Adhinata kepada rombongannya.“Baik, Ki.” jawab serentak anggota Adhinata.Mereka mencari tempat tidak jauh dari pertemuannya dengan Gaharu, dan sesuai dengan permintaan siluman elang perak yang meminta menunggu kedatangan Ajiseka. Tetapi, sesuatu tidak terduga terjadi. Puluhan orang dengan ekspresi dingin tiba-tiba muncul berbarengan dengan Ajiseka, bersamaan dengan itu lengkingan burung elang terdengar di angkasa.“Mari, Ki. Tetap waspada, sebab di depan sana banya
Tidak sedikit warga yang langsung jatuh pingsan manakala sosok hitam besar memorak-porandakan tempat berlangsungnya Ritual doa-doa. Melihat hal itu Ajiseka tidak dapat menahan dirinya, pasalnya malam ini adalah malam sakral pemakaman jasad kuno leluhurnya. Ia langsung menghempaskan kekuatan besarnya ke arah sosok hitam besar itu, lebur dan tanpa ada perlawanan yang berarti.“Lanjutkan ritual doanya, Romo? Biarkan aji yang membersihkan area ini dari gangguan-gangguan itu,” ujar tegas Ajiseka.“Baiklah, saudaraku sekalian, mari lanjutan lantunan doa, agar esok hari dan seterusnya kita terbebas dari ketakutan. Yakinkan yang meragu dan gelisah agar kembali khusyuk, biarkan Ajiseka yang membereskan kekacauan ini.” ajak Danuseka.Disisi lain, tidak ada lagi makhluk yang membayangi arwah Sekar Sari. Ia mengambang di atas cungkup Punden, menyaksikan seluruh warga mendoakan dirinya agar tenang. Namun, ia terganggu dengan kehadiran Ajiseka yang juga mengambang.“Nyai, sesungguhnya apa yang meny
Dhar!Dhar!Ajeng Ratri mengamuk manakala menyadari raga Sekar Sari telah di Hujam dengan senjata, akibatnya pertarungan terjadi di dalam ruangan itu. Bahkan, ruangan yang semula tertata rapi dengan wewangian yang semerbak, kini hancur lebur. Rumah gaib alam mimpi yang ia bangun sedemikian rupa senyatanya hancur dalam beberapa saat saja.“Bedebah! Tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengan kalian!” Teriak Ajeng Ratri.Kemarahannya memuncak dan menyebabkan hawa panas tak terkira di dalam ruangan itu. Beruntung Sekar Pinesti lebih dulu menyusup dan keluar dari ruangan tanpa sepengetahuan wanita tua yang sedang di amuk amarah. Sedangkan Ajiseka sendiri masih bergeming, kemarahan wanita tua itu sama sekali tidak menjadi masalah untuk dirinya.“Hancurkan sepuasmu, Nyai ...” ujar Ajiseka.“Kau harus bertanggungjawab!” teriak Ajeng Ratri.Tubuh ringkihnya tiba-tiba membesar gagah dan hitam. Bahkan, ukurannya terus meningkat mengikuti amarahnya. Namun, lagi-lagi Ajiseka tetap bergeming.
Senja jingga terlewati, temaram pun mengantar sang malam mencapai puncak kelam. Di sebuah bangunan kuno di atas Puncak Punden, beberapa orang tengah khusyuk memanjatkan doa untuk leluhur yang disemayamkan di lokasi itu. Punden Kepaten, nama yang terlontar dari mulut Danuseka akibat beberapa kali menjadi tempat terjadinya kebengisan manusia yang bersekutu dengan siluman, juga arwah penasaran.Orang-orang itu tidak lain, Ajiseka berikut kedua orang tuanya, Projo dan beberapa orang yang memiliki pengaruh di wilayah Punden. Kecuali Dadungkolo, lurah Wono wingit yang membelot dan memilih bersekutu dengan siluman ular yang bernama Dewi Sengkolo.Obor-obor di tancapkan untuk sarana penerangan, lalu setelah selesai memanjatkan doa rombongan mereka bertolak ke wilayah selatan. Melewati desa Wono Kahuripan yang di pimpin oleh lurah Janudoro, penghujung desa terlewati. Namun, perjalanan belumlah selesai.Ajiseka dan rombongan berjalan menuju hamparan hutan sisi Selatan Punden, tempat dimana poho
Seluruh warga Wono Wingit menghentikan aktivitas manakala terjadi gemuruh di angkasa, hal itu di sebabkan oleh pertarungan Ajiseka yang melintasi wilayah tepi Utara. Tidak hanya suara gemuruh yang menyebabkan kekhawatiran, pasalnya sesekali Ajiseka turun saat pemuda titisan iblis mendaratkan tubuhnya di pepohonan. Akibatnya kerusakan terjadi di area itu.Letak wilayah desa yang kebetulan berada di Utara punden, jelas terkena imbasnya. Beruntung pertarungan itu hanya melintas di pinggiran desa dan menghancurkan pepohonan yang ada. Melihat kekacauan yang terjadi, warga yang kebetulan hendak meladang memilih kembali ke desa.Sementara itu, Ajiseka terus menggempur pemuda titisan iblis hingga ke lautan. Beruntung pelarian musuhnya melewati jalur udara dan tidak lagi mendaratkan diri di wilayah perkampungan. Pada akhirnya laut Utara menjadi titik akhir pelarian, pertarungan sengit kembali terjadiLaut yang semula tenang kini dihiasi dengan deburan silih berganti, kebetulan keduanya memilik
Alam yang temaram memanas. Senyatanya Danuseka tidak selemah seperti dugaan Ajeng Ratri, setiap digdaya yang dikeluarkan mampu di halau begitu mudah oleh Danuseka. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat alam ilusi buatan Ajeng Ratri itu hancur lebur, sayangnya setelah kehancuran itu terjadi Ajeng Ratri juga turut menghilang.Dan ketika Danuseka kembali ke alam nyata ia baru tersadar jika dirinya tengah di pecundangi oleh Sariti. Dirinya sengaja di giring ke alam ilusi agar wanita jelmaan itu terbebas dari incarannya. Danuseka yakin Sariti sudah pergi jauh meninggalkan wilayah Punden, lelaki itu lantas kembali berbaur dengan tiga rekannya.“Bagaimana, kang?” tanya Danuseka kepada Janudoro.“Sementara kekuatan mayat hidup itu berkurang banyak, Ki? Namun, kita harus mewaspadai jika nantinya mereka bangkit lagi,” jawab Janudoro.“Dimana Ki Sawung dan Ki Dirgodono, saya tidak melihat keberadaan mereka, Kang?”“Tenaga mereka terkuras habis dan sedang melakukan pemulihan, beruntung ada ba
Pertarungan terjadi di tiga tempat, Ajiseka masih dengan pemuda siluman titisan iblis. Janudoro, Ki Sawung dan Dirgodono meneruskan pertarungannya dengan mayat hidup. Di bantu oleh para siluman termasuk pimpinannya yang menyusupi raga mayat hidup, akibatnya sebagian makhluk itu saling serang dengan rekannya.Sedangkan Danuseka baru saja mengejar Sariti yang terbang kesana-kemari, ya! Pertarungan mereka lebih banyak terjadi di udara. Di pohon-pohon dan sesekali turun ke daratan. Tidak masuk akal memang, bahkan jika yang melawan Sariti bukanlah praktisi supranatural niscaya hanya akan menjadi mainan wanita jelmaan itu.Seperti halnya saat ini, Danuseka mengeluarkan digdayanya secara bersamaan. Pasalnya, pergerakan yang dilakukan Sariti sungguh gesit. Bahkan, cenderung menggunakan tipu muslihat yang sangat mengganggu konsentrasi Danuseka.“Danuseka... Sepertinya aku tidak perlu sungkan lagi terhadap leluhurmu, baiklah... Jika itu yang ada pikiranmu, maka kau tidak salah sedikit pun... Ak
Sorot penuh amarah terlihat jelas di tatapan mata Danuseka, sebab sosok arwah yang ada di depannya tidak lain adalah Sekar Sari atau Sariti. Dahulu semasa hidup dan di jaman terbentuknya keraton Setyaloka, Sekar Sari merupakan salah satu anak pemilik keraton dari istri kedua yang bernama Ajeng Ratri. Wanita yang memiliki ilmu hitam dan menguasai kekuatan ilusi, atau lebih dikenal dengan penguasa alam mimpi.Artinya, Sekar Sari atau Sariti juga salah satu leluhur Danuseka. Namun, karena sifat serakah dari Ajeng Ratri yang ingin menguasai keraton Setyaloka membuat ia harus terusir. Ia ditempatkan di sisi selatan bagian luar Setyaloka yang sekarang menjadi Punden.Bahkan, keberadaan arwah yang kini diselimuti oleh aura buruk dari alam kegelapan tidak luput dari sumpah serapah Sekar Sari sendiri yang juga di Amini oleh ibunya, Ajeng Ratri. Tidak heran, sebab kematiannya pun diwarnai dengan kekejian. Dan tidak disangka, sosok yang lebih dikenal dengan sebutan Sariti itu masih ingin menguas
Hampir tengah malam Danuseka dan dua rekannya masih berjibaku melawan hampir seratus mayat hidup yang di bangkitkan oleh pemuda titisan iblis. Bukan perkara mudah mengalahkan makhluk-makhluk itu, pasalnya mereka benar-benar kembali hidup, tetapi berbeda dengan layaknya manusia. Sebab perangai orang-orang itu lebih menyerupai makhluk kegelapan, datar dan hanya fokus menyerang saja.Keberadaan mayat hidup yang berwujud Roro Palupi, Danuseka langsung memikirkan sesuatu. Pasalnya, pimpinan padepokan itu tidak mungkin secara kebetulan menjadi korban untuk siluman danau tepi barat. Dan pada akhirnya pemikiran Danuseka berhenti pada satu sosok yang di anggap cukup memungkinkan menjadi tersangka.Sariti, wanita jelmaan itu menjadi satu-satunya orang yang memungkinkan menjadi pelaku. Pemikiran Danuseka tidak hanya berhenti di situ saja, ia menggabungkan rentetan peristiwa yang di ceritakan rekannya di wilayah selatan. Lelaki itu menggeleng pelan manakala semua rentetan kejadian itu masuk akal,
Raja Tirta Dunya membisiki Ajiseka agar keluar dari pusaran air Danau, hal itu di lakukan karena tidak adanya pengawasan dari pihak lain. Sedangkan pemuda siluman ikan titisan iblis itu bukanlah lawan yang tepat untuk Ajiseka. Tentu raja Tirta Dunya sudah mempertimbangkan dan menelisik seberapa kuat kekuatan iblis yang berada ditubuh pemuda siluman itu.Sesaat setelah mendapat bisikan, Ajiseka langsung melesat ke daratan. Seketika pusaran air itu pudar dan beradu, akibatnya gelombang air yang cukup tinggi menyembur hampir setinggi tebing. Tidak lama setelah aktivitas air mereda pemuda siluman pun turut melesat ke atas menusuk Ajiseka.“Banyu Panguripan, ijinkan ibu melengkapi kekuatan yang ada di tubuhmu,” ujar Dewi Panguripan kepada Ajiseka.“Maksud Kanjeng Ibu?” jawab Ajiseka. Dirinya merasa kebingungan dengan maksud melengkapi yang di lontarkan oleh Ibu angkatnya.“Ibu harus merasuk dan melengkapi kekuatan yang kamu miliki. Sebentar lagi gelap dan Ibu yakin iblis itu akan mengumpul