"Besok pagi Lana nyampe Jakarta."
Arlin terdiam sejenak, berusaha membuang jauh jauh perasaan aneh yang akhir - akhir ini kerap kali muncul. Cepat - cepat ia menampilkan raut wajah datar andalannya.
"Oh ya? Ya udah sans lah, gue kan bisa pake ojol."
"Beneran gapapa? Sorry ya Lin."
"Ih yauda si, lo mah kek sama siapa aja. Udah ah lanjut nonton lagi aja kita."
"Sorry Lin tapi kayaknya gue balik sekarang deh."
"Lah, kenapa lagi?"
"Gue mau bersihin apart gue deh, lo tau kan bentukan apart gue kalo lo belum mampir ke apart gue, hehe."
"Tumbenan bersihin apart, kesambet apa lo? Biasanya juga yang disuruh bersihin gue."
"Yakali Lin, gue gak setega itulah buat nyuru lo bersihin apart gue sebelum Lana dateng. Udah berasa room service aje." kata Jeff sambil tertawa. Sedangkan yang diajak bicara hanya mematung mendengar penjelasan Jeffrey.
"Lana mau ke tempat lo?"tanya Arlin.
"Iya, dia bakal nginep di apart gue selama di Jakarta."
---
Hari ini adalah hari Selasa. Itu artinya Arlin hanya mempunyai satu kelas kalau berdasarkan jadwal mata kuliah yang ia jadikan homescreen pada ponselnya.
Saat ini Arlin sedang berjalan di koridor sembari membawa setumpuk buku besar milik teman-teman sekelasnya. Gadis itu terpaksa mengiyakan perintah Pak Rendra untuk membawa tugas - tugas itu ke ruangan dosen itu karena katanya, dosennya itu harus cepat - cepat pergi ke ruangan dekan untuk rapat dadakan. Apes-nya lagi, saat baru keluar dari kelas ia dihadang oleh hantu anak kecil yang sering berlarian dan menjahili mahasiswa di koridor fakultasnya. Dan berakhir dengan Arlin harus berjalan membawa setumpuk tugas yang sangat berat itu dengan menyeret hantu anak laki-laki itu yang sedari tadi sudah memeluk kakinya menolak untuk melepasnya barang sedikitpun. Hadeh, entah sudah keberapa kalinya Arlin mengucapkan kata kasar di dalam hatinya.
Sebenarnya tadi Arlin berniat untuk meminta tolong temannya untuk membantunya membawa setumpuk buku besar yang menurutnya tidaklah penting ini. Tapi gadis itu lupa kalau satu satunya teman terdekatnya di kelas, Cherry, hari ini tidak masuk kelas karena demam. Jadi yah sepertinya Arlin memang harus menerima nasibnya.
Saat sedang fokus-fokusnya menyebut seluruh daftar penghuni kebun binatang di dalam hati, tanpa sengaja lengan kiri gadis itu tersenggol dan hampir membuat setumpuk buku besar yang ia peluk di dadanya terjatuh berserakan. Tapi untungnya masih bisa Arlin kendalikan, dan alhasil kertas kertas itu berhasil diselamatkan.
"Eh sorry sorry sum- lah Lin?"ucap laki-laki yang baru saja menyenggol Arlin.
Arlin seketika menolehkan kepalanya ke kiri dan menemukan teman satu kelompok ospeknya, Haikal sedang berada di sebelahnya bersama tiga orang temannya yang sering dibicarakan oleh Cherry. Teman teman Haikal ini memang cukup terkenal di kampusnya. Makanya, Arlin bisa dibilang mengenal mereka. Yah walau gak bisa dibilang mengenal sih, Arlin nyatanya hanya sekedar tahu nama mereka saja. Itupun karena Cherry yang sering membicarakan mereka.
Ryand, si anak DKV yang pernah mengikuti ajang Indonesian Idol, ya walaupun gak sampe menang tapi laki-laki itu berhasil memasuki Top 5. Ryand cukup dikenal di kampus, bukan hanya karena bakatnya dalam bernyanyi tetapi juga karena wajahnya yang imut, membuat banyak kaum hawa yang menyukainya. Namun sayangnya wajahnya yang imut itu berbanding terbalik dengan sifatnya yang galak. Laki-laki itu tidak segan-segan memarahi perempuan-perempuan yang menyukainya apabila mereka sudah benar-benar membuatnya risih atas perlakuan mereka.
Kemudian Nathan, si anak Teknik Sipil yang cukup terkenal di kampus karena laki-laki itu sudah dijadikan target incaran para mama mertua sebagai kandidat mantu idaman karena selain wajahnya yang rupawan, ia juga mempunyai kanal youtube yang dipenuhi cooking vlog. Di antara teman-temannya, Nathan adalah laki-laki yang paling ramah dan hobi tersenyum. Dan bisa dibilang, laki-laki itu sudah terkenal akan kemampuannya dalam menjerat para wanita dengan mudah.
Lalu ada Jevan, si anak Teknik Sipil yang menurut Arlin wajahnya sebelas dua belas dengan tembok, alias selalu datar. Di antara mereka berempat, Arlin hanya mengenal Haikal, karena gadis itu memang jarang bertemu dengan mereka yang berbeda jurusan. Arlin hanya sekedar mengetahui nama-nama mereka dari Cherry yang sering menggosipkan mereka. Kalau dipikir-pikir, gadis itu hanya pernah berpapasan sekali dengan Jevan pada saat awal menjadi mahasiswa baru dan first impression gadis itu langsung buruk terhadap cowok itu. Jevan cukup terkenal di kampus, selain karena wajahnya yang kalau kata Cherry, garang tapi unyu-unyu tapi juga karena dia anak Pak Bayu, yaitu Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis di kampusnya.
Sedangkan Haikal, Haikal satu jurusan dengan Arlin, jurusan Akuntansi, Haikal juga cukup terkenal di kampus, selain karena ia memang selalu ramah dan punya koneksi yang luas, ia juga memegang jabatan di BEM FEB kampus mereka. Walaupun Arlin dan Haikal berada di kelas yang berbeda dan mereka hanya bertemu saat ospek karena berada di satu kelompok yang sama, tapi entah kenapa Haikal selalu ramah tiap kali bertemu Arlin. Melihat dari sifatnya, sepertinya Haikal memang tipe orang yang ramah dan baik ke semua orang. Oleh karena itu, Arlin selalu berusaha ramah juga setiap kali tanpa sengaja bertemu dengan laki-laki itu.
"Oh, hai Kal." sapa Arlin setelah terdiam beberapa saat.
"Sumpah Lin sorry ya tadi gue gak sengaja. Itu buku-buku lo aman kan?"
"Aman kok kal, santai aja." balas Arlin sambil tersenyum tipis.
"Lo kok bawa buku besar sebanyak itu sendirian sih, temen lo mana? Mau gue bantuin gak?"
"Gak usah Kal, gapapa, gampang ini mah." Padahal dalam hati ia merutuki kalimat yang baru ia ucapkan. Aduh, kalau bukan karena anak kecil yang sedang menghinggap di ka- eh sewaktu Arlin menunduk ke bawah untuk mencari keberadaan hantu anak laki-laki yang sedari tadi memeluk kakinya, ia tak menemukan sosok setan kecil itu lagi. Entah kemana perginya hantu itu, Arlin tidak peduli lah, yang penting anak kecil itu sekarang sudah pergi.
"Udah ah sini aja, gue bantuin."kata Haikal seraya mengambil seluruh tumpukan buku besar yang dipeluk Arlin.
Setelah berhasil merebut buku-buku itu dari Arlin, Haikal segera membagi sebagian buku-buku tersebut kepada tiga temannya yang dari tadi hanya bisa memperhatikan interaksi Haikal dan Arlin. Ketiga temannya yang memang sedang tidak fokus lantas tanpa sadar menerima buku-buku tersebut. Sejenak, mereka melongo tanpa suara hingga suara protes Jevan terdengar.
"Anjir Kal, apaan nih."
"Udah udah, gak usah banyak protes ah kalian. Sesekali jadi orang baik napa ah. Jangan maksiat mulu lo pada." sahut Haikal.
"Eh bukan gitu ya dongo, nih masalahnya lu main ngasi aja gak ada salam pembukanya kek, tolong kek." kali ini Ryand yang protes.
Arlin yang baru mau menyahut, terpotong dengan kata kata yang keluar dari Nathan.
"Dah ah malu tau kalian berantem depan cewek cuma karena buku yang beratnya seringan bulu ini. Gentle dikit napa ah. Iya kan Arlin?"kata Nathan sambil tersenyum. Walaupun menurut Arlin senyum tersebut lebih mirip senyum om om yang sedang mencari sugar baby.
"Dih, sok kenal banget si lo than sama Arlin. Temen gue nih! Gak usah lo pepet juga heh." protes Haikal.
---
Sesampainya di ruangan Pak Rendra, mereka berlima segera masuk dan meletakkan buku-buku besar akuntansi tersebut di meja dosen laki-laki itu.
Sebenarnya ada sesuatu yang mengganjal di dalam kepala arlin. Ini karena sejak mereka berlima berjalan di koridor hingga sampai di ruangan dosen, entah kenapa hantu-hantu yang biasa menjahili Arlin tiba-tiba menghilang saat melihat mereka berlima berjalan. Para hantu itu lebih seperti memasang raut kaget di wajah mereka seperti raut wajah seseorang ketika melihat setan.
"Thanks guys. Sorry ngerepotin."kata Arlin saat mereka telah berada di depan ruangan dosen.
"Sans lah Lin, kalo gitu kita balik dulu ya lin." sahut Haikal.
"Eh kok main balik aja, kita belum kenalan loh sama Arlin." ucap Nathan seraya tersenyum manis pada gadis di hadapannya.
Haikal yang melihat itu lantas memukul pelan kepala temannya, "Gak ada kenal-kenalan! Arlin gak mau kenalan sama cowok modelan kayak lo! Udah ah ayo balik!" ucap Haikal seraya menjepit leher Nathan di ketiaknya dan berpamitan pada Arlin untuk segera pulang.
Arlin hanya tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya. Nathan pun melambaikan tangannya pada Arlin seraya sesekali meringis meminta Haikal untuk melepaskan lehernya. Sedangkan Ryand dan Jevan hanya berlalu pergi menjauh, meninggalkan Arlin yang masih menatap mereka dari kejauhan. Namun, mata gadis itu seketika menyipit saat melihat hal menjanggal yang berada di hadapannya. Sepertinya ia mendapatkan alasan kenapa hantu-hantu tadi terlihat takut saat berpapasan dengan mereka.
Jevano.
Sebenarnya, siapa dia?
TBC
Arlin kini sedang duduk di sebuah kafe sambil sesekali menyeruput hot caramel macchiato-nya. Sesekali ia akan mengedarkan pandangan ke seluruh kafe memperhatikan sekitarnya. Saat ini, kafe yang sering ia datangi bersama Jeffrey itu terlihat cukup ramai. Semua bangku terlihat sudah ada yg menempati. Entah ini sudah keberapa kalinya Arlin menghela nafas. Arlin sebenarnya tidak terlalu suka keramaian seperti ini saat mengerjakan tugas.Tapi apa boleh buat, hanya caramel macchiato di cafe ini yang dapat membuat arlin jatuh cinta dan semangat mengerjakan tugas kuliahnya yang semakin lama semakin menggunung. Biasanya kalau ada Jeffrey, laki-laki itu akan menemani Arlin mengerjakan tugas di kafe ini sambil sesekali melontarkan candaan yang membuat gadis itu kembali bersemangat mengerjakan tugas. Tapi sayangnya sekarang, Jeffrey pasti sedang menikmati waktu bersama pacarnya. Huft mengingat itu, Arlin rasanya in
"Adeknya hantu kali."Jeffrey terdiam sejenak, sebelum bertanya pada Lana pelan. "Lan, kamu gak ada ngomong macem macem sama Arlin kan?""Gak ada lah. Emang aku mau ngomong apa coba.""Kamu.. gak ada nyinggung-nyinggung soal Arlin yang indigo itu kan?"Lana mengangkat sebelah alisnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan Jeffrey."Emang kenapa kalo aku bawa bawa soal itu depan Arlin? Emang bener kan? Kan kamu sendiri yang bilang sama aku."Jeffrey menutup matanya, berusaha mengendalikan diri dengan menghela nafas dalam. Lana yang melihat raut wajah cowoknya seperti itu mau tak mau harus buka suara membela diri lebih jauh lagi sebelum gadis itu terkena semprotan dari Jeffrey."Je, aku gak ada nyinggung-nyinggung itu kok. Aku tadi cuma nanya gimana ceritanya k
Setelah berpisah dengan mbak mbak tanpa pergelangan tangan di pertigaan koridor fakultas ekonomi. Arlin melangkahkan kakinya ke arah lobi sambil merutuk beberapa kali dalam hati. Duh kenapa jadi begini sih, kenapa juga Arlin harus susah - susah membuang waktu dan tenaganya yang berharga hanya untuk mengantarkan barang titipan Tetehnya Haikal. Sebenarnya Arlin dan Haikal kalau dibilang dekat juga tidak, ya walaupun mereka memang lumayan sering bersama saat awal ospek. Tapi setelah ospek selesai, Haikal dan Arlin masuk kelas yang berbeda, jadi mereka sudah tidak terlalu sering bertemu, hanya terkadang berpapasan sesekali di koridor sambil saling menyapa.Sekali lagi Arlin menghela nafas, ya sudahlah mungkin sekali kali ia memang harus berbuat kebaikan. Padahal perut Arlin dari tadi sudah meraung-raung meminta makanan. Namun sebenarnya bukan hanya itu yang membuat Arlin sebegitu malasnya pergi ke kantin fakultas teknik. Masalah terbesarnya adalah ment
"... Jevan gue boleh jadi pacar lo gak...?" Jevan yang berada di sebelahnya mendecakkan lidahnya sambil memandang Arlin horor. Seumur-umur baru kali ini cowok itu menerima pernyataan cinta dari orang yang baru dua kali ia temui. Meskipun sebenarnya, Jevan sudah tidak asing untuk menerima pernyataan cinta dari para kaum hawa seperti ini. Tetapi sebenarnya permasalahan di sini adalah perubahan tingkah laku gadis itu yang sangat jauh berbeda dari yang cowok itu ketahui membuat laki-laki itu berjengit memandangi gadis di sebelahnya. "Lo suka sama gue?" Arlin mengerjapkan matanya beberapa kali setelah mendengar pertanyaan Jevan, sebelum menjawab dengan tegas. "Nggak."
Hari ini adalah hari minggu. Sudah beberapa hari berlalu sejak perseteruan tidak jelas antara Arlin dan Jevan di kantin fakultas cowok itu. Saat ini, Arlin sedang bersiap pergi ke supermarket untuk belanja bulanan berhubung isi kulkasnya sudah mulai terlihat kosong. Arlin sudah siap dengan hoodie oversize berwarna putih dan legging hitamnya. Tak lupa rambutnya yang ia gerai dan bibirnya yang ia oleskan sedikit liptint agar terlihat segar. Gadis itu berpikir sejenak, ia hendak menimbang-nimbang apakah dirinya harus menggunakan layanan ojek online atau mobilnya yang sudah hampir berdebu yang disimpan di basement apartemennya karena jarang gadis itu gunakan. Arlin memang terbilang jarang menggunakan mobilnya karena biasanya Jeffrey selalu mengantarnya kemanapun sejak kecelakaan yang menimpanya pada saat awal menjadi mahasiswa baru. Saat itu, Arlin tanpa sengaja menabrak pohon besar di sekitar kampusnya ka
"Dasar nyusahin."Arlin sontak berbalik menghadap asal suara untuk melihat bahwa sekarang Jevan sudah pergi mendorong troli-nya, meninggalkan Arlin yang masih melamun.Buru-buru gadis itu mengejar langkah Jevan, berusaha memposisikan troli-nya persis di samping troli cowok itu membuat mereka berdua berjalan bersisian. Wah! Kalau begini, sepertinya gadis itu memang sedang beruntung hari ini karena tanpa sengaja bertemu dengan 'kunci dari hidup tenangnya' yang sekarang sedang memilih semangka. Siapa yang sangka kalau ia dapat menjalankan misinya lebih cepat seperti ini. Tanpa ingin membuang kesempatan, Arlin pun mulai membuka topik obrolan dengan Jevan."Kata nenek gue, kalo pilih semangka yang manis tuh biasanya diketok ketok dulu tau, Van." Jevan hanya menoleh singkat
Tampak gadis dengan rambut panjang berwarna hitam pekat sedang turun dari motor pria berjaket hijau. Setelah mengucapkan terimakasih pada abang ojek online yang sudah mengantarkannya dengan selamat ke kampus, Arlin segera berbalik berjalan ke arah pintu masuk fakultasnya seraya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Semalam setelah Jeffrey mampir sebentar di apartemen gadis itu untuk mengecek kondisi Arlin, tak lama kemudian cowok itu pamit pulang karena jam dinding apartemen gadis itu sudah menunjukkan pukul satu malam. Karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat Arlin, Jeffrey pun pulang setelah berpamitan dan berhasil membuat cewek itu untuk berjanji agar tidak menyetir mobilnya sendirian lagi. Saat Arlin sedang berjalan di koridor fakultasnya, tiba-tiba pundak gadis itu dipukul kuat oleh seseorang di belakangnya. Saat gadis itu menoleh, mata Arlin otomatis membelalak saat menemukan seseorang yang
Kini Arlin dan anak laki-laki yang baru diketahui namanya Jean itu sedang duduk di Orion. Arlin memutuskan untuk membawa Jean ke Orion sambil menunggu keluarga anak kecil ini menjemputnya. Mereka duduk di dekat kaca yang mengarah ke tempat les Jean sehingga mereka dapat mengetahui jika keluarga anak ini menjemputnya.Jean sedang duduk di hadapan Arlin, anak kecil itu terlihat sangat semangat menjejalkan sepotong cheesecake ke mulutnya. Arlin terkekeh melihat anak yang baru berusia enam tahun itu. Tadi saat Arlin bertanya bagaimana anak itu bisa berada agak jauh dari tempat lesnya, Jean hanya berkata bahwa tadi ada badut tikus menyeramkan yang berjalan mendekatinya, otomatis anak itu panik ketakutan, Jean yang semulanya berdiri di depan tempat lesnya berjalan menjauh dari badut itu. Saat akhirnya badut tikus itu sudah menghilang dari pandangannya, Jean terlanjur panik saat ia sadar bahwa
Sayup-sayup suara burung terdengar, gadis yang tengah berbaring di atas tempat tidur itu beberapa kali tampak mengernyit saat sinar matahari mulai menyilaukan matanya yang masih setengah terpejam. Arlin berguling ke sebelah kanan tempat tidur, berusaha meraba-raba jam kecil yang biasa diletakan di meja sebelah kanan tempat tidurnya masih dengan matanya yang terpejam. Kening gadis itu mengernyit saat telapak tangannya tidak menemukan apa yang ia cari. Perlahan Arlin membuka matanya, beberapa kali dia mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu. Kemudian mata gadis itu menyapu seluruh penjuru kamar yang jelas-jelas bukan kamar miliknya di apartemen.Mata gadis itu membulat beberapa saat, hampir saja Arlin berteriak histeris saat tiba-tiba ingatan semalam muncul di kepalanya. Oh astaga… gadis itu baru ingat kalau semalam dirinya menginap di rumah Jevan. Atau lebih tepatnya rumah kakak Jevan? Entahlah.Arlin lantas bangun dari posisi tidurnya dan segera beranj
Beberapa jam yang lalu… "Kamu… mau bantu saya?"Arlin mengangguk pelan, "Apa yang harus saya lakuin?""Kamu cuma perlu bawa foto janin dan ponsel saya ke orangtua saya. Itu satu-satunya cara supaya mereka bisa tau tentang kehamilan dan… kebenaran di balik kematian saya."Arlin mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca dan hatinya kian diliputi rasa bersalah dan juga prihatin terhadap wanita di hadapannya."Kamu yakin mau bantu saya?"Iya, saya bakal bantu mbak." ucap Arlin dengan mantap. Walaupun ada beberapa hal yang mengganjal di pikiran gadis itu terkait kebenaran di balik kematian wanita di depannya, tapi Arlin tak memedulikannya. 'Gue cuma harus fokus membantu wanita ini, pikirnya'."Sekarang dimana foto dan HP mbak itu?""Di rumah saya."Setelah itu Arlin segera pergi ke rumah itu dengan arwah wanita tadi yang menuntun jalan. Sesampai mereka di sana, Arlin mengerutkan keningnya melihat teras dan halaman rumah bernomor dua belas itu yang terlihat sangat kotor seperti sudah la
"Brengs*k!" Jevan seketika mendorong tubuh pria yang sedang berada di atas Arlin dan mencekik leher gadis itu. Tubuh pria itu otomatis terhuyung ke lantai. Kini Jevan sudah menduduki tubuh pria asing itu dan memberikannya berbagai pukulan di sekitar wajah dan rahangnya. Jevan seolah sudah gelap mata. Tadi saat ia baru saja memasuki kamar ini, matanya langsung menangkap pria ini sedang mencekik Arlin dan tubuhnya menimpa gadis. Jevan sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tapi entahlah instingnya seperti mengatakan untuk segera menyelamatkan gadis itu terlebih dahulu dari pada repot-repot meminta penjelasan pada mereka.Jevan terus-terusan memukul pria itu sampai tiba-tiba Arlin menarik jaketnya pelan seraya menggelengkan kepalanya, "Udah…." Tatapan nyalang di mata Jevan seketika berubah menjadi lebih lembut. Cowok itu menghela nafas kasar dan langsung bangun dari tubuh pria itu yang sudah habis ia pukuli. Kemudian Jevan menarik tangan Arlin dan segera pergi dari ru
Arlin baru saja keluar dari ruang kelas usai jadwal kelasnya hari ini selesai, tentunya bersama Cherry saat tiba-tiba Jeffrey menelfonnya. Buru-buru Arlin menelpon menekan tombol hijau pada layar ponselnya. Cherry yang berdiri di sampingnya menoleh ke arah gadis itu dan mengangkat satu alisnya. Namun, saat gadis itu melihat si kontak penelpon, Cherry menyeringai ke arah Arlin."Halo.""Aku udah nyampe." ucap laki-laki di seberang telepon."Aku?""Iya, aku-kamu. Emang kenapa? Kan kita harus latihan dulu biar kamu terbiasa." ucap Jeffrey
Sudah dua hari berlalu sejak kejadian dimana Jeffrey berhasil merebut ciuman pertamanya. Tentu saja hal itu berhasil membuat Arlin tidak bisa tertidur selama beberapa malam. Dan hari ini adalah hari keberangkatan Jeffrey ke kota tempat tinggal neneknya itu. Selain untuk menjenguk neneknya yang kabarnya sedang sakit, rencananya laki-laki itu juga akan menyelesaikan hubungannya dengan Lana secara langsung saat berada di sana.Saat ini Jeffrey sedang menyetir dan sedang berada dalam perjalanan ke kampus untuk mengantar Arlin yang kini duduk dengan tenang di sampingnya. Setelah beberapa kali beradu mulut perihal Jeffrey yang terus-terusan ngotot ingin mengantar Arlin untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin sebelum cowok itu berangkat ke Yogyakarta siang ini, akhirnya Arlin pun kalah karena tidak ingin berdeba
"JELAS MASALAH BUAT GUE YANG UDAH SEJAK LAMA SUKA SAMA LO." ucap cowok itu dengan keras, nafasnya terengah-engah."...dan gue tau… lo juga suka sama gue."Arlin membelalakan matanya terkejut. Sedetik kemudian, gadis itu merubah raut wajahnya dan memutar bola matanya malas. "Lo gila.""Iya, gue emang udah sinting.""Bisa-bisanya lo suka sama gue disaat lo aja masih punya Lana? Dan sekarang lo ngakuin perasaan lo? Lo egois banget.""Gue emang egois. Dari awal gue selalu pura-pura gak tau soal perasaan lo, sementara di saat yang sama gue selalu berada di deket lo dan pacaran sama cewek lain."Arlin terdiam mendengarkan penuturan cowok
Jevan sangat kesal saat telinganya sayup-sayup mendengar laki-laki di seberang telpon sana terus-terusan memarahi gadis di sampingnya yang padahal masih terlihat pucat dan shock akibat kejadian buruk yang menimpanya tadi. Ingin sekali rasanya Jevan berteriak ke arah si penelpon lalu berkata bahwa gadis di sebelahnya ini sedang tidak baik-baik saja dan menyuruhnya untuk sedikit lebih tenang dengan tidak memarahi gadis itu. Walaupun Jevan sama sekali tidak menyukai Arlin karena sifatnya yang akhir-akhir ini selalu mendekatinya dan membuatnya risih, namun sisi kemanusiaan cowok itu lebih mendominasi saat ini. "Kalo ngomong gak usah pake urat. Mending sekarang lo cepetan ke tempat cewek lo, kita ketemu di sana." Setelah berucap tajam pada lak
Jevan saat ini tengah berdiri di pojok belakang area konser FLAVS. Laki-laki itu menyilangkan tangannya dengan tubuh yang ia sandarkan di pagar pembatas besi yang berada di belakang area konser. Sesekali kepalanya bergerak seiring dengan irama lagu yang dinyanyikan seseorang di atas panggung sana.Laki-laki itu sendirian berada di sana bukan tanpa alasan. Jevan sudah beberapa kali berusaha mengajak ketiga temannya untuk menemani laki-laki itu menonton konser R&B yang mana sangat disukai oleh laki-laki itu. Namun, teman-temannya sangat pandai beralasan untuk menolak menemaninya. Jevan menggelengkan kepalanya kecil seraya tersenyum saat teringat kejadian kemarin dimana laki-laki itu memaksa mereka untuk menemaninya menonton.Ryand berkata bahwa ia ada panggilan job untuk bernyanyi di kafe baru milik temannya. Sehingga ia tidak bisa
Saat ini Arlin sedang bersiap-siap untuk pergi ke FLAVS R&B concert bersama Jeffrey. Gadis itu tampak cantik mengenakan t-shirt berwarna abu-abu dengan dengan potret bunga mawar dipadu dengan rok pendek berwarna coklat yang terlihat pas di tubuhnya. Arlin tampak sangat senang karena hari ini ia akan dapat melihat idolanya secara langsung. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seraya tersenyum membayangkan konser yang akan ia datangi nanti.Saat gadis itu sedang membubuhkan pewarna bibir, nada dering ponselnya terdengar menandakan adanya telepon masuk. Lantas gadis itu segera menekan tombol berwarna hijau setelah melihat sekilas nama kontak si penelpon."Halo.