Hari ini adalah hari minggu. Sudah beberapa hari berlalu sejak perseteruan tidak jelas antara Arlin dan Jevan di kantin fakultas cowok itu. Saat ini, Arlin sedang bersiap pergi ke supermarket untuk belanja bulanan berhubung isi kulkasnya sudah mulai terlihat kosong. Arlin sudah siap dengan hoodie oversize berwarna putih dan legging hitamnya. Tak lupa rambutnya yang ia gerai dan bibirnya yang ia oleskan sedikit liptint agar terlihat segar.
Gadis itu berpikir sejenak, ia hendak menimbang-nimbang apakah dirinya harus menggunakan layanan ojek online atau mobilnya yang sudah hampir berdebu yang disimpan di basement apartemennya karena jarang gadis itu gunakan. Arlin memang terbilang jarang menggunakan mobilnya karena biasanya Jeffrey selalu mengantarnya kemanapun sejak kecelakaan yang menimpanya pada saat awal menjadi mahasiswa baru.
Saat itu, Arlin tanpa sengaja menabrak pohon besar di sekitar kampusnya karena tiba-tiba dikejutkan oleh sosok arwah menyeramkan yang muncul tepat di depan wajahnya saat menyetir. Arlin yang mendapatkan beberapa jahitan di dahinya itu hanya bisa menghela nafas saat sadar betapa konyolnya penyebab kecelakaan yang menimpanya. Sejak saat itulah Jeffrey selalu melarangnya untuk menyetir sendirian dan menawarkan tumpangan saat cowok itu senggang.
Tetapi saat ini, Arlin sepertinya tidak punya pilihan lain. Jika ia menggunakan layanan ojek atau taksi online pasti akan jauh lebih repot karena ia akan membawa banyak barang. Sopir taksi online pasti akan menurunkannya di lobi, yang mana itu akan sangat merepotkan dirinya, karena cewek itu harus membawa berkantong-kantong plastik sendirian dari lobi ke lift, dan jarak keduanya lumayan jauh. Tetapi, apabila Arlin menyetir mobilnya sendiri, maka gadis itu tidak perlu repot-repot membawa barangnya karena parkiran basement lantai tempat tinggalnya sangatlah dekat dengan pintu masuk dan lift yang bisa gadis itu gunakan.
Ah sudahlah. Sepertinya kali ini Arlin memang harus memberanikan dirinya. Mau sampai kapan ia harus mengandalkan ojek online dan Jeffrey untuk mengantarkan dirinya kemana saja. Akan ada saatnya cowok itu tidak bisa ada untuknya, seperti saat ini. Mulai sekarang, ia harus kembali membiasakan diri menyetir, pikirnya.
Gadis itu pun mengambil tasnya yang tergeletak di sofa, tak lupa memeriksa keberadaan dompet dan ponselnya. Arlin segera pergi ke arah pintu unit dan mengambil satu-satunya kunci mobil yang tersimpan di laci dekat pintu keluar. Setelahnya, cewek itu segera keluar dan berjalan menuju lift menuju basement.
Saat lift yang ditumpanginya sudah tiba di basement, Arlin segera berjalan ke arah mobilnya. Sejenak ia meringis kecil melihat kondisi mobilnya yang terparkir di pojok dekat tembok, mobilnya terlihat cukup berdebu akibat jarang digunakan. Sepertinya terakhir kali mobil itu dihidupkan adalah saat Jeffrey membawanya ke rumah sakit ketika dulu gadis itu tiba tiba keracunan karena meminum susu basi.
Arlin mencoba memasuki mobilnya dan perlahan menyalakan mesin mobil itu sambil merapalkan doa agar mobil yang telah ia naiki itu masih sehat walafiat dan bisa mengantarkannya dengan selamat ke supermarket. Saat mesin mobil itu sudah berhasil menyala, gadis itu diam-diam menghela nafas sambil mengucap syukur. Sekarang, Arlin hanya bisa berdoa semoga semua anggota tubuhnya masih lengkap saat ia tiba di supermarket. Termasuk berdoa agar para hantu yang kini telah menatapnya dari segala penjuru basement tidak mengikutinya dan mengganggunya ketika dalam perjalanan.
---
"Hm, gue perlu beli yang mana ya? Semuanya keliatannya enak."
Arlin kini sudah berada di dalam supermarket langganannya sambil mendorong troli. Setelah melalui perjalanan dari apartemennya ke supermarket yang penuh dengan rintangan itu. Gadis itu pun berhasil sampai di supermarket dengan selamat. Walaupun beberapa kali sempat olahraga jantung karena ada beberapa hantu yang mengikutinya dari basement. Lama kelamaan para hantu itu pergi sendiri karena kasihan terhadap Arlin yang baru pertama kali kembali menyetir mobil setelah kecelakaan yang menimpanya dahulu. Sudah Arlin bilang, harga dirinya memang sudah diobral diantara para arwah itu.
Saat ini ia tengah memilih rasa es krim apa yang akan ia beli. Karena bingung memilih antara rasa strawberry cheese cake dan cookies & cream, akhirnya cewek itu pun memutuskan untuk memasukkan kedua rasa es krim itu ke dalam trolinya.
"Arlin?"
Arlin sedikit melebarkan matanya melihat sosok yang ada di hadapannya sekarang. Gadis itu tidak menyangka bahwa setelah beberapa hari tidak bertemu dengan cowok ini, ia akan bertemu dengannya disini.
"Jeff?"
"Ngapain disini Lin?"
Arlin memutar matanya malas mendengar basa basi yang dilontarkan sahabatnya ini.
"Nonton topeng monyet." Jeff hanya terkekeh sambil mengusap rambut gadis itu sekilas.
"Lo ke sini sama siapa? Sen-"
"Je, kamu udah pernah coba kellogg's yang ini belum? Yang ini enak- oh hai Arlin! Gak nyangka bakal ketemu di sini!" Belum sempat Arlin menyelesaikan kalimatnya, tampak Lana datang dari persimpangan rak tempat sereal-sereal dengan membawa sekotak besar kellog's varian froot loops. Arlin mengerutkan dahinya sedikit sebelum berusaha menetralkan ekspresinya.
"Hai, Lan." ucap gadis itu singkat. Lana tersenyum ramah seraya memasukkan kotak sereal bergambar burung yang dipegangnya ke dalam troli di hadapan Jeffrey tanpa menunggu respon cowok itu. Mati-matian, Arlin menahan bibirnya yang ingin berteriak di hadapan Lana bahwa sebenarnya pacar cewek itu sangat tidak menyukai varian rasa buah-buahan dari brand sereal yang sudah mendunia itu.
'Jeffrey gak suka kellog's rasa froot loops.' Kalimat itu terus-terusan berputar di kepala Arlin membangkitkan memori saat beberapa saat lalu gadis itu dan Jeffrey iseng mencoba memakan varian rasa buah-buahan itu karena pada saat itu mereka tidak menemukan varian cookies & cream favorit mereka di supermarket. Alhasil saat sarapan bersama di apartemen Arlin, mereka berdua bergantian memuntahkan sereal itu dari mulut mereka dengan heboh. Akibat hal itu, mereka berdua memutuskan untuk selalu membeli sereal kellog's varian cookies & cream seperti yang selalu mereka beli setiap bulan.
Namun, saat sekarang melihat respon Jeffrey yang hanya terdiam saat melihat pacarnya memasukkan kotak sereal itu ke dalam troli-nya. Arlin jadi sadar betapa cowok itu sangat menyayangi Lana. Walaupun ekspresi Jeffrey terlihat sangat pahit saat ini, tapi cowok itu terlihat tidak berusaha membantah pacarnya. Arlin meringis dalam hati menahan perasaan aneh itu yang datang kembali.
"Wah, lagi belanja banyak ya Lin? Btw kamu kesini sama siapa?" ucap Lana memecah lamunan Arlin.
"Iya ini belanja bulanan, hehe."
"Ke sini sama siapa Lin? Sendirian ya? Aduh itu barang kamu banyak loh, yakin gak ribet nanti bawanya?" Arlin jadi heran, pacarnya Jeffrey ini sepertinya memang tipe yang suka nyerocos. Dan lagi, kelihatannya gadis di hadapannya ini memang sengaja ingin memberitahu semua orang yang kalau Arlin yang menyedihkan ini pergi ke sini sendirian mengingat gadis itu perlu mengulang pertanyaan yang sama dua kali. Entahlah, Arlin tidak tahu kenapa dirinya bisa sekesal ini sehingga berpikiran macam-macam pada cewek itu.
"Iya, sendirian. Gak ribet kok, gue kebetulan hari ini bawa mobil, jadi gampang."
"Lin? Lo nyetir sendiri? Astaga lo gimana sih, gue kan udah bilang jangan nyetir sendirian, bahaya buat lo. Lo gak pernah belajar dari masa lalu emang ya anaknya, udah gue bilang chat aja gue kalo mau pergi ke mana mana ck." ucap Jeffrey panjang lebar.
Lana sejenak menatap pacarnya yang sekarang ekspresinya seperti tengah menahan emosi. Sedangkan Arlin yang diomeli, hanya menghela nafas, sudah ia duga reaksi Jeffrey akan seperti ini. Tapi kan apa boleh buat, ia tidak bisa terus-terusan merepotkan Jeffrey apalagi saat ini cowok itu sedang menikmati waktu bersama pacarnya. Namun, seakan tidak tahu waktu dan tempat, Jeffrey dengan seenaknya mengeluarkan kekhawatirannya pada Arlin di hadapan pacarnya. Arlin kan jadi ketar ketir sendiri, sedikit takut kejadian di kafe bersama Lana kemarin terulang lagi dimana ia harus menerima sindiran halus dari gadis itu. Sekali lagi gadis itu tegaskan, Arlin tidak ingin merusak hubungan mereka.
"Gue gak apa-apa Jeff. Udah ah lo gak usah lebay. Buktinya gue udah nyampe di sini dengan selamat."
"Terus baliknya? Belum tentu lo bisa selamet juga kan? Lo nih emang batu ya Lin keknya. Kalo lo harus dijahit lagi kek dulu gimana? Gak kasian apa sama diri sendiri."
Lana yang mendengar perdebatan singkat mereka berdua hanya memandang Jeffrey dan Arlin bergantian sebelum mengeluarkan suara. "Udah sayang, kamu gak usah marahin Arlin dong. Kasian temen kamu."
Jeffrey tidak menanggapi Lana dan hanya memandang Arlin dengan tajam sebelum berkata. "Lo balik bareng gue. Tinggalin mobil lo disini, nanti gue suruh temen gue ambil mobil lo terus anter ke tempat lo.
"Loh Jeff, gak ah gak usah. Gue bisa sendiri. Gue bukan bayi, Jeff. Lagian kasian Lana kalo harus muter-muter nganter gue dulu."
"Lana, kamu keberatan gak kalo kita anter Arlin dulu ke apart dia?" Lana terdiam sejenak. Dalam hati, ia mengutuk Jeffrey yang bisa-bisanya terpikirkan untuk membuat keputusan seperti itu. Sebenarnya kalau mau jujur ya sudah pasti ia ingin berteriak bahwa dirinya tidak sudi satu mobil bersama sahabat pacarnya ini. Tapi, tidak mungkin kan dia mengeluarkan pendapatnya terang-terangan. Itu akan membuatnya terlihat jahat di hadapan Jeffrey.
"Bolehlah, gak apa apa kok Lin. Udah kamu ikut kita aja. Bener kata Jeje, biar nanti temen Jeje yang anter mobil kamu." ucap Lana seraya tersenyum lebar.
Arlin rasanya ingin sekali merobek bibir cewek di hadapannya, pasalnya Arlin sudah terlanjur tahu sifat cewek di hadapannya ini yang seperti serigala berbulu domba. Jadi saat mendengar ucapan Lana, ia bukannya merasa berterima kasih, malahan sekarang Arlin sedang berusaha sekeras mungkin agar emosinya yang sudah ada di ubun-ubun ini tidak terlihat.
"Nggak perlu kok sumpah, gue ada uru- JEVAN!"
Arlin yang hendak menyelesaikan kalimat untuk menolak ajakan dua sejoli itu tiba-tiba melihat seorang lelaki bertopi dengan kaos hitam dan ripped jeans sedang lewat di belakang Jeffrey dan Lana, cowok itu mendorong troli berisi bahan-bahan makanan dan beberapa kebutuhan rumah tangga. Saat melihat bahwa seseorang yang memanggilnya adalah cewek aneh atau bisa dibilang teman Haikal yang beberapa saat lalu baru saja mengajaknya berpacaran. Jevan melotot kaget dan tanpa tahu alasannya, rasanya tubuhnya otomatis ingin segera menghindar dari cewek aneh itu.
Namun, hanya perlu beberapa detik hingga Arlin bisa menyadari bahwa cowok itu adalah Jevan, kunci untuk kehidupan tenangnya. Sontak, gadis itu buru buru menghampiri Jevan sebelum cowok itu berhasil kabur dari hadapannya dan menepuk pundaknya keras, membuat cowok itu berjengit keras seraya mengelus pundaknya.
"JEVAN ASTAGA! GAK NYANGKA KETEMU DISINI! JADI GAK NANTI SORE KITA KE TEMPAT HAIKAL?" Arlin berteriak keras sambil menepuk nepuk pundak Jevan, ia sengaja mengeraskan suaranya agar Jeffrey dan Lana dapat mendengar suaranya.
Jevan yang masih kaget dan berusaha menghindari cewek itu kini makin dibuat kebingungan dengan apa yang dikatakan oleh cewek di hadapannya ini. "Hah? Tempat Haikal apaan?"
"MASA LO LUPA SIH PARAH! SURPRISE ULTAH HAIKAL VAN!"
"Ultah Haikal? Ultah Haikal kan masih la-"
Arlin buru buru membekap mulut Jevan dan mendekatkan bibirnya ke telinga Jevan seraya berbisik dengan suara yang sangat rendah, hingga berhasil membuat rambut di sekitar leher dan telinga Jevan berdiri.
"Please, tolongin gue sekali ini aja. Iyain aja apa yang gue bilang di depan cowok ini, ntar gue jelasin, ok?" Cowok itu hendak membuka mulutnya untuk membantah saat tiba tiba mendengar suara seseorang. "Arlin?"
"Oh iya Jeff. Ini Jevan temen gue. Kebetulan banget gue abis ini mau rayain ultah temen gue bareng dia. Jadi gue bakal balik sama dia ya, lo tenang aja, gue gak bakal nyetir kok."
Belum sempat Jeffrey menjawab, Arlin segera menambahkan, "Sumpah Jeff, lo gak usah lebay deh ya. Gue beneran gak nyetir ini, Jevan udah setuju buat nganterin gue balik sekalian ke party-nya Haikal, ya kan Van?"
Demi Tuhan, Jevan tidak tahu ia sedang berada di situasi macam apa sekarang. Situasi ini lebih terlihat seperti sinetron yang ditonton oleh pengasuh keponakannya di siang buta. Belum lagi, ya ampun cowok itu bahkan tidak sedekat itu dengan Arlin hingga mereka bisa saling membantu seperti ini. Kini Jevan menaruh perhatiannya pada laki-laki dan perempuan di hadapan Arlin. Laki-laki itu jelas-jelas saat ini tengah memandangnya seperti menilai. Tapi, entah mengapa, cowok ini terasa familiar dalam benak Jevan. Tapi Jevan lupa dimana ia bertemu dengan cowok itu.
Sejenak Jevan masih terdiam mengerutkan keningnya sambil menatap Arlin sebelum gadis itu segera menggerakkan bibirnya seolah berkata, 'cepet bilang iya'. Mau tidak mau Jevan menganggukkan kepalanya dengan tidak ikhlas menuruti perintah gadis di depannya.
Jeffrey terdiam sejenak, awalnya ia ingin bertanya siapa temannya yang berulang tahun yang tadi dimaksud Arlin. Karena seingat Jeffrey… Arlin tidak suka datang ke pesta dan gadis itu tidak mempunyai teman dekat kecuali dirinya dan Cherry. Apa mungkin dalam kurun waktu satu minggu ia tidak bersama gadis itu, tiba-tiba Arlin berhasil membuka dirinya dan mendapatkan beberapa teman baru? Apalagi, Jeffrey tidak yakin kalau Arlin mempunyai teman seperti laki-laki di hadapannya.
Ingin sekali Jeffrey melontarkan semua pertanyaan yang ada di kepalanya. Tetapi bila menilik dari situasi sekarang, akan terlihat aneh jika ia melakukannya sekarang di hadapan pacarnya dan juga 'teman' Arlin itu. Jadi, cowok itu akhirnya hanya menghela nafas dan mengangguk sebelum segera berpamitan dengan Arlin dan temannya karena Lana berkata mereka harus segera pulang karena ada yang harus gadis itu lakukan. Akhirnya Jeffrey meninggalkan Arlin bersama temannya. Tak lupa ia mengingatkan Arlin untuk segera mengirimkan pesan saat gadis itu sudah sampai di rumah agar tidak membuatnya khawatir dan juga mengucapkan terima kasih pada Jevan yang sudah mau mengantar Arlin, walaupun hanya ditanggapi oleh deheman singkat oleh cowok itu. Setelah itu, punggung Jeffrey benar benar berlalu dari hadapannya.
"Dasar, nyusahin."
TBC
"Dasar nyusahin."Arlin sontak berbalik menghadap asal suara untuk melihat bahwa sekarang Jevan sudah pergi mendorong troli-nya, meninggalkan Arlin yang masih melamun.Buru-buru gadis itu mengejar langkah Jevan, berusaha memposisikan troli-nya persis di samping troli cowok itu membuat mereka berdua berjalan bersisian. Wah! Kalau begini, sepertinya gadis itu memang sedang beruntung hari ini karena tanpa sengaja bertemu dengan 'kunci dari hidup tenangnya' yang sekarang sedang memilih semangka. Siapa yang sangka kalau ia dapat menjalankan misinya lebih cepat seperti ini. Tanpa ingin membuang kesempatan, Arlin pun mulai membuka topik obrolan dengan Jevan."Kata nenek gue, kalo pilih semangka yang manis tuh biasanya diketok ketok dulu tau, Van." Jevan hanya menoleh singkat
Tampak gadis dengan rambut panjang berwarna hitam pekat sedang turun dari motor pria berjaket hijau. Setelah mengucapkan terimakasih pada abang ojek online yang sudah mengantarkannya dengan selamat ke kampus, Arlin segera berbalik berjalan ke arah pintu masuk fakultasnya seraya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Semalam setelah Jeffrey mampir sebentar di apartemen gadis itu untuk mengecek kondisi Arlin, tak lama kemudian cowok itu pamit pulang karena jam dinding apartemen gadis itu sudah menunjukkan pukul satu malam. Karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat Arlin, Jeffrey pun pulang setelah berpamitan dan berhasil membuat cewek itu untuk berjanji agar tidak menyetir mobilnya sendirian lagi. Saat Arlin sedang berjalan di koridor fakultasnya, tiba-tiba pundak gadis itu dipukul kuat oleh seseorang di belakangnya. Saat gadis itu menoleh, mata Arlin otomatis membelalak saat menemukan seseorang yang
Kini Arlin dan anak laki-laki yang baru diketahui namanya Jean itu sedang duduk di Orion. Arlin memutuskan untuk membawa Jean ke Orion sambil menunggu keluarga anak kecil ini menjemputnya. Mereka duduk di dekat kaca yang mengarah ke tempat les Jean sehingga mereka dapat mengetahui jika keluarga anak ini menjemputnya.Jean sedang duduk di hadapan Arlin, anak kecil itu terlihat sangat semangat menjejalkan sepotong cheesecake ke mulutnya. Arlin terkekeh melihat anak yang baru berusia enam tahun itu. Tadi saat Arlin bertanya bagaimana anak itu bisa berada agak jauh dari tempat lesnya, Jean hanya berkata bahwa tadi ada badut tikus menyeramkan yang berjalan mendekatinya, otomatis anak itu panik ketakutan, Jean yang semulanya berdiri di depan tempat lesnya berjalan menjauh dari badut itu. Saat akhirnya badut tikus itu sudah menghilang dari pandangannya, Jean terlanjur panik saat ia sadar bahwa
"Lin! Lo mending buru deh siapin hati sama mental. Panjang umur banget ini. Padahal orangnya baru aja abis diomongin loh! Ini mah bener-bener definisi pucuk dicinta ulam pun tiba!" Arlin yang mendengar perkataan sahabatnya itu hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai tanda bahwa gadis itu tidak mengerti dengan ucapan yang baru saja dikatakan Cherry. Seketika Cherry menarik tangan Arlin dan membawa gadis itu ke arah pintu unit apartemennya untuk melihat sendiri siapa orang yang sedang bertandang ke rumahnya dimalam hari seperti ini. "Ah, udah cepet lo liat aja sendiri!" teriak Cherry seraya memelototkan matanya. Arlin yang masih menampilkan raut kebingungan hanya menuruti perkataan Cherry dan segera mengintip dari door-view untuk melihat orang yang berada dibalik pintu. Saat matanya berhasil menangkap bayangan seseorang yang sangat ia kenal, gadis itu segera berbalik ke arah Cherry dan
Setelah meletakkan nampan berisi minuman itu di atas meja ruang tamu, Arlin izin sejenak pergi ke kamarnya untuk mengganti baju yang hanya dibalas oleh deheman singkat oleh Cherry dan senyuman manis Lana. Sedangkan Jeffrey, laki-laki itu masih berdiri di counter dapur, masih menatap punggung Arlin yang menjauh dari sela-sela tembok.Di dalam kamarnya, Arlin duduk di meja rias, ia menatap pantulan dirinya di kaca, perlahan ia terisak lirih seraya meremas rambutnya. Arlin merasa dirinya bodoh sekali. Apa tadi yang ia katakan pada laki laki itu? Arlin tertawa lirih mengingat ucapannya beberapa saat lalu, baik-baik saja? Bagaimana bisa Arlin baik-baik saja jika laki-laki itu selalu menaruh perhatian berlebih padanya tetapi diwaktu yang bersamaan juga menjalin hubungan dengan perempuan lain. Tetapi apa boleh bua
Pagi ini, Arlin sedang bersiap untuk pergi ke kampus. Ia mengenakan kaos berwarna hitam dan jeans yang sangat pas dengan tubuhnya. Tak lupa, ia memakai cardigan abu-abu untuk menutupi membungkus tubuhnya. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Arlin pun pergi mengenakan ojek online kesayangannya. Semalam setelah Jeffrey dam Lana pulang, Cherry memaksanya untuk bercerita tentang apa yang dibicarakan oleh Lana tadi terkait Jevan, Arlin pun mau tak mau menceritakan semua kejadian yang terjadi akhir-akhir ini antara dirinya dan Jevan yang seketika ditanggapi oleh suara tawa menggelegar oleh sahabatnya itu. Tak lama kemudian Cherry pun pamit untuk segera pulang karena gadis itu sudah diteror oleh ibunya dan diancam akan diusir dari rumah bila belum juga pulang ke rumah dalam beberapa menit. Dan berujung Arlin kembali sendirian di apartemennya.Saat gadis itu sudah sampai di kampus, ia segera berjalan menuju ruangan kelas yang akan digunaka
Arlin seketika menoleh ke belakang dan menemukan Jevan yang tengah menyilangkan tangannya dan memandang Arlin dengan kening mengkerut."Jevan?""Lo dari tadi ngomong sama siapa sih? Temen halu lo?"Arlin yang masih dilanda kebingungan akibat kemunculan Jevan yang tiba-tiba di hadapannya hanya melongo seraya mengerjap-ngerjapkan matanya. Kemudian gadis itu menoleh ke arah arwah wanita yang tadi menahan Arlin agar tidak beranjak dari sana. Mata Arlin membulat saat melihat arwah itu sudah tidak ada disana. Lantas gadis itu kembali berbalik ke arah Jevan yang masih memandangnya aneh."Lo kenapa sih? Sakit ya lo?""Nggak Van, bukan gitu!" ucap Arlin seraya menggelengkan kepalanya yang hanya direspon Jevan dengan mengangkat salah satu alisnya."Gue punya alasan kena-, bukan! Gue pun
"Itu… pacarnya Arlin?"Nathan bersuara memecahkan keheningan di meja pojok kafetaria itu. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri untuk menunggu respon dari teman-temannya.Saat tiba-tiba muncul suara tawa dari perempuan yang sedang duduk di samping Haikal, keempat laki-laki yang ada di meja itu menaruh atensi mereka pada satu-satunya gadis disana."Untuk sekarang sih, belum ya." ucap Cherry santai sembari menyunggingkan senyumannya."Maksudnya apa tuh?" Nathan yang mendengar ucapan Cherry kini memperbaiki posisinya, menatap gadis itu penasaran. Sedangkan ketiga temannya yang lain memasang telinganya baik-baik untuk mendengar penuturan Cherry setelahnya."Mereka tuh… gimana ya… udah deket banget lah pokoknya. Dibilang sahabat juga kayaknya lebih dari sahabat, tapi dibilang pacar juga kayaknya bukan. Udah deket dari jaman maba mereka mah.""Oh
Sayup-sayup suara burung terdengar, gadis yang tengah berbaring di atas tempat tidur itu beberapa kali tampak mengernyit saat sinar matahari mulai menyilaukan matanya yang masih setengah terpejam. Arlin berguling ke sebelah kanan tempat tidur, berusaha meraba-raba jam kecil yang biasa diletakan di meja sebelah kanan tempat tidurnya masih dengan matanya yang terpejam. Kening gadis itu mengernyit saat telapak tangannya tidak menemukan apa yang ia cari. Perlahan Arlin membuka matanya, beberapa kali dia mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu. Kemudian mata gadis itu menyapu seluruh penjuru kamar yang jelas-jelas bukan kamar miliknya di apartemen.Mata gadis itu membulat beberapa saat, hampir saja Arlin berteriak histeris saat tiba-tiba ingatan semalam muncul di kepalanya. Oh astaga… gadis itu baru ingat kalau semalam dirinya menginap di rumah Jevan. Atau lebih tepatnya rumah kakak Jevan? Entahlah.Arlin lantas bangun dari posisi tidurnya dan segera beranj
Beberapa jam yang lalu… "Kamu… mau bantu saya?"Arlin mengangguk pelan, "Apa yang harus saya lakuin?""Kamu cuma perlu bawa foto janin dan ponsel saya ke orangtua saya. Itu satu-satunya cara supaya mereka bisa tau tentang kehamilan dan… kebenaran di balik kematian saya."Arlin mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca dan hatinya kian diliputi rasa bersalah dan juga prihatin terhadap wanita di hadapannya."Kamu yakin mau bantu saya?"Iya, saya bakal bantu mbak." ucap Arlin dengan mantap. Walaupun ada beberapa hal yang mengganjal di pikiran gadis itu terkait kebenaran di balik kematian wanita di depannya, tapi Arlin tak memedulikannya. 'Gue cuma harus fokus membantu wanita ini, pikirnya'."Sekarang dimana foto dan HP mbak itu?""Di rumah saya."Setelah itu Arlin segera pergi ke rumah itu dengan arwah wanita tadi yang menuntun jalan. Sesampai mereka di sana, Arlin mengerutkan keningnya melihat teras dan halaman rumah bernomor dua belas itu yang terlihat sangat kotor seperti sudah la
"Brengs*k!" Jevan seketika mendorong tubuh pria yang sedang berada di atas Arlin dan mencekik leher gadis itu. Tubuh pria itu otomatis terhuyung ke lantai. Kini Jevan sudah menduduki tubuh pria asing itu dan memberikannya berbagai pukulan di sekitar wajah dan rahangnya. Jevan seolah sudah gelap mata. Tadi saat ia baru saja memasuki kamar ini, matanya langsung menangkap pria ini sedang mencekik Arlin dan tubuhnya menimpa gadis. Jevan sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tapi entahlah instingnya seperti mengatakan untuk segera menyelamatkan gadis itu terlebih dahulu dari pada repot-repot meminta penjelasan pada mereka.Jevan terus-terusan memukul pria itu sampai tiba-tiba Arlin menarik jaketnya pelan seraya menggelengkan kepalanya, "Udah…." Tatapan nyalang di mata Jevan seketika berubah menjadi lebih lembut. Cowok itu menghela nafas kasar dan langsung bangun dari tubuh pria itu yang sudah habis ia pukuli. Kemudian Jevan menarik tangan Arlin dan segera pergi dari ru
Arlin baru saja keluar dari ruang kelas usai jadwal kelasnya hari ini selesai, tentunya bersama Cherry saat tiba-tiba Jeffrey menelfonnya. Buru-buru Arlin menelpon menekan tombol hijau pada layar ponselnya. Cherry yang berdiri di sampingnya menoleh ke arah gadis itu dan mengangkat satu alisnya. Namun, saat gadis itu melihat si kontak penelpon, Cherry menyeringai ke arah Arlin."Halo.""Aku udah nyampe." ucap laki-laki di seberang telepon."Aku?""Iya, aku-kamu. Emang kenapa? Kan kita harus latihan dulu biar kamu terbiasa." ucap Jeffrey
Sudah dua hari berlalu sejak kejadian dimana Jeffrey berhasil merebut ciuman pertamanya. Tentu saja hal itu berhasil membuat Arlin tidak bisa tertidur selama beberapa malam. Dan hari ini adalah hari keberangkatan Jeffrey ke kota tempat tinggal neneknya itu. Selain untuk menjenguk neneknya yang kabarnya sedang sakit, rencananya laki-laki itu juga akan menyelesaikan hubungannya dengan Lana secara langsung saat berada di sana.Saat ini Jeffrey sedang menyetir dan sedang berada dalam perjalanan ke kampus untuk mengantar Arlin yang kini duduk dengan tenang di sampingnya. Setelah beberapa kali beradu mulut perihal Jeffrey yang terus-terusan ngotot ingin mengantar Arlin untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin sebelum cowok itu berangkat ke Yogyakarta siang ini, akhirnya Arlin pun kalah karena tidak ingin berdeba
"JELAS MASALAH BUAT GUE YANG UDAH SEJAK LAMA SUKA SAMA LO." ucap cowok itu dengan keras, nafasnya terengah-engah."...dan gue tau… lo juga suka sama gue."Arlin membelalakan matanya terkejut. Sedetik kemudian, gadis itu merubah raut wajahnya dan memutar bola matanya malas. "Lo gila.""Iya, gue emang udah sinting.""Bisa-bisanya lo suka sama gue disaat lo aja masih punya Lana? Dan sekarang lo ngakuin perasaan lo? Lo egois banget.""Gue emang egois. Dari awal gue selalu pura-pura gak tau soal perasaan lo, sementara di saat yang sama gue selalu berada di deket lo dan pacaran sama cewek lain."Arlin terdiam mendengarkan penuturan cowok
Jevan sangat kesal saat telinganya sayup-sayup mendengar laki-laki di seberang telpon sana terus-terusan memarahi gadis di sampingnya yang padahal masih terlihat pucat dan shock akibat kejadian buruk yang menimpanya tadi. Ingin sekali rasanya Jevan berteriak ke arah si penelpon lalu berkata bahwa gadis di sebelahnya ini sedang tidak baik-baik saja dan menyuruhnya untuk sedikit lebih tenang dengan tidak memarahi gadis itu. Walaupun Jevan sama sekali tidak menyukai Arlin karena sifatnya yang akhir-akhir ini selalu mendekatinya dan membuatnya risih, namun sisi kemanusiaan cowok itu lebih mendominasi saat ini. "Kalo ngomong gak usah pake urat. Mending sekarang lo cepetan ke tempat cewek lo, kita ketemu di sana." Setelah berucap tajam pada lak
Jevan saat ini tengah berdiri di pojok belakang area konser FLAVS. Laki-laki itu menyilangkan tangannya dengan tubuh yang ia sandarkan di pagar pembatas besi yang berada di belakang area konser. Sesekali kepalanya bergerak seiring dengan irama lagu yang dinyanyikan seseorang di atas panggung sana.Laki-laki itu sendirian berada di sana bukan tanpa alasan. Jevan sudah beberapa kali berusaha mengajak ketiga temannya untuk menemani laki-laki itu menonton konser R&B yang mana sangat disukai oleh laki-laki itu. Namun, teman-temannya sangat pandai beralasan untuk menolak menemaninya. Jevan menggelengkan kepalanya kecil seraya tersenyum saat teringat kejadian kemarin dimana laki-laki itu memaksa mereka untuk menemaninya menonton.Ryand berkata bahwa ia ada panggilan job untuk bernyanyi di kafe baru milik temannya. Sehingga ia tidak bisa
Saat ini Arlin sedang bersiap-siap untuk pergi ke FLAVS R&B concert bersama Jeffrey. Gadis itu tampak cantik mengenakan t-shirt berwarna abu-abu dengan dengan potret bunga mawar dipadu dengan rok pendek berwarna coklat yang terlihat pas di tubuhnya. Arlin tampak sangat senang karena hari ini ia akan dapat melihat idolanya secara langsung. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seraya tersenyum membayangkan konser yang akan ia datangi nanti.Saat gadis itu sedang membubuhkan pewarna bibir, nada dering ponselnya terdengar menandakan adanya telepon masuk. Lantas gadis itu segera menekan tombol berwarna hijau setelah melihat sekilas nama kontak si penelpon."Halo.