"Dasar nyusahin."
Arlin sontak berbalik menghadap asal suara untuk melihat bahwa sekarang Jevan sudah pergi mendorong troli-nya, meninggalkan Arlin yang masih melamun.
Buru-buru gadis itu mengejar langkah Jevan, berusaha memposisikan troli-nya persis di samping troli cowok itu membuat mereka berdua berjalan bersisian. Wah! Kalau begini, sepertinya gadis itu memang sedang beruntung hari ini karena tanpa sengaja bertemu dengan 'kunci dari hidup tenangnya' yang sekarang sedang memilih semangka. Siapa yang sangka kalau ia dapat menjalankan misinya lebih cepat seperti ini. Tanpa ingin membuang kesempatan, Arlin pun mulai membuka topik obrolan dengan Jevan.
"Kata nenek gue, kalo pilih semangka yang manis tuh biasanya diketok ketok dulu tau, Van." Jevan hanya menoleh singkat pada Arlin sebelum kembali menaruh perhatian pada semangka di tangannya.
"Yang itu gak manis, Van. Garis ijonya kurang tua tuh. Coba deh lo am-"
"Gak nanya." Belum sempat Arlin menyelesaikan ucapannya, Jevan segera menyela ucapan gadis itu membuat si empu sekarang memberengut.
"Dih, gue kan niatnya mau bantu lo."
Sekali lagi, Jevan menoleh ke arah Arlin. Ia memperhatikan gadis itu dari atas hingga bawah seperti menilai. Setelah menghela nafas singkat, cowok itu bersuara. "Lo bisa gak sih jangan ganggu gue? Gue udah bantu lo dari cowok tadi. Terus sekarang mau lo apa?"
"Gue mau deket sama lo."ucap Arlin polos. Satu alis Jevan terangkat. Raut wajahnya yang kini telah berubah semakin dingin berhasil membuat nyali Arlin ciut.
"Gue gak tertarik sama lo."
Setelah mengucapkan hal itu, Jevan segera pergi dengan mendorong troli-nya, meninggalkan Arlin yang kini menatap pergerakkan cowok itu hingga punggungnya hilang di antara rak-rak tinggi.
Arlin menghela nafas sejenak, menetralkan emosinya. Yah, sudah ia duga memang akan jadi seperti ini. Tapi, mau tidak mau, Arlin sepertinya memang harus membuang semua urat malunya. Walaupun saat ini, ada sosok arwah pria dan wanita yang sedang cekikikan di pojok rak setelah melihat drama Arlin dan Jevan tadi.
Seketika gadis itu segera berlari mengejar Jevan sambil mendorong trolinya. Beberapa kali kepalanya mendongak celingak-celinguk mencari keberadaan cowok itu. Saat matanya berhasil menemukan sosok cowok bertopi hitam dengan hidung bangir yang sedang berhenti di rak susu, buru-buru gadis itu mengarahkan langkahnya ke arah sosok laki-laki itu seraya mendorong trolinya. Saat sudah sampai tepat di sebelah cowok itu, Arlin menepuk lengan Jevan, membuat cowok itu menoleh sambil mengangkat alisnya ke arah Arlin.
"Gue juga gak tertarik sama lo." ucap gadis itu.
"..tapi gue harus ada di deket lo, Van." lanjut Arlin. Jevan memandang Arlin aneh, cowok itu terlihat tidak memedulikan perkataan gadis itu dan segera berjalan sambil mendorong troli di hadapannya. Sebelum ia benar-benar beranjak dari sana, cowok itu melirik Arlin sekilas, "Trik lo basi."
Arlin sontak membelalakan matanya mendengar ucapan Jevan. Apa tadi cowok itu bilang? Triknya basi? Astaga, apa jangan - jangan cowok itu berpikir bahwa Arlin sangat menyukainya sampai berkata seperti itu. Oh astaga Arlin! Tentu saja Jevan bisa berakhir berpikir seperti itu, mengingat seluruh tingkah laku Arlin yang akhir akhir ini berubah seperti cabe-cabean.
"VAN! GUE KAYAK GINI ADA ALASANNYA!" teriak gadis itu.
Jevan yang mendengarnya tidak memperdulikan teriakan Arlin yang mengundang perhatian orang-orang di sekitarnya. Ibu-ibu yang sedang memilih yoghurt di rak sebelah menoleh ke arah mereka dengan tatapan penasaran. Berharap bisa mendapat tontonan gratis pertikaian anak muda seperti yang sering mereka tonton di acara katakan putus yang tayang di salah satu saluran televisi nasional.
Arlin buru-buru berlari dengan troli-nya ke arah Jevan, masih belum putus asa untuk membuat Jevan sedikit saja meliriknya dan berakhir mau berteman dengannya. Walaupun gadis itu sangat sadar apabila cara yang diterapkan gadis itu sedari awal sudah sangat salah.
"Van! Gue gak suka sama lo! Gue kayak gini tuh karena gue punya alasan yang belum bisa gue kasih tau sekarang!" Jevan yang sedang mengantri di kasir menoleh ke arah gadis yang dari tadi masih sibuk merecokinya. Tatapannya dingin dan terkesan tidak peduli.
"Alasan apa? Kalo lo suka sama gue?"
"Idih, pede banget! Pokoknya ada! Walaupun gue bilang alasannya, lo pasti gak bakal percaya!"
Jevan kali ini terlalu capek untuk meladeni cewek di depannya. Cowok itu hanya menatap lurus ke depan sambil memasukkan tangannya ke kantong celana. Tidak memedulikan Arlin yang menatap kesal pada cowok itu di sampingnya.
Saat Jevan sudah selesai membayar semua barangnya, cowok itu berjalan santai keluar meninggalkan Arlin yang masih berada di kasir, gadis itu terlihat kalang kabut memaksa si mbak kasir yang menangani barang barangnya untuk segera mempercepat pergerakannya yang sedang memasukkan berbagai barang belanjaan gadis itu agar ia bisa mengejar Jevan.
Gadis itu berlari kencang ke arah cowok bertopi yang kini telah berdiri di hadapan bagasi mobil hitam yang sedang terbuka. Seraya membawa dua kantong kresek di kedua tangannya, Arlin berdiri terengah - engah di samping Jevan yang terlihat tidak memedulikan keberadaan gadis itu.
"Van, gue ngerti sikap gue dari kemarin pasti bikin lu eneg sama gue. Tapi gue kayak gitu be-"
"Lo ternyata orangnya emang kayak gini ya?"
Belum sempat Arlin mengeluarkan semua kalimat yang berada di kepalanya, cowok memotong penjelasan Arlin yang kini malah membuat gadis itu mengerutkan keningnya.
"Hah maksud-?"
"Gak ngerti bahasa manusia, cerewet, ngotot, gak jelas, aneh."
"Denger ya, Arlin. Terserah lo mau ngomong apa, jujur, gue gak peduli. Gue gak peduli soal alasan lo itu. Pokoknya, gue cuma mau lo berhenti mempermalukan gue di depan umum kayak yang lo lakuin tadi dan juga di kantin kemarin."
"Lo harusnya bersyukur karena lo temen Haikal. Kalo lo bukan temen Haikal, pasti lo udah abis sekarang." lanjut cowok bertopi itu.
---
Arlin saat ini tengah mengetuk-ngetukkan kepalanya pada bantal sofa ruang tengah. Kalau dipikir pikir, sepertinya cewek itu memang sudah kelewatan. Pasalnya setiap bertemu dengan Jevan, tubuhnya seperti sudah teratur secara otomatis untuk segera mengejar-ngejar cowok itu dan berujung mempermalukan dirinya. Sepertinya tubuhnya ini sangat antusias atas misinya untuk membuat Jevan selalu berada di dekatnya sebagai kunci atas kehidupan 'tenang'-nya.
Saat ini bahkan ia belum berganti baju dan membereskan barang-barang hasil belanja bulanannya. Tadi sesampai Arlin di apartemennya, gadis itu langsung melemparkan tubuhnya ke atas sofa sambil meringis mengingat pertemuannya dengan Jevan.
Setelah Jevan mengatakan perkataan yang sangat menusuk itu, cowok itu lantas segera masuk ke dalam mobilnya dan berlalu meninggalkan Arlin di basement parkiran supermarket. Bahu Arlin yang sudah merosot semakin merosot akibat para arwah yang menertawakannya sejak saat Jevan memakinya sampai gadis itu masuk ke dalam mobilnya sendiri. Mungkin karena terlalu memikirkan perkataan cowok itu, Arlin jadi tidak terlalu memperdulikan usikan dari para hantu jelek itu. Membuat para arwah itu menyerah untuk mengganggunya.
"Gue tau sih, gue udah keterlaluan… tapi emang ada cara lain ya…?"
Arlin berucap lirih seraya memandangi ceiling apartemennya. Sepertinya ia memang harus segera mengubah caranya bersikap di sekitar cowok itu agar Jevan mau menerima keberadaannya.
Gadis yang sedari tadi merebahkan tubuhnya di atas sofa itu akhirnya berdiri, lantas pergi ke arah dapur untuk mengeluarkan semua barang belanjaannya. Setelah itu, ia masuk ke kamarnya dan segera kembali merebahkan tubuhnya secara tengkurap di atas tempat tidurnya, dan tidak lama kemudian, gadis itu berhasil memasuki alam mimpinya.
---
Arlin sedang berpelukkan dengan Oh Sehun di sebuah taman bunga saat tiba-tiba gadis itu mendengar nada dering pada ponselnya berbunyi membuat ia terbangun dari alam mimpinya. Sejenak gadis itu mengerang, mengutuk siapa saja yang berhasil membangunkan gadis itu dari mimpinya yang sangat indah.
Jeff is calling…
Saat melihat nama Jeffrey di log panggilan masuk itu, Arlin segera menekan tombol hijau pada ponselnya.
"Halo." ucapnya serak khas bangun tidur.
"Lo dari tadi kemana sih sampe gak bales chat gue?!" Arlin yang tiba tiba disembur seperti itu hanya berjengit sebentar sambil mengutuk cowok yang sedang menelponnya ini.
"Kenapa sih Jeff? Gue baru bangun ini."
"Lo dimana?!"
"Di apart lah! Mau dimana lagi."
"Kenapa dari tadi gak bales chat gue sih. Lo bikin gue khawatir tau gak." Ah Arlin lupa mengabari sahabatnya ini kalau ia sudah sampai dengan selamat di apartemennya.
"Oh sorry. Lupa… hehe. Tadi gue kecapekan pas pulang Jeff, jadi langsung ketiduran."
"Ck, kebiasaan."
"Buka pintunya." lanjut Jeffrey.
"Pintu.. apa?" sahut Arlin yang masih setengah sadar.
"Pintu apart lo."
"Ngapain?"
"Cepet buka, sebelum gue disangka maling sama tetangga lo." Arlin yang baru sadar akan perkataan Jeffrey segera membuka matanya dan buru-buru berlari ke arah pintu unitnya. Saking terburu buru-nya, lutut dan jari kelingking gadis itu sampai terantuk ujung meja ruang tengahnya membuat ia mengerang keras sebelum berjalan tertatih ke arah pintu apartemennya untuk membukakan pintu.
Setelah membukakan pintu, tanpa mengatakan apapun pada Jeffrey, gadis itu membalikan badannya berjalan tertatih ke arah sofa.
"Lo kenapa?" tanya Jeffrey setelah melihat sahabatnya itu berjalan dengan aneh.
"Kepentok meja tadi… pas mau bukain lo pintu."
Tanpa bicara sepatah kata, Jeffrey segera berjalan ke arah Arlin dan berlutut di depan sofa single yang ditempati gadis itu. Cowok itu segera membawa kaki Arlin ke atas tumpuan kakinya setelah menaruh beberapa kantong plastik yang ia bawa di atas meja dekat sofa. Sesekali ia menekan lutut cewek itu perlahan membuat sang empu memukul lengannya.
"Sakit Jeff! Jangan ditekan dong!"
"Lo se-excited itu ya pas tau gue dateng? Makanya sampe bisa kepentok kek gini." ucap Jeff sambil berdiri dan berjalan ke arah dapur untuk mencari laci tempat gadis itu selalu meletakan kotak P3K dan keperluan kesehatan lainnya.
"Yeu, Pede banget. Gue baru aja bangun tidur! Jadinya masih setengah ngantuk."
Jeffrey yang saat ini tengah mengoleskan krim pereda rasa sakit tak menanggapi perkataan Arlin. Beberapa saat, situasi di sekitar mereka dilanda keheningan, mereka berdua seakan berfokus pada pikiran masing-masing sebelum si laki-laki kemudian memecah keheningan.
"Gimana tadi?" tanya Jeffrey.
"Tadi apanya? Tidur gue?"
"Pesta temen lo."
"Pesta apaan. Lo ngelindur ya?"
Jeffrey seketika menyentil pelan dahi gadis itu membuat Arlin meringis sambil memegang dahinya dan disusul oleh protes dari gadis itu.
"Lo yang ngelindur. Tadi katanya mau ke pesta Haikal?"
Sontak Arlin segera melotot kaget, lupa akan kebohongannya yang tadi tanpa sadar ia lontarkan saat di supermarket. Duh dalam hati gadis itu sudah merutuki dirinya sendiri yang bisa bisanya melupakan hal itu.
"O-oh pesta Haikal! Iya tadi gue kesana." jawabnya antusias. Malah kini terlihat kelewat antusias yang justru membuat Jeffrey mengangkat satu alisnya.
"Emang pestanya dimana sih?" kali ini Jeffrey bertanya.
"Di… di rumahnya Haikal! Sebenernya itu bukan pesta sih Jeff, itu kayak surprise gitu! Jadi, kita pada surprise-in Haikal di rumahnya. Terus abis itu mamanya Haikal traktir kita pizza deh! Makanya gue gak mudeng pas lo nanya soal pesta, hehe."
Wah Arlin sepertinya memang punya bakat berbohong yang handal. Dalam hati, gadis itu memuji dirinya sendiri.
"Oh yaudah." ucap laki laki itu merespon lalu beranjak ke arah wastafel di dapur Arlin untuk mencuci tangannya setelah selesai mengobati luka gadis itu.
"Tuh tadi gue lewat mcd, gue beliin mcspicy kesukaan lo." Sontak langsung saja Arlin memekik senang dan membuka kantong plastik di hadapannya. Setelah berhasil menemukan burger ayam pedas dari gerai kesukaannya itu, ia segera melahapnya dan sesekali mencomot kentang yang ada di hadapannya.
Saat Jeffrey telah berhasil mendudukan diri di sebelah Arlin, cowok itu duduk memperhatikan gadis di sampingnya yang kini terlihat seperti gelandangan yang belum makan selama beberapa hari.
"Pelan pelan dong makannya, gak ada yang bakal ambil punya lo." ucap laki laki itu.
"Btw, lo ngapain kesini malem malem gini? Si Lana mana?" tanya Arlin setelah berhasil menelan semua burger di tangannya. Jeffrey yang memperhatikan kecepatan gadis itu saat makan sedari tadi hanya menggeleng gelengkan kepalanya seraya tersenyum kecil.
"Ya ngecekin lo lah. Lagian lo gak ngabarin gue, terus gak bales chat gue, ya mana bisa gue gak khawatir."
"Kalo tadi lo gak masih gak angkat telfon gue, rencananya gue mau nyari si Jevan atau Haikal buat nanyain keberadaan lo."
Arlin yang sedang meminum cola-nya sontak tersedak mendengar perkataan Jeffrey. Buru-buru Jeffrey mengelus punggung gadis itu dan mengambilkan tisu dan memberikan pada Arlin.
"Pelan pelan Lin. Gak ada yang ambil minuman lo."
"Lo gak ngehubungin Jevan sama Haikal kan? Bentar… tapi kok lo bisa tau namanya Jevan?!" ucap Arlin tak mempedulikan perkataan Jeffrey.
"Ya kan lo yang ngasih tau gue." Ah iya! Bodoh sekali Arlin.
"Tapi lo gak ada chat Haikal kan, Jeff? Dia tadi katanya mau pergi ke rumah tantenya abis makan-makan! Ada masalah urgent gitu katanya, lo gak ada ganggu dia kan? Takutnya lo malah ngerecokin dia cuma gara-gara gue." ucap Arlin buru-buru, berusaha menetralkan wajahnya agar tidak memancing kecurigaan Jeffrey. Bisa gawat kalau laki-laki di hadapannya ini menghubungi Haikal dan mengetahui jika Arlin membohonginya.
"Tadi gak jadi sih, karena lo langsung angkat call gue." ucap Jeffrey santai membuat gadis di hadapannya menghela nafas lega. Jeffrey memang cukup mengenal Haikal karena dulu ia menjadi kakak pembimbing kelompok Arlin dan Haikal saat ospek fakultas.
"Udahlah, lagian gue kan sekarang aman aman aja. Terus itu si Lana lo tinggalin?! Kalo dia salah paham sama gue gimana coba gara-gara lo dateng ke apart gue malem malem gini?!"
"Lana lagi nginep di rumah temen SMA-nya yang di Kuningan. Lagian Lana juga gak mungkin salah paham kok, dia bukan cewek kayak gitu." ucapan Jeffrey barusan berhasil membuat mood Arlin turun. Apa tadi barusan? Lana bukan gadis seperti itu? Rasanya sekarang Arlin ingin menjambak rambut Jeffrey sambil berteriak di telinganya kalau pacar kesayangannya itu sudah beberapa kali menyindirnya dan mengibarkan bendera perang padanya secara tidak langsung. Tapi ya, tentu saja dia tidak melancarkan rencana yang ingin sekali ia lakukan itu. Ia masih ingin Jeffrey mempunyai hubungan baik dengan Lana meskipun hal itu sebenarnya menyakitinya.
TBC
Tampak gadis dengan rambut panjang berwarna hitam pekat sedang turun dari motor pria berjaket hijau. Setelah mengucapkan terimakasih pada abang ojek online yang sudah mengantarkannya dengan selamat ke kampus, Arlin segera berbalik berjalan ke arah pintu masuk fakultasnya seraya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Semalam setelah Jeffrey mampir sebentar di apartemen gadis itu untuk mengecek kondisi Arlin, tak lama kemudian cowok itu pamit pulang karena jam dinding apartemen gadis itu sudah menunjukkan pukul satu malam. Karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat Arlin, Jeffrey pun pulang setelah berpamitan dan berhasil membuat cewek itu untuk berjanji agar tidak menyetir mobilnya sendirian lagi. Saat Arlin sedang berjalan di koridor fakultasnya, tiba-tiba pundak gadis itu dipukul kuat oleh seseorang di belakangnya. Saat gadis itu menoleh, mata Arlin otomatis membelalak saat menemukan seseorang yang
Kini Arlin dan anak laki-laki yang baru diketahui namanya Jean itu sedang duduk di Orion. Arlin memutuskan untuk membawa Jean ke Orion sambil menunggu keluarga anak kecil ini menjemputnya. Mereka duduk di dekat kaca yang mengarah ke tempat les Jean sehingga mereka dapat mengetahui jika keluarga anak ini menjemputnya.Jean sedang duduk di hadapan Arlin, anak kecil itu terlihat sangat semangat menjejalkan sepotong cheesecake ke mulutnya. Arlin terkekeh melihat anak yang baru berusia enam tahun itu. Tadi saat Arlin bertanya bagaimana anak itu bisa berada agak jauh dari tempat lesnya, Jean hanya berkata bahwa tadi ada badut tikus menyeramkan yang berjalan mendekatinya, otomatis anak itu panik ketakutan, Jean yang semulanya berdiri di depan tempat lesnya berjalan menjauh dari badut itu. Saat akhirnya badut tikus itu sudah menghilang dari pandangannya, Jean terlanjur panik saat ia sadar bahwa
"Lin! Lo mending buru deh siapin hati sama mental. Panjang umur banget ini. Padahal orangnya baru aja abis diomongin loh! Ini mah bener-bener definisi pucuk dicinta ulam pun tiba!" Arlin yang mendengar perkataan sahabatnya itu hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai tanda bahwa gadis itu tidak mengerti dengan ucapan yang baru saja dikatakan Cherry. Seketika Cherry menarik tangan Arlin dan membawa gadis itu ke arah pintu unit apartemennya untuk melihat sendiri siapa orang yang sedang bertandang ke rumahnya dimalam hari seperti ini. "Ah, udah cepet lo liat aja sendiri!" teriak Cherry seraya memelototkan matanya. Arlin yang masih menampilkan raut kebingungan hanya menuruti perkataan Cherry dan segera mengintip dari door-view untuk melihat orang yang berada dibalik pintu. Saat matanya berhasil menangkap bayangan seseorang yang sangat ia kenal, gadis itu segera berbalik ke arah Cherry dan
Setelah meletakkan nampan berisi minuman itu di atas meja ruang tamu, Arlin izin sejenak pergi ke kamarnya untuk mengganti baju yang hanya dibalas oleh deheman singkat oleh Cherry dan senyuman manis Lana. Sedangkan Jeffrey, laki-laki itu masih berdiri di counter dapur, masih menatap punggung Arlin yang menjauh dari sela-sela tembok.Di dalam kamarnya, Arlin duduk di meja rias, ia menatap pantulan dirinya di kaca, perlahan ia terisak lirih seraya meremas rambutnya. Arlin merasa dirinya bodoh sekali. Apa tadi yang ia katakan pada laki laki itu? Arlin tertawa lirih mengingat ucapannya beberapa saat lalu, baik-baik saja? Bagaimana bisa Arlin baik-baik saja jika laki-laki itu selalu menaruh perhatian berlebih padanya tetapi diwaktu yang bersamaan juga menjalin hubungan dengan perempuan lain. Tetapi apa boleh bua
Pagi ini, Arlin sedang bersiap untuk pergi ke kampus. Ia mengenakan kaos berwarna hitam dan jeans yang sangat pas dengan tubuhnya. Tak lupa, ia memakai cardigan abu-abu untuk menutupi membungkus tubuhnya. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Arlin pun pergi mengenakan ojek online kesayangannya. Semalam setelah Jeffrey dam Lana pulang, Cherry memaksanya untuk bercerita tentang apa yang dibicarakan oleh Lana tadi terkait Jevan, Arlin pun mau tak mau menceritakan semua kejadian yang terjadi akhir-akhir ini antara dirinya dan Jevan yang seketika ditanggapi oleh suara tawa menggelegar oleh sahabatnya itu. Tak lama kemudian Cherry pun pamit untuk segera pulang karena gadis itu sudah diteror oleh ibunya dan diancam akan diusir dari rumah bila belum juga pulang ke rumah dalam beberapa menit. Dan berujung Arlin kembali sendirian di apartemennya.Saat gadis itu sudah sampai di kampus, ia segera berjalan menuju ruangan kelas yang akan digunaka
Arlin seketika menoleh ke belakang dan menemukan Jevan yang tengah menyilangkan tangannya dan memandang Arlin dengan kening mengkerut."Jevan?""Lo dari tadi ngomong sama siapa sih? Temen halu lo?"Arlin yang masih dilanda kebingungan akibat kemunculan Jevan yang tiba-tiba di hadapannya hanya melongo seraya mengerjap-ngerjapkan matanya. Kemudian gadis itu menoleh ke arah arwah wanita yang tadi menahan Arlin agar tidak beranjak dari sana. Mata Arlin membulat saat melihat arwah itu sudah tidak ada disana. Lantas gadis itu kembali berbalik ke arah Jevan yang masih memandangnya aneh."Lo kenapa sih? Sakit ya lo?""Nggak Van, bukan gitu!" ucap Arlin seraya menggelengkan kepalanya yang hanya direspon Jevan dengan mengangkat salah satu alisnya."Gue punya alasan kena-, bukan! Gue pun
"Itu… pacarnya Arlin?"Nathan bersuara memecahkan keheningan di meja pojok kafetaria itu. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri untuk menunggu respon dari teman-temannya.Saat tiba-tiba muncul suara tawa dari perempuan yang sedang duduk di samping Haikal, keempat laki-laki yang ada di meja itu menaruh atensi mereka pada satu-satunya gadis disana."Untuk sekarang sih, belum ya." ucap Cherry santai sembari menyunggingkan senyumannya."Maksudnya apa tuh?" Nathan yang mendengar ucapan Cherry kini memperbaiki posisinya, menatap gadis itu penasaran. Sedangkan ketiga temannya yang lain memasang telinganya baik-baik untuk mendengar penuturan Cherry setelahnya."Mereka tuh… gimana ya… udah deket banget lah pokoknya. Dibilang sahabat juga kayaknya lebih dari sahabat, tapi dibilang pacar juga kayaknya bukan. Udah deket dari jaman maba mereka mah.""Oh
Saat ini Arlin sedang bersiap-siap untuk pergi ke FLAVS R&B concert bersama Jeffrey. Gadis itu tampak cantik mengenakan t-shirt berwarna abu-abu dengan dengan potret bunga mawar dipadu dengan rok pendek berwarna coklat yang terlihat pas di tubuhnya. Arlin tampak sangat senang karena hari ini ia akan dapat melihat idolanya secara langsung. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seraya tersenyum membayangkan konser yang akan ia datangi nanti.Saat gadis itu sedang membubuhkan pewarna bibir, nada dering ponselnya terdengar menandakan adanya telepon masuk. Lantas gadis itu segera menekan tombol berwarna hijau setelah melihat sekilas nama kontak si penelpon."Halo.
Sayup-sayup suara burung terdengar, gadis yang tengah berbaring di atas tempat tidur itu beberapa kali tampak mengernyit saat sinar matahari mulai menyilaukan matanya yang masih setengah terpejam. Arlin berguling ke sebelah kanan tempat tidur, berusaha meraba-raba jam kecil yang biasa diletakan di meja sebelah kanan tempat tidurnya masih dengan matanya yang terpejam. Kening gadis itu mengernyit saat telapak tangannya tidak menemukan apa yang ia cari. Perlahan Arlin membuka matanya, beberapa kali dia mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu. Kemudian mata gadis itu menyapu seluruh penjuru kamar yang jelas-jelas bukan kamar miliknya di apartemen.Mata gadis itu membulat beberapa saat, hampir saja Arlin berteriak histeris saat tiba-tiba ingatan semalam muncul di kepalanya. Oh astaga… gadis itu baru ingat kalau semalam dirinya menginap di rumah Jevan. Atau lebih tepatnya rumah kakak Jevan? Entahlah.Arlin lantas bangun dari posisi tidurnya dan segera beranj
Beberapa jam yang lalu… "Kamu… mau bantu saya?"Arlin mengangguk pelan, "Apa yang harus saya lakuin?""Kamu cuma perlu bawa foto janin dan ponsel saya ke orangtua saya. Itu satu-satunya cara supaya mereka bisa tau tentang kehamilan dan… kebenaran di balik kematian saya."Arlin mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca dan hatinya kian diliputi rasa bersalah dan juga prihatin terhadap wanita di hadapannya."Kamu yakin mau bantu saya?"Iya, saya bakal bantu mbak." ucap Arlin dengan mantap. Walaupun ada beberapa hal yang mengganjal di pikiran gadis itu terkait kebenaran di balik kematian wanita di depannya, tapi Arlin tak memedulikannya. 'Gue cuma harus fokus membantu wanita ini, pikirnya'."Sekarang dimana foto dan HP mbak itu?""Di rumah saya."Setelah itu Arlin segera pergi ke rumah itu dengan arwah wanita tadi yang menuntun jalan. Sesampai mereka di sana, Arlin mengerutkan keningnya melihat teras dan halaman rumah bernomor dua belas itu yang terlihat sangat kotor seperti sudah la
"Brengs*k!" Jevan seketika mendorong tubuh pria yang sedang berada di atas Arlin dan mencekik leher gadis itu. Tubuh pria itu otomatis terhuyung ke lantai. Kini Jevan sudah menduduki tubuh pria asing itu dan memberikannya berbagai pukulan di sekitar wajah dan rahangnya. Jevan seolah sudah gelap mata. Tadi saat ia baru saja memasuki kamar ini, matanya langsung menangkap pria ini sedang mencekik Arlin dan tubuhnya menimpa gadis. Jevan sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tapi entahlah instingnya seperti mengatakan untuk segera menyelamatkan gadis itu terlebih dahulu dari pada repot-repot meminta penjelasan pada mereka.Jevan terus-terusan memukul pria itu sampai tiba-tiba Arlin menarik jaketnya pelan seraya menggelengkan kepalanya, "Udah…." Tatapan nyalang di mata Jevan seketika berubah menjadi lebih lembut. Cowok itu menghela nafas kasar dan langsung bangun dari tubuh pria itu yang sudah habis ia pukuli. Kemudian Jevan menarik tangan Arlin dan segera pergi dari ru
Arlin baru saja keluar dari ruang kelas usai jadwal kelasnya hari ini selesai, tentunya bersama Cherry saat tiba-tiba Jeffrey menelfonnya. Buru-buru Arlin menelpon menekan tombol hijau pada layar ponselnya. Cherry yang berdiri di sampingnya menoleh ke arah gadis itu dan mengangkat satu alisnya. Namun, saat gadis itu melihat si kontak penelpon, Cherry menyeringai ke arah Arlin."Halo.""Aku udah nyampe." ucap laki-laki di seberang telepon."Aku?""Iya, aku-kamu. Emang kenapa? Kan kita harus latihan dulu biar kamu terbiasa." ucap Jeffrey
Sudah dua hari berlalu sejak kejadian dimana Jeffrey berhasil merebut ciuman pertamanya. Tentu saja hal itu berhasil membuat Arlin tidak bisa tertidur selama beberapa malam. Dan hari ini adalah hari keberangkatan Jeffrey ke kota tempat tinggal neneknya itu. Selain untuk menjenguk neneknya yang kabarnya sedang sakit, rencananya laki-laki itu juga akan menyelesaikan hubungannya dengan Lana secara langsung saat berada di sana.Saat ini Jeffrey sedang menyetir dan sedang berada dalam perjalanan ke kampus untuk mengantar Arlin yang kini duduk dengan tenang di sampingnya. Setelah beberapa kali beradu mulut perihal Jeffrey yang terus-terusan ngotot ingin mengantar Arlin untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin sebelum cowok itu berangkat ke Yogyakarta siang ini, akhirnya Arlin pun kalah karena tidak ingin berdeba
"JELAS MASALAH BUAT GUE YANG UDAH SEJAK LAMA SUKA SAMA LO." ucap cowok itu dengan keras, nafasnya terengah-engah."...dan gue tau… lo juga suka sama gue."Arlin membelalakan matanya terkejut. Sedetik kemudian, gadis itu merubah raut wajahnya dan memutar bola matanya malas. "Lo gila.""Iya, gue emang udah sinting.""Bisa-bisanya lo suka sama gue disaat lo aja masih punya Lana? Dan sekarang lo ngakuin perasaan lo? Lo egois banget.""Gue emang egois. Dari awal gue selalu pura-pura gak tau soal perasaan lo, sementara di saat yang sama gue selalu berada di deket lo dan pacaran sama cewek lain."Arlin terdiam mendengarkan penuturan cowok
Jevan sangat kesal saat telinganya sayup-sayup mendengar laki-laki di seberang telpon sana terus-terusan memarahi gadis di sampingnya yang padahal masih terlihat pucat dan shock akibat kejadian buruk yang menimpanya tadi. Ingin sekali rasanya Jevan berteriak ke arah si penelpon lalu berkata bahwa gadis di sebelahnya ini sedang tidak baik-baik saja dan menyuruhnya untuk sedikit lebih tenang dengan tidak memarahi gadis itu. Walaupun Jevan sama sekali tidak menyukai Arlin karena sifatnya yang akhir-akhir ini selalu mendekatinya dan membuatnya risih, namun sisi kemanusiaan cowok itu lebih mendominasi saat ini. "Kalo ngomong gak usah pake urat. Mending sekarang lo cepetan ke tempat cewek lo, kita ketemu di sana." Setelah berucap tajam pada lak
Jevan saat ini tengah berdiri di pojok belakang area konser FLAVS. Laki-laki itu menyilangkan tangannya dengan tubuh yang ia sandarkan di pagar pembatas besi yang berada di belakang area konser. Sesekali kepalanya bergerak seiring dengan irama lagu yang dinyanyikan seseorang di atas panggung sana.Laki-laki itu sendirian berada di sana bukan tanpa alasan. Jevan sudah beberapa kali berusaha mengajak ketiga temannya untuk menemani laki-laki itu menonton konser R&B yang mana sangat disukai oleh laki-laki itu. Namun, teman-temannya sangat pandai beralasan untuk menolak menemaninya. Jevan menggelengkan kepalanya kecil seraya tersenyum saat teringat kejadian kemarin dimana laki-laki itu memaksa mereka untuk menemaninya menonton.Ryand berkata bahwa ia ada panggilan job untuk bernyanyi di kafe baru milik temannya. Sehingga ia tidak bisa
Saat ini Arlin sedang bersiap-siap untuk pergi ke FLAVS R&B concert bersama Jeffrey. Gadis itu tampak cantik mengenakan t-shirt berwarna abu-abu dengan dengan potret bunga mawar dipadu dengan rok pendek berwarna coklat yang terlihat pas di tubuhnya. Arlin tampak sangat senang karena hari ini ia akan dapat melihat idolanya secara langsung. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seraya tersenyum membayangkan konser yang akan ia datangi nanti.Saat gadis itu sedang membubuhkan pewarna bibir, nada dering ponselnya terdengar menandakan adanya telepon masuk. Lantas gadis itu segera menekan tombol berwarna hijau setelah melihat sekilas nama kontak si penelpon."Halo.