Share

9. Jean

Author: reidaline
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tampak gadis dengan rambut panjang berwarna hitam pekat sedang turun dari motor pria berjaket hijau. Setelah mengucapkan terimakasih pada abang ojek online yang sudah mengantarkannya dengan selamat ke kampus, Arlin segera berbalik berjalan ke arah pintu masuk fakultasnya seraya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

Semalam setelah Jeffrey mampir sebentar di apartemen gadis itu untuk mengecek kondisi Arlin, tak lama kemudian cowok itu pamit pulang karena jam dinding apartemen gadis itu sudah menunjukkan pukul satu malam. Karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat Arlin, Jeffrey pun pulang setelah berpamitan dan berhasil membuat cewek itu untuk berjanji agar tidak menyetir mobilnya sendirian lagi.

Saat Arlin sedang berjalan di koridor fakultasnya, tiba-tiba pundak gadis itu dipukul kuat oleh seseorang di belakangnya. Saat gadis itu menoleh, mata Arlin otomatis membelalak saat menemukan seseorang yang sejak beberapa hari ini menghilang.

"ASTAGA CHERRY! GUE PIKIR SIAPA!"

Arlin berteriak seraya memukul kembali lengan perempuan di hadapannya yang kini sedang terkekeh tak bersalah.

Cherry yang berdiri di hadapannya hanya mengerling jahil pada sahabatnya seraya sesekali mencubit perut Arlin dengan pelan. Perempuan itu terlihat cantik dengan tubuhnya yang tinggi dan rambutnya yang dicat dengan warna ash brown. 

"Lagian bisa-bisanya lo jalan sambil bengong! Ya gue taboklah biar gak kesurupan."

"Sebelum gue kesurupan, gue buat lo kesurupan arwah belalang sembah duluan." ucap Arlin sambil lanjut berjalan ke arah kelas mereka yang sudah dijadwalkan untuk pagi ini. Cherry yang mendengar perkataan sahabatnya itu hanya terkekeh sambil merangkul pundak Arlin yang tingginya sedikit lebih pedek dari gadis itu.

"Gue masih marah ya sama lo. Gak usah pegang pegang hushhush."

"Yailah Lin, lo tau sendiri muka gue kalo lagi sakit jeleknya kayak apa. Gue gak mau lah muka gue yang lagi jelek banget gitu dilihat orang." Arlin mengangkat alisnya sejenak mendengar perkataan sahabatnya, jelas jelas tidak terima.

"Orang? Lo tuh ya emang! Duh, gue sampe bingung mau ngomong apa! Masa cuma gara-gara muka lo lagi jelek, lo gak mau gue jenguk. Lagian itu gak kayak gue bakal foto muka jelek lo terus nyebarin aib lo ke grup angkatan kan! Dari kemaren gue khawatir banget tau gak. Lo gak masuk beberapa hari terus pas gue tanya enteng banget lo bilang lo lagi sakit! Kenapa gak bilang-bilang juga! Mana lo gak ngasih ijin gue buat jenguk. Gue tuh beneran sahabat lo apa bukan si Cherr?! Heran deh gue, elah!"

Cherry yang dicecar seperti itu menutup matanya sejenak seraya mengulum senyum mendengar cecaran sahabatnya itu. "Iya, sorry ya Arlin yang paling cakep. Sekarang, sebagai permintaan maaf dari Cherry yang cantik ini, nanti kelar kelas gue jajanin cilor deh. Gimana?"

Arlin yang ditawari makanan kesukaannya itu seketika berteriak kesenangan dalam hati. Tapi tentu saja, raut wajahnya masih merenggut jual mahal terhadap tawaran sahabatnya itu. Walaupun di dalam kepalanya, ia sudah membayangkan seberapa kenyalnya makanan yang terbuat dari aci dan telur itu berada di dalam lidahnya.

Karena Arlin tak kunjung menjawab, Cherry mencebikkan bibirnya, mengetahui trik kotor sahabatnya itu. "Cilor plus cheesecake kesukaan lo di orion deh."

Mendengar ucapan Cherry, Arlin sontak menolehkan kepalanya dengan wajah puas dan mata berbinar seraya meraih tangan kanan sahabatnya itu untuk mengajaknya bersalaman.

"Deal."

"Kampret."

---

"Sumpah Bu Gina kenapa harus ngasih kita tugas kayak gitu sih. Mana banyak banget lagi tugasnya. Padahal gue baru sembuh loh! Duh, langsung cenat cenut otak gue."

Baru saja Arlin dan Cherry keluar dari kelasnya, sahabat satu satunya Arlin itu segera mengeluarkan protesnya di hadapan Arlin. 

"Harus buru buru kita kelarin sih ini. Besok pasti Pak Rendra ngasih tugas lagi." ucap Arlin.

"Kerjain bareng yuk Lin. Kepala gue udah cenat-cenut."

"Yuklah, mau dimana?"

"Orion aja kali ya ntar sore. Soalnya abis ini gue mesti nganter nyokap gue ke rumah temennya. Sekalian kita beli cheesecake buat lo."

Seketika Arlin langsung tersenyum sumringah mendengar kalimat terakhir yang dikatakan sahabatnya itu. Kepalanya mengangguk-ngangguk bersemangat seperti anak anjing, menghadap Cherry yang kini hanya memutar bolanya malas karena sudah terbiasa dengan tingkah laku sahabatnya ini.

"Oke kalo gitu sekarang kita beli cilor lo dulu." Mereka pun berjalan ke arah warung kecil yang terletak di samping gedung kampus mereka yang merupakan tempat langganan Arlin membeli cilor. 

Saat di tengah perjalanan, seperti biasa Arlin sesekali dijahili oleh para arwah yang berada di sekitar sana. Mereka sangat suka dengan keberadaan Arlin karena gadis itu cenderung kerap kali ketakutan saat dijahili mereka tanpa mereka harus mengeluarkan energi yang besar, dikarenakan Arlin yang memang bisa melihat mereka tidak seperti manusia biasa lainnya, hal itu tentu saja membuat para hantu itu dengan mudah dapat menyerap energi negatif yang keluar dari tubuh Arlin dan mengumpulkan kekuatannya untuk mengganggu orang lain yang tidak dapat melihat mereka.

Terkadang ada juga beberapa arwah yang meminta pertolongan Arlin agar mereka dapat secepatnya mengakhiri siksaan dunianya, dan tentu saja tidak pernah Arlin lakukan. Walaupun begitu, harus Arlin akui masih ada juga para arwah yang baik dan tidak mempunyai niat buruk padanya. Terkadang apabila menemui hantu sejenis itu, maka Arlin akan dengan senang hati bermain dan juga sesekali membantu mereka.

Saat Arlin dan Cherry berjalan di koridor fakultas mereka seraya berbincang kecil, tampak tiga orang laki laki sedang berjalan dari arah yang berlawanan. Awalnya Arlin tidak mengenali mereka karena sedang fokus berbincang dengan Cherry, tapi ketika Cherry tiba tiba menyikut lengannya sambil berbisik pelan. Gadis itu akhirnya menyadari bahwa Haikal, Ryand dan Nathan sekarang sedang berjalan ke arah mereka. 

"Lin." sapa Haikal seraya memasang senyum manisnya.

"Widiw, hai Arlin! Ketemu lagi nih kita." ucap Nathan. Sedangkan Ryand di sebelahnya hanya tersenyum kecil sambil mengangkat tangannya untuk menyapa mereka.

Cherry melongo sejenak melihat beberapa cowok di hadapannya yang kini sedang menyapa gadis di sebelahnya.

"Hai, kalian ngapain disini?" Arlin bertanya seraya menoleh bergantian ke arah tiga cowok itu.

"Ini nih nemenin si malika ngumpulin tugas. Nyusahin banget kan Lin temen lo ini?"

Nathan berucap secara memukul pelan lengan Haikal di sebelahnya membuat sang empu mendelikkan matanya sedikit ke arah cowok itu, sebelum kembali menatap Arlin dan temannya di hadapannya. Arlin yang menyaksikan perselisihan singkat di hadapannya hanya tertawa pelan menanggapi.

"Btw, kalian lagi mau kemana? Pulang?" tanya Haikal lagi.

"Nggak Kal, ini gue sama Cherry mau ke warung samping fakultas deket sini, hehe."

"Eh, oh ya gue belum kenalan sama temen lo." ucap Nathan tiba tiba. Cherry yang disebut-sebut lantas berusaha mengulum senyumnya seraya menahan dirinya yang saat ini ingin sekali memekik kesenangan karena salah satu dari idolanya di kampus sedang mengajaknya berkenalan.

"Hai, gue Cherry." ucap Cherry seraya mengulurkan tangannya yang tentu saja segera disambut oleh Nathan. Lalu tanpa menyia nyiakan kesempatan, gadis itu segera mengulurkan tangannya pada Ryand dan juga Haikal.

Arlin yang melihat tingkah laku sahabatnya hanya mendengus menahan senyumnya.

Setelah berbincang-bincang sejenak, tiga cowok itu pamit melanjutkan langkah mereka ke arah ruangan dosen meninggalkan Arlin dan Cherry yang masih menatap kepergian mereka.

"Sumpah ya Lin!" Dramanya dimulai deh, ucap Arlin dalam hati.

"Lo kok gak bilang bilang kalo lo kenal sama mereka?! Padahal gue kan sering ngomongin mereka depan lo!" lanjut Cherry sambil berjalan mengikuti langkah Arlin.

"Gue emang cuma kenal sama Haikal kok."

"Mana ada! Jelas jelas tadi Ryand sama Nathan nyapa lo seakan-akan kalian udah kenal deket!" Arlin hanya menggeleng gelengkan kepalanya mendengar celotehan sahabatnya itu.

"Jujur sama gue! Sejak kapan lo kenal sama mereka?! Apa jangan jangan lo selama ini udah deket sama mereka tapi lo sengaja gak ngasih tau gue karena lo-"

"Hadeh, gue punya temen gini amat! Gue juga baru kenal mereka minggu lalu kali Cherr. Pas lo gak masuk itu, gue kebetulan ketemu sama mereka berempat, terus ya tiba tiba kenal aja."

"What?! Baru minggu lalu?! Gila ya Lin! Gue sakit l-sakit di rumah, lo ternyata asik-asik sama empat cowok ganteng di kampus! Eh bentar, EMPAT? BERARTI LO KENAL JEVAN JUGA DONG?!" Arlin menghela nafas sejenak berusaha untuk tidak mencekik gadis cerewet disebelahnya.

"Iye, gue kenal Jevan. Terus kenapa?"

"SUMPAH LIN GILA GILA! LO KOK GAK BILANG-BILANG SIH!"

"Dih, ini tuh bukan achievement yang harus gue gembar-gemborkan!"

"Jelas jelas ini mah namanya achievement Arlin!"

"Duh terserah lo deh." Arlin segera mempercepat langkahnya meninggalkan Cherry yang masih berteriak teriak tidak jelas membuat beberapa mahasiswa di sekitar mereka menoleh penasaran.

***

Saat ini Arlin tengah duduk di Orion, kafe langganan gadis itu bersama Jeffrey dan Cherry yang biasa mereka gunakan sebagai tempat nongkrong atau pun mengerjakan tugas. 

Arlin mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir dua jam dari waktu janjian yang sudah ditetapkan Arlin dan Cherry saat tadi siang berpisah di halaman kampusnya. Gadis itu menghembuskan nafasnya kasar, bahkan ice caramel macchiato-nya telah tandas ia minum. Arlin mengecek ponselnya berharap ada balasan pesan dari sahabatnya itu. Sebenarnya bukan masalah besar sih, hanya saja Arlin khawatir sahabatnya itu tertimpa masalah di tengah jalan mengingat Cherry yang baru saja sembuh dari sakitnya.

Namun, setelah beberapa kali mengecek ponselnya, Arlin tak kunjung mendapat balasan dari Cherry. Sebenarnya tugas kuliah Arlin pun sudah hampir selesai karena sejak tadi gadis itu memang mengerjakan tugasnya sambil menunggu sahabatnya itu. 

Tiba-tiba ponsel Arlin berdering menandakan ada telepon masuk. Saat ia melihat nama Cherry muncul di layar ponselnya, buru buru gadis itu menekan tombol hijau pada ponselnya.

"Cherr! Lo dimana?" Dengan suara bergetar, Arlin bertanya keberadaan sahabatnya yang tak kunjung datang itu.

"Sorry banget, Lin. Ban mobil gue tiba-tiba pecah di tol, ini kayaknya bakal lama deh. Lo kalo mau balik, balik aja Lin. Nanti kelar gue urusin ban mobil gue ini, gue ke tempat lo."

"Astaga… Terus gimana? Lo mau gue telfonin petugas tolnya gak? Lo sendiri ya disana? Tol mana sih? Lo mau gue susul ke sana?" Cherry terkekeh kecil mendengar rentetan pertanyaan bernada khawatir dari Arlin.

"Pelan pelan dong Lin, ini kan gak kayak gue bakal mati karena ban mobil gue pecah."

"Gue serius!" Arlin merengut tidak suka melihat respon sahabatnya yang malah melontarkan candaan.

"Ya ampun, lucu banget sohib gue yang ini wkwkwk. Gue udah telfon petugas tol Lin, ini petugasnya udah di sini kok lagi bantu ganti ban gue yang bocor. Udah aman nih gue, lo tenang aja." Arlin menghela nafas sejenak mendengar penjelasan gadis di seberang telepon. Ya setidaknya, sahabatnya itu sudah lumayan aman.

"Lo mending pulang deh, gak usah ke sini. Gue palingan bentar lagi kelar, terus langsung ke tempat lo. Sorry ya Lin lo dari tadi nunggu gue lama."

"Sans, Cherr. Ya udah kalo gitu gue balik nih ya. Lo kalo ada apa apa langsung call gue, oke? Ntar gue tunggu di apart."

"Okeii deh Lin. Ati ati lo baliknya."

"Iya, lo juga Cherr, ati ati. Jangan malah lo godain mas mas petugas tolnya." ucap Arlin menggoda temannya yang hanya direspon oleh suara tawa dari seberang teleponnya. Setelah itu gadis itu segera menutup telepon mereka.

Arlin segera membereskan barang-barangnya yang masih berserakan di atas meja di hadapannya. Begitu gadis itu sudah selesai memasukkan laptop dan beberapa buku ke dalam tasnya. Gadis itu segera berdiri dan tersenyum ke arah beberapa waiters dan kasir yang berada di sana untuk berpamitan. Arlin memang sudah cukup dikenal di kafe itu karena hampir setiap minggu gadis itu mengunjungi Orion untuk mengerjakan tugasnya atau pun membeli cheesecake buatan kafe tersebut.

Gadis itu berjalan ke arah trotoar yang berada di depan Orion, berusaha mencari taksi agar ia bisa lebih cepat sampai di apartemennya. Karena tidak melihat tanda tanda adanya taksi yang lewat dari sisi tempatnya berdiri, akhirnya Arlin menyebrang ke sisi lain dari jalan raya tepat di seberang Orion. Arlin berdiri di trotoar berusaha menemukan taksi yang lewat, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. 

Tiba-tiba, mata gadis itu berhenti pada sosok anak laki-laki yang sedang berjongkok sambil menangis pelan tak jauh dari tempatnya berdiri. Mata Arlin menyapu sekitarnya berusaha mencari orangtua anak kecil itu. Sudah beberapa menit waktu berlalu namun tidak ada satupun orang yang menghampiri anak itu karena di area ini memang terlihat cukup sepi. Karena Arlin merasa kasihan dengan anak kecil tu, gadis itu pun berjalan menuju anak laki-laki yang kini masih menelungkupkan kepalanya seraya berjongkok.

"Dek, kamu gapapa? Mama kamu mana?" Anak kecil itu seketika mengangkat kepalanya, menunjukan wajahnya yang sudah basah karena air matanya. 

"M-mama masih hiks… di kantor hiks…."

"Kamu kenapa disini sendirian?" tanya Arlin pelan seraya mengambil selembar tisu dari tasnya dan mengelap wajah anak itu yang dipenuhi air mata.

"Aku… baru selesai les... nunggu jemput… belum dijemput.."

Arlin terdiam sejenak mendengar ucapan anak kecil itu. Pasalnya anak kecil di hadapannya ini terlihat seperti anak yang baru berumur lima atau enam tahun. Anak itu masih terlalu kecil untuk dibiarkan sendirian di tengah jalan seperti ini apalagi langit sudah mulai gelap. Arlin tidak habis pikir dengan orangtua dan guru les anak itu yang bisa-bisanya membiarkan anak sekecil ini berkeliaran di tempat sepi seperti ini. Bagaimana kalau anak ini diculik?

"Udah gak apa-apa, jangan nangis lagi ya. Kakak temenin kamu sampe kamu dijemput. Emang tempat les kamu dimana?"

"Di… situ."

Arlin berjinjit berusaha menemukan tempat les yang disebut anak itu. Saat ia menemukan papan berwarna ungu yang bertuliskan bimbingan belajar, Arlin menghela nafasnya sejenak. Sepertinya anak kecil ini berjalan terlalu jauh dari tempat lesnya.

Arlin kemudian mensejajarkan tubuhnya agar tingginya sama dengan anak itu lalu tersenyum menenangkan.

"Nama kamu siapa?"

Je-jean."ucapnya pelan seraya berusaha menelan tangisannya yang sudah mulai mereda.

"Jean jangan nangis lagi ya, nanti kakak tungguin sampe kamu dijemput kok. Sambil kita nunggu jemputan kamu, kamu mau makan cheesecake nggak?"

TBC

Related chapters

  • A Shield for Arlin   10. Pertemuan tak terduga

    Kini Arlin dan anak laki-laki yang baru diketahui namanya Jean itu sedang duduk di Orion. Arlin memutuskan untuk membawa Jean ke Orion sambil menunggu keluarga anak kecil ini menjemputnya. Mereka duduk di dekat kaca yang mengarah ke tempat les Jean sehingga mereka dapat mengetahui jika keluarga anak ini menjemputnya.Jean sedang duduk di hadapan Arlin, anak kecil itu terlihat sangat semangat menjejalkan sepotong cheesecake ke mulutnya. Arlin terkekeh melihat anak yang baru berusia enam tahun itu. Tadi saat Arlin bertanya bagaimana anak itu bisa berada agak jauh dari tempat lesnya, Jean hanya berkata bahwa tadi ada badut tikus menyeramkan yang berjalan mendekatinya, otomatis anak itu panik ketakutan, Jean yang semulanya berdiri di depan tempat lesnya berjalan menjauh dari badut itu. Saat akhirnya badut tikus itu sudah menghilang dari pandangannya, Jean terlanjur panik saat ia sadar bahwa

  • A Shield for Arlin   11. Baik-baik saja

    "Lin! Lo mending buru deh siapin hati sama mental. Panjang umur banget ini. Padahal orangnya baru aja abis diomongin loh! Ini mah bener-bener definisi pucuk dicinta ulam pun tiba!" Arlin yang mendengar perkataan sahabatnya itu hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai tanda bahwa gadis itu tidak mengerti dengan ucapan yang baru saja dikatakan Cherry. Seketika Cherry menarik tangan Arlin dan membawa gadis itu ke arah pintu unit apartemennya untuk melihat sendiri siapa orang yang sedang bertandang ke rumahnya dimalam hari seperti ini. "Ah, udah cepet lo liat aja sendiri!" teriak Cherry seraya memelototkan matanya. Arlin yang masih menampilkan raut kebingungan hanya menuruti perkataan Cherry dan segera mengintip dari door-view untuk melihat orang yang berada dibalik pintu. Saat matanya berhasil menangkap bayangan seseorang yang sangat ia kenal, gadis itu segera berbalik ke arah Cherry dan

  • A Shield for Arlin   12. Memang kenapa kalo mereka pacaran?

    Setelah meletakkan nampan berisi minuman itu di atas meja ruang tamu, Arlin izin sejenak pergi ke kamarnya untuk mengganti baju yang hanya dibalas oleh deheman singkat oleh Cherry dan senyuman manis Lana. Sedangkan Jeffrey, laki-laki itu masih berdiri di counter dapur, masih menatap punggung Arlin yang menjauh dari sela-sela tembok.Di dalam kamarnya, Arlin duduk di meja rias, ia menatap pantulan dirinya di kaca, perlahan ia terisak lirih seraya meremas rambutnya. Arlin merasa dirinya bodoh sekali. Apa tadi yang ia katakan pada laki laki itu? Arlin tertawa lirih mengingat ucapannya beberapa saat lalu, baik-baik saja? Bagaimana bisa Arlin baik-baik saja jika laki-laki itu selalu menaruh perhatian berlebih padanya tetapi diwaktu yang bersamaan juga menjalin hubungan dengan perempuan lain. Tetapi apa boleh bua

  • A Shield for Arlin   13. Cewek Sinting

    Pagi ini, Arlin sedang bersiap untuk pergi ke kampus. Ia mengenakan kaos berwarna hitam dan jeans yang sangat pas dengan tubuhnya. Tak lupa, ia memakai cardigan abu-abu untuk menutupi membungkus tubuhnya. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Arlin pun pergi mengenakan ojek online kesayangannya. Semalam setelah Jeffrey dam Lana pulang, Cherry memaksanya untuk bercerita tentang apa yang dibicarakan oleh Lana tadi terkait Jevan, Arlin pun mau tak mau menceritakan semua kejadian yang terjadi akhir-akhir ini antara dirinya dan Jevan yang seketika ditanggapi oleh suara tawa menggelegar oleh sahabatnya itu. Tak lama kemudian Cherry pun pamit untuk segera pulang karena gadis itu sudah diteror oleh ibunya dan diancam akan diusir dari rumah bila belum juga pulang ke rumah dalam beberapa menit. Dan berujung Arlin kembali sendirian di apartemennya.Saat gadis itu sudah sampai di kampus, ia segera berjalan menuju ruangan kelas yang akan digunaka

  • A Shield for Arlin   14. Pacar Arlin?

    Arlin seketika menoleh ke belakang dan menemukan Jevan yang tengah menyilangkan tangannya dan memandang Arlin dengan kening mengkerut."Jevan?""Lo dari tadi ngomong sama siapa sih? Temen halu lo?"Arlin yang masih dilanda kebingungan akibat kemunculan Jevan yang tiba-tiba di hadapannya hanya melongo seraya mengerjap-ngerjapkan matanya. Kemudian gadis itu menoleh ke arah arwah wanita yang tadi menahan Arlin agar tidak beranjak dari sana. Mata Arlin membulat saat melihat arwah itu sudah tidak ada disana. Lantas gadis itu kembali berbalik ke arah Jevan yang masih memandangnya aneh."Lo kenapa sih? Sakit ya lo?""Nggak Van, bukan gitu!" ucap Arlin seraya menggelengkan kepalanya yang hanya direspon Jevan dengan mengangkat salah satu alisnya."Gue punya alasan kena-, bukan! Gue pun

  • A Shield for Arlin   15. Tante Jessica

    "Itu… pacarnya Arlin?"Nathan bersuara memecahkan keheningan di meja pojok kafetaria itu. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri untuk menunggu respon dari teman-temannya.Saat tiba-tiba muncul suara tawa dari perempuan yang sedang duduk di samping Haikal, keempat laki-laki yang ada di meja itu menaruh atensi mereka pada satu-satunya gadis disana."Untuk sekarang sih, belum ya." ucap Cherry santai sembari menyunggingkan senyumannya."Maksudnya apa tuh?" Nathan yang mendengar ucapan Cherry kini memperbaiki posisinya, menatap gadis itu penasaran. Sedangkan ketiga temannya yang lain memasang telinganya baik-baik untuk mendengar penuturan Cherry setelahnya."Mereka tuh… gimana ya… udah deket banget lah pokoknya. Dibilang sahabat juga kayaknya lebih dari sahabat, tapi dibilang pacar juga kayaknya bukan. Udah deket dari jaman maba mereka mah.""Oh

  • A Shield for Arlin   16. Festival berujung petaka

    Saat ini Arlin sedang bersiap-siap untuk pergi ke FLAVS R&B concert bersama Jeffrey. Gadis itu tampak cantik mengenakan t-shirt berwarna abu-abu dengan dengan potret bunga mawar dipadu dengan rok pendek berwarna coklat yang terlihat pas di tubuhnya. Arlin tampak sangat senang karena hari ini ia akan dapat melihat idolanya secara langsung. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seraya tersenyum membayangkan konser yang akan ia datangi nanti.Saat gadis itu sedang membubuhkan pewarna bibir, nada dering ponselnya terdengar menandakan adanya telepon masuk. Lantas gadis itu segera menekan tombol berwarna hijau setelah melihat sekilas nama kontak si penelpon."Halo.

  • A Shield for Arlin   17. Sisi lain Jevan

    Jevan saat ini tengah berdiri di pojok belakang area konser FLAVS. Laki-laki itu menyilangkan tangannya dengan tubuh yang ia sandarkan di pagar pembatas besi yang berada di belakang area konser. Sesekali kepalanya bergerak seiring dengan irama lagu yang dinyanyikan seseorang di atas panggung sana.Laki-laki itu sendirian berada di sana bukan tanpa alasan. Jevan sudah beberapa kali berusaha mengajak ketiga temannya untuk menemani laki-laki itu menonton konser R&B yang mana sangat disukai oleh laki-laki itu. Namun, teman-temannya sangat pandai beralasan untuk menolak menemaninya. Jevan menggelengkan kepalanya kecil seraya tersenyum saat teringat kejadian kemarin dimana laki-laki itu memaksa mereka untuk menemaninya menonton.Ryand berkata bahwa ia ada panggilan job untuk bernyanyi di kafe baru milik temannya. Sehingga ia tidak bisa

Latest chapter

  • A Shield for Arlin   24. Matcha Roll Cake

    Sayup-sayup suara burung terdengar, gadis yang tengah berbaring di atas tempat tidur itu beberapa kali tampak mengernyit saat sinar matahari mulai menyilaukan matanya yang masih setengah terpejam. Arlin berguling ke sebelah kanan tempat tidur, berusaha meraba-raba jam kecil yang biasa diletakan di meja sebelah kanan tempat tidurnya masih dengan matanya yang terpejam. Kening gadis itu mengernyit saat telapak tangannya tidak menemukan apa yang ia cari. Perlahan Arlin membuka matanya, beberapa kali dia mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu. Kemudian mata gadis itu menyapu seluruh penjuru kamar yang jelas-jelas bukan kamar miliknya di apartemen.Mata gadis itu membulat beberapa saat, hampir saja Arlin berteriak histeris saat tiba-tiba ingatan semalam muncul di kepalanya. Oh astaga… gadis itu baru ingat kalau semalam dirinya menginap di rumah Jevan. Atau lebih tepatnya rumah kakak Jevan? Entahlah.Arlin lantas bangun dari posisi tidurnya dan segera beranj

  • A Shield for Arlin   23. Hampir aja

    Beberapa jam yang lalu… "Kamu… mau bantu saya?"Arlin mengangguk pelan, "Apa yang harus saya lakuin?""Kamu cuma perlu bawa foto janin dan ponsel saya ke orangtua saya. Itu satu-satunya cara supaya mereka bisa tau tentang kehamilan dan… kebenaran di balik kematian saya."Arlin mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca dan hatinya kian diliputi rasa bersalah dan juga prihatin terhadap wanita di hadapannya."Kamu yakin mau bantu saya?"Iya, saya bakal bantu mbak." ucap Arlin dengan mantap. Walaupun ada beberapa hal yang mengganjal di pikiran gadis itu terkait kebenaran di balik kematian wanita di depannya, tapi Arlin tak memedulikannya. 'Gue cuma harus fokus membantu wanita ini, pikirnya'."Sekarang dimana foto dan HP mbak itu?""Di rumah saya."Setelah itu Arlin segera pergi ke rumah itu dengan arwah wanita tadi yang menuntun jalan. Sesampai mereka di sana, Arlin mengerutkan keningnya melihat teras dan halaman rumah bernomor dua belas itu yang terlihat sangat kotor seperti sudah la

  • A Shield for Arlin   22. Sikap Jevan

    "Brengs*k!" Jevan seketika mendorong tubuh pria yang sedang berada di atas Arlin dan mencekik leher gadis itu. Tubuh pria itu otomatis terhuyung ke lantai. Kini Jevan sudah menduduki tubuh pria asing itu dan memberikannya berbagai pukulan di sekitar wajah dan rahangnya. Jevan seolah sudah gelap mata. Tadi saat ia baru saja memasuki kamar ini, matanya langsung menangkap pria ini sedang mencekik Arlin dan tubuhnya menimpa gadis. Jevan sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tapi entahlah instingnya seperti mengatakan untuk segera menyelamatkan gadis itu terlebih dahulu dari pada repot-repot meminta penjelasan pada mereka.Jevan terus-terusan memukul pria itu sampai tiba-tiba Arlin menarik jaketnya pelan seraya menggelengkan kepalanya, "Udah…." Tatapan nyalang di mata Jevan seketika berubah menjadi lebih lembut. Cowok itu menghela nafas kasar dan langsung bangun dari tubuh pria itu yang sudah habis ia pukuli. Kemudian Jevan menarik tangan Arlin dan segera pergi dari ru

  • A Shield for Arlin   21. Menebus Kesalahan

    Arlin baru saja keluar dari ruang kelas usai jadwal kelasnya hari ini selesai, tentunya bersama Cherry saat tiba-tiba Jeffrey menelfonnya. Buru-buru Arlin menelpon menekan tombol hijau pada layar ponselnya. Cherry yang berdiri di sampingnya menoleh ke arah gadis itu dan mengangkat satu alisnya. Namun, saat gadis itu melihat si kontak penelpon, Cherry menyeringai ke arah Arlin."Halo.""Aku udah nyampe." ucap laki-laki di seberang telepon."Aku?""Iya, aku-kamu. Emang kenapa? Kan kita harus latihan dulu biar kamu terbiasa." ucap Jeffrey

  • A Shield for Arlin   20. Suara asing

    Sudah dua hari berlalu sejak kejadian dimana Jeffrey berhasil merebut ciuman pertamanya. Tentu saja hal itu berhasil membuat Arlin tidak bisa tertidur selama beberapa malam. Dan hari ini adalah hari keberangkatan Jeffrey ke kota tempat tinggal neneknya itu. Selain untuk menjenguk neneknya yang kabarnya sedang sakit, rencananya laki-laki itu juga akan menyelesaikan hubungannya dengan Lana secara langsung saat berada di sana.Saat ini Jeffrey sedang menyetir dan sedang berada dalam perjalanan ke kampus untuk mengantar Arlin yang kini duduk dengan tenang di sampingnya. Setelah beberapa kali beradu mulut perihal Jeffrey yang terus-terusan ngotot ingin mengantar Arlin untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin sebelum cowok itu berangkat ke Yogyakarta siang ini, akhirnya Arlin pun kalah karena tidak ingin berdeba

  • A Shield for Arlin   19. Lo mau nunggu gue kan?

    "JELAS MASALAH BUAT GUE YANG UDAH SEJAK LAMA SUKA SAMA LO." ucap cowok itu dengan keras, nafasnya terengah-engah."...dan gue tau… lo juga suka sama gue."Arlin membelalakan matanya terkejut. Sedetik kemudian, gadis itu merubah raut wajahnya dan memutar bola matanya malas. "Lo gila.""Iya, gue emang udah sinting.""Bisa-bisanya lo suka sama gue disaat lo aja masih punya Lana? Dan sekarang lo ngakuin perasaan lo? Lo egois banget.""Gue emang egois. Dari awal gue selalu pura-pura gak tau soal perasaan lo, sementara di saat yang sama gue selalu berada di deket lo dan pacaran sama cewek lain."Arlin terdiam mendengarkan penuturan cowok

  • A Shield for Arlin   18. Gue suka sama lo

    Jevan sangat kesal saat telinganya sayup-sayup mendengar laki-laki di seberang telpon sana terus-terusan memarahi gadis di sampingnya yang padahal masih terlihat pucat dan shock akibat kejadian buruk yang menimpanya tadi. Ingin sekali rasanya Jevan berteriak ke arah si penelpon lalu berkata bahwa gadis di sebelahnya ini sedang tidak baik-baik saja dan menyuruhnya untuk sedikit lebih tenang dengan tidak memarahi gadis itu. Walaupun Jevan sama sekali tidak menyukai Arlin karena sifatnya yang akhir-akhir ini selalu mendekatinya dan membuatnya risih, namun sisi kemanusiaan cowok itu lebih mendominasi saat ini. "Kalo ngomong gak usah pake urat. Mending sekarang lo cepetan ke tempat cewek lo, kita ketemu di sana." Setelah berucap tajam pada lak

  • A Shield for Arlin   17. Sisi lain Jevan

    Jevan saat ini tengah berdiri di pojok belakang area konser FLAVS. Laki-laki itu menyilangkan tangannya dengan tubuh yang ia sandarkan di pagar pembatas besi yang berada di belakang area konser. Sesekali kepalanya bergerak seiring dengan irama lagu yang dinyanyikan seseorang di atas panggung sana.Laki-laki itu sendirian berada di sana bukan tanpa alasan. Jevan sudah beberapa kali berusaha mengajak ketiga temannya untuk menemani laki-laki itu menonton konser R&B yang mana sangat disukai oleh laki-laki itu. Namun, teman-temannya sangat pandai beralasan untuk menolak menemaninya. Jevan menggelengkan kepalanya kecil seraya tersenyum saat teringat kejadian kemarin dimana laki-laki itu memaksa mereka untuk menemaninya menonton.Ryand berkata bahwa ia ada panggilan job untuk bernyanyi di kafe baru milik temannya. Sehingga ia tidak bisa

  • A Shield for Arlin   16. Festival berujung petaka

    Saat ini Arlin sedang bersiap-siap untuk pergi ke FLAVS R&B concert bersama Jeffrey. Gadis itu tampak cantik mengenakan t-shirt berwarna abu-abu dengan dengan potret bunga mawar dipadu dengan rok pendek berwarna coklat yang terlihat pas di tubuhnya. Arlin tampak sangat senang karena hari ini ia akan dapat melihat idolanya secara langsung. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seraya tersenyum membayangkan konser yang akan ia datangi nanti.Saat gadis itu sedang membubuhkan pewarna bibir, nada dering ponselnya terdengar menandakan adanya telepon masuk. Lantas gadis itu segera menekan tombol berwarna hijau setelah melihat sekilas nama kontak si penelpon."Halo.

DMCA.com Protection Status