Pagi ini, Arlin sedang bersiap untuk pergi ke kampus. Ia mengenakan kaos berwarna hitam dan jeans yang sangat pas dengan tubuhnya. Tak lupa, ia memakai cardigan abu-abu untuk menutupi membungkus tubuhnya. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Arlin pun pergi mengenakan ojek online kesayangannya. Semalam setelah Jeffrey dam Lana pulang, Cherry memaksanya untuk bercerita tentang apa yang dibicarakan oleh Lana tadi terkait Jevan, Arlin pun mau tak mau menceritakan semua kejadian yang terjadi akhir-akhir ini antara dirinya dan Jevan yang seketika ditanggapi oleh suara tawa menggelegar oleh sahabatnya itu. Tak lama kemudian Cherry pun pamit untuk segera pulang karena gadis itu sudah diteror oleh ibunya dan diancam akan diusir dari rumah bila belum juga pulang ke rumah dalam beberapa menit. Dan berujung Arlin kembali sendirian di apartemennya.
Saat gadis itu sudah sampai di kampus, ia segera berjalan menuju ruangan kelas yang akan digunaka
Arlin seketika menoleh ke belakang dan menemukan Jevan yang tengah menyilangkan tangannya dan memandang Arlin dengan kening mengkerut."Jevan?""Lo dari tadi ngomong sama siapa sih? Temen halu lo?"Arlin yang masih dilanda kebingungan akibat kemunculan Jevan yang tiba-tiba di hadapannya hanya melongo seraya mengerjap-ngerjapkan matanya. Kemudian gadis itu menoleh ke arah arwah wanita yang tadi menahan Arlin agar tidak beranjak dari sana. Mata Arlin membulat saat melihat arwah itu sudah tidak ada disana. Lantas gadis itu kembali berbalik ke arah Jevan yang masih memandangnya aneh."Lo kenapa sih? Sakit ya lo?""Nggak Van, bukan gitu!" ucap Arlin seraya menggelengkan kepalanya yang hanya direspon Jevan dengan mengangkat salah satu alisnya."Gue punya alasan kena-, bukan! Gue pun
"Itu… pacarnya Arlin?"Nathan bersuara memecahkan keheningan di meja pojok kafetaria itu. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri untuk menunggu respon dari teman-temannya.Saat tiba-tiba muncul suara tawa dari perempuan yang sedang duduk di samping Haikal, keempat laki-laki yang ada di meja itu menaruh atensi mereka pada satu-satunya gadis disana."Untuk sekarang sih, belum ya." ucap Cherry santai sembari menyunggingkan senyumannya."Maksudnya apa tuh?" Nathan yang mendengar ucapan Cherry kini memperbaiki posisinya, menatap gadis itu penasaran. Sedangkan ketiga temannya yang lain memasang telinganya baik-baik untuk mendengar penuturan Cherry setelahnya."Mereka tuh… gimana ya… udah deket banget lah pokoknya. Dibilang sahabat juga kayaknya lebih dari sahabat, tapi dibilang pacar juga kayaknya bukan. Udah deket dari jaman maba mereka mah.""Oh
Saat ini Arlin sedang bersiap-siap untuk pergi ke FLAVS R&B concert bersama Jeffrey. Gadis itu tampak cantik mengenakan t-shirt berwarna abu-abu dengan dengan potret bunga mawar dipadu dengan rok pendek berwarna coklat yang terlihat pas di tubuhnya. Arlin tampak sangat senang karena hari ini ia akan dapat melihat idolanya secara langsung. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seraya tersenyum membayangkan konser yang akan ia datangi nanti.Saat gadis itu sedang membubuhkan pewarna bibir, nada dering ponselnya terdengar menandakan adanya telepon masuk. Lantas gadis itu segera menekan tombol berwarna hijau setelah melihat sekilas nama kontak si penelpon."Halo.
Jevan saat ini tengah berdiri di pojok belakang area konser FLAVS. Laki-laki itu menyilangkan tangannya dengan tubuh yang ia sandarkan di pagar pembatas besi yang berada di belakang area konser. Sesekali kepalanya bergerak seiring dengan irama lagu yang dinyanyikan seseorang di atas panggung sana.Laki-laki itu sendirian berada di sana bukan tanpa alasan. Jevan sudah beberapa kali berusaha mengajak ketiga temannya untuk menemani laki-laki itu menonton konser R&B yang mana sangat disukai oleh laki-laki itu. Namun, teman-temannya sangat pandai beralasan untuk menolak menemaninya. Jevan menggelengkan kepalanya kecil seraya tersenyum saat teringat kejadian kemarin dimana laki-laki itu memaksa mereka untuk menemaninya menonton.Ryand berkata bahwa ia ada panggilan job untuk bernyanyi di kafe baru milik temannya. Sehingga ia tidak bisa
Jevan sangat kesal saat telinganya sayup-sayup mendengar laki-laki di seberang telpon sana terus-terusan memarahi gadis di sampingnya yang padahal masih terlihat pucat dan shock akibat kejadian buruk yang menimpanya tadi. Ingin sekali rasanya Jevan berteriak ke arah si penelpon lalu berkata bahwa gadis di sebelahnya ini sedang tidak baik-baik saja dan menyuruhnya untuk sedikit lebih tenang dengan tidak memarahi gadis itu. Walaupun Jevan sama sekali tidak menyukai Arlin karena sifatnya yang akhir-akhir ini selalu mendekatinya dan membuatnya risih, namun sisi kemanusiaan cowok itu lebih mendominasi saat ini. "Kalo ngomong gak usah pake urat. Mending sekarang lo cepetan ke tempat cewek lo, kita ketemu di sana." Setelah berucap tajam pada lak
"JELAS MASALAH BUAT GUE YANG UDAH SEJAK LAMA SUKA SAMA LO." ucap cowok itu dengan keras, nafasnya terengah-engah."...dan gue tau… lo juga suka sama gue."Arlin membelalakan matanya terkejut. Sedetik kemudian, gadis itu merubah raut wajahnya dan memutar bola matanya malas. "Lo gila.""Iya, gue emang udah sinting.""Bisa-bisanya lo suka sama gue disaat lo aja masih punya Lana? Dan sekarang lo ngakuin perasaan lo? Lo egois banget.""Gue emang egois. Dari awal gue selalu pura-pura gak tau soal perasaan lo, sementara di saat yang sama gue selalu berada di deket lo dan pacaran sama cewek lain."Arlin terdiam mendengarkan penuturan cowok
Sudah dua hari berlalu sejak kejadian dimana Jeffrey berhasil merebut ciuman pertamanya. Tentu saja hal itu berhasil membuat Arlin tidak bisa tertidur selama beberapa malam. Dan hari ini adalah hari keberangkatan Jeffrey ke kota tempat tinggal neneknya itu. Selain untuk menjenguk neneknya yang kabarnya sedang sakit, rencananya laki-laki itu juga akan menyelesaikan hubungannya dengan Lana secara langsung saat berada di sana.Saat ini Jeffrey sedang menyetir dan sedang berada dalam perjalanan ke kampus untuk mengantar Arlin yang kini duduk dengan tenang di sampingnya. Setelah beberapa kali beradu mulut perihal Jeffrey yang terus-terusan ngotot ingin mengantar Arlin untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin sebelum cowok itu berangkat ke Yogyakarta siang ini, akhirnya Arlin pun kalah karena tidak ingin berdeba
Arlin baru saja keluar dari ruang kelas usai jadwal kelasnya hari ini selesai, tentunya bersama Cherry saat tiba-tiba Jeffrey menelfonnya. Buru-buru Arlin menelpon menekan tombol hijau pada layar ponselnya. Cherry yang berdiri di sampingnya menoleh ke arah gadis itu dan mengangkat satu alisnya. Namun, saat gadis itu melihat si kontak penelpon, Cherry menyeringai ke arah Arlin."Halo.""Aku udah nyampe." ucap laki-laki di seberang telepon."Aku?""Iya, aku-kamu. Emang kenapa? Kan kita harus latihan dulu biar kamu terbiasa." ucap Jeffrey
Sayup-sayup suara burung terdengar, gadis yang tengah berbaring di atas tempat tidur itu beberapa kali tampak mengernyit saat sinar matahari mulai menyilaukan matanya yang masih setengah terpejam. Arlin berguling ke sebelah kanan tempat tidur, berusaha meraba-raba jam kecil yang biasa diletakan di meja sebelah kanan tempat tidurnya masih dengan matanya yang terpejam. Kening gadis itu mengernyit saat telapak tangannya tidak menemukan apa yang ia cari. Perlahan Arlin membuka matanya, beberapa kali dia mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu. Kemudian mata gadis itu menyapu seluruh penjuru kamar yang jelas-jelas bukan kamar miliknya di apartemen.Mata gadis itu membulat beberapa saat, hampir saja Arlin berteriak histeris saat tiba-tiba ingatan semalam muncul di kepalanya. Oh astaga… gadis itu baru ingat kalau semalam dirinya menginap di rumah Jevan. Atau lebih tepatnya rumah kakak Jevan? Entahlah.Arlin lantas bangun dari posisi tidurnya dan segera beranj
Beberapa jam yang lalu… "Kamu… mau bantu saya?"Arlin mengangguk pelan, "Apa yang harus saya lakuin?""Kamu cuma perlu bawa foto janin dan ponsel saya ke orangtua saya. Itu satu-satunya cara supaya mereka bisa tau tentang kehamilan dan… kebenaran di balik kematian saya."Arlin mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca dan hatinya kian diliputi rasa bersalah dan juga prihatin terhadap wanita di hadapannya."Kamu yakin mau bantu saya?"Iya, saya bakal bantu mbak." ucap Arlin dengan mantap. Walaupun ada beberapa hal yang mengganjal di pikiran gadis itu terkait kebenaran di balik kematian wanita di depannya, tapi Arlin tak memedulikannya. 'Gue cuma harus fokus membantu wanita ini, pikirnya'."Sekarang dimana foto dan HP mbak itu?""Di rumah saya."Setelah itu Arlin segera pergi ke rumah itu dengan arwah wanita tadi yang menuntun jalan. Sesampai mereka di sana, Arlin mengerutkan keningnya melihat teras dan halaman rumah bernomor dua belas itu yang terlihat sangat kotor seperti sudah la
"Brengs*k!" Jevan seketika mendorong tubuh pria yang sedang berada di atas Arlin dan mencekik leher gadis itu. Tubuh pria itu otomatis terhuyung ke lantai. Kini Jevan sudah menduduki tubuh pria asing itu dan memberikannya berbagai pukulan di sekitar wajah dan rahangnya. Jevan seolah sudah gelap mata. Tadi saat ia baru saja memasuki kamar ini, matanya langsung menangkap pria ini sedang mencekik Arlin dan tubuhnya menimpa gadis. Jevan sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tapi entahlah instingnya seperti mengatakan untuk segera menyelamatkan gadis itu terlebih dahulu dari pada repot-repot meminta penjelasan pada mereka.Jevan terus-terusan memukul pria itu sampai tiba-tiba Arlin menarik jaketnya pelan seraya menggelengkan kepalanya, "Udah…." Tatapan nyalang di mata Jevan seketika berubah menjadi lebih lembut. Cowok itu menghela nafas kasar dan langsung bangun dari tubuh pria itu yang sudah habis ia pukuli. Kemudian Jevan menarik tangan Arlin dan segera pergi dari ru
Arlin baru saja keluar dari ruang kelas usai jadwal kelasnya hari ini selesai, tentunya bersama Cherry saat tiba-tiba Jeffrey menelfonnya. Buru-buru Arlin menelpon menekan tombol hijau pada layar ponselnya. Cherry yang berdiri di sampingnya menoleh ke arah gadis itu dan mengangkat satu alisnya. Namun, saat gadis itu melihat si kontak penelpon, Cherry menyeringai ke arah Arlin."Halo.""Aku udah nyampe." ucap laki-laki di seberang telepon."Aku?""Iya, aku-kamu. Emang kenapa? Kan kita harus latihan dulu biar kamu terbiasa." ucap Jeffrey
Sudah dua hari berlalu sejak kejadian dimana Jeffrey berhasil merebut ciuman pertamanya. Tentu saja hal itu berhasil membuat Arlin tidak bisa tertidur selama beberapa malam. Dan hari ini adalah hari keberangkatan Jeffrey ke kota tempat tinggal neneknya itu. Selain untuk menjenguk neneknya yang kabarnya sedang sakit, rencananya laki-laki itu juga akan menyelesaikan hubungannya dengan Lana secara langsung saat berada di sana.Saat ini Jeffrey sedang menyetir dan sedang berada dalam perjalanan ke kampus untuk mengantar Arlin yang kini duduk dengan tenang di sampingnya. Setelah beberapa kali beradu mulut perihal Jeffrey yang terus-terusan ngotot ingin mengantar Arlin untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin sebelum cowok itu berangkat ke Yogyakarta siang ini, akhirnya Arlin pun kalah karena tidak ingin berdeba
"JELAS MASALAH BUAT GUE YANG UDAH SEJAK LAMA SUKA SAMA LO." ucap cowok itu dengan keras, nafasnya terengah-engah."...dan gue tau… lo juga suka sama gue."Arlin membelalakan matanya terkejut. Sedetik kemudian, gadis itu merubah raut wajahnya dan memutar bola matanya malas. "Lo gila.""Iya, gue emang udah sinting.""Bisa-bisanya lo suka sama gue disaat lo aja masih punya Lana? Dan sekarang lo ngakuin perasaan lo? Lo egois banget.""Gue emang egois. Dari awal gue selalu pura-pura gak tau soal perasaan lo, sementara di saat yang sama gue selalu berada di deket lo dan pacaran sama cewek lain."Arlin terdiam mendengarkan penuturan cowok
Jevan sangat kesal saat telinganya sayup-sayup mendengar laki-laki di seberang telpon sana terus-terusan memarahi gadis di sampingnya yang padahal masih terlihat pucat dan shock akibat kejadian buruk yang menimpanya tadi. Ingin sekali rasanya Jevan berteriak ke arah si penelpon lalu berkata bahwa gadis di sebelahnya ini sedang tidak baik-baik saja dan menyuruhnya untuk sedikit lebih tenang dengan tidak memarahi gadis itu. Walaupun Jevan sama sekali tidak menyukai Arlin karena sifatnya yang akhir-akhir ini selalu mendekatinya dan membuatnya risih, namun sisi kemanusiaan cowok itu lebih mendominasi saat ini. "Kalo ngomong gak usah pake urat. Mending sekarang lo cepetan ke tempat cewek lo, kita ketemu di sana." Setelah berucap tajam pada lak
Jevan saat ini tengah berdiri di pojok belakang area konser FLAVS. Laki-laki itu menyilangkan tangannya dengan tubuh yang ia sandarkan di pagar pembatas besi yang berada di belakang area konser. Sesekali kepalanya bergerak seiring dengan irama lagu yang dinyanyikan seseorang di atas panggung sana.Laki-laki itu sendirian berada di sana bukan tanpa alasan. Jevan sudah beberapa kali berusaha mengajak ketiga temannya untuk menemani laki-laki itu menonton konser R&B yang mana sangat disukai oleh laki-laki itu. Namun, teman-temannya sangat pandai beralasan untuk menolak menemaninya. Jevan menggelengkan kepalanya kecil seraya tersenyum saat teringat kejadian kemarin dimana laki-laki itu memaksa mereka untuk menemaninya menonton.Ryand berkata bahwa ia ada panggilan job untuk bernyanyi di kafe baru milik temannya. Sehingga ia tidak bisa
Saat ini Arlin sedang bersiap-siap untuk pergi ke FLAVS R&B concert bersama Jeffrey. Gadis itu tampak cantik mengenakan t-shirt berwarna abu-abu dengan dengan potret bunga mawar dipadu dengan rok pendek berwarna coklat yang terlihat pas di tubuhnya. Arlin tampak sangat senang karena hari ini ia akan dapat melihat idolanya secara langsung. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seraya tersenyum membayangkan konser yang akan ia datangi nanti.Saat gadis itu sedang membubuhkan pewarna bibir, nada dering ponselnya terdengar menandakan adanya telepon masuk. Lantas gadis itu segera menekan tombol berwarna hijau setelah melihat sekilas nama kontak si penelpon."Halo.