"Adeknya hantu kali."
Jeffrey terdiam sejenak, sebelum bertanya pada Lana pelan. "Lan, kamu gak ada ngomong macem macem sama Arlin kan?"
"Gak ada lah. Emang aku mau ngomong apa coba."
"Kamu.. gak ada nyinggung-nyinggung soal Arlin yang indigo itu kan?"
Lana mengangkat sebelah alisnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan Jeffrey.
"Emang kenapa kalo aku bawa bawa soal itu depan Arlin? Emang bener kan? Kan kamu sendiri yang bilang sama aku."
Jeffrey menutup matanya, berusaha mengendalikan diri dengan menghela nafas dalam. Lana yang melihat raut wajah cowoknya seperti itu mau tak mau harus buka suara membela diri lebih jauh lagi sebelum gadis itu terkena semprotan dari Jeffrey.
"Je, aku gak ada nyinggung-nyinggung itu kok. Aku tadi cuma nanya gimana ceritanya kamu sama Arlin bisa kenal. That's it."
"Serius?"
"Iyaaa sayang, sumpah deh."
"Lan.. aku minta tolong, kalo bisa kamu kedepannya gak usah bawa bawa topik itu ya kalo ketemu Arlin lagi. Arlin gak suka kalo ada yang tau dia punya kemampuan kek gitu. Dia punya trauma. Kamu ngerti kan?"
"Iyaaa Jeje sayang, aku ngerti. Udah ah gak usah bahas dia lagi. Dari kemaren yang diomongin dia mulu."
Jeffrey hanya tersenyum menanggapi sambil mengelus pipi pacarnya pelan. "Btw, hp kamu gak ada di mobil aku. Kamu yakin gak ketinggalan di apartemen?"
Lana seketika tersenyum polos sambil mengeluarkan hp dari tas kecil di pangkuannya.
"Hehe, ternyata keselip di tas Je."
"Duh Lana kamu nih. Tumben banget jadi clumsy gini. Aku tadi sampe nyari ke semua jok mobil aku tau gak." protes Jeffrey sambil memasang wajah kesal.
"Maaf sayang, namanya keselip, hehe."
Jeffrey hanya tersenyum kecut lalu mengajak Lana untuk segera pulang karena cowok itu mempunyai tugas yang belum diselesaikannya. Lana hanya tertawa kecil melihat tingkah pacarnya yang sedang merajuk itu. Yah Lana sedikit merasa bersalah sih, karena sebenarnya sedari tadi, cewek itu berbohong soal hp nya yang hilang. Lana bukan perempuan bodoh yang bisa lupa dimana ia meletakkan hpnya. Gadis itu hanya ingin Jeffrey pergi meninggalkannya sejenak berdua bersama Arlin, agar Lana dapat sedikit bermain main dengan sahabat pacarnya itu.
---
"Anjir lo Than! Pelan pelan dong!" ucap Haikal saat merasakan tubuhnya ditabrak oleh Nathan yang baru saja mendudukkan bokongnya di sebelah Haikal dengan rusuh.
"Ah lemah lu Kal. Udah berasa nyenggol nenek nenek gue." ucap Nathan pada Haikal yang kini telah berada di sebelahnya.
Mereka saat ini sedang berada di sebuah kafe langganan mereka. Seperti biasa, mereka menemani Ryand yang baru saja selesai mengisi job menyanyi di kafe itu. Hal itu memang sudah menjadi kebiasaan mereka untuk menemani Ryand mengisi job di cafe langganan mereka. Sekalian hitung-hitung nongkrong untuk melepas penat juga sih. Tentu saja bersama Jevan dan Ryand yang sekarang sedang berkutat dengan ponsel masing-masing di hadapan Haikal dan Nathan.
"Widih cakep juga nih cewek. Ada pawangnya ga ya."
"Buset dah, inget cewe lu anjir, Than! Sekali-kali tobat napa ah." protes Ryand yang sekarang telah menaruh ponselnya di atas meja dan mengambil kentang goreng dengan topping keju milik Jevan di hadapannya.
Jevan yang mendengar gerutuan teman temannya hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum kecil, merasa sudah terbiasa dengan tingkah laku teman temannya itu. Sedangkan Haikal yang berada di sebelah Nathan, langsung bergerak cepat ke arah Nathan untuk melihat layar ponsel cowok itu, hendak mengkonfirmasi ucapan Nathan barusan.
"Lah, itu kan si Arlin temen gue."
"OH IYA WOY! Yang kemarin kita bantuin ke ruang pak Rendra kan ya." seru Nathan sembari memukul pundak Haikal dengan keras sampai sang empu mengaduh kesakitan sambil mengelus-ngelus pundaknya.
"Sat, pelan pelan nying! Gak pake mukul gue juga sat."
"Hehe sorry sorry bro, terlalu bersemangat. Pantesan gue ngerasa gak asing sama nih cewek, baru aja mikir nih cewek jodoh gue."
Sekarang giliran Haikal yang menggeplak jidat Nathan dengan keras, hingga cowok itu berteriak berlebihan. Empat serangkai ini memang sudah tidak mempunyai urat malu lagi. Pokoknya kalo menurut mereka, dunia milik mereka berempat aja, yang lain ngontrak.
"Gak usah pepet-pepet temen gue ya lo. Awas aja." ucap Haikal penuh peringatan.
"Widihhh. Lo naksir si Erlan nih ceritanya?" ucap Nathan sambil berseru.
"ARLIN SAT! ARLIN ANJER! Erlan mah bencongnya teknik sipil yang suka pepetin Jevan." protes Ryand sambil melemparkan satu kentang goreng ke arah Nathan. Jevan yang sedari tadi menonton hanya bisa terkekeh kecil sambil sesekali menggeleng gelengkan kepala.
"Jir kalian emang pada demen nyiksa gue ye, untung aja gue sabar." kata Nathan sambil mengelus dada Haikal yang berada di sebelahnya. Soalnya kalo ngelus dada Jevan, yang ada Nathan malam ini gak pulang ke rumah mama papanya, tapi ke samping kuburan neneknya. Iya, soalnya kata Nathan, neneknya yang terlampau sayang sama cucunya itu dulu mengucapkan sebuah permintaan terakhir kepada anak-anaknya sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, yaitu agar liang lahat kuburan wanita tua itu harus bersampingan dengan liang lahat Nathan di masa depan.
Haikal hanya melirik sinis ke arah Nathan sambil berusaha menyingkirkan tangan Nathan dari dadanya. "Bukannya gue naksir jir. Tapi kalo lo mau main-main jangan Arlin deh." protes Haikal.
"Kenapa emang?"
"Arlin udah punya masalahnya sendiri. Gak usah lo tambah masalah lagi! Makanya gak usah pepet-pepet dia lo, ah!"
"Lagian Than, urusin aja napa itu cewek lo. Setia dikitlah." ucap Ryand pelan sambil masih mengunyah kentang goreng Jevan.
"Yeu. Gak usah serius serius napa kalian. Siapa juga yang mau beneran pepet si Arlan Arlan itu. Kayaknya ceweknya tipe yang cuek-cuek gitu deh, gak demen gue sama modelan cewek jutek begitu. Tadi mah asal nyeplos gara-gara foto dia lewat di explore i*******m gue."
"Namanya Arlin, Than." ucap Jevan pelan yang akhirnya bersuara.
"Mana sih fotonya coba liat." Ryand yang penasaran pun langsung berdiri dan menghampiri Nathan yang berada di seberangnya.
"Hm cakep sih emang."
"Emang cantik si Arlin mah. Kalian aja yang baru nyadar." ucap Haikal dengan bangga.
"Pokoknya kalian kalo mau main main, gak usah sama Arlin ya! Gak ada pokoknya pepet-pepet tuh temen gue!" tegas Haikal lagi.
"Dih posesif amat. Pacar juga bukan." sinis Ryand.
"Bukan masalah gitu Yan, kek yang tadi gue bilang dah. Arlin udah punya masalahnya sendiri. Jangan kalian tambah. Kasian gue sama dia."
Jevan terdiam sejenak sebelum akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang dari tadi ada di kepalanya.
"Emang masalah apa sih? Semua orang juga punya masalah."
"Gak gitu Jev. Ya pokoknya ada lah. Masalah yang belom tentu bisa kita hadepin kalo jadi dia pokoknya! Dah ah! Gak usah bahas Arlin lagi. Kasian tuh bocah, lidahnya udah berdarah berapa liter gegara kita omongin dari tadi."
Ryand dan Nathan hanya mengedikkan bahunya tanda mereka tidak peduli. Sedangkan Jevan, entahlah, cowok itu hanya mengangkat sebelah alisnya menandakan ia tidak puas dengan penjelasan Haikal. Tapi ya sudah, toh Jevan tidak mengenal cewek itu. Jadi, dia tidak peduli.
Atau mungkin, pura pura tidak peduli.
---
Arlin baru saja turun dari ojek online saat tiba tiba ada yang memanggil namanya dari arah parkiran. Sontak gadis itu segera menoleh dan mendapatkan sosok wanita yang umurnya tidak jauh berbeda dari Arlin sedang membawa sebuah paperbag dan berjalan ke arahnya.
"Kamu Arlin kan?" tanya wanita itu.
"Iya mbak. Ada apa ya mbak?"
Wanita itu terkekeh selama beberapa saat membuat Arlin sedikit mengerutkan keningnya bingung.
"Kamu lupa ya sama Teteh? Ini Teh Yumna, Tetehnya Haikal. Itu loh yang dulu pernah kamu ciduk pas Teteh lagi persiapan mau bertempur sama cowok Teteh tapi kamu tiba - tiba muncul di depan pintu kamar Teteh sambil teriak-teriak kaget." ucap wanita itu sambil tertawa keras.
Sejenak Arlin menganga karena baru saja diingatkan oleh kejadian yang sangat memalukan itu. Ya ampun, sebenarnya yang harusnya malu itu wanita di hadapannya ini sih. Tapi kenapa malah seakan-akan Arlin yang sudah berbuat dosa. Padahal kan Arlin waktu itu hanya tidak sengaja menciduk kakaknya Haikal ini sedang persiapan 'perang' bersama pacarnya, itu pun karena Arlin sedang mencari Haikal yang gak tau kenapa malah menghilang di tengah-tengah kerja kelompok mereka saat awal ospek.
Saat itu Haikal dan Arlin dibentuk menjadi satu kelompok oleh kakak pembimbing ospek mereka. Mereka pun memutuskan untuk mengerjakan tugas tersebut di rumah Haikal. Saat asik-asiknya mengerjakan tugas, Haikal izin untuk pergi ke dapur mengambil cemilan tambahan. Tapi karena Haikal gak balik-balik lagi setelah Arlin sudah hampir selesai mengerjakan tugas mereka. Arlin memutuskan untuk mencari Haikal, sekalian ingin berpamitan untuk pulang berhubung hari sudah semakin malam. Arlin berdiri dan berjalan menjauhi ruang keluarga rumah Haikal, sambil sesekali memanggil Haikal dan mengucapkan 'permisi', gadis itu mengitari rumah cowok itu. Saat melewati sebuah kamar dengan pintu terbuka, Arlin mendengar suara suara aneh, karena ia pikir mungkin saja Haikal berada di kamar tadi. Gadis itu pun memundurkan langkahnya sedikit hingga saat ia mengintip sedikit ke dalam kamar, gadis itu reflek menjerit karena baru saja melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat. Seketika Arlin segera berlari kencang kembali ke arah ruang keluarga Haikal. Haikal yang mendengar suara teriakan Arlin segera bergegas keluar dari kamarnya. Saat cowok itu sudah di ruang keluarga dan menanyakan pada Arlin, gadis itu hanya berkata bahwa tugas kelompok mereka sudah selesai dan sekarang ia harus pulang. Haikal hanya meringis melihat Arlin yang buru buru keluar dari rumahnya tanpa menoleh ke arah Haikal.
Haikal rasanya amat bersalah waktu itu. Soalnya cowok itu yang awalnya pergi ke dapur untuk mengambil cemilan, mendadak lupa kalau ada Arlin yang sedang mengerjakan tugas kelompok di ruang keluarga mereka saat tiba tiba Jevan, Ryand, dan Nathan menelfonnya dan mengajak Haikal untuk 'mabar' dan mengancam cowok itu kalau ia tidak ikut dalam waktu lima menit maka Haikal harus menjadi babu mereka bertiga selama seminggu. Tentu saja Haikal tidak mau, semangat tempurnya mendadak naik dan cowok itu pun melupakan teman sekelompoknya yang sedang berjuang di ruang keluarga.
Dan lagi-lagi, Haikal menjadi merasa amat bersalah pada Arlin. Karena keesokan paginya, kakak perempuan Haikal berkata dengan santainya ke cowok itu kalau semalam Arlin tanpa sengaja menciduk kakak perempuannya saat sedang melakukan persiapan 'pertempuran' bersama pacarnya di kamar yang lupa ia tutup pintunya.
"Lin? Jangan bengong Lin, masih pagi ini sayang." ucap Teh Yumna sambil tersenyum geli pada Arlin.
"Eh iya kak hehe sorry sorry. Tadi kenapa ya kak?" ucap Arlin sambil berusaha menetralkan raut wajahnya supaya gak ketahuan kalau dia baru saja mengingat kejadian pencidukan dulu.
"Duh panggil Teh Yum aja. Jangan panggil kakak, berasa lagi cosplay jadi mbak mbak guardian deh Teteh."
"Iya Teh, hehe."
"Oh iya, ini Lin, Teteh boleh minta tolong gak sama kamu? Tolong kasi ini ke Haikal dong. Tuh bocah lupa bawa proposal acara dia katanya. Sama ini nih, ada lunchbox titipan mamanya Haikal, soalnya itu anak belum sarapan dari tadi. Iya Lin, gak usah kamu hujat ya. Emang manja banget kok anaknya. Ini Teteh wakilin kamu buat hujat dia."
Arlin melongo sejenak mendengar penjelasan kakak temannya itu sebelum kembali memasang senyum formalnya.
"Iya, boleh Teh. Kalo gitu nanti aku kasi ke Haikal." ucapnya sambil menerima paperbag yang sudah disodorkan oleh Yumna.
"Makasih banyak ya Lin. Sorry nih Teteh ngerepotin, soalnya Teteh harus ke kantor lagi abis ini jadi gak bisa lama lama disini."
"Iya Teh sama sama. Gapapa kok."
"Okee kalo gitu Teteh balik ya, byeee Arlin." ucap Yumna sambil melambaikan tangannya dan tak lupa dengan senyum lebarnya.
Arlin hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah Yumna yang sekarang sudah berada cukup jauh dari tempat ia berdiri tadi. Sejenak Arlin memandang paperbag yang berada di tangannya. Sebelum beranjak masuk ke dalam gedung fakultas.
---
Arlin sesekali mengecek ponselnya, berharap ada notifikasi pesan dari Haikal yang dapat memberi tahu keberadaan cowok itu. Arlin sejak tadi sudah mengirim pesan pada Haikal, menanyakan keberadaan cowok itu, tapi cowok itu tampaknya belum juga membalas pesannya. Ini sudah selesai jam kelas Arlin dan cewek itu belum juga memberikan titipan dari kakak perempuan temannya itu. Kalau begini, gimana cara Arlin bisa pulang ke apartemennya dan menikmati strawberry cheesecake sambil menonton drama korea.
Arlin menolehkan kembali ke arah kanan kiri. Berharap menemukan salah satu anak jurusan dia yang menurutnya satu kelas dengan Haikal. Tetapi ini sudah lebih dari 10 menit Arlin berdiri di koridor dan sama sekali tidak menemukan keberadaan orang yang sekiranya bisa ia tanyakan perihal keberadaan laki-laki tersebut.
Saat Arlin mau melangkahkan kakinya keluar, gadis itu dicegat oleh sosok perempuan tanpa pergelangan tangan yang kini sedang menatap Arlin dengan polos.
'Anjrit ini gak bisa lebih normal lagi apa munculnya! Mana tampilannya begini lagi bikin mual gue aja.' rutuk Arlin dalam hati.
"Hehe permisi mbak. Saya mau lewat, hehe."
Hantu tanpa kedua pergelangan tangannya itu tak bergeming dan hanya memandangi Arlin dari ujung kepala hingga kaki sambil sesekali memiringkan kepalanya tampak menilai. Arlin yang merasa bahwa sekarang ia sedang dinilai oleh hantu tentu saja kesal. Duh, Arlin sadar kok kalo dia tuh gak cantik cantik amat. Tapi masa selain harus di body shaming sama manusia, sekarang cewek itu harus di body shaming sama setan. Gak level banget dong.
"Kamu… lagi bingung ya?"tiba tiba hantu itu berucap sambil masih memiringkan kepalanya menatap Arlin.
Arlin mengerutkan keningnya, bingung. Apa sih nih setan, sejak kapan para hantu jadi peduli sama dia.
"Emang ada apa ya mbak? Hehe, saya boleh lanjut jalan gak mbak? Saya lagi buru buru nih."
"Kamu… lagi cari orang kan?"tanya hantu itu pelan. Arlin terdiam sejenak sebelum kembali bersuara.
"Iya sih, lagi cari orang, kenapa mbak? Mbak juga lagi cari orang?"
"Saya.. mau bantu.. kamu.."
Arlin melongo. Wah apa ini yang dimaksud dengan setan tobat.
"Eh gak apa apa mbak. Gak usah, saya bisa sendiri kok." tolak Arlin dengan halus. Bukan apa-apa, tapi Arlin hanya tidak mau kalau nanti dia dibantu sama mbak setan ini, yang ada dia harus simbiosis mutualisme, alias dia akan dimintai bantuan dengan hantu ini seperti kemauan hantu-hantu lainnya.
"Saya.. gak akan minta imbalan kok.."
"..saya cuma.. kasian sama kamu.. belum makan dari pagi.. dan linglung karena lagi mencari orang.. ngingetin saya sama anak saya yang hilang.."
Waduh kalau begini caranya Arlin gak tau sih dia harus seneng apa sedih karena dikasihani sama setan. Rasanya, Arlin sangat menyedihkan sekali dimata hantu perempuan ini. Tapi kalau dipikir pikir kasihan juga sih hantu di depannya ini. Kayaknya dia gak lagi bohong soal anaknya.
"Kamu.. cari teman laki laki kamu yang kulitnya sawo matang dan sering pergi sama tiga temannya yang ganteng-ganteng itu kan.."
Arlin seketika berjengit mendengar perkataan hantu di depannya. Bukan terkejut karena hantu itu tau siapa yang ia cari. Tapi terkejut karena ternyata walaupun gentayangan - gentayangan begini, setan ini ternyata masih punya selera yang tinggi.
"Eh iya sih mbak, saya emang lagi cari Haikal. Emang mbak tau orang itu lagi dimana?"
"Dia.. di kantin.."
"Hah? Tadi saya udah cari ke kantin kok mbak, tapi orangnya gak ada."
"Bukan.. bukan di kantin gedung ini.. tapi di kantin teknik…"
TBC
Setelah berpisah dengan mbak mbak tanpa pergelangan tangan di pertigaan koridor fakultas ekonomi. Arlin melangkahkan kakinya ke arah lobi sambil merutuk beberapa kali dalam hati. Duh kenapa jadi begini sih, kenapa juga Arlin harus susah - susah membuang waktu dan tenaganya yang berharga hanya untuk mengantarkan barang titipan Tetehnya Haikal. Sebenarnya Arlin dan Haikal kalau dibilang dekat juga tidak, ya walaupun mereka memang lumayan sering bersama saat awal ospek. Tapi setelah ospek selesai, Haikal dan Arlin masuk kelas yang berbeda, jadi mereka sudah tidak terlalu sering bertemu, hanya terkadang berpapasan sesekali di koridor sambil saling menyapa.Sekali lagi Arlin menghela nafas, ya sudahlah mungkin sekali kali ia memang harus berbuat kebaikan. Padahal perut Arlin dari tadi sudah meraung-raung meminta makanan. Namun sebenarnya bukan hanya itu yang membuat Arlin sebegitu malasnya pergi ke kantin fakultas teknik. Masalah terbesarnya adalah ment
"... Jevan gue boleh jadi pacar lo gak...?" Jevan yang berada di sebelahnya mendecakkan lidahnya sambil memandang Arlin horor. Seumur-umur baru kali ini cowok itu menerima pernyataan cinta dari orang yang baru dua kali ia temui. Meskipun sebenarnya, Jevan sudah tidak asing untuk menerima pernyataan cinta dari para kaum hawa seperti ini. Tetapi sebenarnya permasalahan di sini adalah perubahan tingkah laku gadis itu yang sangat jauh berbeda dari yang cowok itu ketahui membuat laki-laki itu berjengit memandangi gadis di sebelahnya. "Lo suka sama gue?" Arlin mengerjapkan matanya beberapa kali setelah mendengar pertanyaan Jevan, sebelum menjawab dengan tegas. "Nggak."
Hari ini adalah hari minggu. Sudah beberapa hari berlalu sejak perseteruan tidak jelas antara Arlin dan Jevan di kantin fakultas cowok itu. Saat ini, Arlin sedang bersiap pergi ke supermarket untuk belanja bulanan berhubung isi kulkasnya sudah mulai terlihat kosong. Arlin sudah siap dengan hoodie oversize berwarna putih dan legging hitamnya. Tak lupa rambutnya yang ia gerai dan bibirnya yang ia oleskan sedikit liptint agar terlihat segar. Gadis itu berpikir sejenak, ia hendak menimbang-nimbang apakah dirinya harus menggunakan layanan ojek online atau mobilnya yang sudah hampir berdebu yang disimpan di basement apartemennya karena jarang gadis itu gunakan. Arlin memang terbilang jarang menggunakan mobilnya karena biasanya Jeffrey selalu mengantarnya kemanapun sejak kecelakaan yang menimpanya pada saat awal menjadi mahasiswa baru. Saat itu, Arlin tanpa sengaja menabrak pohon besar di sekitar kampusnya ka
"Dasar nyusahin."Arlin sontak berbalik menghadap asal suara untuk melihat bahwa sekarang Jevan sudah pergi mendorong troli-nya, meninggalkan Arlin yang masih melamun.Buru-buru gadis itu mengejar langkah Jevan, berusaha memposisikan troli-nya persis di samping troli cowok itu membuat mereka berdua berjalan bersisian. Wah! Kalau begini, sepertinya gadis itu memang sedang beruntung hari ini karena tanpa sengaja bertemu dengan 'kunci dari hidup tenangnya' yang sekarang sedang memilih semangka. Siapa yang sangka kalau ia dapat menjalankan misinya lebih cepat seperti ini. Tanpa ingin membuang kesempatan, Arlin pun mulai membuka topik obrolan dengan Jevan."Kata nenek gue, kalo pilih semangka yang manis tuh biasanya diketok ketok dulu tau, Van." Jevan hanya menoleh singkat
Tampak gadis dengan rambut panjang berwarna hitam pekat sedang turun dari motor pria berjaket hijau. Setelah mengucapkan terimakasih pada abang ojek online yang sudah mengantarkannya dengan selamat ke kampus, Arlin segera berbalik berjalan ke arah pintu masuk fakultasnya seraya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Semalam setelah Jeffrey mampir sebentar di apartemen gadis itu untuk mengecek kondisi Arlin, tak lama kemudian cowok itu pamit pulang karena jam dinding apartemen gadis itu sudah menunjukkan pukul satu malam. Karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat Arlin, Jeffrey pun pulang setelah berpamitan dan berhasil membuat cewek itu untuk berjanji agar tidak menyetir mobilnya sendirian lagi. Saat Arlin sedang berjalan di koridor fakultasnya, tiba-tiba pundak gadis itu dipukul kuat oleh seseorang di belakangnya. Saat gadis itu menoleh, mata Arlin otomatis membelalak saat menemukan seseorang yang
Kini Arlin dan anak laki-laki yang baru diketahui namanya Jean itu sedang duduk di Orion. Arlin memutuskan untuk membawa Jean ke Orion sambil menunggu keluarga anak kecil ini menjemputnya. Mereka duduk di dekat kaca yang mengarah ke tempat les Jean sehingga mereka dapat mengetahui jika keluarga anak ini menjemputnya.Jean sedang duduk di hadapan Arlin, anak kecil itu terlihat sangat semangat menjejalkan sepotong cheesecake ke mulutnya. Arlin terkekeh melihat anak yang baru berusia enam tahun itu. Tadi saat Arlin bertanya bagaimana anak itu bisa berada agak jauh dari tempat lesnya, Jean hanya berkata bahwa tadi ada badut tikus menyeramkan yang berjalan mendekatinya, otomatis anak itu panik ketakutan, Jean yang semulanya berdiri di depan tempat lesnya berjalan menjauh dari badut itu. Saat akhirnya badut tikus itu sudah menghilang dari pandangannya, Jean terlanjur panik saat ia sadar bahwa
"Lin! Lo mending buru deh siapin hati sama mental. Panjang umur banget ini. Padahal orangnya baru aja abis diomongin loh! Ini mah bener-bener definisi pucuk dicinta ulam pun tiba!" Arlin yang mendengar perkataan sahabatnya itu hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai tanda bahwa gadis itu tidak mengerti dengan ucapan yang baru saja dikatakan Cherry. Seketika Cherry menarik tangan Arlin dan membawa gadis itu ke arah pintu unit apartemennya untuk melihat sendiri siapa orang yang sedang bertandang ke rumahnya dimalam hari seperti ini. "Ah, udah cepet lo liat aja sendiri!" teriak Cherry seraya memelototkan matanya. Arlin yang masih menampilkan raut kebingungan hanya menuruti perkataan Cherry dan segera mengintip dari door-view untuk melihat orang yang berada dibalik pintu. Saat matanya berhasil menangkap bayangan seseorang yang sangat ia kenal, gadis itu segera berbalik ke arah Cherry dan
Setelah meletakkan nampan berisi minuman itu di atas meja ruang tamu, Arlin izin sejenak pergi ke kamarnya untuk mengganti baju yang hanya dibalas oleh deheman singkat oleh Cherry dan senyuman manis Lana. Sedangkan Jeffrey, laki-laki itu masih berdiri di counter dapur, masih menatap punggung Arlin yang menjauh dari sela-sela tembok.Di dalam kamarnya, Arlin duduk di meja rias, ia menatap pantulan dirinya di kaca, perlahan ia terisak lirih seraya meremas rambutnya. Arlin merasa dirinya bodoh sekali. Apa tadi yang ia katakan pada laki laki itu? Arlin tertawa lirih mengingat ucapannya beberapa saat lalu, baik-baik saja? Bagaimana bisa Arlin baik-baik saja jika laki-laki itu selalu menaruh perhatian berlebih padanya tetapi diwaktu yang bersamaan juga menjalin hubungan dengan perempuan lain. Tetapi apa boleh bua
Sayup-sayup suara burung terdengar, gadis yang tengah berbaring di atas tempat tidur itu beberapa kali tampak mengernyit saat sinar matahari mulai menyilaukan matanya yang masih setengah terpejam. Arlin berguling ke sebelah kanan tempat tidur, berusaha meraba-raba jam kecil yang biasa diletakan di meja sebelah kanan tempat tidurnya masih dengan matanya yang terpejam. Kening gadis itu mengernyit saat telapak tangannya tidak menemukan apa yang ia cari. Perlahan Arlin membuka matanya, beberapa kali dia mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu. Kemudian mata gadis itu menyapu seluruh penjuru kamar yang jelas-jelas bukan kamar miliknya di apartemen.Mata gadis itu membulat beberapa saat, hampir saja Arlin berteriak histeris saat tiba-tiba ingatan semalam muncul di kepalanya. Oh astaga… gadis itu baru ingat kalau semalam dirinya menginap di rumah Jevan. Atau lebih tepatnya rumah kakak Jevan? Entahlah.Arlin lantas bangun dari posisi tidurnya dan segera beranj
Beberapa jam yang lalu… "Kamu… mau bantu saya?"Arlin mengangguk pelan, "Apa yang harus saya lakuin?""Kamu cuma perlu bawa foto janin dan ponsel saya ke orangtua saya. Itu satu-satunya cara supaya mereka bisa tau tentang kehamilan dan… kebenaran di balik kematian saya."Arlin mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca dan hatinya kian diliputi rasa bersalah dan juga prihatin terhadap wanita di hadapannya."Kamu yakin mau bantu saya?"Iya, saya bakal bantu mbak." ucap Arlin dengan mantap. Walaupun ada beberapa hal yang mengganjal di pikiran gadis itu terkait kebenaran di balik kematian wanita di depannya, tapi Arlin tak memedulikannya. 'Gue cuma harus fokus membantu wanita ini, pikirnya'."Sekarang dimana foto dan HP mbak itu?""Di rumah saya."Setelah itu Arlin segera pergi ke rumah itu dengan arwah wanita tadi yang menuntun jalan. Sesampai mereka di sana, Arlin mengerutkan keningnya melihat teras dan halaman rumah bernomor dua belas itu yang terlihat sangat kotor seperti sudah la
"Brengs*k!" Jevan seketika mendorong tubuh pria yang sedang berada di atas Arlin dan mencekik leher gadis itu. Tubuh pria itu otomatis terhuyung ke lantai. Kini Jevan sudah menduduki tubuh pria asing itu dan memberikannya berbagai pukulan di sekitar wajah dan rahangnya. Jevan seolah sudah gelap mata. Tadi saat ia baru saja memasuki kamar ini, matanya langsung menangkap pria ini sedang mencekik Arlin dan tubuhnya menimpa gadis. Jevan sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tapi entahlah instingnya seperti mengatakan untuk segera menyelamatkan gadis itu terlebih dahulu dari pada repot-repot meminta penjelasan pada mereka.Jevan terus-terusan memukul pria itu sampai tiba-tiba Arlin menarik jaketnya pelan seraya menggelengkan kepalanya, "Udah…." Tatapan nyalang di mata Jevan seketika berubah menjadi lebih lembut. Cowok itu menghela nafas kasar dan langsung bangun dari tubuh pria itu yang sudah habis ia pukuli. Kemudian Jevan menarik tangan Arlin dan segera pergi dari ru
Arlin baru saja keluar dari ruang kelas usai jadwal kelasnya hari ini selesai, tentunya bersama Cherry saat tiba-tiba Jeffrey menelfonnya. Buru-buru Arlin menelpon menekan tombol hijau pada layar ponselnya. Cherry yang berdiri di sampingnya menoleh ke arah gadis itu dan mengangkat satu alisnya. Namun, saat gadis itu melihat si kontak penelpon, Cherry menyeringai ke arah Arlin."Halo.""Aku udah nyampe." ucap laki-laki di seberang telepon."Aku?""Iya, aku-kamu. Emang kenapa? Kan kita harus latihan dulu biar kamu terbiasa." ucap Jeffrey
Sudah dua hari berlalu sejak kejadian dimana Jeffrey berhasil merebut ciuman pertamanya. Tentu saja hal itu berhasil membuat Arlin tidak bisa tertidur selama beberapa malam. Dan hari ini adalah hari keberangkatan Jeffrey ke kota tempat tinggal neneknya itu. Selain untuk menjenguk neneknya yang kabarnya sedang sakit, rencananya laki-laki itu juga akan menyelesaikan hubungannya dengan Lana secara langsung saat berada di sana.Saat ini Jeffrey sedang menyetir dan sedang berada dalam perjalanan ke kampus untuk mengantar Arlin yang kini duduk dengan tenang di sampingnya. Setelah beberapa kali beradu mulut perihal Jeffrey yang terus-terusan ngotot ingin mengantar Arlin untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin sebelum cowok itu berangkat ke Yogyakarta siang ini, akhirnya Arlin pun kalah karena tidak ingin berdeba
"JELAS MASALAH BUAT GUE YANG UDAH SEJAK LAMA SUKA SAMA LO." ucap cowok itu dengan keras, nafasnya terengah-engah."...dan gue tau… lo juga suka sama gue."Arlin membelalakan matanya terkejut. Sedetik kemudian, gadis itu merubah raut wajahnya dan memutar bola matanya malas. "Lo gila.""Iya, gue emang udah sinting.""Bisa-bisanya lo suka sama gue disaat lo aja masih punya Lana? Dan sekarang lo ngakuin perasaan lo? Lo egois banget.""Gue emang egois. Dari awal gue selalu pura-pura gak tau soal perasaan lo, sementara di saat yang sama gue selalu berada di deket lo dan pacaran sama cewek lain."Arlin terdiam mendengarkan penuturan cowok
Jevan sangat kesal saat telinganya sayup-sayup mendengar laki-laki di seberang telpon sana terus-terusan memarahi gadis di sampingnya yang padahal masih terlihat pucat dan shock akibat kejadian buruk yang menimpanya tadi. Ingin sekali rasanya Jevan berteriak ke arah si penelpon lalu berkata bahwa gadis di sebelahnya ini sedang tidak baik-baik saja dan menyuruhnya untuk sedikit lebih tenang dengan tidak memarahi gadis itu. Walaupun Jevan sama sekali tidak menyukai Arlin karena sifatnya yang akhir-akhir ini selalu mendekatinya dan membuatnya risih, namun sisi kemanusiaan cowok itu lebih mendominasi saat ini. "Kalo ngomong gak usah pake urat. Mending sekarang lo cepetan ke tempat cewek lo, kita ketemu di sana." Setelah berucap tajam pada lak
Jevan saat ini tengah berdiri di pojok belakang area konser FLAVS. Laki-laki itu menyilangkan tangannya dengan tubuh yang ia sandarkan di pagar pembatas besi yang berada di belakang area konser. Sesekali kepalanya bergerak seiring dengan irama lagu yang dinyanyikan seseorang di atas panggung sana.Laki-laki itu sendirian berada di sana bukan tanpa alasan. Jevan sudah beberapa kali berusaha mengajak ketiga temannya untuk menemani laki-laki itu menonton konser R&B yang mana sangat disukai oleh laki-laki itu. Namun, teman-temannya sangat pandai beralasan untuk menolak menemaninya. Jevan menggelengkan kepalanya kecil seraya tersenyum saat teringat kejadian kemarin dimana laki-laki itu memaksa mereka untuk menemaninya menonton.Ryand berkata bahwa ia ada panggilan job untuk bernyanyi di kafe baru milik temannya. Sehingga ia tidak bisa
Saat ini Arlin sedang bersiap-siap untuk pergi ke FLAVS R&B concert bersama Jeffrey. Gadis itu tampak cantik mengenakan t-shirt berwarna abu-abu dengan dengan potret bunga mawar dipadu dengan rok pendek berwarna coklat yang terlihat pas di tubuhnya. Arlin tampak sangat senang karena hari ini ia akan dapat melihat idolanya secara langsung. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seraya tersenyum membayangkan konser yang akan ia datangi nanti.Saat gadis itu sedang membubuhkan pewarna bibir, nada dering ponselnya terdengar menandakan adanya telepon masuk. Lantas gadis itu segera menekan tombol berwarna hijau setelah melihat sekilas nama kontak si penelpon."Halo.