Di sebuah ruangan berukuran kecil itu, tampak seorang perempuan sedang duduk di salah satu kubikel toilet sambil menghentak-hentakan kakinya. Wajah gadis itu sangat mungil dengan hidung bangir dan matanya yang bulat, semakin membuatnya terlihat manis. Sesekali gadis itu menggerakan bibir mungilnya sebagai tanda bahwa ia sedang merapalkan suatu kalimat. Sudah berulang kali juga gadis itu menghela napas dalam, terlihat begitu frustasi membaca kertas kecil digenggamannya seraya masih menggerakan bibir dan kakinya seirama.
"Teori agensi adalah teori yang.. duh apa ya, ah anjir lah dari tadi gak masuk masuk nih materi."
Sambil membolak-balikkan secarik kertas di genggamannya, ia kembali memejamkan matanya sebagai harapan agar ia berhasil menghafal seluruh kalimat yang ada pada kertas tersebut.
Namun, belum sempat gadis itu membaca lagi isi kertas tersebut, pintu kubikel toilet di depannya tiba tiba terbuka dengan cukup keras, berhasil mengalihkan seluruh perhatian gadis itu dari secarik kertas lusuh yang bisa dibilang lebih mirip contekan daripada rangkuman materi pelajaran.
“Duh nek, sumpah jangan sekarang deh ya kalo mau ngajak main, ini saya lagi belajar loh bentar lagi mau ujian.”kata gadis itu ketika ia sontak mengangkat kepalanya ke atas untuk melihat seorang nenek yang sedang berdiri di hadapannya sambil tersenyum sinis.
“Belajar sama nenek aja sini.”
“Sumpah nek, saya lagi gak ada waktu buat ladenin nenek. Dah ya nek saya keluar. Maap deh ganggu wilayah kekuasaan nenek.”kata gadis itu akhirnya keluar dari kubikel menuju salah satu wastafel untuk mencuci tangan.
“Nenek bisa bantu kamu lulus ujian kali ini padahal…”kata nenek tersebut.
“Apa? Tapi pasti ada tumbalnya kan? Duh nek saya mah udah sering ketemu hantu yang modelan nenek kayak begini. Udah hapal saya mah sama maunya setan setan kayak nenek ini. Mending nenek banyak banyak tobat deh ya, eh gak tobat deng kan udah mati ya. Yaudah nenek pokoknya jangan ganggu saya ya, lagi pusing nih!”
Raut wajah nenek itu sontak berubah, seketika wujud nenek rombeng itu berubah menjadi wujud aslinya yang lebih seram, memelototi Arlin yang masih mencuci tangan. Arlin yang baru sadar perubahan wujud nenek itu langsung memekik tertahan. ‘Wah salah ngomong gue nih.’
“Eh nek sumpah saya gak bermaksud, saya bercanda sumpah aduh saya goblok nek goblok.”
Arlin berbalik ke belakang, buru buru mengambil tasnya yang masih ada di pojok wastafel dan segera mengambil ancang-ancang untuk berlari keluar toilet sekuat tenaga. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk mengecek keberadaan nenek rombeng yang ternyata mengikutinya. Arlin meringis seraya terus berlari hingga tanpa sadar ia menabrak sesuatu yang keras di hadapannya.
“Arlin?”
“Eh Jeff? Anjir anjir sumpah Jeff tolongin gue, tadi ada nenek rombeng sumpah ngejer gue aaaaa.”
“Hah? Lo di gangguin lagi? Mana neneknya? Coba noleh? Masih ada gak?”tanya laki-laki di hadapannya.
Seketika Arlin menolehkan kepalanya ke belakang untuk mengecek keberadaan hantu nenek tadi.
“Eh udah nggak ada. Hahhh! Sumpah berasa dikejar setan deh gue.”kata Arlin.
“Yeu emang dikejar setan mohon maap neng.”
Arlin hanya memasang cengiran khasnya dan berjalan di samping Jeffrey di sepanjang koridor. Laki-laki yang kini sudah berjalan di sisinya ini adalah kakak tingkat Arlin atau bisa dibilang sahabat terdekat gadis itu. Jeffrey sudah menemani Arlin sejak awal masuk kampus ini, berawal dari Jeffrey yang menjadi kakak pembina kelompok Arlin saat ospek fakultas membuat mereka lama kelamaan menjadi semakin dekat. Tak ayal, banyak orang-orang mengira mereka berpacaran karena Jeffrey yang terlihat selalu menjaga Arlin kemana pun gadis itu pergi.
Namun, banyak juga orang-orang yang membicarakan Arlin karena kedekatannya dengan Jeffrey, Si Pangeran Kampus. Pasalnya, Jeffrey ini termasuk salah satu jajaran most-wanted guy di kampus mereka. Wajah laki-laki itu yang tampan dan postur tubuhnya yang tinggi dan berisi akibat sering menghabiskan waktu di sasana olahraga membuatnya menjadi rebutan para kaum hawa. Akibat itu, tidak sedikit pula banyak orang yang mengecam Arlin karena menurut mereka, gadis pendiam dan tertutup itu tidaklah pantas bersanding dengan Jeffrey.
Belum lagi, reputasi Arlin yang terkenal sangat tertutup dengan orang-orang disekitarnya membuat gadis itu dinilai sebagai gadis yang aneh di kampusnya. Padahal, kalau dibandingkan dengan mahasiswi-mahasiswi lainnya, Arlin tidak kalah cantik dengan mereka, mungkin itu sebabnya banyak orang yang heran dengan sikap Arlin yang tertutup. Gadis itu sebenarnya sangat cantik, tetapi sikapnya yang aneh dan seakan tidak peduli dengan sekitarnya itu membuatnya tidak disukai oleh teman-temannya, khususnya para penggemar Jeffrey.
“Lo bukannya katanya ada ujian Accounting Theory?”tanya Jeffrey memecah keheningan.
Seketika Arlin mengecek jam tangan yang melingkar di tangan kirinya sambil tak lupa memasang wajah horor.
“HAH? WAIT ANJER GUE KAN UJIAN JEFF! INI BU GINA PASTI UDAH DI KELAS INI MAH UDAH JAM SEGINI!”
“Hadehh kebiasaan lo-" Belum sempat Jeffrey menyelesaikan kalimatnya, Arlin sudah berlari kencang memutar arah untuk segera sampai ke kelasnya sebelum ia harus menerima semua omelan dosen tergalak di fakultasnya itu.
---------
“Gimana tadi ujiannya?”
Arlin hanya menghela nafas untuk menjawab pertanyaan Jeffrey. Jeffrey yang merasa pertanyaannya sudah terjawab hanya dengan mendengar helaan nafas Arlin hanya terkekeh sambil mengusap pelan kepala Arlin.
“Yaudah gapapa, kan masih ada UAS ntar, bagusin nilai lo disana aja.”katanya.
“Duh gue pengen melambaikan tangan ke kamera aja tadi tuh pas di kelas. Gak tahan banget udah gue Jeff.”
“Yeuuu lambaikan tangan lambaikan tangan lo pikir lo lagi jadi peserta uji nyali.”
“Lah beneran uji nyali ini, bedanya kalo yang di tipi tipi di ujinya pake setan, gue di uji pake soalnya Bu Gina. Hadehh.”
“Mana tadi pagi gue diganggu sama ntuh nenek rombeng lagi. Arghhh! Kalo bukan karena dia pasti gue tadi at least bisa ngisi satu nomor.”
Jeffrey hanya tersenyum menanggapi, baginya ini hanyalah satu dari sejuta kalinya Arlin merengek karena tidak bisa mengerjakan ujian. Dan mendengar ia mengeluhkan soal hantu hantu yang seringkali mengganggunya itu juga ibarat lagu wajib yang akan di dengarkan Jeffrey setiap Arlin apes karena diganggu makhluk makhluk tak kasat mata itu.
Arlin memang bisa melihat makhluk makhluk tak kasat mata itu. Saat neneknya meninggal pada saat usianya 12 tahun, kemampuan spesial neneknya tersebut mau tidak mau diturunkan pada Arlin yang notabene-nya adalah cucunya. Pada saat itu tentu saja Arlin sangat kaget dengan perubahan yang dialami dirinya. Sudah berbagai cara yang orangtuanya lakukan untuk menghilangkan kemampuan tersebut tapi selalu berujung gagal. Namun akhirnya lama kelamaan, Arlin memutuskan untuk berpasrah dan menerima keadaannya ini.
Hingga saat ia mulai menduduki bangku perkuliahan, ia bertemu dengan salah satu kakak tingkatnya yang bernama Jeffrey. Jeffrey yang tak sengaja mengetahui soal kemampuan Arlin saat ospek fakultas itu memutuskan untuk menjadi teman Arlin karena ia tertarik dengan kemampuan Arlin dan bisa dibilang kasihan terhadap gadis itu yang selalu menyendiri dan tak acuh pada keadaan sekitarnya. Lama kelamaan mereka menjadi semakin dekat dan hingga kini, Jeffrey selalu menjadi tempat curhat utama bagi Arlin saat ia diganggu oleh hantu hantu tersebut. Arlin tentu senang, Arlin bisa bercerita sepuasnya tanpa dipikir gila seperti teman temannya sewaktu SMP yang mengatai Arlin gila, dan Jeffrey yang tentu senang karena ia memang begitu tertarik dengan hal-hal spiritual tersebut. Arlin, yang Jeffrey kira merupakan seorang perempuan yang irit berbicara dan cuek akhirnya mulai terbiasa menghadapi sifat asli dan celotehan panjang gadis itu yang tidak ada habisnya. Laki-laki itu baru menyadari bahwa selama ini, gadis itu sengaja menutup diri hanya untuk melindungi dirinya agar terhindar dari cercaan dan hinaan orang-orang seperti yang ia alami saat SMP.
“Yaudah gue jajanin cilor deh.”tawar jeffrey tiba tiba.
Seketika raut Arlin berseri seri, kalau Arlin tokoh anime mungkin sekarang matanya akan berubah menjadi emotikon berbentuk ‘love’. Cilor adalah makanan kesukaan Arlin sejak masih SD hingga sekarang. Jajanan SD itu memang selalu menjadi comfort food Arlin sejak dulu. Kalau kata gadis itu, ia rela kok makan aci telur itu selama sisa hidupnya. Begitu pengakuan Arlin saat Jeffrey melarangnya memakan cilor setiap hari.
“SIPP MAKASI JEFFREY! LO MAH EMANG PALING NGERTI DAH!”teriak Arlin hingga mengundang lirikan mata seluruh mahasiswa di koridor.
Jeffrey hanya menutup sedikit wajahnya sambil perlahan melangkahkan kaki jauh jauh dari tempat Arlin yang masih senyum senyum seperti orang yang baru saja memenangkan giveaway liburan ke hawaii 3 hari 2 malam.
-------
Saat ini Jeffrey dan Arlin sedang berada di apartemen Arlin. Mereka hendak menonton serial netflix yang direkomendasikan oleh Jeffrey. Arlin duduk berselonjor di sofa sambil memangku satu baskom penuh berisi strawberry cheesecake ice cream dari salah satu brand ice cream terkenal. Sedangkan Jeffrey duduk dibawah sofa sembari menyandarkan punggungnya pada kaki sofa dan memainkan remote tv didepannya.
“Jangan horor ya, awas aja lo.”
“Iya iya ini gak horor.”jawab Jeffrey.
“Males banget gue kalo ntar malem penghuni unit sebelah mampir kesini gara gara merasa terpanggil abis kita nonton horor.” lanjut Arlin.
“Iya sayang, ini gak horor. Lagian kalo dia kesini kan gue tinggal nginep nemenin lo.”
Buru buru Arlin memukul kepala Jeffrey menggunakan baskom es krim di tangannya.
“Aduh!”
“Sadis amat sih mbak.” gerutu Jeffrey sambil mengelus ngelus jidatnya yang sekarang terasa dingin karena dipukul menggunakan baskom es krim.
“Ya makanya mulut lo tuh sekali-kali beradab kek.”jawab arlin.
Jeffrey hanya terkekeh menanggapi, masih sambil mengotak ngatik remote Arlin, ia berceletuk,”Ini lo sebenernya mukul gue karena gue bilang mau nginep di tempat lo atau karena malu gue panggil sayang?” tanya jeffrey sambil memasang senyum miring dan menolehkan wajahnya ke belakang ke arah Arlin.
Yap dan respon Arlin, sudah pasti bisa ditebak oleh semua orang.
---
Arlin dan Jeffrey saat ini sedang berbaring di tempat tidur Arlin. Beberapa waktu lalu, mereka memutuskan untuk pindah dari ruang tengah ke kamar Arlin agar dapat menonton sembari merebahkan tubuh mereka di kasur seperti saran Jeffrey.
Arlin sedang fokus-fokusnya menonton saat tanpa sengaja ponsel Jeffrey berdering menandakan panggilan masuk. Arlin yang berada di sebelah Jeffrey otomatis dapat melihat sekilas nama kontak si penelpon. Tanpa sadar, raut wajah Arlin seketika berubah sendu. Sedangkan Jeffrey, laki-laki itu segera bangun dari posisinya dan berjalan ke arah balkon apartemen Arlin.
Mata Arlin mengikuti pergerakan Jeffrey yang yang tengah berjalan ke arah balkon. Raut wajahnya yang sendu cepat - cepat ia ganti dengan wajah datarnya, tak ingin Jeffrey menyadari perubahan suasana hati gadis itu.
Lana
Arlin masih mengingat jelas nama yg muncul pada ponsel cowok itu. Nama itu adalah nama pacar Jeffrey yang berada di Jogja. Mereka memang menjalani hubungan jarak jauh sejak awal mahasiswa baru. Sebenarnya sejak awal pertemuan mereka, Jeffrey tidak pernah menyebut atau memberitahu Arlin bahwa ia mempunyai pacar. Tetapi saat Arlin tidak sengaja menemukan foto seorang perempuan sedang memeluk Jeffrey di apartemen cowok itu. Jeffrey segera menceritakan Arlin bahwa ia memang mempunyai pacar dan kini sedang dalam hubungan jarak jauh.
Lantas pada saat itu, Arlin berpikir ya sudah tidak apa-apa, lagipula Arlin tidak mengharapkan apapun dari Jeffrey. Jeffrey mau berteman dengannya tanpa berpikir bahwa dia gila saja, gadis itu sudah sangat bersyukur. Tapi lama kelamaan, entah kenapa perasaan cemburu seperti yang ia rasakan saat ini mulai muncul. Arlin sadar bahwa tanpa sengaja ia mulai menaruh harapan pada cowok itu. Tapi tidak apa-apa, Arlin sudah biasa dengan perasaan seperti ini. Ia akan berusaha menghapusnya pelan-pelan, dan mempertahankan persahabatannya dengan Jeffrey tanpa mengganggu hubungan Jeffrey dan Lana.
Terlalu lama melamun, Arlin tidak menyadari bahwa Jeffrey sedang berjalan ke arahnya dari balkon. Tampaknya cowok itu sudah selesai dengan urusannya dengan pacarnya itu.
"Eh Lin." kata Jeff sambil mendudukan bokongnya tepat di samping Arlin.
Arlin hanya menolehkan kepalanya dan menaikkan satu alisnya sebagai jawaban.
Jeffrey yang sudah terbiasa dengan respon Arlin, melanjutkan kalimatnya.
"Kayaknya gue besok gak bisa ke kampus bareng lo deh." lanjutnya.
"Lah? Jangan bilang Tante Jessica sakit lagi?" sebut Arlin sembari memasang raut cemas. Tante Jessica merupakan ibu Jeffrey, sesekali Arlin memang sering bermain ke rumah Jeffrey sehingga ia bisa dekat dengan ibu cowok itu.
"Nggak Lin, bukan itu."
"Terus kenapa?" tanya Arlin.
"Besok pagi Lana nyampe Jakarta."
TBC
"Besok pagi Lana nyampe Jakarta."Arlin terdiam sejenak, berusaha membuang jauh jauh perasaan aneh yang akhir - akhir ini kerap kali muncul. Cepat - cepat ia menampilkan raut wajah datar andalannya."Oh ya? Ya udah sans lah, gue kan bisa pake ojol.""Beneran gapapa? Sorry ya Lin.""Ih yauda si, lo mah kek sama siapa aja. Udah ah lanjut nonton lagi aja kita.""Sorry Lin tapi kayaknya gue balik sekarang deh.""Lah, kenapa lagi?""Gue mau bersihin apart gue deh, lo tau kan bentukan apart gue kalo lo belum mampir ke apart gue, hehe.""Tumbenan bersihin apart, kesambet apa lo? Biasanya juga yang disuruh bersihin gue.""Yakali Lin, gue gak setega itulah buat nyuru lo bersihin apa
Arlin kini sedang duduk di sebuah kafe sambil sesekali menyeruput hot caramel macchiato-nya. Sesekali ia akan mengedarkan pandangan ke seluruh kafe memperhatikan sekitarnya. Saat ini, kafe yang sering ia datangi bersama Jeffrey itu terlihat cukup ramai. Semua bangku terlihat sudah ada yg menempati. Entah ini sudah keberapa kalinya Arlin menghela nafas. Arlin sebenarnya tidak terlalu suka keramaian seperti ini saat mengerjakan tugas.Tapi apa boleh buat, hanya caramel macchiato di cafe ini yang dapat membuat arlin jatuh cinta dan semangat mengerjakan tugas kuliahnya yang semakin lama semakin menggunung. Biasanya kalau ada Jeffrey, laki-laki itu akan menemani Arlin mengerjakan tugas di kafe ini sambil sesekali melontarkan candaan yang membuat gadis itu kembali bersemangat mengerjakan tugas. Tapi sayangnya sekarang, Jeffrey pasti sedang menikmati waktu bersama pacarnya. Huft mengingat itu, Arlin rasanya in
"Adeknya hantu kali."Jeffrey terdiam sejenak, sebelum bertanya pada Lana pelan. "Lan, kamu gak ada ngomong macem macem sama Arlin kan?""Gak ada lah. Emang aku mau ngomong apa coba.""Kamu.. gak ada nyinggung-nyinggung soal Arlin yang indigo itu kan?"Lana mengangkat sebelah alisnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan Jeffrey."Emang kenapa kalo aku bawa bawa soal itu depan Arlin? Emang bener kan? Kan kamu sendiri yang bilang sama aku."Jeffrey menutup matanya, berusaha mengendalikan diri dengan menghela nafas dalam. Lana yang melihat raut wajah cowoknya seperti itu mau tak mau harus buka suara membela diri lebih jauh lagi sebelum gadis itu terkena semprotan dari Jeffrey."Je, aku gak ada nyinggung-nyinggung itu kok. Aku tadi cuma nanya gimana ceritanya k
Setelah berpisah dengan mbak mbak tanpa pergelangan tangan di pertigaan koridor fakultas ekonomi. Arlin melangkahkan kakinya ke arah lobi sambil merutuk beberapa kali dalam hati. Duh kenapa jadi begini sih, kenapa juga Arlin harus susah - susah membuang waktu dan tenaganya yang berharga hanya untuk mengantarkan barang titipan Tetehnya Haikal. Sebenarnya Arlin dan Haikal kalau dibilang dekat juga tidak, ya walaupun mereka memang lumayan sering bersama saat awal ospek. Tapi setelah ospek selesai, Haikal dan Arlin masuk kelas yang berbeda, jadi mereka sudah tidak terlalu sering bertemu, hanya terkadang berpapasan sesekali di koridor sambil saling menyapa.Sekali lagi Arlin menghela nafas, ya sudahlah mungkin sekali kali ia memang harus berbuat kebaikan. Padahal perut Arlin dari tadi sudah meraung-raung meminta makanan. Namun sebenarnya bukan hanya itu yang membuat Arlin sebegitu malasnya pergi ke kantin fakultas teknik. Masalah terbesarnya adalah ment
"... Jevan gue boleh jadi pacar lo gak...?" Jevan yang berada di sebelahnya mendecakkan lidahnya sambil memandang Arlin horor. Seumur-umur baru kali ini cowok itu menerima pernyataan cinta dari orang yang baru dua kali ia temui. Meskipun sebenarnya, Jevan sudah tidak asing untuk menerima pernyataan cinta dari para kaum hawa seperti ini. Tetapi sebenarnya permasalahan di sini adalah perubahan tingkah laku gadis itu yang sangat jauh berbeda dari yang cowok itu ketahui membuat laki-laki itu berjengit memandangi gadis di sebelahnya. "Lo suka sama gue?" Arlin mengerjapkan matanya beberapa kali setelah mendengar pertanyaan Jevan, sebelum menjawab dengan tegas. "Nggak."
Hari ini adalah hari minggu. Sudah beberapa hari berlalu sejak perseteruan tidak jelas antara Arlin dan Jevan di kantin fakultas cowok itu. Saat ini, Arlin sedang bersiap pergi ke supermarket untuk belanja bulanan berhubung isi kulkasnya sudah mulai terlihat kosong. Arlin sudah siap dengan hoodie oversize berwarna putih dan legging hitamnya. Tak lupa rambutnya yang ia gerai dan bibirnya yang ia oleskan sedikit liptint agar terlihat segar. Gadis itu berpikir sejenak, ia hendak menimbang-nimbang apakah dirinya harus menggunakan layanan ojek online atau mobilnya yang sudah hampir berdebu yang disimpan di basement apartemennya karena jarang gadis itu gunakan. Arlin memang terbilang jarang menggunakan mobilnya karena biasanya Jeffrey selalu mengantarnya kemanapun sejak kecelakaan yang menimpanya pada saat awal menjadi mahasiswa baru. Saat itu, Arlin tanpa sengaja menabrak pohon besar di sekitar kampusnya ka
"Dasar nyusahin."Arlin sontak berbalik menghadap asal suara untuk melihat bahwa sekarang Jevan sudah pergi mendorong troli-nya, meninggalkan Arlin yang masih melamun.Buru-buru gadis itu mengejar langkah Jevan, berusaha memposisikan troli-nya persis di samping troli cowok itu membuat mereka berdua berjalan bersisian. Wah! Kalau begini, sepertinya gadis itu memang sedang beruntung hari ini karena tanpa sengaja bertemu dengan 'kunci dari hidup tenangnya' yang sekarang sedang memilih semangka. Siapa yang sangka kalau ia dapat menjalankan misinya lebih cepat seperti ini. Tanpa ingin membuang kesempatan, Arlin pun mulai membuka topik obrolan dengan Jevan."Kata nenek gue, kalo pilih semangka yang manis tuh biasanya diketok ketok dulu tau, Van." Jevan hanya menoleh singkat
Tampak gadis dengan rambut panjang berwarna hitam pekat sedang turun dari motor pria berjaket hijau. Setelah mengucapkan terimakasih pada abang ojek online yang sudah mengantarkannya dengan selamat ke kampus, Arlin segera berbalik berjalan ke arah pintu masuk fakultasnya seraya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Semalam setelah Jeffrey mampir sebentar di apartemen gadis itu untuk mengecek kondisi Arlin, tak lama kemudian cowok itu pamit pulang karena jam dinding apartemen gadis itu sudah menunjukkan pukul satu malam. Karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat Arlin, Jeffrey pun pulang setelah berpamitan dan berhasil membuat cewek itu untuk berjanji agar tidak menyetir mobilnya sendirian lagi. Saat Arlin sedang berjalan di koridor fakultasnya, tiba-tiba pundak gadis itu dipukul kuat oleh seseorang di belakangnya. Saat gadis itu menoleh, mata Arlin otomatis membelalak saat menemukan seseorang yang
Sayup-sayup suara burung terdengar, gadis yang tengah berbaring di atas tempat tidur itu beberapa kali tampak mengernyit saat sinar matahari mulai menyilaukan matanya yang masih setengah terpejam. Arlin berguling ke sebelah kanan tempat tidur, berusaha meraba-raba jam kecil yang biasa diletakan di meja sebelah kanan tempat tidurnya masih dengan matanya yang terpejam. Kening gadis itu mengernyit saat telapak tangannya tidak menemukan apa yang ia cari. Perlahan Arlin membuka matanya, beberapa kali dia mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu. Kemudian mata gadis itu menyapu seluruh penjuru kamar yang jelas-jelas bukan kamar miliknya di apartemen.Mata gadis itu membulat beberapa saat, hampir saja Arlin berteriak histeris saat tiba-tiba ingatan semalam muncul di kepalanya. Oh astaga… gadis itu baru ingat kalau semalam dirinya menginap di rumah Jevan. Atau lebih tepatnya rumah kakak Jevan? Entahlah.Arlin lantas bangun dari posisi tidurnya dan segera beranj
Beberapa jam yang lalu… "Kamu… mau bantu saya?"Arlin mengangguk pelan, "Apa yang harus saya lakuin?""Kamu cuma perlu bawa foto janin dan ponsel saya ke orangtua saya. Itu satu-satunya cara supaya mereka bisa tau tentang kehamilan dan… kebenaran di balik kematian saya."Arlin mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca dan hatinya kian diliputi rasa bersalah dan juga prihatin terhadap wanita di hadapannya."Kamu yakin mau bantu saya?"Iya, saya bakal bantu mbak." ucap Arlin dengan mantap. Walaupun ada beberapa hal yang mengganjal di pikiran gadis itu terkait kebenaran di balik kematian wanita di depannya, tapi Arlin tak memedulikannya. 'Gue cuma harus fokus membantu wanita ini, pikirnya'."Sekarang dimana foto dan HP mbak itu?""Di rumah saya."Setelah itu Arlin segera pergi ke rumah itu dengan arwah wanita tadi yang menuntun jalan. Sesampai mereka di sana, Arlin mengerutkan keningnya melihat teras dan halaman rumah bernomor dua belas itu yang terlihat sangat kotor seperti sudah la
"Brengs*k!" Jevan seketika mendorong tubuh pria yang sedang berada di atas Arlin dan mencekik leher gadis itu. Tubuh pria itu otomatis terhuyung ke lantai. Kini Jevan sudah menduduki tubuh pria asing itu dan memberikannya berbagai pukulan di sekitar wajah dan rahangnya. Jevan seolah sudah gelap mata. Tadi saat ia baru saja memasuki kamar ini, matanya langsung menangkap pria ini sedang mencekik Arlin dan tubuhnya menimpa gadis. Jevan sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tapi entahlah instingnya seperti mengatakan untuk segera menyelamatkan gadis itu terlebih dahulu dari pada repot-repot meminta penjelasan pada mereka.Jevan terus-terusan memukul pria itu sampai tiba-tiba Arlin menarik jaketnya pelan seraya menggelengkan kepalanya, "Udah…." Tatapan nyalang di mata Jevan seketika berubah menjadi lebih lembut. Cowok itu menghela nafas kasar dan langsung bangun dari tubuh pria itu yang sudah habis ia pukuli. Kemudian Jevan menarik tangan Arlin dan segera pergi dari ru
Arlin baru saja keluar dari ruang kelas usai jadwal kelasnya hari ini selesai, tentunya bersama Cherry saat tiba-tiba Jeffrey menelfonnya. Buru-buru Arlin menelpon menekan tombol hijau pada layar ponselnya. Cherry yang berdiri di sampingnya menoleh ke arah gadis itu dan mengangkat satu alisnya. Namun, saat gadis itu melihat si kontak penelpon, Cherry menyeringai ke arah Arlin."Halo.""Aku udah nyampe." ucap laki-laki di seberang telepon."Aku?""Iya, aku-kamu. Emang kenapa? Kan kita harus latihan dulu biar kamu terbiasa." ucap Jeffrey
Sudah dua hari berlalu sejak kejadian dimana Jeffrey berhasil merebut ciuman pertamanya. Tentu saja hal itu berhasil membuat Arlin tidak bisa tertidur selama beberapa malam. Dan hari ini adalah hari keberangkatan Jeffrey ke kota tempat tinggal neneknya itu. Selain untuk menjenguk neneknya yang kabarnya sedang sakit, rencananya laki-laki itu juga akan menyelesaikan hubungannya dengan Lana secara langsung saat berada di sana.Saat ini Jeffrey sedang menyetir dan sedang berada dalam perjalanan ke kampus untuk mengantar Arlin yang kini duduk dengan tenang di sampingnya. Setelah beberapa kali beradu mulut perihal Jeffrey yang terus-terusan ngotot ingin mengantar Arlin untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin sebelum cowok itu berangkat ke Yogyakarta siang ini, akhirnya Arlin pun kalah karena tidak ingin berdeba
"JELAS MASALAH BUAT GUE YANG UDAH SEJAK LAMA SUKA SAMA LO." ucap cowok itu dengan keras, nafasnya terengah-engah."...dan gue tau… lo juga suka sama gue."Arlin membelalakan matanya terkejut. Sedetik kemudian, gadis itu merubah raut wajahnya dan memutar bola matanya malas. "Lo gila.""Iya, gue emang udah sinting.""Bisa-bisanya lo suka sama gue disaat lo aja masih punya Lana? Dan sekarang lo ngakuin perasaan lo? Lo egois banget.""Gue emang egois. Dari awal gue selalu pura-pura gak tau soal perasaan lo, sementara di saat yang sama gue selalu berada di deket lo dan pacaran sama cewek lain."Arlin terdiam mendengarkan penuturan cowok
Jevan sangat kesal saat telinganya sayup-sayup mendengar laki-laki di seberang telpon sana terus-terusan memarahi gadis di sampingnya yang padahal masih terlihat pucat dan shock akibat kejadian buruk yang menimpanya tadi. Ingin sekali rasanya Jevan berteriak ke arah si penelpon lalu berkata bahwa gadis di sebelahnya ini sedang tidak baik-baik saja dan menyuruhnya untuk sedikit lebih tenang dengan tidak memarahi gadis itu. Walaupun Jevan sama sekali tidak menyukai Arlin karena sifatnya yang akhir-akhir ini selalu mendekatinya dan membuatnya risih, namun sisi kemanusiaan cowok itu lebih mendominasi saat ini. "Kalo ngomong gak usah pake urat. Mending sekarang lo cepetan ke tempat cewek lo, kita ketemu di sana." Setelah berucap tajam pada lak
Jevan saat ini tengah berdiri di pojok belakang area konser FLAVS. Laki-laki itu menyilangkan tangannya dengan tubuh yang ia sandarkan di pagar pembatas besi yang berada di belakang area konser. Sesekali kepalanya bergerak seiring dengan irama lagu yang dinyanyikan seseorang di atas panggung sana.Laki-laki itu sendirian berada di sana bukan tanpa alasan. Jevan sudah beberapa kali berusaha mengajak ketiga temannya untuk menemani laki-laki itu menonton konser R&B yang mana sangat disukai oleh laki-laki itu. Namun, teman-temannya sangat pandai beralasan untuk menolak menemaninya. Jevan menggelengkan kepalanya kecil seraya tersenyum saat teringat kejadian kemarin dimana laki-laki itu memaksa mereka untuk menemaninya menonton.Ryand berkata bahwa ia ada panggilan job untuk bernyanyi di kafe baru milik temannya. Sehingga ia tidak bisa
Saat ini Arlin sedang bersiap-siap untuk pergi ke FLAVS R&B concert bersama Jeffrey. Gadis itu tampak cantik mengenakan t-shirt berwarna abu-abu dengan dengan potret bunga mawar dipadu dengan rok pendek berwarna coklat yang terlihat pas di tubuhnya. Arlin tampak sangat senang karena hari ini ia akan dapat melihat idolanya secara langsung. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seraya tersenyum membayangkan konser yang akan ia datangi nanti.Saat gadis itu sedang membubuhkan pewarna bibir, nada dering ponselnya terdengar menandakan adanya telepon masuk. Lantas gadis itu segera menekan tombol berwarna hijau setelah melihat sekilas nama kontak si penelpon."Halo.