Pov. Author
Rubbi kembali menutup pintu itu dengan cepat. Gadis itu menekan dada nya yang bergemuruh, ia bener-benar dibuat terkejut. Rubbi berjalan menjauh dengan setengah berlari saat melihat Max keluar dari ruangan itu.
Dengan rahang yang terlihat mengeras Max menghampiri Rubbi. "Berhenti disitu!" Perintah Max tak dihiraukan oleh Rubbi.
Gadis itu berlari menuruni anak tangga dengan sesekali menoleh menatap Max yang masih berjalan mengejarnya.
Gadis itu kembali duduk di antara keluarga Max, bedanya kini Rubbi duduk di sebelah kakek nya dengan memaksa menggeser sepupu Max yang bernama Tifany.
"Kau baik-baik saja? Kenapa kau terlihat ketahukatan seperti itu?" Tanya Kakek Max.
"Tidak. Aku baik-baik saja." Jawab Rubbi sambil menatap Max yang baru saja turun dengan Jay di belakangnya.
"A_ku baik-baik saja, tentu!" Ulang Rubbi sambil tertawa seperti orang bodoh.
Max berjalan mendekati Rubbi, ia menggeser kursinya semakin mendekat pada Rubbi membuat kakeknya tersenyum senang. Berbeda dengan Rubbi yang tangan nya sudah bergetar sampai sulit untuk memegang sendok.
"Kau gemetar sayang?" Bisik Max.
"Tidak. Kau bisa sedikit menjauh disini banyak orang." Ucap Rubbi meringis saat melihat Max menatapnya penuh ancaman.
"Kalau begitu, kita kekamar ku sekarang." Max menarik lengan Rubbi. Hingga gadis itu berdiri menatap nya terkejut saat Max dengan tiba-tiba membawanya seperti membawa sekarung sayuran di bahunya.
Rubbi memberontak mencoba menolak, ia melemparkan tatapan memohon pertolongan pada keluarga Max namun yang ia dapat justru kekehan seperti dirinya sedang bercanda.
'Ayolah aku sedang tidak bercanda! Orang ini bisa saja menembak matiku dikamarnya' seru Rubbi membatin saat ia semakin menjauh dari ruang keluarga.
"Turunkan Aku!!" Seru Rubbi sesaat setelah Max menutup pintu kamarnya.
Brukk!!
Max melempar Rubbi keatas tempat tidur nya. Pria itu menatap tajam seperti menguliti Rubbi sampai habis ketulang.
"Ohh ayolah Max. Tadi aku tidak melihat apapun!" Ucap Rubbi. Kakinya bergeser ingin turun dari tempat tidur itu.
Max berjalan mendekat ketepi tempat tidur, memerangkap Rubbi yang terlihat gugup saat Max berdiri mensejajarkan wajah mereka.
"Aku ingin membicarakan sesuatu padamu, jadi dengarkan lah baik-baik."
"Oke baiklah, tapi bisa kau sedikit menjauh." Mendengar itu Max menjauh, ia memilih berjalan kearah pintu menuju balkon dan menutupnya.
"Aku ingin kau menandatangani surat ini," ucap Max singkat.
Rubbi menerima surat itu dan membacanya, "ini ? Apa kau bercanda..."
"Tanda tangani tanpa bantahan, atau kau ingin aku mengatakan seluruh kebusukan mu pada keluarga mu dan Pria mu itu?" Acam Max.
Rubbi terdiam sesaat sebelum bibirnya membentuk sebuah senyum licik khasnya. Ia turun dari tempat tidur itu lalu berjalan mendekat pada Max.
"Jika kau lakukan itu, aku rasa mulut ku ini lebih dari cukup untuk menceritakan apa yang aku lihat tadi pada kakek dan keluargamu diluar sana." Mereka saling mengintimidasi.
"Ohh ternyata ini Istri ku yang sebenarnya? Saat ini kau terlihat seperti ular." Balas Max terlihat tenang.
"Ya. Dan kita sejenis bukan?" Tanya Rubbi sambil tersenyum lalu melompat duduk diatas tempat tidur. "Woow tempat tidurmu sangat nyaman!!" Ucap Rubbi.
Max derdecak, ia mendekat.
"Cepat tanda tangani, dan kita sepakat untuk tidak mengurusi kehidupan masing-masing." Ucap Max dengan suara dalam.
"Aku rasa itu cukup menguntungkan, tapi aku juga masih butuh fasilitasmu." Ujar Rubbi mengajukan sebuah syarat.
"Aku sudah mempersiapkannya, sekarang turun dari tempat tidurku karena tempatmu bukan disini tapi di sana." Tunjuknya kearah sebuah sofa besar di sisi lain kamar itu.
Rubbi tertawa sebelum mendecih dan menatap Max sinis. Dengan gerakan yang cepat ia mengambil bantal, sayang saat ia ingin mengambil selimut tebal diatas tempat tidur itu Max justru merebahkan tubuh besarnya di atas selemut itu.
"Hei.. bisa kah kamu bangun dulu? Aku ingin mengambil selimut ini!" Seru Rubbi.
Max tidak bergerak sedikitpun acuh dan memilih memejamkan matanya. Rubbi memukul-mukuli bantal yang ia pegang, guncangan yang di hasil kan membuat Max membuka matanya dan menatap Rubbi tajam.
"Kau ambil selimut baru, ingat kau harus menjauh dari ku saat kita berdua." Max mendorong Rubbi sampai gadis itu terjatuh.
"Wah... Hahah kamu berani banget ya sama perempuan! Astaga!" Rubbi bangun dan menutup matanya sambil mengatur napas nya. Berharap rasa kesal yang dia rasakan akan sedikit hilang.
Max pergi beranjak menuju kamar mandi, ia membuka jas milik nya dan melemparkan nya begitu saja ke wajah Rubbi yang membuat Rubbi membulatkan matanya karena terkjut.
"Hei!!" Seru Rubbi yang diabaikan Max.
Max mandi cukup lama, saat selesai ia seperti biasa hanya mengenakan handuk di pinggangnya. Dengan langkah perlahan sambil mengeringkan rabutnya yang basah, saat ini musim panas membuatnya mudah berkeringat dan merasa tidak nyaman. Namun langkah kaki nya terhenti saat melihat di hadapannya, ada Rubbi yang sedang memunggunginya menggunakan satu set pakaian dalam berearna merah yang memperlihatkan bentuk tubuhnya yang sangat seksi.
Rubbi sedikit menoleh melirik kearah Max yang masih terdiam menatapnya. Sebuah senyum tipis tersungging di wajah cantik nya, ia sudah yakin sejak awal jika Max pasti akan terpengaruh oleh penampilan seksinya.
"Apa yang kau lakukan dengan pakaian seperti itu? Ah kau ingin berenang? Baiklah." Ucap Max sebelum berjalan melewati Rubbi menuju walk-in closet.
Rubbi yang menyaksikan itu hanya mampu membuka dan menutup mulut nya tak percaya dengan respon Max yang terlalu biasa. Dia menghentak-hentakan kakinya dan melangkah mengkuti Max.
Max yang sedang memilih pakaian dikejutkan dengan kedatangan Rubbi yang lengsung berdiri sangat dekat dengannya. Saat ini Max terperangkap oleh Rubbi dengan pakaian dalam nya itu.
"Menjauh." Max berucap.
"Aku tidak mau," balas Rubbi dengan tersenyum. Ia merapatkan sedikit tubuh nya pada Max yang sukses membuat pria itu terlihat ketakutan.
"Mejauh dari ku Rubbi!" Ucap Max memperingati. Namun Rubbi justru merasa tertantang melihat Max yang terlihat menahan sesuatu.
menjauh? Kenapa? Apa seorang gay bisa langsung normal didepan ku? Oh aku tidak meragukan ke seksian ku Rubbi membatin dengan senyum penuh kemenangan.
"Kau...." Ucapan Rubbi terpotong saat ia terdorong masuk kedalam lemari gantung dengan naas. Matanya sukses membola menatap Max dengan terkejut.
Max mengatur napasnya yang memburu, matanya menatap jijik kearah Rubbi. Baru kali ini dia berdekatan dengan wanita segila Rubbi, selama ini penjaga akan selalu menghalangi wanita-wanita itu darinya tapi berbeda dengan Rubbi karena mereka pasangan suami istri. Akan sangat tidak wajar jika penjaga harus menjauhkan nya dengan istrinya sendiri.
"Kau! Beraninya kau mendekat seperti itu!" Seru Max. Ia terlihat marah terlihat dari otot-ototnya yang menegang. Dengan asal ia ambil pakaian dan keluar meninggalkan Rubbi yang masih terkejut akan kejadian barusan.
"Ini gila. Ini benar-benar gila!" Serunya lalu ia tertawa menertawakan dirinya yang terlihat sangat bodoh. "Oh my god! Jadi dia benar-benar Gay?!"
Pov. AuthorMax keluar dari kamar nya setelah memakai baju, ia belum melihat Rubbi keluar dari walk-in closet milik nya, tapi Max tidak mau ambil pusing. Ia melangkah menuju ruang makan dimana keluarganya sudah menunggu, di rumag kakek nya ini Max lah cucu tersayang kakek nya.Semenjak kematian kedua orang tuanya Max memang tinggal dengan kakek nya dan berusaha membantu menjalankan perusahaan yang ditinggalkan mendiang ayahnya."Mana Rubbi? Kau tidak seharusnya mengajaknya kekamar sesiang ini, dia pasti lelah." Ucapan kakek nya itu sukses mengundang tawa seisi ruangan itu.
Pov. AuthorMax berjalan memasuki kamarnya setelah mengantar Jay sampai pintu utama dan pergi dari mansionnya. Sekarang dirinya ingin mengerjakan beberapa berkas tentang pembukaan lahan baru untuk rumah sakit yang akan di dirikan nya. Max masuk kedalam kamarnya lalu membuka jas dan kemejanya sembarang tanpa melihat keberadaan Rubbi di sana perlahan pria itu menanggalkan celana bahan nya menyisahkan pakaian dalam yang membentuk tubuh bagian bawahnya dengan jelas. Rubbi yang merasa berhak melihatnya hanya menopang dagu sambil melipat kakinya di atas sofa di pojok kamar itu.Max yang merada di perhatikan oleh seseorang melihat kesekeliling kamarnya dan terkejut saat melihat Rubbi yang sedang menatapnya dengan berbinar. Sadar dengan keadaan n
PoV. AuthorKe esokan harinya. Rubbi sudah sibuk berkutat dengan sayuran yang baru saja di kirim langsung dari perkebunan khusus untuk masakan di mansion ini. Rubbi terlihat kesusahan saat membuka kentang menggunakan pisau, sangat terlihat jika ia tidak pernah menggunakan benda itu selama ini."Kau baik-baik saja Nona?" Tanya seorang pelayan yang sedang mencuci daging."Ah iya aku masih baik-baik saja, tapi aku tidak menyangka membuka kentang akan sesulit ini." Ujar Rubbi yang masih terlihat fokus menatap kentang di tanganya."Apa anda perlu bantuan saya?" Tanya pelayan itu lagi."Tidak perlu, aku harus belajar mandiri dan bisa mengerjakan semua ini mulai sekarang," jawab Rubbi yang tiba-tiba teringat adik nya Putri.'Sungguh ia tidak akan berbuat jahat pada adiknya itu jika ia tahu hidup bener-benar sesulit ini' pikirnya.Saat Rubbi sedang serius mengupas kentang Max yang baru saja sel
PoV. AuthorSetelah acara makan pagi yang diiringi dengan suasana tak nyaman. Max berniat untuk pergi ke kantornya, Jay masih setia mengikutinya selayaknya seorang asisten. Sesekali Jas membenagi tatanan pakaian yang dikenakan Max. Keduanya berjalan menuju pintu keluar dan mendapati beberapa pelayan yang sedang menata tanaman, seluruhnya terlihat memberi hormat padanya selain Rubbi yang justru malah berdiri memunggunginya dan perpura-pura tidak mengetahui kebradaannya."Nona Rubbi." Panggil Jay.Gadis itu menoleh lalu menatap kearah keduanya, "Iya, ada apa?" Tanyanya dengan nada ketus."Aku dan tuan Max akan berangkat kekantor...,""Ya sana kalian pergi, lama-lama melihat kalian makanan yang ku makan rasanya mau keluar lagi," ujar Rubbi dengan sinis memotong ucapan Jay.Max masih menatap Rubbi dengan datar, sedangkan Jay menunggu saat-saat Max akan memarahi gadis itu di depan
PoV. Author"Masuk.""Kau ingin mengajaku tidur satu kamar?" Tanya Rubbi dengan wajah berbinar."Jangan banyak menghayal, masuklah ada yang ingin aku bicarakan," ujar Max dengan mengulum senyum geli.Rubbi menatap Max tajam, ia mendengus sebelum masuk kedalam kamar Max di villa itu. Rubbi berlari mengitari kamar itu dengan sangat antusias saat melihat keindahan kamar dengan nuansa putih dan pemandangan birunya laut yang menyatu menciptakan sebuah keindahan."Duduklah, jangan berlarian dan membuatku pusing melihatnya." Max menghenbuskan napasnya tajam saat melihat tingkah Rubbi yang menurut nya sangat kampungan."Max ini indah sekali, pasti nyaman sekali jika bisa berlibur disini." Rubbi melompat naik keatas tempat tidur lalu merebahkan dirinya tanpa sadar jika dirinya sangat terekspose.Rubbi menatap Max yang sedang duduk di sofa yang menghadap langsung ke arah
Pov. Author Dibalik sebuah pilar tinggi, disebuah Hottel berbintang. Terlihat dua orang yang sedang mengenakan pakaian pengantin, mereka terlihat sedang berdebat. "Apa kamu gila? Aku tidak hamil anak mu!" Seru seoarang gadis yang terlihat sebagai mempelai wanitanya dengan wajah yang menahan kesal. Sang mempelai peria hanya menatap gadis itu dengan mata tajamnya. Bahkan bibirnya tidak mengucap satu katapun dan itu sukses membuat sang gadis semakin meradang. "Kenapa diam? Apa kamu bisu di saat situasi sedang begini?" Lagi gadis itu berucap kali ini dengan nada yang sarkas. "Lucu sekali, kau yang membuat situasi ini terjadi," ucap pria itu dengan senyum mengejek, "tapi sekarang kau menyalah kan aku, Apa itu tidak keterlaluan?" Tanya Pria itu. "Oke! Ini memang salahku, kamu puas? Tapi harusnya kamu tidak muncul dan menambah masalah ini dengan berucap kamu ingin bertanggung jawab!" "Sudah lah, sekarang masuk dan segera kita selesaikan acara ini." Ujar Pria itu malas berdebat. Pria i
Pov. AuthorAcara pernikahan telah usai, Max berjalan keluar dari lobbi hotel diikuti beberapa Bodyguard dan Rubbi yang sedang kesusahan menarik gaun pengantinnya yang menjuntai sepanjang dua meter dengan berat 25kg tanpa bantuan siapapun. Bisa kalian bayangkan.Sedang kan Max berjalan sambil menghubungi seseorang, disebelahnya ada Jay yang terlihat gagah mengenakan jas mahalnya."Siapkan pesawat, aku harus pulang sekarang juga." Ujar nya sebelum mematikan sambungan secara sepihak."Hai bisa kah kalian berjalan dengan pelan, baju ini sangat basar dan berat tah
Pov. AuthorKeesokan paginya. Max sudah selesai dengan mandinya, saat ini ia sedang memilih jas yang akan di kenakannya hari ini. Tapi dia mengurungkan niatnya dan memilih menggulung lengan kemeja hitamnya dan menata rambutnya rapih. Ia menekan pembuka tirai dan melihat keadaan di sekitarnya. Beberapa pelayan sudah sibuk dengan tugasnya masing-masing tapi matanya tak menangkap keberadaan Rubbi dimana pun.Max memilih keluar dari kamar nya dan menuruni anak tangga dengan mata yang masih mencari keberadaan Rubbi. Nihil, dia tidak menemukan gadis itu di mana pun. Kini matanya beralih kearah pintu kamar tamu, Max membuka kamar itu tanpa mengetuk nya terlebih dahulu. Diluar dugaan kamar yang kemarin kotor kini sudah berubah menjadi kamar yang
PoV. Author"Masuk.""Kau ingin mengajaku tidur satu kamar?" Tanya Rubbi dengan wajah berbinar."Jangan banyak menghayal, masuklah ada yang ingin aku bicarakan," ujar Max dengan mengulum senyum geli.Rubbi menatap Max tajam, ia mendengus sebelum masuk kedalam kamar Max di villa itu. Rubbi berlari mengitari kamar itu dengan sangat antusias saat melihat keindahan kamar dengan nuansa putih dan pemandangan birunya laut yang menyatu menciptakan sebuah keindahan."Duduklah, jangan berlarian dan membuatku pusing melihatnya." Max menghenbuskan napasnya tajam saat melihat tingkah Rubbi yang menurut nya sangat kampungan."Max ini indah sekali, pasti nyaman sekali jika bisa berlibur disini." Rubbi melompat naik keatas tempat tidur lalu merebahkan dirinya tanpa sadar jika dirinya sangat terekspose.Rubbi menatap Max yang sedang duduk di sofa yang menghadap langsung ke arah
PoV. AuthorSetelah acara makan pagi yang diiringi dengan suasana tak nyaman. Max berniat untuk pergi ke kantornya, Jay masih setia mengikutinya selayaknya seorang asisten. Sesekali Jas membenagi tatanan pakaian yang dikenakan Max. Keduanya berjalan menuju pintu keluar dan mendapati beberapa pelayan yang sedang menata tanaman, seluruhnya terlihat memberi hormat padanya selain Rubbi yang justru malah berdiri memunggunginya dan perpura-pura tidak mengetahui kebradaannya."Nona Rubbi." Panggil Jay.Gadis itu menoleh lalu menatap kearah keduanya, "Iya, ada apa?" Tanyanya dengan nada ketus."Aku dan tuan Max akan berangkat kekantor...,""Ya sana kalian pergi, lama-lama melihat kalian makanan yang ku makan rasanya mau keluar lagi," ujar Rubbi dengan sinis memotong ucapan Jay.Max masih menatap Rubbi dengan datar, sedangkan Jay menunggu saat-saat Max akan memarahi gadis itu di depan
PoV. AuthorKe esokan harinya. Rubbi sudah sibuk berkutat dengan sayuran yang baru saja di kirim langsung dari perkebunan khusus untuk masakan di mansion ini. Rubbi terlihat kesusahan saat membuka kentang menggunakan pisau, sangat terlihat jika ia tidak pernah menggunakan benda itu selama ini."Kau baik-baik saja Nona?" Tanya seorang pelayan yang sedang mencuci daging."Ah iya aku masih baik-baik saja, tapi aku tidak menyangka membuka kentang akan sesulit ini." Ujar Rubbi yang masih terlihat fokus menatap kentang di tanganya."Apa anda perlu bantuan saya?" Tanya pelayan itu lagi."Tidak perlu, aku harus belajar mandiri dan bisa mengerjakan semua ini mulai sekarang," jawab Rubbi yang tiba-tiba teringat adik nya Putri.'Sungguh ia tidak akan berbuat jahat pada adiknya itu jika ia tahu hidup bener-benar sesulit ini' pikirnya.Saat Rubbi sedang serius mengupas kentang Max yang baru saja sel
Pov. AuthorMax berjalan memasuki kamarnya setelah mengantar Jay sampai pintu utama dan pergi dari mansionnya. Sekarang dirinya ingin mengerjakan beberapa berkas tentang pembukaan lahan baru untuk rumah sakit yang akan di dirikan nya. Max masuk kedalam kamarnya lalu membuka jas dan kemejanya sembarang tanpa melihat keberadaan Rubbi di sana perlahan pria itu menanggalkan celana bahan nya menyisahkan pakaian dalam yang membentuk tubuh bagian bawahnya dengan jelas. Rubbi yang merasa berhak melihatnya hanya menopang dagu sambil melipat kakinya di atas sofa di pojok kamar itu.Max yang merada di perhatikan oleh seseorang melihat kesekeliling kamarnya dan terkejut saat melihat Rubbi yang sedang menatapnya dengan berbinar. Sadar dengan keadaan n
Pov. AuthorMax keluar dari kamar nya setelah memakai baju, ia belum melihat Rubbi keluar dari walk-in closet milik nya, tapi Max tidak mau ambil pusing. Ia melangkah menuju ruang makan dimana keluarganya sudah menunggu, di rumag kakek nya ini Max lah cucu tersayang kakek nya.Semenjak kematian kedua orang tuanya Max memang tinggal dengan kakek nya dan berusaha membantu menjalankan perusahaan yang ditinggalkan mendiang ayahnya."Mana Rubbi? Kau tidak seharusnya mengajaknya kekamar sesiang ini, dia pasti lelah." Ucapan kakek nya itu sukses mengundang tawa seisi ruangan itu.
Pov. AuthorRubbi kembali menutup pintu itu dengan cepat. Gadis itu menekan dada nya yang bergemuruh, ia bener-benar dibuat terkejut. Rubbi berjalan menjauh dengan setengah berlari saat melihat Max keluar dari ruangan itu.Dengan rahang yang terlihat mengeras Max menghampiri Rubbi. "Berhenti disitu!" Perintah Max tak dihiraukan oleh Rubbi.Gadis itu berlari m
Pov. AuthorKeesokan paginya. Max sudah selesai dengan mandinya, saat ini ia sedang memilih jas yang akan di kenakannya hari ini. Tapi dia mengurungkan niatnya dan memilih menggulung lengan kemeja hitamnya dan menata rambutnya rapih. Ia menekan pembuka tirai dan melihat keadaan di sekitarnya. Beberapa pelayan sudah sibuk dengan tugasnya masing-masing tapi matanya tak menangkap keberadaan Rubbi dimana pun.Max memilih keluar dari kamar nya dan menuruni anak tangga dengan mata yang masih mencari keberadaan Rubbi. Nihil, dia tidak menemukan gadis itu di mana pun. Kini matanya beralih kearah pintu kamar tamu, Max membuka kamar itu tanpa mengetuk nya terlebih dahulu. Diluar dugaan kamar yang kemarin kotor kini sudah berubah menjadi kamar yang
Pov. AuthorAcara pernikahan telah usai, Max berjalan keluar dari lobbi hotel diikuti beberapa Bodyguard dan Rubbi yang sedang kesusahan menarik gaun pengantinnya yang menjuntai sepanjang dua meter dengan berat 25kg tanpa bantuan siapapun. Bisa kalian bayangkan.Sedang kan Max berjalan sambil menghubungi seseorang, disebelahnya ada Jay yang terlihat gagah mengenakan jas mahalnya."Siapkan pesawat, aku harus pulang sekarang juga." Ujar nya sebelum mematikan sambungan secara sepihak."Hai bisa kah kalian berjalan dengan pelan, baju ini sangat basar dan berat tah
Pov. Author Dibalik sebuah pilar tinggi, disebuah Hottel berbintang. Terlihat dua orang yang sedang mengenakan pakaian pengantin, mereka terlihat sedang berdebat. "Apa kamu gila? Aku tidak hamil anak mu!" Seru seoarang gadis yang terlihat sebagai mempelai wanitanya dengan wajah yang menahan kesal. Sang mempelai peria hanya menatap gadis itu dengan mata tajamnya. Bahkan bibirnya tidak mengucap satu katapun dan itu sukses membuat sang gadis semakin meradang. "Kenapa diam? Apa kamu bisu di saat situasi sedang begini?" Lagi gadis itu berucap kali ini dengan nada yang sarkas. "Lucu sekali, kau yang membuat situasi ini terjadi," ucap pria itu dengan senyum mengejek, "tapi sekarang kau menyalah kan aku, Apa itu tidak keterlaluan?" Tanya Pria itu. "Oke! Ini memang salahku, kamu puas? Tapi harusnya kamu tidak muncul dan menambah masalah ini dengan berucap kamu ingin bertanggung jawab!" "Sudah lah, sekarang masuk dan segera kita selesaikan acara ini." Ujar Pria itu malas berdebat. Pria i