Nara terbangun karena seluruh persendiannya terasa sakit. Dia mengusap mata dan mencoba duduk, tetapi meringis karena merasa nyeri di satu bagian tubuhnya. Matanya menatap sekeliling dan merasa asing di tempat itu. Ini bukan kamarnya karena terlalu bagus bahkan boleh dibilang mewah.
Dalam kebingungan, Nara menyandarkan kepala di headboard ranjang. Gadis itu belum sempat menyadari apa yang terjadi, ketika merasakan mual yang begitu hebat.
Dengan cepat Nara bangun dan tanpa direncanakan dan memuntahkan isi perutnya di lantai.
"Gadis jorok!" ucap seorang laki-laki berwajah blasteran, yang sedang membaca koran sembari meneguk segelas kopi panas.
Nara menoleh ke sumber suara itu. Dia mengabaikannya lalu kembali muntah.
"Kamar mandi di sana!" tunjuk laki-laki itu.
Nara bergegas menuju ke arah yang ditunjuk dan mencuci wajah berulang kali. Rasa mual itu terus mendera, hingga satu jam berlalu dan dia masih berkutat di dalam.
Setelah merasa lebih baik, Nara membuka pintu kamar mandi dengan pelan. Tampak seorang roomboy sedang membersihkan lantai yang dikotorinya tadi. Gadis itu kembali masuk dan mengintip dari celah pintu hingga semua selesai.
"Kamu siapa?" tanya Nara kepada laki-laki yang sedang duduk di sofa. Bagaimana tidak, dia begitu syok saat bangun dan menyadari kondisinya.
"James," jawab laki-laki itu tenang sembari meletakkan koran di meja dan berjalan mendekati Nara.
"Berhenti!" teriaknya ketika James dengan santainya berjalan dan duduk di pinggir ranjang.
Nara meraih bantal untuk melempar laki-laki itu. James menangkapnya dengan mudah dan mengempaskan benda itu ke lantai.
"Kenapa? Bukannya tadi malam kita sudah--"
Seringai di wajah James membuat Nara semakin ketakutan, lalu berkata, "Kamu menodaiku."
"Menodai? Hei, kita melakukannya karena sama-sama suka," jelas James.
"Aku mau pulang!" teriak Nara kesal.
James terkekeh melihat tingkah gadis itu dan membiarkanya pergi begitu saja tanpa berusaha mencegah. Baginya, apa yang mereka lakukan adalah kencan semalam yang saling menguntungkan.
Tangan James meraba ranjang di mana ada bekas kebersamaan mereka. Nara masih suci. Dia begitu beruntung mendapatkan gadis itu.
Saat terbangun pagi tadi, laki-laki itu memeriksa tas dan isi dompet Nara, lalu menyelipkan sebuah cek sebagai bayaran atas kesucian yang telah dia renggut.
James berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, lalu merendam tubuh ke dalam bath-up dan mengisinya dengan busa sabun yang melimpah. Aroma lavender seketika menguar di setiap sudut ruang itu.
Setelah membasuh tubuh dengan air hangat yang keluar deras dari lubang-lubang shower, James mengambil handuk dan melangkah keluar. Tetesan air dari sebagian rambutnya membasahi lilitan handuk.
Sebenarnya jika dilihat dari dekat, James tidaklah terlalu tampan. Hanya saja, dia memiliki rahang yang kokoh dengan bulu mata lentik. Ada yang mengatakan bahwa tubuhnya terlihat lebih berisi beberapa tahun ini.
"Nara ...," lirihnya seraya mengusap bibir sembari membayangkan gadis itu.
"Suatu saat kita akan bertemu lagi. Entah di mana. Yang pasti, aku sudah tahu semua identitasmu."
***
Nara menoleh ke arah kiri dan kanan saat akan membuka pagar karena takut ketahuan. Tingkahnya mirip seperti seorang pencuri yang hendak menyelinap.
"Ehem!"
"Astagfirullah." Nara mengusap dada karena terkejut mendengar suara itu. Dia menoleh dan mendapati ibu kos sedang berdiri sembari berkacak pinggang.
"Baru pulang? Dari mana saja?"
"Anu, Bu. Itu ...."
"Kamu tau kan, aturan di kosan ini apa aja? Gak boleh bawa tamu laki-laki di dalam kamar. Kalau menginap di tempat lain, harus minta izin dulu," tegasnya.
Ibu kos memang menjaga nama baik rumahnya sebagai salah satu usaha berbasis syariah. Siapa saja yang ingin tinggal di situ akan diseleksi ketat. Nara termasuk salah satu yang beruntung.
"Saya nginap di rumah ... Aida, Bu. Beneran!" ucapnya seraya mengangkat dua jari.
Nara terpaksa berbohong dari pada diusir. Harga kamar di sini lebih murah dibandingkan dengan tempat lain. Lokasinya juga strategis karena dekat dengan jalan utama. Dia hanya perlu satu kali naik angkot untuk sampai di tempat kerja.
"Jangan bohong kamu!"
"Beneran, Bu. Sumpah!" ucapnya lagi.
Ibu kosa menatap Nara dari atas hingga ke bawah. Wanita itu mencurigai bahwa sesuatu telah terjadi.
"Oke. Ibu maafkan. Tapi, kalau sampai terulang, maka baiknya kamu segera angkat kaki. Jangan mengotori rumah ini dengan tindakan asusila," ucap wanita itu tegas. Matanya masih berkeliaran menatap Nara, mencari celah untuk menyudutkan gadis itu.
"Makasih," kata gadis itu seraya mencium tangan ibu kos, lalu bergegas masuk ke rumah.
Nara mengucap syukur dalam hati bahwa bualannya kali ini berhasil. Ketika dia hendak naik ke tangga, tiba-tiba saja ....
"Kaki kamu kenapa? Jalannya kok miring begitu?"
Nara mengumpat dalam hati. Kenapa juga rasanya sakit sehingga dia harus pincang saat berjalan.
"Enggg ... itu. Saya jatuh, Bu. Waktu turun dari angkot tadi kesenggol bapak-bapak," jawabnya asal.
Nara berusaha menegakkan tubuh agar tak dicurigai, tetapi tetap saja tidak bisa. Dalam hati gadis itu berkata, ternyata begini rasanya kehilangan keperawanan. Sayangnya, dia tak tahu siapa laki-laki bernama James itu.
Kemarin malam, mereka pergi ke acara pesta ulang tahun salah satu rekan kerja di kantor. Acaranya diadakan di rumah, tetapi disulap menjadi seperti klub malam. Berbagai jenis minuman keras disajikan.
Nara yang belum pernah menyentuh barang haram itu, tidak tertarik untuk mencicipinya walau sedikit. Hanya saja, salah seorang teman menantangnya dengan imbalan yang cukup menggiurkan. Jika dia bisa menghabiskan lima gelas, maka sebuah tas merek ternama akan menjadi miliknya.
Awalnya Nara mengabaikan itu. Namun, ejekan yang mengatakannya 'culun' dan kurang pergaulan membuat hatinya menjadi panas. Dengan nekat, gadis itu mengambil segelas dan menghabiskannya dalam sekali teguk.
Tengorokan Nara terasa panas dan hendak muntah ketika cairan itu lolos ke dalam perut. Tubuhnya seketika limbung, tetapi rasa gengsi mengalahkan semua. Pada gelas yang ketiga, tubuhnya ambruk lalu tak sadarkan diri.
"Heemm," ucap ibu kos setengah tak percaya, lalu berjalan keluar meningalkan gadis itu sendirian.
Nara bergegas naik tangga dan membuka tas untuk mencari kunci kamar. Tangannya mengobrak-abrik isinya, tetapi sayang benda itu tak kunjung ditemukan.
"Nyari apa, Ra?" tanya Cindy, penghuni kamar sebelah.
"Anu, kunci kamar," jawabnya tanpa menoleh. Gadis itu bahkan berjongkok dan menuang isi tasnya di lantai.
Begitu apa yang dicarinya ditemukan, Nara segera membuka kunci, membereskannya kembali dan masuk ke kamar.
"Bye!" ucap Nara kepada Cindy yang terbengong karena diabaikan.
Setelah pintu tertutup, Nara terduduk lemas di belakang pintu. Isaknya mulai terdengar. Dia baru benar-benar menyadari bahwa telah kehilangan harta paling berharga. Harta yang telah mati-matian dijaga selama 25 tahun, lalu harus lenyap begitu saja karena kebodohan sendiri.
"Bapak, Ibu maafkan anakmu ini," lirihnya dengan penuh penyesalan.
Nara menghapus air mata yang luruh di pipi. Aroma tubuhnya berbau tak sedap di penciumannya sendiri. Gadis itu bergegas mengganti pakaian, lalu membersihkan diri.
James mengambil dompet dan ponsel yang terletak di nakas, lalu memasukkannya ke saku. Laki-laki itu sudah membayar biaya hotel yang dipakai untuk kencannya bersama Nara. Dia akan ke apartemen, walaupun sejak tadi pesan dari mamanya yang meminta untuk pulang ke rumah, masuk tiada henti."Ya, Mi?"Setelah sepuluh panggilan yang diabaikan, akhirnya James menjawabnya dengan terpaksa."Pulanglah ke rumah. Papi kamu nanyain terus," pinta sebuah suara di seberang sana."Aku sibuk. Mungkin hari Minggu depan," jawabnya singkat.Sejak kapan papa bertanya perihal dirinya? Bukankah laki-laki itu sibuk dengan istri barunya? Istri yang membuat ibunya kerap menangis setiap malam karena menahan sakit di hati."Jangan begitu. Udah satu bulan kamu gak pulang. Apa gak kangen Mami?" Wanita di seberang sana mengucapkan kata-kata terakhir dengan mata berkaca-kaca."Kangen. Tapi kerjaanku lagi banyak. Kalau udah senggang, aku p
Satu bulan kemudian."Makasih, Mbak Cantik," ucap supir angkot ketika menerima selembar uang lima ribuan yang Nara sodorkan.Hari ini Nara tak membawa motor ke kantor karena tubuhnya kurang sehat, sehingga dia memilih naik angkutan umum. Perusahaan sedang gencar mengadaptasi sistem baru, sehingga hampir setiap hari mereka diminta untuk ikut training.Biasanya kondisi fisik Nara selalu fit dalam situasi apa pun. Sekalipun tubuhnya mungil, dia cukup kuat jika diminta bekerja lembur. Entah mengapa beberapa hari ini, wanita itu merasa lemas dan sering pusing."Sama-sama," balasnya singkat, lalu berjalan masuk ke kantor.Suasana kantor begitu sepi karena masih jam enam pagi. Nara terbangun di tengah malam karena bermimpi buruk dan tak dapat tertidur lagi. Sehingga dia memutuskan untuk berangkat kerja pagi-pagi."Rajin bener, Neng. Kantor belum buka, udah datang aja," sapa security saat melihatnya.Nara h
Selama meeting berlangsung, Nara menekuk bibir dan menatap layar di depan, di mana para petinggi perusahaan sibuk membagikan materi.Setelah mendapati cek bernilai seratus juta berada di dalam dompetnya, Nara menemui James di luar dan merobeknya di depan wajah laki-laki itu. Dia bukan wanita malam. Sikap James itu telah merendahkan harga dirinya sebagai seorang wanita.James sendiri terkejut atas sikap Nara dan memilih diam, lalu kembali ke ruangan karena sesi presentasinya akan segera dimulai. Berulang kali dia melirik ke arah wanita itu sembari terbayang kembali akan kebersamaan mereka.Dress selutut yang dipakai Nara hari ini membuat pikiran James berkenala dan memanas sejak tadi. Rasanya dia ingin ...."Kepada Bapak Aldrian, kami persilakan."James tersadar dari lamunan ketika namanya disebut. Laki-laki itu langsung
"Pagi."James memasuki kantor itu sembari menebar senyum ke semua orang. Mulai hari ini hingga tiga bulan ke depan dia akan memantau kerjasama perusahaan dan juga kegiatan Nara. Laki-laki itu berusaha keras menyangkal perasaannya yang semakin hari semakin bertambah, tetapi sayangnya ... gagal.Rasa bersalah James kepada Nara sama besarnya dengan rasa inginnya untuk menghabiskan malam bersama lagi. Apalagi saat wanita itu merobek cek yang dia berikan, dan menangis sesegukan di dalam pelukannya sewaktu di mobil.James tahu, bahwa Nara berbeda dari banyak wanita yang sering dikencaninya. Wanita itu menjaga diri dan kehormatan, sehingga tak mau disentuh oleh laki-laki sebelum dihalalkan."Di mana ruangan administrasi?" tanya James kepada salah satu karyawati yang kebetulan berpapasan dengannya."Di ... ujung, terus belok kanan," jawab karyawati itu sembari menahan napas karena tak kuasa menatap ketampanan James."Oh, thanks," u
James mondar-mandir sejak tadi karena gelisah. Hampir setengah jam dia menunggu dan belum ada kabar. Tadi saat Nara pingsan, laki-laki itu segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Ibu kos ngotot ingin ikut mengantar tetapi langsung ditolaknya.Begitu tiba di pintu IGD, James menggendong Nara dan meletakkannya di bed untuk diperiksa."Anda suaminya Ibu Nara?" tanya seorang perawat saat mendatangi James."Engg ... iya," jawabnya cepat."Bisa ikut saya, Pak. Dokter ingin bicara."James mengekori si perawat dan masuk ke sebuah ruangan. Beberapa pasang mata melirik ke arahnya. Pesona laki-laki itu memang begitu kuat sehingga banyak wanita yang terhipnotis karenanya."Silakan duduk. Dengan Bapak siapa?" tanya dokter sopan."James.""Oke, Bapak James. Saya ingin menjelaskan mengenai kondisi istri anda. Tapi sebelumnya, saya ingin mengucapkan selamat.""Untuk?""Karena sebentar lagi Anda akan men
Nara memasuki kantor dengan gontai. Semua sapaan dari rekan kerjanya diabaikan begitu saja. Wanita itu memakai masker karena mual setiap mencium bau-bauan, baik itu parfum apalagi bau badan orang lain."Lu kenapa, Ra?" tanya Aida heran ketika melihat sahabatnya bertingkah demikian."Aku kurang sehat," jawab Nara singkat."Lu aneh. Beneran. Sakit kok lama banget?" ucap Aida sembari menatap sahabatnya dengan gamang.Ada rasa khawatir di hati Aida saat melihat kondisi Nara yang cukup memprihatinkan. Tubuh Nara begitu kurus dengan kantong mata yang terlihat semakin jelas. Napas wanita itu juga turun naik seperti habis berlari. Mungkin, jika dia menyenggolnya sedikit, maka sahabatnya itu akan jatuh pingsan."Gak apa-apa.""Kita ke dokter, yuk. Lu jangan minum obat sembarangan. Bahaya buat kesehatan," saran Aida.Nara menggeleng, lalu duduk di kursinya dan menyalakan PC. Dia mulai membuka data dan menyalinnya.