"Pagi."James memasuki kantor itu sembari menebar senyum ke semua orang. Mulai hari ini hingga tiga bulan ke depan dia akan memantau kerjasama perusahaan dan juga kegiatan Nara. Laki-laki itu berusaha keras menyangkal perasaannya yang semakin hari semakin bertambah, tetapi sayangnya ... gagal.Rasa bersalah James kepada Nara sama besarnya dengan rasa inginnya untuk menghabiskan malam bersama lagi. Apalagi saat wanita itu merobek cek yang dia berikan, dan menangis sesegukan di dalam pelukannya sewaktu di mobil.James tahu, bahwa Nara berbeda dari banyak wanita yang sering dikencaninya. Wanita itu menjaga diri dan kehormatan, sehingga tak mau disentuh oleh laki-laki sebelum dihalalkan."Di mana ruangan administrasi?" tanya James kepada salah satu karyawati yang kebetulan berpapasan dengannya."Di ... ujung, terus belok kanan," jawab karyawati itu sembari menahan napas karena tak kuasa menatap ketampanan James."Oh, thanks," u
James mondar-mandir sejak tadi karena gelisah. Hampir setengah jam dia menunggu dan belum ada kabar. Tadi saat Nara pingsan, laki-laki itu segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Ibu kos ngotot ingin ikut mengantar tetapi langsung ditolaknya.Begitu tiba di pintu IGD, James menggendong Nara dan meletakkannya di bed untuk diperiksa."Anda suaminya Ibu Nara?" tanya seorang perawat saat mendatangi James."Engg ... iya," jawabnya cepat."Bisa ikut saya, Pak. Dokter ingin bicara."James mengekori si perawat dan masuk ke sebuah ruangan. Beberapa pasang mata melirik ke arahnya. Pesona laki-laki itu memang begitu kuat sehingga banyak wanita yang terhipnotis karenanya."Silakan duduk. Dengan Bapak siapa?" tanya dokter sopan."James.""Oke, Bapak James. Saya ingin menjelaskan mengenai kondisi istri anda. Tapi sebelumnya, saya ingin mengucapkan selamat.""Untuk?""Karena sebentar lagi Anda akan men
Nara memasuki kantor dengan gontai. Semua sapaan dari rekan kerjanya diabaikan begitu saja. Wanita itu memakai masker karena mual setiap mencium bau-bauan, baik itu parfum apalagi bau badan orang lain."Lu kenapa, Ra?" tanya Aida heran ketika melihat sahabatnya bertingkah demikian."Aku kurang sehat," jawab Nara singkat."Lu aneh. Beneran. Sakit kok lama banget?" ucap Aida sembari menatap sahabatnya dengan gamang.Ada rasa khawatir di hati Aida saat melihat kondisi Nara yang cukup memprihatinkan. Tubuh Nara begitu kurus dengan kantong mata yang terlihat semakin jelas. Napas wanita itu juga turun naik seperti habis berlari. Mungkin, jika dia menyenggolnya sedikit, maka sahabatnya itu akan jatuh pingsan."Gak apa-apa.""Kita ke dokter, yuk. Lu jangan minum obat sembarangan. Bahaya buat kesehatan," saran Aida.Nara menggeleng, lalu duduk di kursinya dan menyalakan PC. Dia mulai membuka data dan menyalinnya.
Nara terbangun karena seluruh persendiannya terasa sakit. Dia mengusap mata dan mencoba duduk, tetapi meringis karena merasa nyeri di satu bagian tubuhnya. Matanya menatap sekeliling dan merasa asing di tempat itu. Ini bukan kamarnya karena terlalu bagus bahkan boleh dibilang mewah.Dalam kebingungan, Nara menyandarkan kepala di headboard ranjang. Gadis itu belum sempat menyadari apa yang terjadi, ketika merasakan mual yang begitu hebat.Dengan cepat Nara bangun dan tanpa direncanakan dan memuntahkan isi perutnya di lantai."Gadis jorok!" ucap seorang laki-laki berwajah blasteran, yang sedang membaca koran sembari meneguk segelas kopi panas.Nara menoleh ke sumber suara itu. Dia mengabaikannya lalu kembali muntah."Kamar mandi di sana!" tunjuk laki-laki itu.Nara bergegas menuju ke arah yang ditunjuk dan mencuci wajah berulang kali. Rasa mual itu terus mendera, hingga satu jam berlalu dan dia masih berkutat di dalam.
James mengambil dompet dan ponsel yang terletak di nakas, lalu memasukkannya ke saku. Laki-laki itu sudah membayar biaya hotel yang dipakai untuk kencannya bersama Nara. Dia akan ke apartemen, walaupun sejak tadi pesan dari mamanya yang meminta untuk pulang ke rumah, masuk tiada henti."Ya, Mi?"Setelah sepuluh panggilan yang diabaikan, akhirnya James menjawabnya dengan terpaksa."Pulanglah ke rumah. Papi kamu nanyain terus," pinta sebuah suara di seberang sana."Aku sibuk. Mungkin hari Minggu depan," jawabnya singkat.Sejak kapan papa bertanya perihal dirinya? Bukankah laki-laki itu sibuk dengan istri barunya? Istri yang membuat ibunya kerap menangis setiap malam karena menahan sakit di hati."Jangan begitu. Udah satu bulan kamu gak pulang. Apa gak kangen Mami?" Wanita di seberang sana mengucapkan kata-kata terakhir dengan mata berkaca-kaca."Kangen. Tapi kerjaanku lagi banyak. Kalau udah senggang, aku p
Satu bulan kemudian."Makasih, Mbak Cantik," ucap supir angkot ketika menerima selembar uang lima ribuan yang Nara sodorkan.Hari ini Nara tak membawa motor ke kantor karena tubuhnya kurang sehat, sehingga dia memilih naik angkutan umum. Perusahaan sedang gencar mengadaptasi sistem baru, sehingga hampir setiap hari mereka diminta untuk ikut training.Biasanya kondisi fisik Nara selalu fit dalam situasi apa pun. Sekalipun tubuhnya mungil, dia cukup kuat jika diminta bekerja lembur. Entah mengapa beberapa hari ini, wanita itu merasa lemas dan sering pusing."Sama-sama," balasnya singkat, lalu berjalan masuk ke kantor.Suasana kantor begitu sepi karena masih jam enam pagi. Nara terbangun di tengah malam karena bermimpi buruk dan tak dapat tertidur lagi. Sehingga dia memutuskan untuk berangkat kerja pagi-pagi."Rajin bener, Neng. Kantor belum buka, udah datang aja," sapa security saat melihatnya.Nara h
Nara memasuki kantor dengan gontai. Semua sapaan dari rekan kerjanya diabaikan begitu saja. Wanita itu memakai masker karena mual setiap mencium bau-bauan, baik itu parfum apalagi bau badan orang lain."Lu kenapa, Ra?" tanya Aida heran ketika melihat sahabatnya bertingkah demikian."Aku kurang sehat," jawab Nara singkat."Lu aneh. Beneran. Sakit kok lama banget?" ucap Aida sembari menatap sahabatnya dengan gamang.Ada rasa khawatir di hati Aida saat melihat kondisi Nara yang cukup memprihatinkan. Tubuh Nara begitu kurus dengan kantong mata yang terlihat semakin jelas. Napas wanita itu juga turun naik seperti habis berlari. Mungkin, jika dia menyenggolnya sedikit, maka sahabatnya itu akan jatuh pingsan."Gak apa-apa.""Kita ke dokter, yuk. Lu jangan minum obat sembarangan. Bahaya buat kesehatan," saran Aida.Nara menggeleng, lalu duduk di kursinya dan menyalakan PC. Dia mulai membuka data dan menyalinnya.
James mondar-mandir sejak tadi karena gelisah. Hampir setengah jam dia menunggu dan belum ada kabar. Tadi saat Nara pingsan, laki-laki itu segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Ibu kos ngotot ingin ikut mengantar tetapi langsung ditolaknya.Begitu tiba di pintu IGD, James menggendong Nara dan meletakkannya di bed untuk diperiksa."Anda suaminya Ibu Nara?" tanya seorang perawat saat mendatangi James."Engg ... iya," jawabnya cepat."Bisa ikut saya, Pak. Dokter ingin bicara."James mengekori si perawat dan masuk ke sebuah ruangan. Beberapa pasang mata melirik ke arahnya. Pesona laki-laki itu memang begitu kuat sehingga banyak wanita yang terhipnotis karenanya."Silakan duduk. Dengan Bapak siapa?" tanya dokter sopan."James.""Oke, Bapak James. Saya ingin menjelaskan mengenai kondisi istri anda. Tapi sebelumnya, saya ingin mengucapkan selamat.""Untuk?""Karena sebentar lagi Anda akan men
"Pagi."James memasuki kantor itu sembari menebar senyum ke semua orang. Mulai hari ini hingga tiga bulan ke depan dia akan memantau kerjasama perusahaan dan juga kegiatan Nara. Laki-laki itu berusaha keras menyangkal perasaannya yang semakin hari semakin bertambah, tetapi sayangnya ... gagal.Rasa bersalah James kepada Nara sama besarnya dengan rasa inginnya untuk menghabiskan malam bersama lagi. Apalagi saat wanita itu merobek cek yang dia berikan, dan menangis sesegukan di dalam pelukannya sewaktu di mobil.James tahu, bahwa Nara berbeda dari banyak wanita yang sering dikencaninya. Wanita itu menjaga diri dan kehormatan, sehingga tak mau disentuh oleh laki-laki sebelum dihalalkan."Di mana ruangan administrasi?" tanya James kepada salah satu karyawati yang kebetulan berpapasan dengannya."Di ... ujung, terus belok kanan," jawab karyawati itu sembari menahan napas karena tak kuasa menatap ketampanan James."Oh, thanks," u
Selama meeting berlangsung, Nara menekuk bibir dan menatap layar di depan, di mana para petinggi perusahaan sibuk membagikan materi.Setelah mendapati cek bernilai seratus juta berada di dalam dompetnya, Nara menemui James di luar dan merobeknya di depan wajah laki-laki itu. Dia bukan wanita malam. Sikap James itu telah merendahkan harga dirinya sebagai seorang wanita.James sendiri terkejut atas sikap Nara dan memilih diam, lalu kembali ke ruangan karena sesi presentasinya akan segera dimulai. Berulang kali dia melirik ke arah wanita itu sembari terbayang kembali akan kebersamaan mereka.Dress selutut yang dipakai Nara hari ini membuat pikiran James berkenala dan memanas sejak tadi. Rasanya dia ingin ...."Kepada Bapak Aldrian, kami persilakan."James tersadar dari lamunan ketika namanya disebut. Laki-laki itu langsung
Satu bulan kemudian."Makasih, Mbak Cantik," ucap supir angkot ketika menerima selembar uang lima ribuan yang Nara sodorkan.Hari ini Nara tak membawa motor ke kantor karena tubuhnya kurang sehat, sehingga dia memilih naik angkutan umum. Perusahaan sedang gencar mengadaptasi sistem baru, sehingga hampir setiap hari mereka diminta untuk ikut training.Biasanya kondisi fisik Nara selalu fit dalam situasi apa pun. Sekalipun tubuhnya mungil, dia cukup kuat jika diminta bekerja lembur. Entah mengapa beberapa hari ini, wanita itu merasa lemas dan sering pusing."Sama-sama," balasnya singkat, lalu berjalan masuk ke kantor.Suasana kantor begitu sepi karena masih jam enam pagi. Nara terbangun di tengah malam karena bermimpi buruk dan tak dapat tertidur lagi. Sehingga dia memutuskan untuk berangkat kerja pagi-pagi."Rajin bener, Neng. Kantor belum buka, udah datang aja," sapa security saat melihatnya.Nara h
James mengambil dompet dan ponsel yang terletak di nakas, lalu memasukkannya ke saku. Laki-laki itu sudah membayar biaya hotel yang dipakai untuk kencannya bersama Nara. Dia akan ke apartemen, walaupun sejak tadi pesan dari mamanya yang meminta untuk pulang ke rumah, masuk tiada henti."Ya, Mi?"Setelah sepuluh panggilan yang diabaikan, akhirnya James menjawabnya dengan terpaksa."Pulanglah ke rumah. Papi kamu nanyain terus," pinta sebuah suara di seberang sana."Aku sibuk. Mungkin hari Minggu depan," jawabnya singkat.Sejak kapan papa bertanya perihal dirinya? Bukankah laki-laki itu sibuk dengan istri barunya? Istri yang membuat ibunya kerap menangis setiap malam karena menahan sakit di hati."Jangan begitu. Udah satu bulan kamu gak pulang. Apa gak kangen Mami?" Wanita di seberang sana mengucapkan kata-kata terakhir dengan mata berkaca-kaca."Kangen. Tapi kerjaanku lagi banyak. Kalau udah senggang, aku p
Nara terbangun karena seluruh persendiannya terasa sakit. Dia mengusap mata dan mencoba duduk, tetapi meringis karena merasa nyeri di satu bagian tubuhnya. Matanya menatap sekeliling dan merasa asing di tempat itu. Ini bukan kamarnya karena terlalu bagus bahkan boleh dibilang mewah.Dalam kebingungan, Nara menyandarkan kepala di headboard ranjang. Gadis itu belum sempat menyadari apa yang terjadi, ketika merasakan mual yang begitu hebat.Dengan cepat Nara bangun dan tanpa direncanakan dan memuntahkan isi perutnya di lantai."Gadis jorok!" ucap seorang laki-laki berwajah blasteran, yang sedang membaca koran sembari meneguk segelas kopi panas.Nara menoleh ke sumber suara itu. Dia mengabaikannya lalu kembali muntah."Kamar mandi di sana!" tunjuk laki-laki itu.Nara bergegas menuju ke arah yang ditunjuk dan mencuci wajah berulang kali. Rasa mual itu terus mendera, hingga satu jam berlalu dan dia masih berkutat di dalam.