FlashbackHari itu hujan deras turun tanpa henti sejak pagi hingga menjelang sore, musim gugur yang datang benar-benar berhasil membasahi seluruh permukaan yang ada.Dari celah teralis besi, air turun masuk ke dalam bak air terjun.Alice berdiri sudah cukup lama di sudut ruangan, kakinya tampak gemetar dan wajahnya pucat pasi karena kedinginan. Air sudah masuk hampir sampai melewati mata kaki Alice.Meski teralis itu sempat ditahan dengan kayu agar air tidak masuk, namun tetap saja derasnya permukaan diluar berakhir di ke tempat tinggalnya.Alice sudah lelah mengambil air di dalam ruangan sempit itu dengan ember, alih-alih membaik, air hujan yang masuk kian banyak karena hujan semakin deras.Tidak ada tanda-tanda hujan akan mereda, sementara volume air akan semakin naik seiring dengan berjalannya waktu.Bibir Alice menekan gemetar kedinginan, gadis itu memandangi lemari butut tanpa pintu, di atasnya ada beberapa pakaian dia simpan untuk diselamatkan.“Aku tidak tahan,” bisik Alice den
“Apa yang membawa Anda datang ke sini?” tanya seorang pria berbadan besar dengan wajah yang dipuhi bekas luka tebasan dipermukaan kulitnya.Ivana menghela napasnya dengan berat, dia pergi sejauh ini untuk menemui seseorang, dan kini ketika mereka bertemu, Ivana sedikit ragu dengan keputusannya. “Nyonya Ivana,” panggil Justin.“Aku memiliki pekerjaan untukmu,” jawab Ivana terdengar tenang meski tubuhnya dipenuhi oleh ketegangan.Justin bersedekap, pria itu tersenyum simpul. “Katakan saja pekerjaannya apa.”Ivana terdiam dalam waktu yang lama, keraguan dan ketakutan menjadi satu, menahan Ivana untuk berbicara. Pikiran dan perasaan Ivana sedang sangat tidak tentram semenjak diganggu Giselle di butik, Ivana menjadi sulit tidur dan histeris tidak terkendali.Datangnya Giselle menjadi momok besar dalam rumah tangganya.Selama Giselle masih hidup, bahkan meski jika dia berada di balik jeruji penjara, Ivana tidak akan pernah bisa melanjutkan hidupnya dengan tenang jika Giselle masih ada di m
Hayes kembali lebih cepat, kejadian hari ini membuat perasaannya tidak nyaman. Meski Hayes sangat menantikan jika seluruh asset dan statusnya sebagai pewaris segera diumumkan secara resmi, entah mengapa kini dia tidak begitu senang.Justru, keputusan Damian yang memberikan beberapa asset lebih cepat dari perjanjian justru menimbulkan banyak pertanyaan-pertanyaan di kepala Hayes.Ada apa dengan Damian? Apakah telah terjadi sesuatu padanya?Hayes mengambil handponenya dari saku jass, dia memutuskan menghubungi salah satu assistant Damian yang berada di kantor pusat.“Selamat sore Bety, ini aku, Hayes,” sapa Hayes begitu teleponnya tersambung.“Selamat sore, Tuan Muda, ada yang bisa saya bantu?”Langkah Hayes terhenti di sebuah taman. “Aku ingin tahu, kemana aku harus menghubungi ayahku di Thailand.”“Tuan Damian pergi sendiri tanpa ditemani salah satu sekretaris di sini, kami juga kesulitan menghubunginya.”Kening Hayes mengerut samar, jawaban tidak biasa Bety kian menimbulkan rasa pena
Mobil Theodor menepi di depan pintu gerbang kediaman keluarga Borsman. Alice melepas sabuk pengamannya, sesaat dia melirik Theodor yang melihat ke samping luar, sebuah senyuman yang dia sembunyikan dapat Alice lihat di bayangan jendela.Alice ikut tersenyum, teringat Theodor mengajarkannya menulis dan membaca di atas pasir, lalu ombak menyapunya, membawa Alice berlari menjauh sebelum air membasahi kakinya.Betapa menyenangkan hari ini, membangun banyak harapan yang lebih baik untuk hari esok.“Terima kasih untuk hari ini, itu sangat menyenangkan,” ucap Alice memecah keheningan.“Aku juga senang,” jawab Theodor menggantung, melihat ke arah Alice dengan senyuman yang tertahan. Alice terdiam, ada sesuatu yang menahannya untuk tidak segera keluar, tetapi tidak ada hal yang harus dibicarakan lagi karena sepanjang jalan pulang mereka sudah saling bercerita sampai membuat lidah kering.“Sampai jumpa,” pamit Alice sebelum memutuskan pergi keluar, gadis itu melambaikannya tangannya sebagai
“Kau mau kemana Ivana? Aku bisa mengantarmu, bukankah kita teman?”“Bagaimana bisa kau ada di sini?” bisik Ivana dengan suara yang bergetar, Ivana berusaha kuat untuk tenang meski kini dia takut setengah mati. Giselle akan semakin mengintimidasinya dengan penuh kesenangan jika Ivana menunjukan ketakutannya.Giselle tersenyum lebar, mencengkram lengan Ivana dan mendorongnya pada sebuah pagar. “Aku datang untuk membuat transaksi menguntungkan denganmu. Tetapi, kau haru mencabut tuntutanku di kepolisian Ivana,” bisik Giselle terdengar misterius.Ivana terbelalak, sebuah ketakutan yang sangat kuat mencekik dirinya.Ivana terpekik kaget menerasakan dorongan kasar Giselle sampai membuat tongkatnya jatuh ke lantai. Tenaga Ivana luruh begitu dia menyadari bahwa keberadaannya ada di sisi panggar dan di dekat tangga.“Jawab sialan!” bentak Gisella marah sampai menunjuk-nunjuk kelopak mata Ivana dengan ujung senjatanya.“Bukan aku yang melaporkanmu!” jawab Ivana panik.“Sama saja! Panggil putram
“Hayes Borsman, apa kau belum tahu jika sebenarnya kau bukan anak Damian?” tanya Giselle dengan penuh kesenangan.Darah di seluruh nadi Hayes membeku, napasnya ikut tertahan dengan raut wajahnya tidak dapat menyembunyikan seberapa terkejutnya dia saat ini. “Jaga ucapanmu, jangan bicara omong kosong,” jawab Hayes berusaha keras untuk tetap berdiri dengan tegak.“Aku tidak beromong kosong kan Ivana?” kekeh Giselle membelai pipi Ivana dengan ujung pistolnya, Ivana menangis kian menjadi sampai menutup telinganya rapat-rapat.Hayes menarik napasnya yang tiba-tiba sangat sesak dan sakit, dia ingin tidak mempercayai ucapan Giselle, namun reaksi hancurnya Ivana memperkuat ucapan Giselle.“Astaga, sudah kuduga, ternyata kau tidak tahu,” tawa Giselle terhibur dengan ketegangan semua orang yang terkejut. “Jika kau tidak percaya, lakukanlah tes DNA, buktikan sendiri kebenarannya.”“Cukup! Hentikan!” jerit histeris Ivana tidak terkendali. “Berisik!” geram Giselle manarik lebih kuat rambut Ivana
“Sialan! Jalang sialan!” maki Giselle mengerang kesakitan merasakan darah yang tidak berhenti keluar dari nadinya.Gigitan Alice sangat tajam dan dalam di pergelangan tepat di pembuluh nadi Giselle.Andre memacu kendaraannya semakin cepat, sesekali dia melihat ke belakang, khawatir jika ada seseorang yang mengejar. Kini Giselle akan menjadi buronan sepenuhnya, sementara Andre yang selama ini selalu menjadi kaki tangan kejahatanya Giselle akan ikut terseret dalam kasus ini.“Berani-beraninya jalang itu melukai tanganku,” geram Giselle menekan kuat kain kasa yang menggulung lengannya, kain yang berwarna putih itu berubah merah pekat karena darah yang tidak berhenti keluar.Selama ini Alice tidak pernah sekalipun melawan kekerasan Giselle, bahkan untuk menatap sepasang matanya saja, Alice langsung gemetar ketakutan.Sejak bayi, Giselle sudah mendoktrinnya dengan berbagai kata buruk agar Alice menjadi manusia yang sama sekali tidak berguna.Tapi, mengapa kini Alice jauh berubah dalam waktu
Hayes terduduk di sebuah bangku tempat menunggu, beberapa kali dia mengubah posisi duduknya dan sesekali bangkit hanya untuk mondar-mandir, menunggu operasi yang Ivana jalani untuk mengangkat peluru yang bersarang di bahunya.Dua pengawal yang terluka ikut menjalani operasi yang sama di ruangan lain.Hayes menengadahkan kepalanya, melihat langit-langit lorong rumah sakit dengan tatapan nyalang.Pikiran Hayes terus terbagi ke berbagai arah, semua yang terjadi hari ini masih terasa seperti sebuah mimpi saking sulit untuk Hayes terima dengan akal sehatnya. Suara langkah terdengar, Philip menyerahkan satu cup teh hangat untuk Hayes agar dia bisa menanangkan diri. “Bagaimana keadaan Alice?” tanya Hayes terdengar serak.Philip segera duduk di sisi Hayes. “Mery bilang, nona Alice keadaannya cukup parah, namun beliau memilih tidur setelah diobati,” jawab Philip apa adanya.“Tolong hubungi dokter pribadiku, minta dia datang mengobati Alice.”“Dokter sudah ada, namun nona Alice tetap menolak.
Satu menit..Dua menit..Tiga menit telah berlalu, masih tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua, keduanya terjebak dalam diam, memandangi lautan yang terlihat lebih tenang dari biasanya.Tangan Alice terkepal meremas permukaan pakaiannya, jika tidak ada yang memulai pembicaraan, Alice akan terjebak lebih lama disini.Beberapa kali Alice menarik napasnya untuk mengumpulkan sebuah keberanian untuk memulai percakapan. “Bagaimana kabar Anda?” tanya Alice.Claud menggenggam kuat ujung tongkatnya, wajahnya bergerak ke sisi untuk melihat keberadaan Alice, bola mata Claud bergerak turun melirik perut Alice yang cukup besar meski usia kandungannya masih muda. Tubuh Alice yang pulih masih cukup terlihat sangat kecil, pasti akan sulit untuknya bergerak saat usia kandungannya mulai menginjak lima bulan.“Berapa usiamu?” Claud balik bertanya.Pandangan mereka saling bertemu, Alice tenggelam dalam sorot mata Claud Borsman yang pekat. Alice sudah terbiasa hidup dikelilingi orang-orang yan
Tangisan Eniko kian kencang, hatinya terguncang hebat oleh kata-kata yang tidak pernah sekalipun dia harapkan akan terucap dari mulut Theodor. Hidup Eniko berubah hanya dalam semalam, hatinya hancur seolah dunia disekitarnya runtuh tinggal debu. Eniko tidak pernah seputus asa ini dalam hidupnya hingga dia tidak dapat melihat masa depan lagi.Eniko malu bila terus egois mengikuti kata hatinya untuk tetap mengejar Theodor. Pria itu pantas mendapatkan wanita yang sebanding dengannya, Eniko tidak ingin keberadaannya membuat Theodor malu.“Menangislah sampai semua sesak didadamu berkurang,” nasihat Theodor terdengar sedikit canggung. Ini untuk pertama kalinya dia melihat Eniko menangis, memeluknya lebih dulu dan ini untuk pertama kalinya.Menyadari situasi yang kini tengah tidak begitu baik, perawat yang mengurus Eniko memilih mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan ruangan untuk memberi mereka waktu luang.Ruangan itu kini hanya terdengar tangisan dan pelukan hangat Theodor yang sec
Theodor mengusapkan telapak tangannya pada sisi celana, menyingkirkan keringat dingin yang mengganggunya. Dia gugup tanpa asalan, beberapa kali dia harus menarik napasnya agar mendapatkan sedikit ketenangan sebelum mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan tempat Eniko dirawat.Dua langkah Theodor memasuki ruangan, pandangan Theodor langsung tertuju pada Eniko yang tengah duduk di ranjangnya, wanita itu memandangi jendela di depannya.Theodor melangkah dengan hati-hati sampai pada akhirnya Eniko menengok ke arahnya dan mereka terjebak dalam diam saling memandang satu sama lainnya.Napas Theodor tertahan di dada, melihat sisi wajah Eniko yang bengkak dan memiliki lebam cukup pekat hingga menghabiskan separuh wajah cantiknya, tangannya tepasang infusan dan dia mengenakan pakaian pasien.Mungkin butuh waktu beberapa hari agar lebam itu menghilang dari wajahnya.Dengan langkah yang berat Theodor mendekat dan berdiri di sisi Eniko yang tidak dapat mengalihkan pandan
“Mengapa Ayah membawanya kesini? Ayah tahu kan jika aku sangat membencinya.”“Aku juga tidak memiliki alasan apapun untuk dikatakan,” jawab Damian pelan.Damian tidak mengerti dengan alasan Claud yang mau datang menemui Alice, tidak seperti biasanya dia tertarik pada hal yang tidak menguntungkan. Anehnya, ada sesuatu yang tidak biasa dari Claud Borsman tunjukan, sepanjang perjalanan menuju Emilia Island, Claud hanya menanyakan kesehatan Hayes dan Alice, dia tidak membahas bisnis apapun.Hayes menghisap rokoknya, kepulan asap terlihat bergerak keluar dari mulutnya. Suasana hati Hayes telah dirusak oleh keberadaan Claud Borsman. “Jangan pernah coba-coba untuk mendamaikan aku dengannya, sekeras apapun Ayah berusaha, itu tidak akan berhasil,” peringat Hayes.“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk memaafkan kesalahannya Hayes,” jawab Damian dengan nada menggantung. Dalam satu tarikan napas panjangnya Damian kembali berkata, “Hayes, selama ini, sebelum kau mengetahui kebenaran siapa diri
Wajah Claud Borsman berubah pucat, terkejut oleh sesuatu pertanyaan yang tidak pernah dia sangka. Claud Borsman terdiam membungkam kehilangan kata-kata untuk menjawab.Terlahir dari kelas bangsawan membuat Claud Borsman tebiasa dilayani dalam setiap hal, terbiasa menerima rasa hormat dari orang lain yang membangun jiwa angkuh di dalam dirinya.Keangkuhan itu membuat Claud Borsman tidak pernah meminta maaf dan bebas bertindak semaunya tanpa peduli itu benar atau salah, Claud Borsman tumbuh tanpa rasa penyesalan disetiap tindakan yang diambilnya karena dia menganggap setiap manusia yang terlibat dalam hidupnya sebatas objek sesaat.Claud Borsman sendiri tidak pernah tersinggung dengan kritikan tajam siapapun, dia terus berjalan di jalan yang menurutnya benar tidak peduli dengan halangan siapapun, karena siapapun yang berani menghalangi jalannya, Claud Borsman akan menyingkirkannya.Sekarang Hayes menutut maaf darinya?Apakah Claud Borsman bisa melakukannya? Apakah permintaan maaf akan s
“Sepertinya paman Damian sudah datang,” gumam Athur melihat sebuah mobil khusus telah terparkir di depan salah satu parkiran khusus resort.Athur menepikan mobilnya ke sisi. “Aku harus pergi memeriksa restaurant dulu.”Alice mengangguk dengan senyuman, gadis itu bergeser dan melangkah keluar ketika pintu disisinya sudah dibukakan oleh Hayes. Sementara Athur memutar balik mobilnya dan pergi meninggalkan tempat.Alice dan Hayes memasuki resort, sempat Hayes menanyakan kedatangan Damian dan menanyakan keberadaannya saat ini kepada seseorang yang menyambut.Resort yang dibangun sekitar satu tahun lalu itu akan segera diresmikan dalam waktu dekat karena pembangunan yang masih berjalan membutuhkan waktu satu tahun lagi.Jarang sekali mereka datang ke tempat ini meski sudah beberapa kamar yang tersedia, Alice dan Hayes lebih suka menghabiskan waktu mereka berdua di paviliun menjalani kehidupan yang sederhana. Hayes sesekali datang ke tempat ini untuk melakukan pertemuan dengan beberapa rekan
Gelombang ombak menari-nari dibawah langit sore yang cerah, permukaan laut terlihat indah dilukis bayangan cahaya matahari sore, sapuan angin membelai pipi, suara burung terdengar bernyanyi di udara dan bibir pantai.Bayangan lumba-lumba yang tengah berenang terlihat dibawah permukaan air, suaranya terdengar di antara gemuruh air, mereka berenang dengan cepat dan sesekali melompat, cipratan air menyentuh ujung permukaan yachts.Alice beranjak dari duduknya dan mendekat pagar untuk melihat mereka lebih dekat. Alice tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, pemandangan indah ini masih terasa seperti mimpi untuk Alice meski dia sudah tinggal di Emilia Island lebih dari setengah tahun lamanya.Pulau ini sangat indah seperti negeri dongeng, terkadang keindahannya seperti sesuatu yang mustahil benar-benar ada di dunia nyata.Emilia Island dimiliki seorang salah satu miliarder negeri ini sekaligus salah satu anggota kerajaan, orang itu bernama Julian Giedon, dulu pulau ini hutan belantara sel
“Pak Damian,” panggil Duma memasuki ruangan Damian dan mendapatinya tengah berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan besok akan diselesaikan hari ini juga.Damian tidak sabar ingin pergi ke Emilia Island dan berkumpul dengan keluarganya untuk merayakan kabar cucu kembarnya yang kini masih berada dalam kandungan Alice.Damian berencana untuk pergi meninggalkan kantor pusat selama dua hari dan menghabiskan waktunya bersama Alice juga Hayes.Damian tidak ingin kehilangan setiap moment perkembangan cucunya yang sangan dia nantikan.Usia Damian sudah menginjak enam puluh tahun, dan meski dia sudah menikah, namun Damian tidak pernah sekalipun mengalami fase dimana dia mendampingi seseorang yang mengandung hingga melahirkan dan merawatnya sampai tumbuh besar.Meski Damian menikahi Ivana dan menjadi ayah untuk Hayes, namun itu dilakukan sejak Hayes akan memasuki bangku taman kanak-kanak.Itupun, butuh proses yang sangat lama bagi Damian bisa menyayangi Hayes setelah dia tahu Ha
Seikat bunga mawar kuning berada dalam genggaman, Theodor berdiri dalam ketegangan menatap dua pintu besar di hadapannya yang terjaga oleh dua orang tentara.Kapan terakhir kali Theodor datang ke rumah Eniko? Sepertinya saat dia masih berada di bangku sekolah dasar. Saat itu Theodor menghadiri pesta ulang tahun Eniko yang ke lima, sejak malam pesta ulang tahun itu, Theodor tidak pernah lagi mau datang ke rumah Eniko karena sebuah alasan yang kuat. Theodor masih ingat ada sebuah kejadian memalukan yang dia alami ditengah pesta karena Eniko. Eniko mengajaknya pergi berdansa, karena Theodor mengantuk dan menolak keinginannya, Eniko menggigit pipinya sampai Theodor menangis hingga menjadi tontonan banyak orang.Bila ingat-ingat lagi, Theodor tidak memiliki kenangan baik setiap kali bersma Eniko. Eniko selalu saja menciptakan warna kacau dalam hidup Theodor.Sangat menyebalkannya lagi Theodor tidak bisa berbicara kasar ataupun melakukan sedikit kekerasaan karena Eniko seorang perempuan.