Caroline membuka matanya terlebih dahulu. Ia menoleh ke samping, ia mendapati Ciel tertidur di sofa. Sementara Luke tergeletak di lantai berbantal lengannya sendiri.Ponsel di samping pria itu terus berdering. Caroline segera turun, lalu meraih benda tersebut. Nama Suster Elle terpampang di sana. Pasti wanita itu sangat khawatir pada anak asuhnya."Halo, Suster.""No-Nona Caroline? Apakah Nona bersama dengan Tuan Joan?"Caroline melirik ke arah Luke, lalu mengangguk. "Ya, kami ada di hotel.""HAH?! Ho-hotel?""Ya, jadi ada apa kau menghubungi Joan sampai sebegitu banyaknya?"Elle tidak langsung menjawab. Ia diam cukup lama, lebih dari 5 menit hingga Caroline sempat menjauhkan ponsel dari telinganya. Ia mengira Elle sudah mengakhiri panggilan."Suster Elle?" panggil Caroline."Ah, itu ... Tuan Galiard menunggu di rumah.""Rumah siapa?""Rumah Anda, Nona.""HAH?!"Caroline langsung mengakhiri panggilan. Lalu ia mengguncang tubuh Luke berulang kali. Wajahnya terlihat sangat panik, apalag
Mari kita bertarung lebih serius!Luke kembali bersiap dengan kuda-kudanya. Ia memegang katana dengan sebelah tangan melalui atas kepalanya. Ini merupakan teknik yang biasa digunakan Luke saat menghadapi bandit.Senyuman tipis Luke langsung terbit saat melihat celah di sekitar perut dan dada Galiard. Ia bisa memanfaatkan kecerobohan pria tersebut.Baru saja hendak menerjang, tiba-tiba ponsel Galiard berdering sangat nyaring. Ia langsung menjatuhkan katananya dan melangkah pergi sembari menempelkan ponsel di telinga."Tunggu, Tuan!" seru Luke.Galiard sedikit menoleh sambil menempelkan telunjuk di bibirnya. Seolah ia mengisyaratkan Luke untuk diam."Wah, padahal aku baru ingin serius bertarung," gerutu Luke.Pletak!Luke meringis sembari memegangi puncak kepalanya. Caroline muncul dari samping membuat Luke menjadi tahu pelakunya. Gadis itu meliriknya dengan sinis, lalu ia menarik sebelah tangan Luke."Ayo ke rumah sakit!""Kenapa ke rumah sakit? Siapa yang sakit?" tanya Luke.Caroline
Matahari sudah tenggelam sepenuhnya, berganti dengan terangnya bulan. Luke menggeser kursi ke depan jendela. Ia memandang ke luar sana. Walau hanya bisa melihat lampu dari rumah dan jalan, rasanya cukup menenangkan.Ceklek.Ia sontak menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Nampak gadis mungil yang tengah menyunggingkan senyum padanya."Kamu tidak bilang kalau terluka separah ini."Luke langsung bangun dari tempat duduknya. "Hai. Bagaimana keadaanmu, Ciel?"Ciel mendengus, ia memukul bahu Luke cukup keras. "Kamu mengabaikan ucapanku.""Ini bukan luka yang parah. Lihatlah."Luke mengangkat bajunya dan menampakkan perban yang sudah melilit perutnya. Ia memukul tempat di mana luka itu berada sembari tersenyum."Perawatan di sini sangat bagus. Aku sudah merasa sangat sehat," ujar Luke."Baguslah kalau begitu."Ciel duduk di atas ranjang rumah sakit. Sementara Luke kini kembali duduk di dekat jendela, namun ia mengubah arah menjadi menghadap Ciel. Ia terus mengamati gadis yang sedang me
Setelah insiden di rumah sakit, Caroline menjadi sulit untuk ditemui dua hari ini. Bahkan sekedar mengangkat telepon saja gadis itu tidak mau. Tentu saja membuat Luke sedikit frustasi."Suster!" seru Luke.Elle nampak sangat terkejut melihat Luke ada di pintu masuk. Pria itu berlari ke arahnya dengan senyum yang ceria. Semakin hari, Elle semakin yakin kalau pria itu berubah drastis."Jangan berlari seperti itu, Tuan. Luka Anda belum pulih," katanya.Luke tidak peduli, ia tetap berlari seperti biasa. Senyumnya merekah lalu merangkul bahu Elle. Rasanya ia sudah sangat merindukan wanita tersebut."Bagaimana kabar, Suster?" tanya Luke.Elle mengerutkan dahinya. "Harusnya saya yang bertanya.""Aku baik-baik saja, Suster.""Biar saya lihat luka Anda," kata Elle, tangannya bergerak hendak menyentuh pakaian Luke."Tidak boleh!"Elle dan Luke menoleh serentak. Nampak Caroline yang mengenakan gaun mekar menjuntai ke lantai. Mata bulatnya menatap lurus ke arah Luke. Ia berjalan pelan sembari men
"Pergi dari tubuhku, sialan!"Prak!Luke kembali dibuat mematung. Walau sebelumnya ia sudah menyiapkan hati untuk menerima panggilan itu, namun rasanya masih tetap terkejut."Ponselmu jatuh," ujar Ciel yang baru datang dari arah dapur.Luke masih tidak menjawab. Pandangan dan isi kepalanya sama-sama kosong. Perlahan Ciel mendekatinya, lalu menepuk sebelah pipi pria tersebut.Luke terlonjak kaget. Keringat langsung membasahi dahi dan sekitar hidungnya. Ia menoleh ke sana ke mari dengan wajah bingung."Di mana ponselku?" tanya Luke.Ciel mengambil benda yang kini ada di lantai. Lalu ia menyodorkannya pada Luke. Detik kemudian jemari pria itu nampak tergesa bergerak di atas layar. Tiba-tiba saja matanya membulat."Hilang ...," gumamnya."Apa yang hilang?"Luke bergegas bangun dari tempat duduknya. Kemudian ia menyambar jaket dan dompetnya yang tergeletak di atas meja."Aku pergi dulu. Ada urusan mendadak," ujar Luke.Ciel mengangguk samar. Ia melirik ke arah dua gelas kopi yang kini ada
"Walaupun harus membunuh Caroline dan keluarganya?"Luke terdiam, lidahnya mendadak kelu. Ia tidak bisa membalas ucapan Yellowdious."Ada lagi yang ingin Anda katakan, Kesatria?"Luke menggeleng pelan. "Tidak ... aku tidak bisa membunuh Caroline.""Maka dari itu, Joan yang akan melakukannya.""Mengapa dia melakukan itu? Padahal dia tunangannya," gumam Luke sembari mengusap wajahnya dengan kasar.Yellowdious tertawa. "Tentu saja karena Joan yang asli tidak mencintai Caroline. Sementara Anda?""Aku tidak—"Ucapan Luke mendadak terhenti saat pintu kamarnya diketuk dari luar. Yellowdious langsung menghilang begitu saja bersamaan dengan pintu yang mulai dibuka. Tidak lama, kepala Caroline melongok masuk."Kamu sedang bicara dengan siapa?" tanya Caroline, matanya nampak melirik ke segala arah.Luke sontak mengambil ponsel yang ada di atas ranjangnya. "A-aku sedang menelepon Ciel."Caroline menyipitkan kedua matanya. "Sepertinya kamu semakin dekat dengan dia.""Benar, hahaha! Mungkin karena
Aku menyukai Caroline?Luke terus memperhatikan Caroline yang duduk berhadapan dengannya. Biasanya ia akan selalu fokus makan tanpa melirik gadis itu sedikit pun."Kamu tidak suka menu hari ini?"Mata Luke mengerjap beberapa kali saat tersadar dari lamunannya. Kini pandangannya bertemu dengan Caroline. Reflek ia menunduk dan kembali menyantap makanannya."Hei, Joan."Luke melirik sekilas ke arah gadis tersebut. "Ya? Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?""Kamu aneh sejak tadi pagi.""Aku tidak apa-apa," balas Luke dengan cepat.Caroline mendecak, lalu meletakkan sendok dan garpunya di piring. Ia menatap Luke dengan tangan terlipat di dada. Pandangannya tajam menusuk."Ada sesuatu yang kamu sembunyikan."Luke menangkat kepalanya, lalu menggeleng cepat. "Tidak!""Ya, benar. Wajahmu yang mengatakan semuanya," ujar Caroline.Gadis itu kembali melanjutkan makannya. Namun kali ini dengan wajah yang ditekuk. Luke menghela napasnya lalu berdiri dari tempat duduk. Ia meletakkan piring dan g
"Sepertinya aku menyukaimu."Caroline sontak mendorong tubuh Luke agar menjauh darinya. Tanpa mengatakan apa-apa, gadis itu berlari keluar. Sementara Luke masih tetap berdiri di tempatnya dengan jantung berdebar cepat."Hah, benar-benar ...," gumamnya lirih sembari mengacak rambutnya ke depan.Langkah panjangnya mengarah ke lemari kecil tempat semua topi disimpan. Ia mengambil acak benda dari dalam sana. Kini di tangannya sudah ada topi hitam polos.Kedua sudut bibirnya tertarik begitu tiba di depan cermin. Tawa pelan lolos dari dalam mulutnya."Ternyata benar. Aku cukup tampan."~~~Luke menyeringai kala sinar matahari menyerang wajahnya tanpa terhalang apa pun. Matanya menelusur ke tempat yang dikatakan Robert.Bajingan! Om-om sialan! umpatnya dalam hati.Walau dengan suasana hati yang buruk, ia tetap menunggu Robert di bawah pohon. Ia tidak akan dengan ceroboh masuk ke gedung tempat Christoper Brandom dan anak buahnya berkumpul.Kluk!Mata Luke langsung membulat. Tanpa sadar ia ter
"Jiwaku akan dihapus dari alam semesta dan ingatan semua orang yang pernah mengenalku.""Kalau begitu, aku harus mencari tau sendiri ya," gumam Luke.Yellowdious tidak menjawab. Cahayanya perlahan memudar lalu hilang begitu saja. Kini tersisa Luke sendiri di dalam kamar. Matanya masih setia menatap langit-langit."Kapan terakhir kali aku mendapat misi?" Luke langsung bangun. Ia bergegas menghampiri lemari pakaian. Begitu dibuka, tidak ada satu pun surat misi yang melayang. Rasanya sangat kecewa. Setelah terbiasa menjalankan misi, hidupnya mulai terasa hampa saat tidak melakukan apa-apa.Suara langkah kaki terdengar mendekat ke kamarnya. Ia langsung menutup rapat lemari dan mendekat ke arah pintu. Sosok itu tidak langsung mengetuk. Ia hanya berdiri tanpa melakukan apa pun.Luke berusaha mengintip dari celah lubang kunci. Jika melihat celemek yang menutupi bagian depan pakaiannya, bisa dipastikan kalau sosok itu merupakan suster Elle. Namun Luke tidak langsung membukanya. Ia menunggu w
"Siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau bisa ada di sini?"Caroline termenung tiap kali mengingat ucapan Luke. Bagaimana bisa pria itu tahu identitasnya. Padahal selama ini ia sudah berusaha menyembunyikannya dengan baik.Ia memandang dirinya di cermin. Cukup lama hingga pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Ia langsung bangun dan mengatur sorot matanya agar mirip dengan pemilik tubuh tersebut.Begitu dibuka, nampak Elle yang membawa senampan makanan. Wanita itu tidak mengatakan apa pun. Namun ia terus menatap Caroline, seolah memintanya untuk mengambil nampak tersebut."Terima kasih, Suster Elle," ujarnya pelan.Namun setelah nampak itu sudah ada di tangan Caroline, Elle tidak kunjung pergi. Ia masih terus menatap gadis di hadapannya dengan sorot mata menyelidik."Ada apa, Suster Elle? Apa ada yang ingin Anda katakan?" tanya Caroline.Elle menunduk, lalu mengangguk pelan. "Nona ... belakangan ini ...."Ucapan Elle terhenti saat terdengar suara klakson dari arah luar. Wanita paruh baya i
Setelah melewati percakapan yang cukup berat, akhirnya Luke ditinggal sendirian di dalam ruangan tersebut. Ia termenung dengan pandangan kosong ke arah pintu. Otaknya sibuk menimbang. Misi Christoper kali ini sangat menguntungkan. Namun sebelum itu, siapa yang layak untuk dibawa kembali bersama pria tersebut? Dirinya atau Ciel?Ciel punya banyak poin. Dia pasti bisa dengan mudah kembali. Sedangkan aku?Luke memejamkan matanya saat bayangan Joan yang memakai tubuhnya itu mulai melintas di pikiran. Joan bukan lawan yang bisa diremehkan. Apalagi setelah pria itu menggadaikan jiwanya pada ular mata air.Luke mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Lalu ia mulai memukul selimut yang membalut tubuhnya."Sial! Dia pasti punya banyak mana dan kekuatan!" rutuk Luke."Aku juga ingin kembali. Tapi aku tidak bisa membiarkan Ciel tertinggal di sini bersama pria gila itu!"Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Secepat mungkin Luke menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia memejamkan matanya dengan paksa
"Buka mulutmu."Luke menggeleng pelan, ia mendorong pelan sendok yang sudah ada di depan mulutnya. Sejak tadi Ciel tidak mau mengalah. Ia terus memaksa Luke untuk menerima suapan darinya."Aku bisa makan sendiri Ciel," ujarnya.Ciel mendengus pelan. "Apa salahnya sih? Aku cuma mau membantumu makan.""Tapi ...."Luke tidak melanjutkan ucapannya. Ia melirik Caroline yang duduk di sofa tanpa merasa terusik. Gadis itu tengah membaca sebuah buku tebal."Satu suapan saja. Kamu mau 'kan?" tanya Ciel.Akhirnya Luke mengalah. Ia membuka mulutnya dan membiarkan bubur itu masuk. Sontak Caroline menutup bukunya dengan keras. Kini pandangan gadis itu sudah benar-benar teralihkan pada Luke dan Ciel."Aku akan datang lagi nanti malam," ujar Caroline sembari bangun dari tempat duduknya.Ciel mengerutkan dahinya. "Kau sudah mau pulang, Caroline? Tapi kau 'kan baru saja datang."Caroline tidak menjawab. Kini pandangannya hanya tertuju pada Luke. Pria itu tidak mengatakan apa pun, padahal ia sudah mau p
"Jo-Joan!" cicitnya."Pergi kau sialan!" bentak Luke.Caroline berusaha keras untuk mendorong tubuh Luke, namun sia-sia saja. Tenaga pria itu jauh lebih besar darinya. Lima menit berlalu, Caroline membiarkan Luke terus menekan tubuhnya. Perlahan tubuh Luke bergerak menyingkir. Namun tatapan pria itu masih terpaku padanya. Dahinya berkerut seolah menajamkan pandangannya."Joan?" panggil Caroline.Bukannya menjawab, Luke justru langsung pergi meninggalkannya. Pria itu setengah berlari keluar dari ruangannya.~~~"Selamat sore!"Luke sontak menoleh ke arah pintu yang mulai terbuka. Nampak Ciel sudah sangat sehat dan bertenaga. Gadis itu melambaikan kedua tangannya. Senyum Luke langsung mengembang, ia merasa sangat senang karena gadis itu berhasil diselamatkan.Setelah menutup pintu, Ciel berlari kecil menghampiri Luke. Lalu ia duduk di kursi yang sudah disiapkan. Senyumnya perlahan luntur saat melihat luka yang ada di tangan Luke. Ia merasa tidak enak karena sudah membuat pria itu mendap
"Lama tidak bertemu, pria yang tidak kuat minum."C-Christoper Brandon?!Klosa langsung berontak. Ia berusaha melepaskan cengkraman Christoper dari wajahnya. Namun bukannya terlepas, cengkramannya justru semakin menguat."Di mana orang berwajah Joan itu berada?" tanya Christoper Brandon.Klosa mengerutkan dahinya. "Siapa orang berwajah Joan? Saya tidak tahu!""Beraninya kau berbohong!"Kali ini Christoper menurunkan cengkramannya ke leher Klosa. Ia menahan kekuatannya agar pria itu tidak mati tercekik. Sebab ia melakukannya hanya untuk menakut-nakuti Klosa."Mustahil kau tidak tahu. Kau selalu mengikutinya!" seru Christoper."Kalau maksud Anda itu Tuan Joan, saya tahu! Tapi dia memang Tuan Joan, bukan hanya mirip.""Ya, anggap saja begitu. Jadi kau tahu dia ada di mana?""Ada urusan apa mencariku sampai menyiksa orang tidak bersalah seperti itu?"Christoper langsung melepas cengkramannya dari leher Klosa. Senyumnya perlahan mengembang begitu melihat sosok Luke berdiri di ujung jalan.
Suara seperti benda jatuh terdengar sangat keras. Caroline berjalan perlahan menuju ke pintu utama. Semua penjaga nampaknya sudah berada di pos utama. Lampu di sekitar juga sudah dipadamkan."Siapa di sana?" seru Caroline sebelum membuka pintu utama.Hening.Caroline sama sekali tidak mendengar apa pun dari luar sana. Perlahan ia memberanikan diri untuk mengintip dari jendela. Matanya membulat begitu melihat sepasang kaki tergeletak di lantai. Secepat mungkin Caroline keluar dari rumah. Ia mengesampingkan rasa takut yang menyelimutinya. Begitu tiba di luar, ia dibuat sangat ketakutan."Joan?!" serunya."Penjaga!!!"~~~Caroline memandangi Luke yang terbujur lemah di atas kasur. Wajah tampan itu benar-benar berhasil membuat perasaannya porak poranda. Pria itu berhasil membuatnya hidup kembali. Ia merasakan berbagai emosi yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan."Apa yang terjadi padamu, bodoh?" gumam Caroline.Tiba-tiba saja jemari Luke bergerak. Secepat mungkin Caroline bangkit dari
"Kau ... rupanya menyebalkan!" rutuk Joan.Ia menghentikan langkahnya, lalu meraih sabit yang melayang di depannya. Hujan beracun itu langsung menghilang. Luke tidak ingin membuatnya menjadi sia-sia. Secepat mungkin ia melesat ke arah Joan dengan pedang yang sudah berlumuran mana.Jurus ke dua : Luapan amarah naga!Mana berwarna abu-abu itu perlahan berubah menjadi putaran angin. Luke memadukannya dengan kecepatan yang diberikan Bluedious. Setelah jaraknya cukup, ia melakukan tebasan ke leher Joan. Rahang Luke mengeras saat serangannya ditahan dengan sabit.Namun hal yang membuatnya kesal bukan hanya itu. Awan hitam kembali muncul dan mulai menyerap putaran angin dan mana yang ada di sekitar pedangnya. Sebelum seluruh mana yang sudah dikerahkannya diserap habis, ia bergegas mundur menjauh dari awan tersebut."Sial. Awal itu datang lagi," gumam Luke.Ia menatap pedangnya, mana sudah tidak tersisa di sana. Napasnya tersengal-sengal. Ia menyesal karena mengerahkan hampir seluruh mananya
"Aku akan membunuh keduanya.""Yellowdious, tolong bawa Ciel ke tempat yang sudah ku katakan sebelumnya. Orang ini nampaknya tidak waras," ujar Luke.Tubuh Ciel langsung melayang ke arah Yellowdious. Setelahnya, gadis itu dibawa pergi meninggalkan Luke dan Bluedious. Luke melepas ranselnya, lalu melemparnya ke sembarang arah."Hei, Bluedious," panggil Luke setengah berbisik."Ya, Kesatria?""Kau tahu 'kan aku tidak punya kekuatan? Semuanya diserap oleh Christoper.""Ya, Kesatria.""Bisa pinjamkan aku kekuatan?" tanya Luke.Bluedious tidak menjawab. Namun tiba-tiba saja tubuh Luke terasa sangat ringan. Layar transparan langsung muncul di hadapan Luke.Tring!Kotak masuk :Anda memperoleh 100% peningkatan kecepatan. Tidak ada cooldown kekuatan. Senyum Luke langsung mengembang. Ini pertama kalinya ia memiliki kekuatan tanpa cooldown seperti teleportasi milik Christoper. Lantas ia mengacungkan ibu jarinya pada Bluedious."Kau memang terbaik! Tahu saja apa yang aku butuhkan.""Jelas saja.