"Joan!""Joan!""Hei, Joan!"Luke tersentak saat bahunya dipukul cukup keras. Sontak ia terbangun dari tempat tidurnya. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan tersebut."Aku di mana?" kata Luke dengan wajah panik.Caroline langsung menahan sebelah tangan pria tersebut. "Tenanglah! Kamu ada di ruanganku.""Apa yang terjadi?""Harusnya aku yang menanyakan itu." Caroline menarik kursinya, lalu menghadap ke Luke. "Apa yang terjadi sampai kamu pingsan?"Luke menggaruk tengkuknya sembari tertawa. Ia mengingat semua yang terjadi. Mulai dari mendapatkan potion, sampai gagalnya misi. Hanya saja ia tidak ingat bagaimana caranya bisa berada di ruangan Caroline. Entah berjalan sendiri atau dibawa paksa."Kamu melamun lagi.""Ah, tidak!" Luke menggeleng cepat. "Aku tidak ingat apa pun."Caroline mengerutkan dahinya. "Yang benar?"Luke mengangguk samar. "Oh iya, siapa yang membawaku ke sini?""Ciel."Kedua alis Luke langsung terangkat. Bersamaan dengan itu, Ciel muncul dari pintu yang setengah ter
Rupanya aku akan mati di sini. "Joan! Gunakan kekuatanmu kalau tidak mau mati!" Sialan! Rupanya dia tahu kalau aku punya kekuatan. Luke langsung memejamkan kedua matanya, lalu ia memilih lokasi untuk berpindah tempat. Kini ia sudah berdiri di belakang Ciel. Napasnya terengah-engah dan seluruh tubuhnya terasa panas. Kekuatan ini menguras seluruh energiku, batin Luke. "Kamu ... benar-benar punya kekuatan ya?" tanya Ciel. Luke tersenyum miring, lalu membiarkan tubuhnya ambruk di lantai. Ia butuh waktu untuk mengisi kembali staminanya. Sementara Ciel, memilih untuk duduk di samping pria tersebut. "Sejak kapan kau mengetahuinya?" tanya Luke. Ciel menggaruk tengkuknya sembari tertawa pelan. "Sejak kamu memberikan Caroline syal yang bisa membuatnya menghilang." Luke mengerutkan dahinya. "Bagaimana bisa kau tahu?" "Tidak ada yang bisa melihat kami saat syal itu ada di atas kepala. Tapi begitu dilepas, orang-orang langsung menatap kami." "Mungkin karena kalian aneh. Jadi orang-orang
4 tahun yang lalu, di dalam buku 7 Kesatria Naga."Kesatria Luke, diminta menghadap Putra Mahkota."Luke yang sedang asik menyantap ayam utuh itu sontak mengangkat kepalanya dan menatap ajudan Putra Mahkota. Sesaat ia terdiam, namun detik berikutnya ia menjadi terburu-buru merapikan wajah dan pakaiannya."Baik! Saya akan bergegas dalam 5 menit!" seru Luke sebelum menutup pintunya.Ia memandang dirinya di cermin cukup lama. Setelah dirasa sempurna, barulah ia berani membuka pintu. Ajudan Putra Mahkota masih setia bertengger di depan pintu sembari membaca sesuatu."Kapan Yang Mulia datang?" tanya Luke.Nue, ajudan yang paling dipercaya Putra Mahkota itu hanya mengangkat ketiga jarinya tanpa bicara. Luke mendesis pelan, jika tidak bergegas, pasti akan muncul surat gulungan ke kediamannya.Langkah kedua pria itu terhenti saat Putra Mahkota bersama dua pengawalnya terlebih dahulu tiba di hadapan mereka. Secepat mungkin Nue dan Luke membungkuk untuk memberi penghormatan."Kau terlambat, Kes
"Mengapa Anda bisa setuju begitu saja dijodohkan seperti ini, Kesatria?" tanya Deliana. Luke tersenyum tipis sembari menuang teh ke cangkir gadis tersebut. Mereka baru bertemu sebentar, namun Luke sudah merasa cukup nyaman dengan Deliana. "Nona sendiri? Bukankah situasi Nona Marquis lebih mudah untuk membatalkan perjodohan ini?" balas Luke. Deliana meletakkan potongan kue yang semula hampir masuk ke mulutnya. Ia memilih menarik cangkir teh di depannya, lalu ia meminumnya secara perlahan. "Saya dengar Kesatria Luke pandai menggunakan pedang." Sebelah alis Luke tertarik. "Hanya karena itu?" "Ya. Saya menyukai pria yang pandai berpedang," sahut Deliana. Tidak lama, dari arah gerbang utama terlihat Putra Mahkota yang diikuti beberapa orang pengawal. Ia berjalan pelan ke arah tempat Luke dan Deliana bertemu. Bukan hanya sekarang, namun di perjodohan sebelumnya, Putra Mahkota selalu datang. Seolah dia ingin membuat Luke menjadi tidak percaya diri. "Putra Mahkota!" seru Deliana dan Lu
Luke melirik ke arah Caroline yang sedang menghabiskan sarapannya dengan tenang. Sejak kejadian semalam, gadis itu sama sekali tidak kunjung angkat bicara. Sorot matanya juga berubah sedingin es."Nona, apa makanannya tidak sedap?" tanya Elle.Caroline meletakkan sendok dan garpunya, lalu tersenyum ke arah pelayannya tersebut. "Saya sangat menikmati makanannya. Terima kasih banyak."Luke mendeham pelan, namun gadis itu seakan tidak menganggapnya ada. Caroline kembali melanjutkan makannya hingga selesai tanpa peduli dengan Luke."Suster Elle," panggil Caroline.Elle menoleh ke arah Caroline sembari tersenyum. "Ya, Nona. Apa ada yang bisa saya bantu?""Antarkan kopi ke ruanganku jam 10 pagi."Usai mengatakan itu, Caroline langsung pergi. Kini menyisakan Luke yang masih sibuk dengan makanan dan pikirannya. Ia belum menemukan cara untuk meredakan amarah gadis tersebut. Tiba-tiba saja bahu Luke ditepuk. Hampir saja ia menepis tangan tersebut."Ma-maaf, Suster Elle. Ada apa?" tanya Luke.El
Menyeleksi penggantiku?Luke menopang wajahnya dengan sebelah tangan. Matanya menatap satu per satu pria yang sedang duduk bersama Caroline di taman. Tidak ada satu pun pria yang dikenal olehnya."Dari mana dia dapat orang-orang itu?" gumam Luke.Tiba-tiba saja dari arah pintu masuk taman, datang beberapa pengawal. Mereka berjalan serentak menuju Caroline. Lalu salah satunya membisikkan sesuatu.Luke memicingkan kedua matanya. Ia berusaha membaca pembicaraan mereka lewat gerak tubuh dan bibir. Wajah Caroline nampak berubah kaku, namun detik selanjutnya ia mengangguk."Apa ada tamu lagi?" gumam Luke sembari menoleh.Matanya membelalak saat melihat Bran muncul bersama pengawal. Pria itu tersenyum lebar seolah sudah menantikan hari ini. Ia melempar tatapan penuh kemenangan pada Luke."Wah, Joan! Lama tidak bertemu denganmu," ujar Bran.Luke mendecih pelan. "Lebih baik tidak bertemu selamanya."Bran menaikkan sebelah tangannya, lalu mendekati meja Luke yang berjarak cukup jauh dari tempat
"Apa maksudnya?! Kalian ... calon tunangan?!"Luke dan Ciel langsung menoleh ke arah suara tersebut. Nampak Caroline yang sudah berdiri di belakang sana dengan tatapan tidak percaya. Ia menggeleng pelan sambil melangkah mundur."Caroline! Kamu salah paham!" seru Luke.Caroline langsung berlari pergi meninggalkan mereka. Luke melirik ke arah Ciel yang mengedikkan bahunya. Lalu gadis itu mendorong punggung Luke cukup keras."Kejar dia, bodoh!" seru Ciel.Luke mendesis kesal. Namun ia dengan cepat mengayuh langkahnya untuk mengejar Caroline. Ia menelusuri lorong panjang yang mengarah ke ruang utama. Tidak butuh waktu lama, ia sudah menemukan sosok Caroline yang hampir masuk ke dalam kamarnya."Caroline!" teriak Luke.Caroline menoleh sekilas. Namun ia sama sekali tidak berhenti dan langsung masuk ke kamarnya. Luke dengan cepat berusaha menahan pintu yang hampir tertutup."Dengarkan aku dulu, Caroline!"Lewat celah pintu yang sedikit terbuka, Caroline menatap Luke dengan sorot mata yang t
"Kau tau? Pemilik tubuh ini juga mengikuti permainannya."Ciel sontak menyemburkan air yang sudah ada di mulutnya ke wajah Luke. Pria itu tidak marah. Ekspresinya begitu datar sembari mengelap wajahnya yang basah. Ia menyodorkan tisu pada Ciel."Terima kasih." Ciel mengelap mulutnya, lalu kembali menatap Luke dengan mata melotot. "Dari mana kau tau?""Layar peringkatnya muncul secara tiba-tiba.""Pasti layar itu muncul saat ada perubahan poin atau peringkat. Saat kau masuk ke dalam permainan, layar itu juga muncul," jelas Ciel.Luke mendengus pelan. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, kepalanya menengadah sembari menatap langit-langit kafe tersebut. Kepalanya terasa sangat sakit. Apalagi saat mengingat ucapan Yellowdious.Joan yang asli bisa membunuh Caroline, karena dia tidak mencintai gadis itu."Menurutmu apa tujuan orang pemilik tubuh ini masuk ke dalam permainan?" tanya Ciel.Luke mengedikkan bahunya. Ia tidak akan menceritakan tentang tujuan Joan walau sebenarnya ia sudah tahu