"Kau tau? Pemilik tubuh ini juga mengikuti permainannya."Ciel sontak menyemburkan air yang sudah ada di mulutnya ke wajah Luke. Pria itu tidak marah. Ekspresinya begitu datar sembari mengelap wajahnya yang basah. Ia menyodorkan tisu pada Ciel."Terima kasih." Ciel mengelap mulutnya, lalu kembali menatap Luke dengan mata melotot. "Dari mana kau tau?""Layar peringkatnya muncul secara tiba-tiba.""Pasti layar itu muncul saat ada perubahan poin atau peringkat. Saat kau masuk ke dalam permainan, layar itu juga muncul," jelas Ciel.Luke mendengus pelan. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, kepalanya menengadah sembari menatap langit-langit kafe tersebut. Kepalanya terasa sangat sakit. Apalagi saat mengingat ucapan Yellowdious.Joan yang asli bisa membunuh Caroline, karena dia tidak mencintai gadis itu."Menurutmu apa tujuan orang pemilik tubuh ini masuk ke dalam permainan?" tanya Ciel.Luke mengedikkan bahunya. Ia tidak akan menceritakan tentang tujuan Joan walau sebenarnya ia sudah tahu
Luke mendeham pelan sembari membuka pintu kamarnya. Ia tidak membukanya dengan lebar, melainkan hanya cukup untuk kepalanya."Ah, Caroline. Ada apa?" tanya Luke.Caroline melirik ke dalam melalui celah pintu. "Kamu sedang tidur?""Tidak, aku sedang di depanmu."Gadis itu mendecak pelan. "Maksudku, sebelum kamu membuka pintunya."Luke terkekeh, sebelah tangannya menggaruk tengkuk. Namun detik berikutnya ia mengangguk kaku."Aku tidur sebentar."Caroline mundur selangkah sembari tersenyum. "Mau bicara di luar? Sepertinya ada banyak yang harus kita bicarakan."Kedua alis Luke langsung naik bersamaan diikuti mata yang mengerjap berulang kali. Bibirnya melengkung sempurna tanpa bisa ditahan."Kamu mau bicara denganku?""Cepat, sebelum aku berubah pikiran!"Luke langsung membuka pintu kamarnya lebar-lebar. Detik berikutnya, Caroline nampak begitu terkejut. Matanya membelalak dengan mulut sedikit terbuka. Luke mengikuti arah pandangan Caroline yang ternyata mengarah ...Ke celana.Luke sonta
Caroline melirik Luke yang sedang menyantap makanannya. Senyum pria itu tidak kunjung luntur. Apalagi saat diam-diam melirik ke arah Caroline."Anda sudah selesai makan, Tuan Joan?"Luke sontak menoleh ke arah Elle yang sedari tadi berdiri sembari mengamati mereka. Memang sudah menjadi bagian dari tugasnya untuk memastikan Caroline dan Luke makan dengan nyaman."Belum," jawab Luke sembari tersenyum kaku."Saya kira sudah selesai. Dari tadi saya perhatikan, Tuan tersenyum sendirian."Bibir Luke langsung mendatar, ia berusaha menahan senyumnya. Sementara Caroline yang mendengar itu nampak tersenyum kecil. Keduanya sama-sama teringat dengan kejadian semalam.Setelah menyelesaikan sarapan, Luke dan Caroline berjalan secara beriringan menuju taman. Sudah menjadi agenda harian bagi Luke berlari satu putaran, sedangkan Caroline akan memetik bunga untuk dirangkai siang hari."Apa Ayah akan datang hari ini?" tanya Luke sembari mengekori Caroline.Gadis itu mengangguk pelan. "Ayah pasti datang.
"Lukamu ... benar-benar menghilang."Luke langsung menurunkan lengan bajunya yang digulung. Ia merasa tidak nyaman dengan tatapan Galiard yang begitu mengintimidasi. Secepat mungkin ia memutar otak untuk mengalihkan perhatian pria tersebut."Bagaimana kalau Tuan mengajari saya teknik berpedang yang lain?" tanya Luke.Galiard langsung mengalihkan tatapannya ke arah Luke. "Kau tertarik?""Saya harus menguasai banyak teknik jika ingin menang," jelas Luke.Galiard tersenyum miring. Ia cukup puas mendengar jawaban Luke. Sebab dengan keinginan menang, menandakan kalau Luke ingin tetap bertunangan dengan Caroline.Galiard mengajari cukup banyak ilmu pedang yang diketahuinya. Luke sempat tidak menyangka kalau di zaman modern ini ada orang yang begitu ahli menggunakan pedang. Kemampuan Galiard hampir menandinginya. Padahal Luke termasuk Kesatria dengan kemampuan berpedang tingkat tinggi. Bahkan dengan kemampuannya, Luke bisa seorang diri membereskan naga inferno."Kau mau minum sesuatu?" tanya
"Siapa pun orangnya, tidak akan aku biarkan lolos! Itu janjiku di atas uang 100 juta Leu!" ujar Robert.Luke tersenyum puas. Ia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Matanya menatap lampu besar yang menggantung di langit-langit restoran tersebut."Christoper Brandon. Aku ingin kau mencari orang itu," ujar Luke.Robert membulatkan matanya. "Tu-tunggu! Kenapa kau mau mencari beliau?""Sebenarnya aku bukan ingin mencari Christoper Brandon. Hanya saja aku butuh jangkauan yang luas untuk bisa menemukan orang ini."Robert memicingkan matanya menatap lurus Luke. Ia sedikit menggeser kursinya agar semakin dekat. Lalu ia memajukan wajahnya."Apa dia mafia?" bisik Robert."Dia pembunuh yang punya kekuatan magis," jawab Luke.Wajah Robert langsung memucat. Ia kembali teringat dengan awal pertemuannya dengan Luke. Sebelumnya ia hanya pernah bertemu dengan satu orang yang sekuat itu, tapi ternyata di luar sana masih banyak orang yang memiliki kekuatan serupa."Sebenarnya ada berapa banyak orang
"Ciel!!"Tubuh Ciel langsung terhempas ke belakang saat peluru berhasil bersarang di perutnya. Luke yang masih belum diketahui tempat persembunyiannya mencoba untuk tenang. Ia membidik salah satu yang paling dekat dengannya.Ku mohon ... harus kena! batin Luke.Dor!Luke membulatkan matanya saat peluru itu mengenai tepat di leher bagian belakang pria tersebut.Satu orang tumbang, Luke langsung mencari tempat persembunyian baru. Dua orang lainnya berjalan cepat ke arah rekannya yang sudah tergeletak berlumuran darah. Dengan posisi siap menyerang, telunjuk mereka sudah siap di pelatuk. Mata mereka menyapu layaknya gagak di malam hari. Bahkan dedaunan yang tertiup angin, sudah berada dalam pengawasan mereka."Berpencar!" titah salah satunya.Luke memejamkan matanya agar indera pendengarannya semakin menajam. Dari arah kanan dan kiri, langkah terdengar seirama. Semakin lama semakin dekat ke tempat persembunyiannya.Tembak satu orang, lalu mencari tempat belindung! batinnya.Luke menggulun
Luke tiba di depan rumah tepat tengah malam. Suasana sudah sangat sepi. Hanya ada petugas jaga yang hampir mirip dengan patung. Bahkan saat disapa, mereka hanya menunduk.Semilir angin menemani Luke begitu menyusuri koridor panjang menuju ke ruang utama. Begitu tiba di sana, tanpa sengaja ia menangkap siluet di tengah gelapnya ruangan berdiri di dekat jendela.Perlahan Luke mendekati siluet itu. Semakin dekat, ia mulai mengenalinya sebagai sosok Caroline. Rambutnya dibiarkan tergerai ditiup angin. Namun ada yang aneh."Caroline?" panggil Luke dengan lembut.Gadis itu menoleh. Matanya sudah membengkak dan wajahnya pucat. Detik berikutnya ia langsung memeluk Luke dengan erat."Kenapa baru pulang?" tanya Caroline.Luke menunduk, sebelah tangannya bergerak mengusap kepala gadis itu. Ia tidak menjawab. Justru semakin mengeratkan pelukannya."Joan."Luke mendeham pelan sebagai jawabannya."Kamu tidak menjawab pertanyaanku," ujar Caroline lagi.Luke semakin mengeratkan pelukannya. Ia bisa me
Luke memasang topi baseball hitamnya dengan jantung berdegup cepat. Ia tidak menyangka kalau Christoper Brandon masih mengira anak buahnya hidup. Ia bahkan mengajak bertemu anak buahnya di sebuah bar yang menjadi basecamp kelompoknya."Ciel, kau bisa mendengarku?" bisik Luke melalui earphone yang terpasang di telinganya."Sangat jelas.""Aku berangkat sekarang. Tugasmu hanya memberitahuku identitas orang-orang di sana.""Kau yakin penyamaranmu akan berhasil?" tanya Ciel.Luke tersenyum miring. "Aku bertaruh mereka belum pernah bertemu.""Kalau begitu, semoga berhasil, Kesatria Luke!""Jangan panggil aku begitu."Luke langsung mengarah ke sebuah mobil yang sudah disiapkan beserta sopirnya. Ia mengetuk kaca mobil bagian depan tepat di kursi kemudi. Kaca itu langsung turun dan menampakkan pria paruh baya berusia hampir setengah abad."Anda bisa mengantar saya ke Freddi Bar?" tanya Luke.Sopir itu menunduk. "Kalau pergi ke bar, saya harus minta izin pada nona."Luke mendesis pelan. Walau
"Jiwaku akan dihapus dari alam semesta dan ingatan semua orang yang pernah mengenalku.""Kalau begitu, aku harus mencari tau sendiri ya," gumam Luke.Yellowdious tidak menjawab. Cahayanya perlahan memudar lalu hilang begitu saja. Kini tersisa Luke sendiri di dalam kamar. Matanya masih setia menatap langit-langit."Kapan terakhir kali aku mendapat misi?" Luke langsung bangun. Ia bergegas menghampiri lemari pakaian. Begitu dibuka, tidak ada satu pun surat misi yang melayang. Rasanya sangat kecewa. Setelah terbiasa menjalankan misi, hidupnya mulai terasa hampa saat tidak melakukan apa-apa.Suara langkah kaki terdengar mendekat ke kamarnya. Ia langsung menutup rapat lemari dan mendekat ke arah pintu. Sosok itu tidak langsung mengetuk. Ia hanya berdiri tanpa melakukan apa pun.Luke berusaha mengintip dari celah lubang kunci. Jika melihat celemek yang menutupi bagian depan pakaiannya, bisa dipastikan kalau sosok itu merupakan suster Elle. Namun Luke tidak langsung membukanya. Ia menunggu w
"Siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau bisa ada di sini?"Caroline termenung tiap kali mengingat ucapan Luke. Bagaimana bisa pria itu tahu identitasnya. Padahal selama ini ia sudah berusaha menyembunyikannya dengan baik.Ia memandang dirinya di cermin. Cukup lama hingga pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Ia langsung bangun dan mengatur sorot matanya agar mirip dengan pemilik tubuh tersebut.Begitu dibuka, nampak Elle yang membawa senampan makanan. Wanita itu tidak mengatakan apa pun. Namun ia terus menatap Caroline, seolah memintanya untuk mengambil nampak tersebut."Terima kasih, Suster Elle," ujarnya pelan.Namun setelah nampak itu sudah ada di tangan Caroline, Elle tidak kunjung pergi. Ia masih terus menatap gadis di hadapannya dengan sorot mata menyelidik."Ada apa, Suster Elle? Apa ada yang ingin Anda katakan?" tanya Caroline.Elle menunduk, lalu mengangguk pelan. "Nona ... belakangan ini ...."Ucapan Elle terhenti saat terdengar suara klakson dari arah luar. Wanita paruh baya i
Setelah melewati percakapan yang cukup berat, akhirnya Luke ditinggal sendirian di dalam ruangan tersebut. Ia termenung dengan pandangan kosong ke arah pintu. Otaknya sibuk menimbang. Misi Christoper kali ini sangat menguntungkan. Namun sebelum itu, siapa yang layak untuk dibawa kembali bersama pria tersebut? Dirinya atau Ciel?Ciel punya banyak poin. Dia pasti bisa dengan mudah kembali. Sedangkan aku?Luke memejamkan matanya saat bayangan Joan yang memakai tubuhnya itu mulai melintas di pikiran. Joan bukan lawan yang bisa diremehkan. Apalagi setelah pria itu menggadaikan jiwanya pada ular mata air.Luke mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Lalu ia mulai memukul selimut yang membalut tubuhnya."Sial! Dia pasti punya banyak mana dan kekuatan!" rutuk Luke."Aku juga ingin kembali. Tapi aku tidak bisa membiarkan Ciel tertinggal di sini bersama pria gila itu!"Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Secepat mungkin Luke menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia memejamkan matanya dengan paksa
"Buka mulutmu."Luke menggeleng pelan, ia mendorong pelan sendok yang sudah ada di depan mulutnya. Sejak tadi Ciel tidak mau mengalah. Ia terus memaksa Luke untuk menerima suapan darinya."Aku bisa makan sendiri Ciel," ujarnya.Ciel mendengus pelan. "Apa salahnya sih? Aku cuma mau membantumu makan.""Tapi ...."Luke tidak melanjutkan ucapannya. Ia melirik Caroline yang duduk di sofa tanpa merasa terusik. Gadis itu tengah membaca sebuah buku tebal."Satu suapan saja. Kamu mau 'kan?" tanya Ciel.Akhirnya Luke mengalah. Ia membuka mulutnya dan membiarkan bubur itu masuk. Sontak Caroline menutup bukunya dengan keras. Kini pandangan gadis itu sudah benar-benar teralihkan pada Luke dan Ciel."Aku akan datang lagi nanti malam," ujar Caroline sembari bangun dari tempat duduknya.Ciel mengerutkan dahinya. "Kau sudah mau pulang, Caroline? Tapi kau 'kan baru saja datang."Caroline tidak menjawab. Kini pandangannya hanya tertuju pada Luke. Pria itu tidak mengatakan apa pun, padahal ia sudah mau p
"Jo-Joan!" cicitnya."Pergi kau sialan!" bentak Luke.Caroline berusaha keras untuk mendorong tubuh Luke, namun sia-sia saja. Tenaga pria itu jauh lebih besar darinya. Lima menit berlalu, Caroline membiarkan Luke terus menekan tubuhnya. Perlahan tubuh Luke bergerak menyingkir. Namun tatapan pria itu masih terpaku padanya. Dahinya berkerut seolah menajamkan pandangannya."Joan?" panggil Caroline.Bukannya menjawab, Luke justru langsung pergi meninggalkannya. Pria itu setengah berlari keluar dari ruangannya.~~~"Selamat sore!"Luke sontak menoleh ke arah pintu yang mulai terbuka. Nampak Ciel sudah sangat sehat dan bertenaga. Gadis itu melambaikan kedua tangannya. Senyum Luke langsung mengembang, ia merasa sangat senang karena gadis itu berhasil diselamatkan.Setelah menutup pintu, Ciel berlari kecil menghampiri Luke. Lalu ia duduk di kursi yang sudah disiapkan. Senyumnya perlahan luntur saat melihat luka yang ada di tangan Luke. Ia merasa tidak enak karena sudah membuat pria itu mendap
"Lama tidak bertemu, pria yang tidak kuat minum."C-Christoper Brandon?!Klosa langsung berontak. Ia berusaha melepaskan cengkraman Christoper dari wajahnya. Namun bukannya terlepas, cengkramannya justru semakin menguat."Di mana orang berwajah Joan itu berada?" tanya Christoper Brandon.Klosa mengerutkan dahinya. "Siapa orang berwajah Joan? Saya tidak tahu!""Beraninya kau berbohong!"Kali ini Christoper menurunkan cengkramannya ke leher Klosa. Ia menahan kekuatannya agar pria itu tidak mati tercekik. Sebab ia melakukannya hanya untuk menakut-nakuti Klosa."Mustahil kau tidak tahu. Kau selalu mengikutinya!" seru Christoper."Kalau maksud Anda itu Tuan Joan, saya tahu! Tapi dia memang Tuan Joan, bukan hanya mirip.""Ya, anggap saja begitu. Jadi kau tahu dia ada di mana?""Ada urusan apa mencariku sampai menyiksa orang tidak bersalah seperti itu?"Christoper langsung melepas cengkramannya dari leher Klosa. Senyumnya perlahan mengembang begitu melihat sosok Luke berdiri di ujung jalan.
Suara seperti benda jatuh terdengar sangat keras. Caroline berjalan perlahan menuju ke pintu utama. Semua penjaga nampaknya sudah berada di pos utama. Lampu di sekitar juga sudah dipadamkan."Siapa di sana?" seru Caroline sebelum membuka pintu utama.Hening.Caroline sama sekali tidak mendengar apa pun dari luar sana. Perlahan ia memberanikan diri untuk mengintip dari jendela. Matanya membulat begitu melihat sepasang kaki tergeletak di lantai. Secepat mungkin Caroline keluar dari rumah. Ia mengesampingkan rasa takut yang menyelimutinya. Begitu tiba di luar, ia dibuat sangat ketakutan."Joan?!" serunya."Penjaga!!!"~~~Caroline memandangi Luke yang terbujur lemah di atas kasur. Wajah tampan itu benar-benar berhasil membuat perasaannya porak poranda. Pria itu berhasil membuatnya hidup kembali. Ia merasakan berbagai emosi yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan."Apa yang terjadi padamu, bodoh?" gumam Caroline.Tiba-tiba saja jemari Luke bergerak. Secepat mungkin Caroline bangkit dari
"Kau ... rupanya menyebalkan!" rutuk Joan.Ia menghentikan langkahnya, lalu meraih sabit yang melayang di depannya. Hujan beracun itu langsung menghilang. Luke tidak ingin membuatnya menjadi sia-sia. Secepat mungkin ia melesat ke arah Joan dengan pedang yang sudah berlumuran mana.Jurus ke dua : Luapan amarah naga!Mana berwarna abu-abu itu perlahan berubah menjadi putaran angin. Luke memadukannya dengan kecepatan yang diberikan Bluedious. Setelah jaraknya cukup, ia melakukan tebasan ke leher Joan. Rahang Luke mengeras saat serangannya ditahan dengan sabit.Namun hal yang membuatnya kesal bukan hanya itu. Awan hitam kembali muncul dan mulai menyerap putaran angin dan mana yang ada di sekitar pedangnya. Sebelum seluruh mana yang sudah dikerahkannya diserap habis, ia bergegas mundur menjauh dari awan tersebut."Sial. Awal itu datang lagi," gumam Luke.Ia menatap pedangnya, mana sudah tidak tersisa di sana. Napasnya tersengal-sengal. Ia menyesal karena mengerahkan hampir seluruh mananya
"Aku akan membunuh keduanya.""Yellowdious, tolong bawa Ciel ke tempat yang sudah ku katakan sebelumnya. Orang ini nampaknya tidak waras," ujar Luke.Tubuh Ciel langsung melayang ke arah Yellowdious. Setelahnya, gadis itu dibawa pergi meninggalkan Luke dan Bluedious. Luke melepas ranselnya, lalu melemparnya ke sembarang arah."Hei, Bluedious," panggil Luke setengah berbisik."Ya, Kesatria?""Kau tahu 'kan aku tidak punya kekuatan? Semuanya diserap oleh Christoper.""Ya, Kesatria.""Bisa pinjamkan aku kekuatan?" tanya Luke.Bluedious tidak menjawab. Namun tiba-tiba saja tubuh Luke terasa sangat ringan. Layar transparan langsung muncul di hadapan Luke.Tring!Kotak masuk :Anda memperoleh 100% peningkatan kecepatan. Tidak ada cooldown kekuatan. Senyum Luke langsung mengembang. Ini pertama kalinya ia memiliki kekuatan tanpa cooldown seperti teleportasi milik Christoper. Lantas ia mengacungkan ibu jarinya pada Bluedious."Kau memang terbaik! Tahu saja apa yang aku butuhkan.""Jelas saja.