Luke memasang topi baseball hitamnya dengan jantung berdegup cepat. Ia tidak menyangka kalau Christoper Brandon masih mengira anak buahnya hidup. Ia bahkan mengajak bertemu anak buahnya di sebuah bar yang menjadi basecamp kelompoknya."Ciel, kau bisa mendengarku?" bisik Luke melalui earphone yang terpasang di telinganya."Sangat jelas.""Aku berangkat sekarang. Tugasmu hanya memberitahuku identitas orang-orang di sana.""Kau yakin penyamaranmu akan berhasil?" tanya Ciel.Luke tersenyum miring. "Aku bertaruh mereka belum pernah bertemu.""Kalau begitu, semoga berhasil, Kesatria Luke!""Jangan panggil aku begitu."Luke langsung mengarah ke sebuah mobil yang sudah disiapkan beserta sopirnya. Ia mengetuk kaca mobil bagian depan tepat di kursi kemudi. Kaca itu langsung turun dan menampakkan pria paruh baya berusia hampir setengah abad."Anda bisa mengantar saya ke Freddi Bar?" tanya Luke.Sopir itu menunduk. "Kalau pergi ke bar, saya harus minta izin pada nona."Luke mendesis pelan. Walau
Luke dan Klosa memarkir mobil sedikit lebih jauh dari lokasi yang disebutkan oleh Ciel. Rupanya selama ini Christoper Brandon menyembunyikan dirinya di Apartemen Luxury Bucharest."Klosa, kau bisa menggunakan pistol?" tanya Luke.Klosa mengangguk, tentunya sudah cukup untuk membuat Luke puas. Ia langsung dihadiahi sebuah pistol semi otomatis yang entah bagaimana bisa dimiliki oleh pria tersebut."Tetap berjaga di belakang."Keduanya berjalan santai memasuki lobby apartemen tersebut. Klosa juga sudah menyembunyikan senjata apinya di dalam baju. Sebisa mungkin Luke menghindari kontak mata dengan setiap pengunjung di sana. Sebab menurut pesan yang dikirim Ciel, semua orang di sini bisa jadi terlibat langsung dengan Christoper Brandon."Kau lewat tangga darurat. Kita bertemu di lantai 3," bisik Luke.Seperti biasa, Klosa mengangguk patuh. Mereka berpisah tepat di depan lift. Luke masuk ke salah satunya, sementara Klosa berjalan cepat menuju tangga darurat.Selama berada di lift, Luke bisa
Klosa merasa kerongkongannya begitu kering. Apalagi saat satu gelas whiski sudah disodorkan padanya. Ia tidak bisa bergerak sama sekali, bahkan untuk sekedar menoleh ke arah Christoper Brandon. Padahal saat ini mereka duduk bersebelahan."Setelah kalah, temanmu yang tadi mengantar makanan akan langsung kami habisi," ujar Christoper.Klosa mengangguk kaku. Keringat dingin sudah membanjiri wajahnya. Ia benar-benar merasa seperti akan mati.Perlahan Klosa mendekatkan gelas ke bibirnya. Christoper dari samping nampak geram hingga mendorong paksa isi gelas itu hingga masuk ke dalama mulut Klosa. Sontak semua yang ada di sana bertepuk tangan."Wah! Anda memang hebat! Habis dalam sekali teguk!"Klosa tersenyum kaku. Ia bisa melihat gelas Christoper juga sudah kosong. Kini sudah gelas kedua. Kali ini mereka mencampur whiski dengan vodka. Klosa dipersilakan minum terlebih dahulu.Begitu alkohol masuk ke kerongkongannya, ia merasa seperti terbakar. Rupanya campuran alkohol itu sangat kuat hingg
"Tunggu apa lagi? Cepat ikat dia." Ketiga pria itu perlahan mendekati Christoper yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Luke mengambil tali dari bawah meja. Sebenarnya tali itu dibawanya dari belakang lemari. "Ikat kaki dan tangannya. Jangan sampai terlepas!" titah Luke. Ketiganya mengangguk dengan ketakutan. Mereka mulai membagi tugas. Sambil menunggu, Luke mengambil ponsel dari sakunya. Ia mendesis pelan begitu mendapati cukup banyak panggilan dari Galiard dan Caroline. "Jangan bilang, ada jadwal latihan?" gumam Luke. Brak! Ponsel di tangan Luke langsung terhempas ke lantai. Begitu menoleh, ketiga pria itu sudah tersungkur tidak sadarkan diri. Kini di sampingnya, sosok Christoper Bran berdiri tegak. Raut wajahnya benar-benar mengerikan, sorot matanya seperti mengeluarkan petir. "Bajingan kecil ini," gumam Christoper. Luke menatap pria itu dengan sorot tajam. Ia sudah bersiap dengan kuda-kuda dan pisau lipat di tangannya. Mata pisau itu sudah berlumuran darah. Tentu saj
"Rileks, jangan tegang." Luke melirik Elle yang sedang membersihkan lukanya. Wanita itu masih sama, tidak bisa bersikap lembut. Padahal saat menghadapi Caroline, Elle bisa menjadi selembut kapuk. "Siapa yang melakukan ini, Tuan?" tanya Elle. "Anda tidak akan mengenal orangnya, Suster." "Berkat hilangnya Tuan dan Klosa, kemarin semua pengawal dikerahkan." Luke langsung menahan tangan Elle. Ia berbalik dan menatap wanita itu dengan wajah terkejut. "Semua pengawal?" "Ya. Nona kelihatan sangat frustasi. Bahkan setelah Tuan pulang, Nona masih terlihat gelisah." "Di mana Caroline sekarang?" "Sepertinya di taman." Luke langsung bangun dari tempat duduknya. Ia berlari meninggalkan Elle di ruang tamu. Walau seluruh tubuhnya terasa seperti remuk, ia tetap memaksanya berlari. "Tuan, tolong jangan berlarian dulu!" "Benar. Anda masih sakit, Tuan!" Persetan! Luke terus berlari ke arah taman ditemani sinar mentari pagi. Hingga ia bertemu Klosa yang sedang berdiri di dekat mobil. Pria it
"Sudah mendengar yang kau inginkan, Tuan Joan?"Luke dibuat termenung di tempatnya. Ia tidak bisa berkata-kata, hanya diam dengan mulut setengah terbuka."K-Klosa?""Mengapa kau bodoh sekali, Tuan?"Luke mengerutkan dahinya begitu mendengar ucapan Klosa. Senyumnya mulai terbit, ia tahu kalau sosok itu bukan Klosa, melainkan Christoper Brandon yang mengubah rupanya."Kembalikan kekuatanku!" serunya.Sesaat kemudian, Klosa berubah menjadi Christoper. Ia tersenyum miring sembari berjalan menuruni tangga ke arah Luke. Sebisa mungkin Luke tidak menatap mata pria itu terlalu lama. Kekuatannya sudah habis tercuri. Ia tidak boleh membiarkan kekuatannya yang paling berguna ini dicuri lagi."Kau cukup cerdas, Kesatria Luke.""Bagaimana kau bisa tahu identitas asliku?" tanya Luke, ia mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak.Perlahan tangan Christoper bergerak menyentuh udara, lalu muncul layar seperti milik Luke. Tentu saja itu membuat Luke sangat terkejut. Ternyata di balik sosok Christoper
"Ini latihan terakhirmu."Luke menarik napas panjang, lalu mengembuskannya secara perlahan. Ia berusaha untuk membuat tubuhnya rileks. Gerakan Galiard hari ini begitu agresif, berbeda dengan sebelumnya.Tak!Pedang kayu di tangan Luke terjatuh saat Galiard menghentaknya dengan keras. Tentu saja itu membuat Galiard sedikit kesal. Dahinya berkerut dan sorot matanya menajam. Ia kembali mengambil pedang kayu itu, lalu menyodorkannya pada Luke."Hei, Joan. Kau pernah dengar kutipan ini?"Luke menaikkan kedua alisnya dengan wajah bingung. "Kutipan apa?""Seorang pria itu ibarat Kesatria. Maka dari itu, seorang Kesatria tidak boleh kehilangan pedangnya."Luke langsung termenung mendengarnya. Ia menatap pedang kayu yang kini ada digenggamannya.Kesatria? Aku ... Aku seorang Kesatria!Luke mengangguk mantap. Jemarinya direkatkan dengan kuat ke pegangan pedang. Kuda-kudanya kali ini terlihat lebih kuat. Luke akan bertarung lebih serius. Sebab ia adalah Kesatria! Ia benar-benar Kesatria pemburu
Krek.Luke menatap lurus ke dalam lemari pakaiannya. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini ada 2 buah amplop yang melayang. Satu berwarna biru dan satu berwarna merah.Jika itu Ciel, pasti satu misi melindungi orang. Lalu satu misi lagi membunuh orang. Kira-kira, bagaimana denganku? batin Luke.Luke menarik terlebih dahulu amplop biru yang melayang. Perlahan ia membukanya. Tiba-tiba layar muncul tepat di depan wajahnya, diikuti dua digit angka yang keluar dari amplop biru tersebut.Selamat Kesatria Luke!Merebut hati Ayah Caroline, bernilai 10 poin!Luke menggigit bibir bawahnya. Sekarang ia baru sadar, semua tugas ini mempermainkan manusia, terutama nyawa. Ia ingin berhenti melakukan ini, namun ia juga ingin kembali ke dunianya.Helaan napas yang begitu berat lolos dari mulutnya. Ia melempar surat itu kembali ke dalam lemari. Kali ini ia beralih pada amplop merah. Ia membuka amplop itu dengan perlahan. Suasana hatinya benar-benar berantakan.Misi SSS!Melindungi Ayah Caroline saat komp
"Jiwaku akan dihapus dari alam semesta dan ingatan semua orang yang pernah mengenalku.""Kalau begitu, aku harus mencari tau sendiri ya," gumam Luke.Yellowdious tidak menjawab. Cahayanya perlahan memudar lalu hilang begitu saja. Kini tersisa Luke sendiri di dalam kamar. Matanya masih setia menatap langit-langit."Kapan terakhir kali aku mendapat misi?" Luke langsung bangun. Ia bergegas menghampiri lemari pakaian. Begitu dibuka, tidak ada satu pun surat misi yang melayang. Rasanya sangat kecewa. Setelah terbiasa menjalankan misi, hidupnya mulai terasa hampa saat tidak melakukan apa-apa.Suara langkah kaki terdengar mendekat ke kamarnya. Ia langsung menutup rapat lemari dan mendekat ke arah pintu. Sosok itu tidak langsung mengetuk. Ia hanya berdiri tanpa melakukan apa pun.Luke berusaha mengintip dari celah lubang kunci. Jika melihat celemek yang menutupi bagian depan pakaiannya, bisa dipastikan kalau sosok itu merupakan suster Elle. Namun Luke tidak langsung membukanya. Ia menunggu w
"Siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau bisa ada di sini?"Caroline termenung tiap kali mengingat ucapan Luke. Bagaimana bisa pria itu tahu identitasnya. Padahal selama ini ia sudah berusaha menyembunyikannya dengan baik.Ia memandang dirinya di cermin. Cukup lama hingga pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Ia langsung bangun dan mengatur sorot matanya agar mirip dengan pemilik tubuh tersebut.Begitu dibuka, nampak Elle yang membawa senampan makanan. Wanita itu tidak mengatakan apa pun. Namun ia terus menatap Caroline, seolah memintanya untuk mengambil nampak tersebut."Terima kasih, Suster Elle," ujarnya pelan.Namun setelah nampak itu sudah ada di tangan Caroline, Elle tidak kunjung pergi. Ia masih terus menatap gadis di hadapannya dengan sorot mata menyelidik."Ada apa, Suster Elle? Apa ada yang ingin Anda katakan?" tanya Caroline.Elle menunduk, lalu mengangguk pelan. "Nona ... belakangan ini ...."Ucapan Elle terhenti saat terdengar suara klakson dari arah luar. Wanita paruh baya i
Setelah melewati percakapan yang cukup berat, akhirnya Luke ditinggal sendirian di dalam ruangan tersebut. Ia termenung dengan pandangan kosong ke arah pintu. Otaknya sibuk menimbang. Misi Christoper kali ini sangat menguntungkan. Namun sebelum itu, siapa yang layak untuk dibawa kembali bersama pria tersebut? Dirinya atau Ciel?Ciel punya banyak poin. Dia pasti bisa dengan mudah kembali. Sedangkan aku?Luke memejamkan matanya saat bayangan Joan yang memakai tubuhnya itu mulai melintas di pikiran. Joan bukan lawan yang bisa diremehkan. Apalagi setelah pria itu menggadaikan jiwanya pada ular mata air.Luke mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Lalu ia mulai memukul selimut yang membalut tubuhnya."Sial! Dia pasti punya banyak mana dan kekuatan!" rutuk Luke."Aku juga ingin kembali. Tapi aku tidak bisa membiarkan Ciel tertinggal di sini bersama pria gila itu!"Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Secepat mungkin Luke menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia memejamkan matanya dengan paksa
"Buka mulutmu."Luke menggeleng pelan, ia mendorong pelan sendok yang sudah ada di depan mulutnya. Sejak tadi Ciel tidak mau mengalah. Ia terus memaksa Luke untuk menerima suapan darinya."Aku bisa makan sendiri Ciel," ujarnya.Ciel mendengus pelan. "Apa salahnya sih? Aku cuma mau membantumu makan.""Tapi ...."Luke tidak melanjutkan ucapannya. Ia melirik Caroline yang duduk di sofa tanpa merasa terusik. Gadis itu tengah membaca sebuah buku tebal."Satu suapan saja. Kamu mau 'kan?" tanya Ciel.Akhirnya Luke mengalah. Ia membuka mulutnya dan membiarkan bubur itu masuk. Sontak Caroline menutup bukunya dengan keras. Kini pandangan gadis itu sudah benar-benar teralihkan pada Luke dan Ciel."Aku akan datang lagi nanti malam," ujar Caroline sembari bangun dari tempat duduknya.Ciel mengerutkan dahinya. "Kau sudah mau pulang, Caroline? Tapi kau 'kan baru saja datang."Caroline tidak menjawab. Kini pandangannya hanya tertuju pada Luke. Pria itu tidak mengatakan apa pun, padahal ia sudah mau p
"Jo-Joan!" cicitnya."Pergi kau sialan!" bentak Luke.Caroline berusaha keras untuk mendorong tubuh Luke, namun sia-sia saja. Tenaga pria itu jauh lebih besar darinya. Lima menit berlalu, Caroline membiarkan Luke terus menekan tubuhnya. Perlahan tubuh Luke bergerak menyingkir. Namun tatapan pria itu masih terpaku padanya. Dahinya berkerut seolah menajamkan pandangannya."Joan?" panggil Caroline.Bukannya menjawab, Luke justru langsung pergi meninggalkannya. Pria itu setengah berlari keluar dari ruangannya.~~~"Selamat sore!"Luke sontak menoleh ke arah pintu yang mulai terbuka. Nampak Ciel sudah sangat sehat dan bertenaga. Gadis itu melambaikan kedua tangannya. Senyum Luke langsung mengembang, ia merasa sangat senang karena gadis itu berhasil diselamatkan.Setelah menutup pintu, Ciel berlari kecil menghampiri Luke. Lalu ia duduk di kursi yang sudah disiapkan. Senyumnya perlahan luntur saat melihat luka yang ada di tangan Luke. Ia merasa tidak enak karena sudah membuat pria itu mendap
"Lama tidak bertemu, pria yang tidak kuat minum."C-Christoper Brandon?!Klosa langsung berontak. Ia berusaha melepaskan cengkraman Christoper dari wajahnya. Namun bukannya terlepas, cengkramannya justru semakin menguat."Di mana orang berwajah Joan itu berada?" tanya Christoper Brandon.Klosa mengerutkan dahinya. "Siapa orang berwajah Joan? Saya tidak tahu!""Beraninya kau berbohong!"Kali ini Christoper menurunkan cengkramannya ke leher Klosa. Ia menahan kekuatannya agar pria itu tidak mati tercekik. Sebab ia melakukannya hanya untuk menakut-nakuti Klosa."Mustahil kau tidak tahu. Kau selalu mengikutinya!" seru Christoper."Kalau maksud Anda itu Tuan Joan, saya tahu! Tapi dia memang Tuan Joan, bukan hanya mirip.""Ya, anggap saja begitu. Jadi kau tahu dia ada di mana?""Ada urusan apa mencariku sampai menyiksa orang tidak bersalah seperti itu?"Christoper langsung melepas cengkramannya dari leher Klosa. Senyumnya perlahan mengembang begitu melihat sosok Luke berdiri di ujung jalan.
Suara seperti benda jatuh terdengar sangat keras. Caroline berjalan perlahan menuju ke pintu utama. Semua penjaga nampaknya sudah berada di pos utama. Lampu di sekitar juga sudah dipadamkan."Siapa di sana?" seru Caroline sebelum membuka pintu utama.Hening.Caroline sama sekali tidak mendengar apa pun dari luar sana. Perlahan ia memberanikan diri untuk mengintip dari jendela. Matanya membulat begitu melihat sepasang kaki tergeletak di lantai. Secepat mungkin Caroline keluar dari rumah. Ia mengesampingkan rasa takut yang menyelimutinya. Begitu tiba di luar, ia dibuat sangat ketakutan."Joan?!" serunya."Penjaga!!!"~~~Caroline memandangi Luke yang terbujur lemah di atas kasur. Wajah tampan itu benar-benar berhasil membuat perasaannya porak poranda. Pria itu berhasil membuatnya hidup kembali. Ia merasakan berbagai emosi yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan."Apa yang terjadi padamu, bodoh?" gumam Caroline.Tiba-tiba saja jemari Luke bergerak. Secepat mungkin Caroline bangkit dari
"Kau ... rupanya menyebalkan!" rutuk Joan.Ia menghentikan langkahnya, lalu meraih sabit yang melayang di depannya. Hujan beracun itu langsung menghilang. Luke tidak ingin membuatnya menjadi sia-sia. Secepat mungkin ia melesat ke arah Joan dengan pedang yang sudah berlumuran mana.Jurus ke dua : Luapan amarah naga!Mana berwarna abu-abu itu perlahan berubah menjadi putaran angin. Luke memadukannya dengan kecepatan yang diberikan Bluedious. Setelah jaraknya cukup, ia melakukan tebasan ke leher Joan. Rahang Luke mengeras saat serangannya ditahan dengan sabit.Namun hal yang membuatnya kesal bukan hanya itu. Awan hitam kembali muncul dan mulai menyerap putaran angin dan mana yang ada di sekitar pedangnya. Sebelum seluruh mana yang sudah dikerahkannya diserap habis, ia bergegas mundur menjauh dari awan tersebut."Sial. Awal itu datang lagi," gumam Luke.Ia menatap pedangnya, mana sudah tidak tersisa di sana. Napasnya tersengal-sengal. Ia menyesal karena mengerahkan hampir seluruh mananya
"Aku akan membunuh keduanya.""Yellowdious, tolong bawa Ciel ke tempat yang sudah ku katakan sebelumnya. Orang ini nampaknya tidak waras," ujar Luke.Tubuh Ciel langsung melayang ke arah Yellowdious. Setelahnya, gadis itu dibawa pergi meninggalkan Luke dan Bluedious. Luke melepas ranselnya, lalu melemparnya ke sembarang arah."Hei, Bluedious," panggil Luke setengah berbisik."Ya, Kesatria?""Kau tahu 'kan aku tidak punya kekuatan? Semuanya diserap oleh Christoper.""Ya, Kesatria.""Bisa pinjamkan aku kekuatan?" tanya Luke.Bluedious tidak menjawab. Namun tiba-tiba saja tubuh Luke terasa sangat ringan. Layar transparan langsung muncul di hadapan Luke.Tring!Kotak masuk :Anda memperoleh 100% peningkatan kecepatan. Tidak ada cooldown kekuatan. Senyum Luke langsung mengembang. Ini pertama kalinya ia memiliki kekuatan tanpa cooldown seperti teleportasi milik Christoper. Lantas ia mengacungkan ibu jarinya pada Bluedious."Kau memang terbaik! Tahu saja apa yang aku butuhkan.""Jelas saja.