Klosa merasa kerongkongannya begitu kering. Apalagi saat satu gelas whiski sudah disodorkan padanya. Ia tidak bisa bergerak sama sekali, bahkan untuk sekedar menoleh ke arah Christoper Brandon. Padahal saat ini mereka duduk bersebelahan."Setelah kalah, temanmu yang tadi mengantar makanan akan langsung kami habisi," ujar Christoper.Klosa mengangguk kaku. Keringat dingin sudah membanjiri wajahnya. Ia benar-benar merasa seperti akan mati.Perlahan Klosa mendekatkan gelas ke bibirnya. Christoper dari samping nampak geram hingga mendorong paksa isi gelas itu hingga masuk ke dalama mulut Klosa. Sontak semua yang ada di sana bertepuk tangan."Wah! Anda memang hebat! Habis dalam sekali teguk!"Klosa tersenyum kaku. Ia bisa melihat gelas Christoper juga sudah kosong. Kini sudah gelas kedua. Kali ini mereka mencampur whiski dengan vodka. Klosa dipersilakan minum terlebih dahulu.Begitu alkohol masuk ke kerongkongannya, ia merasa seperti terbakar. Rupanya campuran alkohol itu sangat kuat hingg
"Tunggu apa lagi? Cepat ikat dia." Ketiga pria itu perlahan mendekati Christoper yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Luke mengambil tali dari bawah meja. Sebenarnya tali itu dibawanya dari belakang lemari. "Ikat kaki dan tangannya. Jangan sampai terlepas!" titah Luke. Ketiganya mengangguk dengan ketakutan. Mereka mulai membagi tugas. Sambil menunggu, Luke mengambil ponsel dari sakunya. Ia mendesis pelan begitu mendapati cukup banyak panggilan dari Galiard dan Caroline. "Jangan bilang, ada jadwal latihan?" gumam Luke. Brak! Ponsel di tangan Luke langsung terhempas ke lantai. Begitu menoleh, ketiga pria itu sudah tersungkur tidak sadarkan diri. Kini di sampingnya, sosok Christoper Bran berdiri tegak. Raut wajahnya benar-benar mengerikan, sorot matanya seperti mengeluarkan petir. "Bajingan kecil ini," gumam Christoper. Luke menatap pria itu dengan sorot tajam. Ia sudah bersiap dengan kuda-kuda dan pisau lipat di tangannya. Mata pisau itu sudah berlumuran darah. Tentu saj
"Rileks, jangan tegang." Luke melirik Elle yang sedang membersihkan lukanya. Wanita itu masih sama, tidak bisa bersikap lembut. Padahal saat menghadapi Caroline, Elle bisa menjadi selembut kapuk. "Siapa yang melakukan ini, Tuan?" tanya Elle. "Anda tidak akan mengenal orangnya, Suster." "Berkat hilangnya Tuan dan Klosa, kemarin semua pengawal dikerahkan." Luke langsung menahan tangan Elle. Ia berbalik dan menatap wanita itu dengan wajah terkejut. "Semua pengawal?" "Ya. Nona kelihatan sangat frustasi. Bahkan setelah Tuan pulang, Nona masih terlihat gelisah." "Di mana Caroline sekarang?" "Sepertinya di taman." Luke langsung bangun dari tempat duduknya. Ia berlari meninggalkan Elle di ruang tamu. Walau seluruh tubuhnya terasa seperti remuk, ia tetap memaksanya berlari. "Tuan, tolong jangan berlarian dulu!" "Benar. Anda masih sakit, Tuan!" Persetan! Luke terus berlari ke arah taman ditemani sinar mentari pagi. Hingga ia bertemu Klosa yang sedang berdiri di dekat mobil. Pria it
"Sudah mendengar yang kau inginkan, Tuan Joan?"Luke dibuat termenung di tempatnya. Ia tidak bisa berkata-kata, hanya diam dengan mulut setengah terbuka."K-Klosa?""Mengapa kau bodoh sekali, Tuan?"Luke mengerutkan dahinya begitu mendengar ucapan Klosa. Senyumnya mulai terbit, ia tahu kalau sosok itu bukan Klosa, melainkan Christoper Brandon yang mengubah rupanya."Kembalikan kekuatanku!" serunya.Sesaat kemudian, Klosa berubah menjadi Christoper. Ia tersenyum miring sembari berjalan menuruni tangga ke arah Luke. Sebisa mungkin Luke tidak menatap mata pria itu terlalu lama. Kekuatannya sudah habis tercuri. Ia tidak boleh membiarkan kekuatannya yang paling berguna ini dicuri lagi."Kau cukup cerdas, Kesatria Luke.""Bagaimana kau bisa tahu identitas asliku?" tanya Luke, ia mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak.Perlahan tangan Christoper bergerak menyentuh udara, lalu muncul layar seperti milik Luke. Tentu saja itu membuat Luke sangat terkejut. Ternyata di balik sosok Christoper
"Ini latihan terakhirmu."Luke menarik napas panjang, lalu mengembuskannya secara perlahan. Ia berusaha untuk membuat tubuhnya rileks. Gerakan Galiard hari ini begitu agresif, berbeda dengan sebelumnya.Tak!Pedang kayu di tangan Luke terjatuh saat Galiard menghentaknya dengan keras. Tentu saja itu membuat Galiard sedikit kesal. Dahinya berkerut dan sorot matanya menajam. Ia kembali mengambil pedang kayu itu, lalu menyodorkannya pada Luke."Hei, Joan. Kau pernah dengar kutipan ini?"Luke menaikkan kedua alisnya dengan wajah bingung. "Kutipan apa?""Seorang pria itu ibarat Kesatria. Maka dari itu, seorang Kesatria tidak boleh kehilangan pedangnya."Luke langsung termenung mendengarnya. Ia menatap pedang kayu yang kini ada digenggamannya.Kesatria? Aku ... Aku seorang Kesatria!Luke mengangguk mantap. Jemarinya direkatkan dengan kuat ke pegangan pedang. Kuda-kudanya kali ini terlihat lebih kuat. Luke akan bertarung lebih serius. Sebab ia adalah Kesatria! Ia benar-benar Kesatria pemburu
Krek.Luke menatap lurus ke dalam lemari pakaiannya. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini ada 2 buah amplop yang melayang. Satu berwarna biru dan satu berwarna merah.Jika itu Ciel, pasti satu misi melindungi orang. Lalu satu misi lagi membunuh orang. Kira-kira, bagaimana denganku? batin Luke.Luke menarik terlebih dahulu amplop biru yang melayang. Perlahan ia membukanya. Tiba-tiba layar muncul tepat di depan wajahnya, diikuti dua digit angka yang keluar dari amplop biru tersebut.Selamat Kesatria Luke!Merebut hati Ayah Caroline, bernilai 10 poin!Luke menggigit bibir bawahnya. Sekarang ia baru sadar, semua tugas ini mempermainkan manusia, terutama nyawa. Ia ingin berhenti melakukan ini, namun ia juga ingin kembali ke dunianya.Helaan napas yang begitu berat lolos dari mulutnya. Ia melempar surat itu kembali ke dalam lemari. Kali ini ia beralih pada amplop merah. Ia membuka amplop itu dengan perlahan. Suasana hatinya benar-benar berantakan.Misi SSS!Melindungi Ayah Caroline saat komp
"Ayah!"Galiard yang sedang membaca koran harian itu langsung menoleh. Nampak Luke berlari tergopoh-gopoh hingga tersungkur di dekat meja. Tentu saja Galiard terlihat bingung. Ia langsung bangkit dari tempat duduknya dan membantu Luke berdiri."Ada apa ini, Joan?" tanya Galiard.Luke membuka telapak tangannya, nampak sebuah cincin silver polos. Galiard mengerutkan dahinya memandang benda yang seakan tidak memiliki harga."Apa ini?""Cincin untuk Ayah," ujar Luke diiringi senyuman lebarnya.Galiard mengangguk pelan. "Iya, aku tau. Tapi kenapa kau memberikanku benda ini? Kalau cincin, aku punya banyak hingga berceceran di lantai.""Tapi aku bisa menjamin, Ayah belum memiliki cincin yang spesial ini.""Apa spesialnya cincin yang terlihat murah ini?" tanya Galiard.Secepat mungkin Luke mengambil cincin dari tangan Galiard. Lalu ia bergegas memasangnya di jemari pria tersebut."Jangan pernah melepasnya Ayah. Anggap saja itu hadiah pertamaku untuk Ayah."Akhirnya Galiard mengalah. Ia memand
Joan ... dia ada di sini. Aku harus lebih waspada.Matanya terus mengawasi ke segala arah. Ia tidak bisa menebak, ada di mana sosok bernama Joan itu. Lalu bagaimana rupanya? Apa akan mirip dengan tubuh yang ditempatinya?Tuk!Luke sontak menoleh saat seorang pria paruh baya membungkuk di dekatnya. Ia berusaha mengambil koinnya yang menggelinding ke dekat kaki Luke."Ah, maaf!" seru Luke sembari mundur.Pria paruh baya itu tidak menjawab. Ia hanya menatap Luke dengan sorot mata yang tajam. Padahal seingatnya, mereka tidak pernah bertemu sebelumnya.Setelah pria itu pergi, Luke bergegas ke dekat arena kompetisi. Ia bisa melihat Galiard dan Caroline tengah menonton dengan antusias. Mereka dikelilingi pengawal yang sudah dilengkapi rompi anti peluru."Aku rasa sudah cukup aman," gumamnya.Tapi, selama aku belum melihat rupa Joan, aku masih belum tenang!"Satu ... dua ... tiga! Ya, pemenangnya Christoper dari keluarga Brandon!"Mata Luke sontak menoleh ke arah arena pertandingan. Ia sempat