"Mengapa Anda bisa setuju begitu saja dijodohkan seperti ini, Kesatria?" tanya Deliana. Luke tersenyum tipis sembari menuang teh ke cangkir gadis tersebut. Mereka baru bertemu sebentar, namun Luke sudah merasa cukup nyaman dengan Deliana. "Nona sendiri? Bukankah situasi Nona Marquis lebih mudah untuk membatalkan perjodohan ini?" balas Luke. Deliana meletakkan potongan kue yang semula hampir masuk ke mulutnya. Ia memilih menarik cangkir teh di depannya, lalu ia meminumnya secara perlahan. "Saya dengar Kesatria Luke pandai menggunakan pedang." Sebelah alis Luke tertarik. "Hanya karena itu?" "Ya. Saya menyukai pria yang pandai berpedang," sahut Deliana. Tidak lama, dari arah gerbang utama terlihat Putra Mahkota yang diikuti beberapa orang pengawal. Ia berjalan pelan ke arah tempat Luke dan Deliana bertemu. Bukan hanya sekarang, namun di perjodohan sebelumnya, Putra Mahkota selalu datang. Seolah dia ingin membuat Luke menjadi tidak percaya diri. "Putra Mahkota!" seru Deliana dan Lu
Luke melirik ke arah Caroline yang sedang menghabiskan sarapannya dengan tenang. Sejak kejadian semalam, gadis itu sama sekali tidak kunjung angkat bicara. Sorot matanya juga berubah sedingin es."Nona, apa makanannya tidak sedap?" tanya Elle.Caroline meletakkan sendok dan garpunya, lalu tersenyum ke arah pelayannya tersebut. "Saya sangat menikmati makanannya. Terima kasih banyak."Luke mendeham pelan, namun gadis itu seakan tidak menganggapnya ada. Caroline kembali melanjutkan makannya hingga selesai tanpa peduli dengan Luke."Suster Elle," panggil Caroline.Elle menoleh ke arah Caroline sembari tersenyum. "Ya, Nona. Apa ada yang bisa saya bantu?""Antarkan kopi ke ruanganku jam 10 pagi."Usai mengatakan itu, Caroline langsung pergi. Kini menyisakan Luke yang masih sibuk dengan makanan dan pikirannya. Ia belum menemukan cara untuk meredakan amarah gadis tersebut. Tiba-tiba saja bahu Luke ditepuk. Hampir saja ia menepis tangan tersebut."Ma-maaf, Suster Elle. Ada apa?" tanya Luke.El
Menyeleksi penggantiku?Luke menopang wajahnya dengan sebelah tangan. Matanya menatap satu per satu pria yang sedang duduk bersama Caroline di taman. Tidak ada satu pun pria yang dikenal olehnya."Dari mana dia dapat orang-orang itu?" gumam Luke.Tiba-tiba saja dari arah pintu masuk taman, datang beberapa pengawal. Mereka berjalan serentak menuju Caroline. Lalu salah satunya membisikkan sesuatu.Luke memicingkan kedua matanya. Ia berusaha membaca pembicaraan mereka lewat gerak tubuh dan bibir. Wajah Caroline nampak berubah kaku, namun detik selanjutnya ia mengangguk."Apa ada tamu lagi?" gumam Luke sembari menoleh.Matanya membelalak saat melihat Bran muncul bersama pengawal. Pria itu tersenyum lebar seolah sudah menantikan hari ini. Ia melempar tatapan penuh kemenangan pada Luke."Wah, Joan! Lama tidak bertemu denganmu," ujar Bran.Luke mendecih pelan. "Lebih baik tidak bertemu selamanya."Bran menaikkan sebelah tangannya, lalu mendekati meja Luke yang berjarak cukup jauh dari tempat
"Apa maksudnya?! Kalian ... calon tunangan?!"Luke dan Ciel langsung menoleh ke arah suara tersebut. Nampak Caroline yang sudah berdiri di belakang sana dengan tatapan tidak percaya. Ia menggeleng pelan sambil melangkah mundur."Caroline! Kamu salah paham!" seru Luke.Caroline langsung berlari pergi meninggalkan mereka. Luke melirik ke arah Ciel yang mengedikkan bahunya. Lalu gadis itu mendorong punggung Luke cukup keras."Kejar dia, bodoh!" seru Ciel.Luke mendesis kesal. Namun ia dengan cepat mengayuh langkahnya untuk mengejar Caroline. Ia menelusuri lorong panjang yang mengarah ke ruang utama. Tidak butuh waktu lama, ia sudah menemukan sosok Caroline yang hampir masuk ke dalam kamarnya."Caroline!" teriak Luke.Caroline menoleh sekilas. Namun ia sama sekali tidak berhenti dan langsung masuk ke kamarnya. Luke dengan cepat berusaha menahan pintu yang hampir tertutup."Dengarkan aku dulu, Caroline!"Lewat celah pintu yang sedikit terbuka, Caroline menatap Luke dengan sorot mata yang t
"Kau tau? Pemilik tubuh ini juga mengikuti permainannya."Ciel sontak menyemburkan air yang sudah ada di mulutnya ke wajah Luke. Pria itu tidak marah. Ekspresinya begitu datar sembari mengelap wajahnya yang basah. Ia menyodorkan tisu pada Ciel."Terima kasih." Ciel mengelap mulutnya, lalu kembali menatap Luke dengan mata melotot. "Dari mana kau tau?""Layar peringkatnya muncul secara tiba-tiba.""Pasti layar itu muncul saat ada perubahan poin atau peringkat. Saat kau masuk ke dalam permainan, layar itu juga muncul," jelas Ciel.Luke mendengus pelan. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, kepalanya menengadah sembari menatap langit-langit kafe tersebut. Kepalanya terasa sangat sakit. Apalagi saat mengingat ucapan Yellowdious.Joan yang asli bisa membunuh Caroline, karena dia tidak mencintai gadis itu."Menurutmu apa tujuan orang pemilik tubuh ini masuk ke dalam permainan?" tanya Ciel.Luke mengedikkan bahunya. Ia tidak akan menceritakan tentang tujuan Joan walau sebenarnya ia sudah tahu
Luke mendeham pelan sembari membuka pintu kamarnya. Ia tidak membukanya dengan lebar, melainkan hanya cukup untuk kepalanya."Ah, Caroline. Ada apa?" tanya Luke.Caroline melirik ke dalam melalui celah pintu. "Kamu sedang tidur?""Tidak, aku sedang di depanmu."Gadis itu mendecak pelan. "Maksudku, sebelum kamu membuka pintunya."Luke terkekeh, sebelah tangannya menggaruk tengkuk. Namun detik berikutnya ia mengangguk kaku."Aku tidur sebentar."Caroline mundur selangkah sembari tersenyum. "Mau bicara di luar? Sepertinya ada banyak yang harus kita bicarakan."Kedua alis Luke langsung naik bersamaan diikuti mata yang mengerjap berulang kali. Bibirnya melengkung sempurna tanpa bisa ditahan."Kamu mau bicara denganku?""Cepat, sebelum aku berubah pikiran!"Luke langsung membuka pintu kamarnya lebar-lebar. Detik berikutnya, Caroline nampak begitu terkejut. Matanya membelalak dengan mulut sedikit terbuka. Luke mengikuti arah pandangan Caroline yang ternyata mengarah ...Ke celana.Luke sonta
Caroline melirik Luke yang sedang menyantap makanannya. Senyum pria itu tidak kunjung luntur. Apalagi saat diam-diam melirik ke arah Caroline."Anda sudah selesai makan, Tuan Joan?"Luke sontak menoleh ke arah Elle yang sedari tadi berdiri sembari mengamati mereka. Memang sudah menjadi bagian dari tugasnya untuk memastikan Caroline dan Luke makan dengan nyaman."Belum," jawab Luke sembari tersenyum kaku."Saya kira sudah selesai. Dari tadi saya perhatikan, Tuan tersenyum sendirian."Bibir Luke langsung mendatar, ia berusaha menahan senyumnya. Sementara Caroline yang mendengar itu nampak tersenyum kecil. Keduanya sama-sama teringat dengan kejadian semalam.Setelah menyelesaikan sarapan, Luke dan Caroline berjalan secara beriringan menuju taman. Sudah menjadi agenda harian bagi Luke berlari satu putaran, sedangkan Caroline akan memetik bunga untuk dirangkai siang hari."Apa Ayah akan datang hari ini?" tanya Luke sembari mengekori Caroline.Gadis itu mengangguk pelan. "Ayah pasti datang.
"Lukamu ... benar-benar menghilang."Luke langsung menurunkan lengan bajunya yang digulung. Ia merasa tidak nyaman dengan tatapan Galiard yang begitu mengintimidasi. Secepat mungkin ia memutar otak untuk mengalihkan perhatian pria tersebut."Bagaimana kalau Tuan mengajari saya teknik berpedang yang lain?" tanya Luke.Galiard langsung mengalihkan tatapannya ke arah Luke. "Kau tertarik?""Saya harus menguasai banyak teknik jika ingin menang," jelas Luke.Galiard tersenyum miring. Ia cukup puas mendengar jawaban Luke. Sebab dengan keinginan menang, menandakan kalau Luke ingin tetap bertunangan dengan Caroline.Galiard mengajari cukup banyak ilmu pedang yang diketahuinya. Luke sempat tidak menyangka kalau di zaman modern ini ada orang yang begitu ahli menggunakan pedang. Kemampuan Galiard hampir menandinginya. Padahal Luke termasuk Kesatria dengan kemampuan berpedang tingkat tinggi. Bahkan dengan kemampuannya, Luke bisa seorang diri membereskan naga inferno."Kau mau minum sesuatu?" tanya