"Walaupun harus membunuh Caroline dan keluarganya?"Luke terdiam, lidahnya mendadak kelu. Ia tidak bisa membalas ucapan Yellowdious."Ada lagi yang ingin Anda katakan, Kesatria?"Luke menggeleng pelan. "Tidak ... aku tidak bisa membunuh Caroline.""Maka dari itu, Joan yang akan melakukannya.""Mengapa dia melakukan itu? Padahal dia tunangannya," gumam Luke sembari mengusap wajahnya dengan kasar.Yellowdious tertawa. "Tentu saja karena Joan yang asli tidak mencintai Caroline. Sementara Anda?""Aku tidak—"Ucapan Luke mendadak terhenti saat pintu kamarnya diketuk dari luar. Yellowdious langsung menghilang begitu saja bersamaan dengan pintu yang mulai dibuka. Tidak lama, kepala Caroline melongok masuk."Kamu sedang bicara dengan siapa?" tanya Caroline, matanya nampak melirik ke segala arah.Luke sontak mengambil ponsel yang ada di atas ranjangnya. "A-aku sedang menelepon Ciel."Caroline menyipitkan kedua matanya. "Sepertinya kamu semakin dekat dengan dia.""Benar, hahaha! Mungkin karena
Aku menyukai Caroline?Luke terus memperhatikan Caroline yang duduk berhadapan dengannya. Biasanya ia akan selalu fokus makan tanpa melirik gadis itu sedikit pun."Kamu tidak suka menu hari ini?"Mata Luke mengerjap beberapa kali saat tersadar dari lamunannya. Kini pandangannya bertemu dengan Caroline. Reflek ia menunduk dan kembali menyantap makanannya."Hei, Joan."Luke melirik sekilas ke arah gadis tersebut. "Ya? Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?""Kamu aneh sejak tadi pagi.""Aku tidak apa-apa," balas Luke dengan cepat.Caroline mendecak, lalu meletakkan sendok dan garpunya di piring. Ia menatap Luke dengan tangan terlipat di dada. Pandangannya tajam menusuk."Ada sesuatu yang kamu sembunyikan."Luke menangkat kepalanya, lalu menggeleng cepat. "Tidak!""Ya, benar. Wajahmu yang mengatakan semuanya," ujar Caroline.Gadis itu kembali melanjutkan makannya. Namun kali ini dengan wajah yang ditekuk. Luke menghela napasnya lalu berdiri dari tempat duduk. Ia meletakkan piring dan g
"Sepertinya aku menyukaimu."Caroline sontak mendorong tubuh Luke agar menjauh darinya. Tanpa mengatakan apa-apa, gadis itu berlari keluar. Sementara Luke masih tetap berdiri di tempatnya dengan jantung berdebar cepat."Hah, benar-benar ...," gumamnya lirih sembari mengacak rambutnya ke depan.Langkah panjangnya mengarah ke lemari kecil tempat semua topi disimpan. Ia mengambil acak benda dari dalam sana. Kini di tangannya sudah ada topi hitam polos.Kedua sudut bibirnya tertarik begitu tiba di depan cermin. Tawa pelan lolos dari dalam mulutnya."Ternyata benar. Aku cukup tampan."~~~Luke menyeringai kala sinar matahari menyerang wajahnya tanpa terhalang apa pun. Matanya menelusur ke tempat yang dikatakan Robert.Bajingan! Om-om sialan! umpatnya dalam hati.Walau dengan suasana hati yang buruk, ia tetap menunggu Robert di bawah pohon. Ia tidak akan dengan ceroboh masuk ke gedung tempat Christoper Brandom dan anak buahnya berkumpul.Kluk!Mata Luke langsung membulat. Tanpa sadar ia ter
"Joan!""Joan!""Hei, Joan!"Luke tersentak saat bahunya dipukul cukup keras. Sontak ia terbangun dari tempat tidurnya. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan tersebut."Aku di mana?" kata Luke dengan wajah panik.Caroline langsung menahan sebelah tangan pria tersebut. "Tenanglah! Kamu ada di ruanganku.""Apa yang terjadi?""Harusnya aku yang menanyakan itu." Caroline menarik kursinya, lalu menghadap ke Luke. "Apa yang terjadi sampai kamu pingsan?"Luke menggaruk tengkuknya sembari tertawa. Ia mengingat semua yang terjadi. Mulai dari mendapatkan potion, sampai gagalnya misi. Hanya saja ia tidak ingat bagaimana caranya bisa berada di ruangan Caroline. Entah berjalan sendiri atau dibawa paksa."Kamu melamun lagi.""Ah, tidak!" Luke menggeleng cepat. "Aku tidak ingat apa pun."Caroline mengerutkan dahinya. "Yang benar?"Luke mengangguk samar. "Oh iya, siapa yang membawaku ke sini?""Ciel."Kedua alis Luke langsung terangkat. Bersamaan dengan itu, Ciel muncul dari pintu yang setengah ter
Rupanya aku akan mati di sini. "Joan! Gunakan kekuatanmu kalau tidak mau mati!" Sialan! Rupanya dia tahu kalau aku punya kekuatan. Luke langsung memejamkan kedua matanya, lalu ia memilih lokasi untuk berpindah tempat. Kini ia sudah berdiri di belakang Ciel. Napasnya terengah-engah dan seluruh tubuhnya terasa panas. Kekuatan ini menguras seluruh energiku, batin Luke. "Kamu ... benar-benar punya kekuatan ya?" tanya Ciel. Luke tersenyum miring, lalu membiarkan tubuhnya ambruk di lantai. Ia butuh waktu untuk mengisi kembali staminanya. Sementara Ciel, memilih untuk duduk di samping pria tersebut. "Sejak kapan kau mengetahuinya?" tanya Luke. Ciel menggaruk tengkuknya sembari tertawa pelan. "Sejak kamu memberikan Caroline syal yang bisa membuatnya menghilang." Luke mengerutkan dahinya. "Bagaimana bisa kau tahu?" "Tidak ada yang bisa melihat kami saat syal itu ada di atas kepala. Tapi begitu dilepas, orang-orang langsung menatap kami." "Mungkin karena kalian aneh. Jadi orang-orang
4 tahun yang lalu, di dalam buku 7 Kesatria Naga."Kesatria Luke, diminta menghadap Putra Mahkota."Luke yang sedang asik menyantap ayam utuh itu sontak mengangkat kepalanya dan menatap ajudan Putra Mahkota. Sesaat ia terdiam, namun detik berikutnya ia menjadi terburu-buru merapikan wajah dan pakaiannya."Baik! Saya akan bergegas dalam 5 menit!" seru Luke sebelum menutup pintunya.Ia memandang dirinya di cermin cukup lama. Setelah dirasa sempurna, barulah ia berani membuka pintu. Ajudan Putra Mahkota masih setia bertengger di depan pintu sembari membaca sesuatu."Kapan Yang Mulia datang?" tanya Luke.Nue, ajudan yang paling dipercaya Putra Mahkota itu hanya mengangkat ketiga jarinya tanpa bicara. Luke mendesis pelan, jika tidak bergegas, pasti akan muncul surat gulungan ke kediamannya.Langkah kedua pria itu terhenti saat Putra Mahkota bersama dua pengawalnya terlebih dahulu tiba di hadapan mereka. Secepat mungkin Nue dan Luke membungkuk untuk memberi penghormatan."Kau terlambat, Kes
"Mengapa Anda bisa setuju begitu saja dijodohkan seperti ini, Kesatria?" tanya Deliana. Luke tersenyum tipis sembari menuang teh ke cangkir gadis tersebut. Mereka baru bertemu sebentar, namun Luke sudah merasa cukup nyaman dengan Deliana. "Nona sendiri? Bukankah situasi Nona Marquis lebih mudah untuk membatalkan perjodohan ini?" balas Luke. Deliana meletakkan potongan kue yang semula hampir masuk ke mulutnya. Ia memilih menarik cangkir teh di depannya, lalu ia meminumnya secara perlahan. "Saya dengar Kesatria Luke pandai menggunakan pedang." Sebelah alis Luke tertarik. "Hanya karena itu?" "Ya. Saya menyukai pria yang pandai berpedang," sahut Deliana. Tidak lama, dari arah gerbang utama terlihat Putra Mahkota yang diikuti beberapa orang pengawal. Ia berjalan pelan ke arah tempat Luke dan Deliana bertemu. Bukan hanya sekarang, namun di perjodohan sebelumnya, Putra Mahkota selalu datang. Seolah dia ingin membuat Luke menjadi tidak percaya diri. "Putra Mahkota!" seru Deliana dan Lu
Luke melirik ke arah Caroline yang sedang menghabiskan sarapannya dengan tenang. Sejak kejadian semalam, gadis itu sama sekali tidak kunjung angkat bicara. Sorot matanya juga berubah sedingin es."Nona, apa makanannya tidak sedap?" tanya Elle.Caroline meletakkan sendok dan garpunya, lalu tersenyum ke arah pelayannya tersebut. "Saya sangat menikmati makanannya. Terima kasih banyak."Luke mendeham pelan, namun gadis itu seakan tidak menganggapnya ada. Caroline kembali melanjutkan makannya hingga selesai tanpa peduli dengan Luke."Suster Elle," panggil Caroline.Elle menoleh ke arah Caroline sembari tersenyum. "Ya, Nona. Apa ada yang bisa saya bantu?""Antarkan kopi ke ruanganku jam 10 pagi."Usai mengatakan itu, Caroline langsung pergi. Kini menyisakan Luke yang masih sibuk dengan makanan dan pikirannya. Ia belum menemukan cara untuk meredakan amarah gadis tersebut. Tiba-tiba saja bahu Luke ditepuk. Hampir saja ia menepis tangan tersebut."Ma-maaf, Suster Elle. Ada apa?" tanya Luke.El
"Jiwaku akan dihapus dari alam semesta dan ingatan semua orang yang pernah mengenalku.""Kalau begitu, aku harus mencari tau sendiri ya," gumam Luke.Yellowdious tidak menjawab. Cahayanya perlahan memudar lalu hilang begitu saja. Kini tersisa Luke sendiri di dalam kamar. Matanya masih setia menatap langit-langit."Kapan terakhir kali aku mendapat misi?" Luke langsung bangun. Ia bergegas menghampiri lemari pakaian. Begitu dibuka, tidak ada satu pun surat misi yang melayang. Rasanya sangat kecewa. Setelah terbiasa menjalankan misi, hidupnya mulai terasa hampa saat tidak melakukan apa-apa.Suara langkah kaki terdengar mendekat ke kamarnya. Ia langsung menutup rapat lemari dan mendekat ke arah pintu. Sosok itu tidak langsung mengetuk. Ia hanya berdiri tanpa melakukan apa pun.Luke berusaha mengintip dari celah lubang kunci. Jika melihat celemek yang menutupi bagian depan pakaiannya, bisa dipastikan kalau sosok itu merupakan suster Elle. Namun Luke tidak langsung membukanya. Ia menunggu w
"Siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau bisa ada di sini?"Caroline termenung tiap kali mengingat ucapan Luke. Bagaimana bisa pria itu tahu identitasnya. Padahal selama ini ia sudah berusaha menyembunyikannya dengan baik.Ia memandang dirinya di cermin. Cukup lama hingga pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Ia langsung bangun dan mengatur sorot matanya agar mirip dengan pemilik tubuh tersebut.Begitu dibuka, nampak Elle yang membawa senampan makanan. Wanita itu tidak mengatakan apa pun. Namun ia terus menatap Caroline, seolah memintanya untuk mengambil nampak tersebut."Terima kasih, Suster Elle," ujarnya pelan.Namun setelah nampak itu sudah ada di tangan Caroline, Elle tidak kunjung pergi. Ia masih terus menatap gadis di hadapannya dengan sorot mata menyelidik."Ada apa, Suster Elle? Apa ada yang ingin Anda katakan?" tanya Caroline.Elle menunduk, lalu mengangguk pelan. "Nona ... belakangan ini ...."Ucapan Elle terhenti saat terdengar suara klakson dari arah luar. Wanita paruh baya i
Setelah melewati percakapan yang cukup berat, akhirnya Luke ditinggal sendirian di dalam ruangan tersebut. Ia termenung dengan pandangan kosong ke arah pintu. Otaknya sibuk menimbang. Misi Christoper kali ini sangat menguntungkan. Namun sebelum itu, siapa yang layak untuk dibawa kembali bersama pria tersebut? Dirinya atau Ciel?Ciel punya banyak poin. Dia pasti bisa dengan mudah kembali. Sedangkan aku?Luke memejamkan matanya saat bayangan Joan yang memakai tubuhnya itu mulai melintas di pikiran. Joan bukan lawan yang bisa diremehkan. Apalagi setelah pria itu menggadaikan jiwanya pada ular mata air.Luke mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Lalu ia mulai memukul selimut yang membalut tubuhnya."Sial! Dia pasti punya banyak mana dan kekuatan!" rutuk Luke."Aku juga ingin kembali. Tapi aku tidak bisa membiarkan Ciel tertinggal di sini bersama pria gila itu!"Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Secepat mungkin Luke menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia memejamkan matanya dengan paksa
"Buka mulutmu."Luke menggeleng pelan, ia mendorong pelan sendok yang sudah ada di depan mulutnya. Sejak tadi Ciel tidak mau mengalah. Ia terus memaksa Luke untuk menerima suapan darinya."Aku bisa makan sendiri Ciel," ujarnya.Ciel mendengus pelan. "Apa salahnya sih? Aku cuma mau membantumu makan.""Tapi ...."Luke tidak melanjutkan ucapannya. Ia melirik Caroline yang duduk di sofa tanpa merasa terusik. Gadis itu tengah membaca sebuah buku tebal."Satu suapan saja. Kamu mau 'kan?" tanya Ciel.Akhirnya Luke mengalah. Ia membuka mulutnya dan membiarkan bubur itu masuk. Sontak Caroline menutup bukunya dengan keras. Kini pandangan gadis itu sudah benar-benar teralihkan pada Luke dan Ciel."Aku akan datang lagi nanti malam," ujar Caroline sembari bangun dari tempat duduknya.Ciel mengerutkan dahinya. "Kau sudah mau pulang, Caroline? Tapi kau 'kan baru saja datang."Caroline tidak menjawab. Kini pandangannya hanya tertuju pada Luke. Pria itu tidak mengatakan apa pun, padahal ia sudah mau p
"Jo-Joan!" cicitnya."Pergi kau sialan!" bentak Luke.Caroline berusaha keras untuk mendorong tubuh Luke, namun sia-sia saja. Tenaga pria itu jauh lebih besar darinya. Lima menit berlalu, Caroline membiarkan Luke terus menekan tubuhnya. Perlahan tubuh Luke bergerak menyingkir. Namun tatapan pria itu masih terpaku padanya. Dahinya berkerut seolah menajamkan pandangannya."Joan?" panggil Caroline.Bukannya menjawab, Luke justru langsung pergi meninggalkannya. Pria itu setengah berlari keluar dari ruangannya.~~~"Selamat sore!"Luke sontak menoleh ke arah pintu yang mulai terbuka. Nampak Ciel sudah sangat sehat dan bertenaga. Gadis itu melambaikan kedua tangannya. Senyum Luke langsung mengembang, ia merasa sangat senang karena gadis itu berhasil diselamatkan.Setelah menutup pintu, Ciel berlari kecil menghampiri Luke. Lalu ia duduk di kursi yang sudah disiapkan. Senyumnya perlahan luntur saat melihat luka yang ada di tangan Luke. Ia merasa tidak enak karena sudah membuat pria itu mendap
"Lama tidak bertemu, pria yang tidak kuat minum."C-Christoper Brandon?!Klosa langsung berontak. Ia berusaha melepaskan cengkraman Christoper dari wajahnya. Namun bukannya terlepas, cengkramannya justru semakin menguat."Di mana orang berwajah Joan itu berada?" tanya Christoper Brandon.Klosa mengerutkan dahinya. "Siapa orang berwajah Joan? Saya tidak tahu!""Beraninya kau berbohong!"Kali ini Christoper menurunkan cengkramannya ke leher Klosa. Ia menahan kekuatannya agar pria itu tidak mati tercekik. Sebab ia melakukannya hanya untuk menakut-nakuti Klosa."Mustahil kau tidak tahu. Kau selalu mengikutinya!" seru Christoper."Kalau maksud Anda itu Tuan Joan, saya tahu! Tapi dia memang Tuan Joan, bukan hanya mirip.""Ya, anggap saja begitu. Jadi kau tahu dia ada di mana?""Ada urusan apa mencariku sampai menyiksa orang tidak bersalah seperti itu?"Christoper langsung melepas cengkramannya dari leher Klosa. Senyumnya perlahan mengembang begitu melihat sosok Luke berdiri di ujung jalan.
Suara seperti benda jatuh terdengar sangat keras. Caroline berjalan perlahan menuju ke pintu utama. Semua penjaga nampaknya sudah berada di pos utama. Lampu di sekitar juga sudah dipadamkan."Siapa di sana?" seru Caroline sebelum membuka pintu utama.Hening.Caroline sama sekali tidak mendengar apa pun dari luar sana. Perlahan ia memberanikan diri untuk mengintip dari jendela. Matanya membulat begitu melihat sepasang kaki tergeletak di lantai. Secepat mungkin Caroline keluar dari rumah. Ia mengesampingkan rasa takut yang menyelimutinya. Begitu tiba di luar, ia dibuat sangat ketakutan."Joan?!" serunya."Penjaga!!!"~~~Caroline memandangi Luke yang terbujur lemah di atas kasur. Wajah tampan itu benar-benar berhasil membuat perasaannya porak poranda. Pria itu berhasil membuatnya hidup kembali. Ia merasakan berbagai emosi yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan."Apa yang terjadi padamu, bodoh?" gumam Caroline.Tiba-tiba saja jemari Luke bergerak. Secepat mungkin Caroline bangkit dari
"Kau ... rupanya menyebalkan!" rutuk Joan.Ia menghentikan langkahnya, lalu meraih sabit yang melayang di depannya. Hujan beracun itu langsung menghilang. Luke tidak ingin membuatnya menjadi sia-sia. Secepat mungkin ia melesat ke arah Joan dengan pedang yang sudah berlumuran mana.Jurus ke dua : Luapan amarah naga!Mana berwarna abu-abu itu perlahan berubah menjadi putaran angin. Luke memadukannya dengan kecepatan yang diberikan Bluedious. Setelah jaraknya cukup, ia melakukan tebasan ke leher Joan. Rahang Luke mengeras saat serangannya ditahan dengan sabit.Namun hal yang membuatnya kesal bukan hanya itu. Awan hitam kembali muncul dan mulai menyerap putaran angin dan mana yang ada di sekitar pedangnya. Sebelum seluruh mana yang sudah dikerahkannya diserap habis, ia bergegas mundur menjauh dari awan tersebut."Sial. Awal itu datang lagi," gumam Luke.Ia menatap pedangnya, mana sudah tidak tersisa di sana. Napasnya tersengal-sengal. Ia menyesal karena mengerahkan hampir seluruh mananya
"Aku akan membunuh keduanya.""Yellowdious, tolong bawa Ciel ke tempat yang sudah ku katakan sebelumnya. Orang ini nampaknya tidak waras," ujar Luke.Tubuh Ciel langsung melayang ke arah Yellowdious. Setelahnya, gadis itu dibawa pergi meninggalkan Luke dan Bluedious. Luke melepas ranselnya, lalu melemparnya ke sembarang arah."Hei, Bluedious," panggil Luke setengah berbisik."Ya, Kesatria?""Kau tahu 'kan aku tidak punya kekuatan? Semuanya diserap oleh Christoper.""Ya, Kesatria.""Bisa pinjamkan aku kekuatan?" tanya Luke.Bluedious tidak menjawab. Namun tiba-tiba saja tubuh Luke terasa sangat ringan. Layar transparan langsung muncul di hadapan Luke.Tring!Kotak masuk :Anda memperoleh 100% peningkatan kecepatan. Tidak ada cooldown kekuatan. Senyum Luke langsung mengembang. Ini pertama kalinya ia memiliki kekuatan tanpa cooldown seperti teleportasi milik Christoper. Lantas ia mengacungkan ibu jarinya pada Bluedious."Kau memang terbaik! Tahu saja apa yang aku butuhkan.""Jelas saja.