Behind The Scene
Rambatannya begitu kacau. Kuku yang tak lagi terurus menembus kain, lantas membungkuk usai rasa sakit melanda. Dijambaknya rambut panjang nan kusut.
"Aku menyuruhmu makan dengan tangan, bukan mulut!"
Jemari tergantikan oleh kepala menempel di betis, menangis keras. "Kemaren tanganku membusuk, apa yang harus aku lakukan?"
Arlan menendang dengan kasar. "Berapa kali aku katakan, tanganmu bahkan seluruh tubuhmu utuh! Kecuali otakmu yang makin hari tidak berfungsi!"
Moza menatap suaminya, lantas tertawa. "Kau tahu dari mana jika otakku sudah rusak? Bisakah kau carikan aku otak baru?"
Sindrom cotard namanya, seolah mengira satu atau lebih tubuhnya membusuk, bahkan parahnya kematian telah tiba sejak lama. Lantas apa yang membuat Moza menderita sindrom tersebut? Juga Arlan yang menggunakan berbagai cara untuk memperistri Moza, berakhir dengan menyakitinya? Mari kita temukan jawabannya pelan-pelan dengan mengikuti alur cerita.
Read
Chapter: Hari Istimewa“Sebelum kematian, tampaknya gadis berinisial A ini diambil organnya, dilihat dari jahitan yang masih sangat baru.”Moza menjatuhkan snack di pangkuannya, begitu mendengar berita di televisi. Lantas melirik Arlan yang fokus pada kerjaan di laptop. Tak bergeming meski suara pembawa berita cukup keras. Sudah banyak tetangga yang membicarakannya, namun sepertinya Arlan tidak peduli. Toh pagi kerja, pulang hampir tidak ada yang tau saking malamnya. Ingat betul bagaimana tukang sayur pun berubah profesi.“Sepertinya pak Arlan ini pembunuh neng Anisa.”“Malah mengambil organ dalam neng Anisa juga, tega banget, ya.”“Dengar-dengar, pak Arlan selingkuh sama si eneng, ketahuan sama istrinya,” tukang sayur mulai bergosip.“Pasti istrinya itu yang meminta pak Arlan melakukannya. Tidak menyangka, ternyata orang kaya itu semena-mena.&rdquo
Last Updated: 2021-09-16
Chapter: RahasiaMoza memasuki kamar setelah mengobati luka di tangan Arlan. Dikuncinya sangat rapat, bukan takut akan suaminya. Melainkan sesuatu yang disembunyikan. Ya, betul, segera duduk di ruang ganti. Penuh dengan baju, tas, perhiasan juga sepatu. Jangan tanya berapa harganya."Hallo, Sayang," sapa Moza begitu wajah yang tampan mulai terlihat di ponselnya."Bunda!"Moza menyeka air matanya yang jatuh. Inilah rahasia yang ia sembunyikan sangat rapat. Bahkan ayah sendiri yang hidup dengannya cukup lama tidak tahu. Tian Riandri namanya, mengikuti marga keluarganya. Jangan tanya siapa ayahnya, karena itu masa kelam yang menyakitkan."Bagaimana kabarmu, Tian?""Baik, Bun. Bunda gimana, kuliahnya lancar?""Kuliah bunda sangat lancar.""Terima kasih sama Bunda," bisik seorang wanita di samping Tian."Makasih, Bunda! Tian
Last Updated: 2021-09-13
Chapter: BerbedaTerbangun dari tidur yang tidak nyenyak. Bahkan lingkaran di bawah mata tampak sangat jelas. Mungkin efek menangis terus. Mbok Lidia datang dengan membawa sarapan dan pakaian kuliah. Moza hanya menatap."Sarapan dulu, Non.""Kenapa dibawa, Mbok? Kan biasanya jyga di meja makan.""Itu," Lidia tampak bingung."Apa Arlan tidak ingin makan denganku?"Tebakannya benar, Mbok Lidia mengangguk. "Tuan, ada tamu juga, Non."Moza membawa pakaian kuliahnya seraya tersenyum miris. "Sepertinya punya istri miskin sangat memalukan, sampai tidak ingin diperlihatkan."Moza menuruni tangga. Bukan pemandangan seperti yang Lidia katakan. Bukanlah tamu, melainkan penghuni kamar belakang. Pelayan yang dulu pernah mengantarnya ke kamar di hari pertama menikah, gadis yang cantik. Duduk di pangkuan Arlan tanpa merasa risih dengan tangan yang mengelus
Last Updated: 2021-09-09
Chapter: PengakuanMoza tak habis pikir. Sudah tahu tidak ada bahan makanan, juga fasilitas yang mencukupi. Arlan kekeh tak ingin meninggalkan villa. Murah, namun tak layak huni. Kini ia duduk di samping Arlan yang fokus menyetir. Bukan mencari hotel atau menikmati pemandangan, melainkan belanja kebutuhan pangan ke pasar. Cukup sesak untuk seorang Arlan."Masuk," titah Arlan."Kenapa tidak ikut saja?""Bau, lagi pula tidak ada yang sedap dipandang."Moza merasa kesal dengan tingkah suaminya. "Mau makan saja susah.""Kau sudah terbiasa dengan lingkungan kumuh, kan? Cepat belanja setelah itu pulang dan masak.""Aku tidak pandai memasak, apa telur kemarin belum cukup membuktikan?" Moza berkacak pinggang."Ini," kekeh Arlan menyerahkan atm padanya.Moza semakin tak habis pikir. "Kau kira pasar itu mall? Supermarket? Di sini pa
Last Updated: 2021-09-05
Chapter: KeluargaTujuh jam perjalanan, hal yang melelahkan. Kini Moza hanya terdiam. Menatap tangan yang lihai menabur tersebut. Sangat terawat, bahkan rumput baru tumbuh pun tidak dibiarkan singgah. Inilah keluarga yang suaminya maksud. Sepertinya ia lebih baik, meski mempunyai ibu yang baru-baru ini ingat padanya, serta ayah yang selalu memukul dan meminta uang.Moza menepuk pundak suaminya. “Kau tidaklah sendiri. Masih ada aku di sini.”Arlan melirik singkat. “Keluargaku meninggal karena kecelakaan, tepatnya 15 tahun lalu. Saat aku kabur dari rumah, rasanya sangat menyesal.”Ini pertama kalinya. Arlan yang angkuh dan tegas, begitu lemah di hadapannya. Moza ikut menabur bunga di makan paling ujung. Ukurannya kecil, kemungkinan belum beranjak remaja. Arlan terpaku pada makam tersebut, mata mulai bergerak dan tersenyum sinis.“Maukah kau sering mengunjungi mereka bersamaku?
Last Updated: 2021-09-02
Chapter: Dia KembaliSepekan sudah umur pernikahan. Mata melihat kebahagian yang terpancar dari tawanya, kemewahan turut hadir. Namun—semua itu hanya pandangan orang lain tentangnya. Juga tidaklah semanis bibir mengumbar kebaikan suaminya, ya, Moza telah belajar menjadi orang yang membanggakan pendamping meski ternyata buruk. Memang benar adanya.Bukan masalah tidak pernah satu kamar, hanya saja sikap Arlan semakin hari mengekangnya.Pernah sewaktu malam ketika bertemu kolega, hanya karena staff biasa menatap saja langsung marah. Memaksa untuk pulang dan berakhir dengan pertengkaran. Sama seperti sekarang. Moza memasuki ruang kerja tanpa izin saja membuatnya berdiri di depan Arlan yang tengah menyesap kopi, mata elang tersebut tak pernah lepas darinya.“Sudah tahu kesalahanmu?” tanya Arlan meletakkan cangkir.“Aku memasuki ruang kerja suamiku sendiri, apa itu salah? Kecuali kalau itu ruangan
Last Updated: 2021-09-01
Lentera Terakhir
Tersentak, lantas netra berkeliling, menatapi seluruh penumpang. Tangan bergetar ketika mendapati nama orang tercinta tertera di panggilan.
"Suamiku masih hidup!" teriaknya pada semua orang yang tidak percaya, bahkan sebagian dari mereka berteriak.
"Mustahil! Sekali keluar, maka tidak ada jaminan untuk hidup!"
"Matikan telponnya, mereka bisa mendengarmu, bodoh!"
Tangan-tangan itu merayap tanpa mata, saling menindih dan menabrak demi mendapat secuil daging hangat yang tak pernah membuat mereka kenyang.
Read
Chapter: Hidup dan Mati Bersama"Kau sungguh akan keluar?" tanya Delia dengan berat hati. Sekali pun ada banyak rasa tidak suka yang kadang mampir, tapi bagaimana pun Deryn adalah suaminya.Pria dingin yang langsung setuju saat orang tua menjodohkan mereka, dan Delia ingat betul kalimat yang selalu suaminya ucapkan,"Kita berdua menikah dengan cara yang benar, tiada kontrak antara kita, hanya tidak ada cinta saja. Tapi bukan berarti kita harus berpisah kamar, tidak melakukan hubungan suami-istri. Bukan orang tuaku, tapi aku yang menikahimu, jadi jangan anggap aku orang lain."Sampai saat ini Delia masih penasaran alasan Deryn menikahinya tanpa debat panjang lebar dengan orang tua, apakah karena memang sudah di usia matang namun tidak ada wanita yang mau? Atau ... karena cinta.Sepertinya itu tidak mungkin."Bisakah kita keluar dari kereta saja saat keadaan sudah aman?" tanya Delia lagi.Der
Last Updated: 2021-08-26
Chapter: Kerja Sama Adalah Kunci Keberhasilan"Apa yang harus dilakukan?" ulangnya, ikut bertanya.Deryn sempat terdiam. Lantas meminta beberapa orang untuk saling bekerja sama. Ingin hidup? Maka harus menyumbang pikiran dan tenaga."Kerja sama? Seperti apa?" tanya Sia penasaran.“Ada yang tahu mesin kereta?”Pertanyaan yang dilontarkan suaminya membuat mereka semua terdiam. Hanya saling lirik-melirik.“Apa yang kalian lihat, aku tidak tahu,” gerutu Sia begitu ditatapi.Andin tersenyum sinis. “Sudah tua, tidak perlu diharapkan. Bukannya menginjak rem, malah gas.”Semua mata melirik, membuat Andin diam.“Kenapa?”“Pak, dia mengerti kereta,” ucap Nino pada Deryn.“Sungguh tahu?” tanya Deryn serius. Matanya langsung melirik tidak suka.“Memangnya kereta ada rem dan gas? Diinjak memangnya?” tanya Delia tiba-tiba.Deryn menggeleng.“Ya, mana aku tah
Last Updated: 2021-08-24
Chapter: Ingin Hidup Adalah KeegoisanKepanikan jugaa ketakutan menghuni wajah. Dengan tangan bergetar dan mata melotot. Tubuh sudah siap berlari ke gerbong di belakang, jika sampai pintu yang dipenuhi serangga tersebut terbuka.“Bagaimana ini?” tanya Delia tak berhenti menarik lengan suaminya.Deryn memeluknya, sikap suaminya seakan pasrah dengan keadaaan, namun tatapan matanya masih tegas. Yakin kalau mereka akan melewati semuanya dengan baik saja.Mata melotot karena menemukan cushion di kaca pintu tergores, oleh usapan rambut yang mencoba memecahkan kacaa tersebut. Tangan menutup mulut dengan bergetar. Ya, bukan hanya satu. Beberapa dari mereka menggunakan kepala untuk menerobos.Kenapa tidak dengan tangan? Maka jawabannya hanya satu, tubuh itu fokus menggaruk.“Kalian semua akan mati!”Deryn tampak tak sabar, lantas ikut teriak, “berhenti berteriak
Last Updated: 2021-08-23
Chapter: Suamimu Penipu"Pelankan suaramu," bisik salah satu penumpang, remaja yang selalu menangis, lantas mata menatap sekeliling, sudah ada banyak serangga yang menghuni kursi, juga tulang-belulang.Seluruh tubuh bergertar sempurna, dengan tangan yang sekali lagi menggaruk kulit. Namun rencana untuk tetap diam, dan membiarkan para serangga melangkah tanpa tujuan. Nyatanya, beberapa orang di tempat tersebut berlarian, mencari cela untuk pergi ke mana saja.Bahkan berusaha mendobrag pintu gerbong 5, tiada hasil membuat mereka hanya bisa menjerit ketika kaki-kaki tipis namun tajam tersebut menusuki kulit."Ibu!" teriak salah satu dari mereka.Delia melirik seluruh penghuni gerbong. Mereka tampak lebih gugup dari sebelumnya. Seolah manusia di depan sana akan tahu keberadaan mereka, padahal Deryn sudah membuat kematian palsu.Matanya membesar. Ada yang tidak beres. Lantas menatap atap kereta, lampu yang terdiam di sana baik-baik saja. Tidak rusak, padahal kema
Last Updated: 2021-08-20
Chapter: Selamat Tinggal Calon MakananSang rawi tampak membenci, hingga pergi tanpa jejak di pelupuk mata. Tergantikan oleh rembulan yang tak merasa kesepian, ada bintang di sana. Entah mereka saling bercengkrama atau tidak. Namun yang jelas, mereka begitu betah berdiri satu sama lain.Sama seperti penghuni gerbong 4, yang mengeluh, namun tidak saling meninggalkan. Hari sudah gelap, sayangnya Deryn dan Nino bekerja sama. Dengan berbekal pisau yang dibeli dari Sia, mereka memulai aksi, memecahkan lampu yang nantinya akan menjadi pusat perhatian serangga mematikan itu.Sedang Sia yang melihat memukul kursi kereta beberapa kali. "Aduh, pisau bagus seperti itu malah dipakai memecahkan lampu."Andin yang semula berdiri, segera mendekati tempat duduk sambil menatap Sia. "Harusnya kau bangga Pak, karena pisaumu menyelamatkan kita dari serangga.""Oh Benarkah?" Sia gembira seorang diri, bahkan terus saja bergumam kalau sejarah harus mencatat detik tersebut."Gelap,"
Last Updated: 2021-08-12
Chapter: Akankah Kematian Berikutnya Tiba?"Binatangnya!""Cepat bunuh binatang itu!""Bagaimana caranya?" teriak Andin yang masih berdiri di dekat pintu.Deryn berbisik, "jangan ada yang bergerak."Mereka menurut, menjadi patung untuk detik itu juga."Diam dan atur napas kalian."Mereka sebisa mungkin mengatur napas, dan berusaha untuk diam tanpa kata. Namun rasa panik yang singgah cukup sulit untuk mengontrol diri.Kaki Andin bergetar. Tak mampu menopang diri, sampai Sia dengan gerakan perlahan menggenggam kedua pundak yang dibalut dress merah tersebut. Di tengah situasi genting, masih sempatnya pria tua tersebut tersenyum, terlebih menatapi kecantikan yang melekat dalam diri Andin."Jangan menatapku begitu jika Anda masih ingin melihat dunia," ancam Andin berbisik, namun penuh tekanan."Kau harusnya berterima kasih padaku," balas Sia.Semua mata menatap suaminya, terlihat penuh harapan. Sedang Deryn hanya mengamati situasi, b
Last Updated: 2021-08-10