“Apa maksud Anda, Pak? Bukankah Anda sudah memiliki istri? Kenapa meminta saya menjadi istri Anda?” tanya Jihan dengan suara bergetar, matanya membulat oleh keterkejutan yang membeku seperti embun di pagi beku.Kata-kata itu terasa seperti angin dingin yang tiba-tiba menerpa, mengguncang dunianya yang sudah retak.Bayu memandangnya dengan ekspresi datar, seperti batu karang yang tak terpengaruh oleh badai.“Turuti saja apa yang saya suruh, Jihan. Kamu membutuhkan uang untuk operasi adikmu, kan? Jika kamu benar-benar menyayanginya, maka terimalah tawaran yang saya berikan ini,” ucapnya, suaranya dingin dan tajam, seperti perintah yang tak dapat dibantah.Nada itu, begitu menyerupai perintah di tempat kerja, membuat Jihan teringat akan hari-hari di bawah otoritasnya.Namun, ini bukan kantor. Di sini, mereka berdiri sebagai dua manusia yang terjerat oleh kepentingan—keputusasaan bertemu kekuasaan.Lama sekali Jihan diam, pikirannya bergulat di antara dua kutub, seperti ombak yang saling
Terakhir Diperbarui : 2025-04-28 Baca selengkapnya